نَكِرَة - مَعْرِفَة
NAKIRAH
(Sebarang) - MA'RIFAH (Tertentu)
Pengertian Isim Nakirah dan Isim Ma’rifah » Alfiyah Bait 52-53
الْنَّكِرَةُ وَالْمَعْرِفَةُ
Bab Nakirah dan Makrifah
نَكِرَةٌ قَـــــابِلُ أَلْ مُؤثِّــــرَاً ¤ أَوْ وَاقِعٌ مَوْقِعَ مَا قَدْ ذُكِرَا
Nakirah adalah
Isim yang dapat menerima AL pemberi bekas Ma’rifah, atau Isim yang menempati
tempatnya Isim tersebut (dapat menerima AL Ma’rifah).
وَغَيْــرُهُ مَعْرِفَـةٌ كَــهُمْ وَذِي ¤ وَهِنْـدَ وَابْنـيِ وَالْغُلاَمِ وَالَّذِي
Selain tersebut (pengertian Isim Nakirah) dinamakan Isim Ma’rifah,
yaitu seperti هم (Isim Dhamir), ذي (Isim Isyarah), هند (Isim Alam), ابني (Isim Mudhaf), الغلام (Isim dg AL ma’rifah) dan الذي (Isim Maushul).
|
Kalimah Isim/kata benda dibagi menjadi Isim
Nakirah (tak tentu) dan Isim Ma’rifah (tertentu).
°°°
Menurut penunjukannya, Isim dapat dibagi dua:
1. ISIM NAKIRAH adalah isim yang pengertiannya masih bersifat umum yang mana cakupan dan batasannya masih belum jelas. Dan biasanya ditandai dengan tanwin ( ً ٍ ٌ) pada huruf akhirnya.
2. ISIM MA'RIFAH adalah isim yang pengertiannya bersifat khusus yang mana cakupan dan batasannya sudah jelas. Dan biasanya ditandai dengan huruf Alif-Lam (ال) di awalnya. Contoh:

Termasuk dalam kelompok Isim Ma'rifah diantaranya adalah:
1.اسم ضمىر = kata ganti
2. اسم أشارة =
kata tunjuk
3. اسم
موصول =kata sambung
4. اسم علم = isim yang berarti nama
5. اسم +ال = isim nakiroh yang
ketambahan al (ال)
6. اسم
المضاف الى المعرفة =
isim yang di mudlafkan pada isim ma’rifat atau mudlaf ilahnya berupa/terbuat
dari isim ma’rifat.
ضَمِيْر (Kata Ganti)
Dhamir atau "kata ganti" ialah Isim yang berfungsi untuk menggantikan atau mewakili penyebutan sesuatu/seseorang ataupun sekelompok benda/orang. Seperti yang sudah kita jelaskan di atas, Dhamir termasuk dalam golongan Isim Ma'rifah. Perhatikan contoh penggunaan Dhamir dalam kalimat di bawah ini:
- أَحْمَدُ يَرْحَمُ اْلأَوْلاَدَ (=Ahmad menyayangi anak-anak)
- هُوَ يَرْحَمُهُمْ (=Dia menyayangi mereka)
Pada kedua kalimat di atas, kita lihat bahwa:
- kata أَحْمَدُ (=Ahmad) diganti dengan هُوَ (=dia)
- kata الأَوْلاَد (=anak-anak) diganti dengan هُمْ (=mereka).
Kata هُوَ
(=dia) dan هُمْ (=mereka)
merupakan Dhamir atau Kata Ganti.
Menurut fungsinya dalam kalimat, ada dua golongan Dhamir yaitu:
1. DHAMIR RAFA' (ضَمِيْر رَفْع) yang berfungsi sebagai Subjek.
2. DHAMIR NASHAB (ضَمِيْر نَصْب) yang berfungsi sebagai Objek.
Dhamir Rafa' dapat berdiri sendiri sebagai satu kata, sedangkan Dhamir Nashab tidak dapat berdiri sendiri atau harus terikat dengan kata lain.
Dalam contoh kalimat yang tadi:
هُوَ يَرْحَمُهُمْ (= Dia menyayangi mereka)
Menurut fungsinya dalam kalimat, ada dua golongan Dhamir yaitu:
1. DHAMIR RAFA' (ضَمِيْر رَفْع) yang berfungsi sebagai Subjek.
2. DHAMIR NASHAB (ضَمِيْر نَصْب) yang berfungsi sebagai Objek.
Dhamir Rafa' dapat berdiri sendiri sebagai satu kata, sedangkan Dhamir Nashab tidak dapat berdiri sendiri atau harus terikat dengan kata lain.
Dalam contoh kalimat yang tadi:
هُوَ يَرْحَمُهُمْ (= Dia menyayangi mereka)
- Kata هُوَ (=dia) adalah Dhamir Rafa'
- Kata هُمْ (=mereka) adalah Dhamir Nashab.
ضَمِيْر رَفْع
DHAMIR
RAFA' (Kata Ganti Subjek)
ضَمِيْر نَصْب
DHAMIR
NASHAB (Kata Ganti Objek)
Dhamir Nashab adalah turunan dari Dhamir Rafa'. Dengan kata lain, setiap Dhamir Rafa' memiliki padanan dengan Dhamir Nashab; maknanya sama tetapi bentuk dan fungsinya berbeda.
Perhatikan tabel Dhamir Rafa' dan Dhamir Nashab berikut ini:

Perbedaan yang paling mendasar antara kedua jenis Dhamir ini adalah:
" Dhamir Rafa' berfungsi sebagai Subjek serta dapat berdiri sendiri dan terpisah dari kata lain atau MUNFASHIL (مُنْفَصِل); sedangkan
" Dhamir Nashab berfungsi sebagai Objek/Keterangan serta tidak dapat berdiri sendiri dan selalu terikat dengan kata lain atau MUTTASHIL (مُتَّصِل), baik itu terikat dengan Isim, Fi'il ataupun Harf.
1) Contoh Dhamir Nashab yang terikat dengan Isim dalam kalimat:
- أَنَا مُسْلِمٌ، دِيْنِيَ اْلإِسْلاَمُ =saya seorang muslim, agamaku Islam
- نَحْنُ مُسْلِمُوْنَ، دِيْنُنَا اْلإِسْلاَمُ =Kami/kita orang-orang muslim, agama kami Islam
- أَنْتَ مُسْلِمٌ، دِيْنُكَ اْلإِسْلاَمُ =engkau (lk) seorang muslim, agamamu Islam
- أَنْتِ مُسْلِمَةٌ، دِيْنُكِ اْلإِسْلاَمُ = engkau (pr) seorang muslim, agamamu Islam
2) Contoh Dhamir Nashab yang terikat dengan Fi'il dalam kalimat:
- أَنْتُمَا مُسْلَمَانِ، اَللهُ يَرْحَمُكُمَا =kamu berdua adalah muslim, Allah merahmati kamu berdua
- أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ، اَللهُ يَرْحَمُكُمْ =kalian (lk) adalah muslimun, Allah merahmati kalian
- أَنْتُنَّ مُسْلِمَاتٌ، اَللهُ يَرْحَمُكُنَّ =kalian (pr) adalah muslimat, Allah merahmati kalian
- هُوَ مُسْلِمٌ، اَللهُ يَرْحَمُهُ =dia (lk) adalah muslim, Allah merahmatinya
3) Contoh Dhamir Nashab yang terikat dengan Harf dalam kalimat:
- هِيَ مُسْلِمَةٌ، عَلَيْهَا السَّلاَمُ =dia (pr) adalah seorang muslimah, atasnya salam
- هُمَا مُسْلِمَانِ، عَلَيْهِمَا السَّلاَمُ =mereka berdua adalah muslim, atas mereka berdua salam
- هُمْ مُسْلِمُوْنَ، عَلَيْهِمُ السَّلاَمُ =mereka (lk) adalah muslimin, atas mereka salam
- هُنَّ مُسْلِمَاتٌ، عَلَيْهِنَّ السَّلاَمُ =mereka (pr) adalah muslimat, atas mereka salam
اِسْم إِشَارَة
ISIM
ISYARAH (Kata Tunjuk)
Kita telah mempelajari penggolongan Isim menurut jenisnya yaitu Mudzakkar dan Muannats serta menurut jumlahnya yaitu Mufrad, Mutsanna dan Jamak. Penggolongan Isim ini sangat penting dalam mempelajari kaidah-kaidah Bahasa Arab selanjutnya. Diantaranya bisa kita lihat dalam pembahasan tentang Isim Isyarah atau Kata Tunjuk.
Pada dasarnya, ada dua macam Isim Isyarah atau Kata Tunjuk yaitu:
1. هَذَا (=ini) untuk menunjuk yang dekat. Contoh: هَذَا كِتَابٌ (= ini sebuah buku)
2. ذَلِكَ (=itu) untuk menunjuk yang jauh. Contoh: ذَلِكَ كِتَابٌ (= itu sebuah buku)
Bila Isim Isyarah itu menunjuk kepada Isim Muannats maka:
1. هَذَا menjadi: هَذِهِ (=ini). Contoh: هَذِهِ مَجَلَّةٌ (= ini sebuah majalah)
2. ذَلِكَ menjadi: تِلْكَ (=itu). Contoh: تِلْكَ مَجَلَّةٌ (= itu sebuah majalah)
Adapun bila Isim yang ditunjuk itu adalah Mutsanna (Dual), maka:
1. هَذَا menjadi هَذَانِ. Contoh: هَذَانِ كِتَابَانِ (= ini dua buku)
2. هَذِهِ menjadi هَتَانِ. Contoh: هَتَانِ مَجَلَّتَانِ (= ini dua majalah)
3. ذَلِكَ menjadi ذَانِكَ. Contoh: ذَانِكَ كِتَابَانِ (= itu dua buku)
4. تِلْكَ menjadi تَانِكَ. Contoh: تَانِكَ مَجَلَّتَانِ (= itu dua majalah)
Sedangkan bila Isim yang ditunjuk itu adalah Jamak (lebih dari dua):
1. Bila Isim yang ditunjuk itu benda yang tidak berakal, maka biasanya digunakan: هَذِهِ (=ini) untuk menunjuk yang dekat dan تِلْكَ (=itu) untuk menunjuk yang jauh. Contoh:
- هَذِهِ كُتُبٌ (= ini buku-buku)
- تِلْكَ كُتُبٌ (= itu buku-buku)
2. Bila Isim yang ditunjuk itu
makhluk yang berakal, maka biasanya digunakan: هَؤُلاَءِ
(=ini) untuk menunjuk yang dekat dan أُولَئِكَ (=itu) untuk menunjuk yang jauh. Contoh:
- هَؤُلاَءِ طُلاَّبٌ (= ini siswa-siswa)
- أُولَئِكَ طُلاَّبٌ (= itu siswa-siswa)
اِسْم مَوْصُوْل
ISIM MAUSHUL (Kata Sambung)
ISIM MAUSHUL (Kata Sambung)
Isim Maushul (Kata Sambung) adalah Isim yang berfungsi untuk menghubungkan atau menggabungkan beberapa kalimat atau pokok pikiran menjadi satu kalimat. Dalam bahasa Indonesia, Kata Sambung ini biasanya diwakili dengan kata: "yang".
Bentuk asal/dasar dari Isim Maushul adalah: الَّذِيْ (=yang).
Perhatikan contoh penggunaan Isim Maushul dalam menghubungkan atau menggabungkan dua kalimat di bawah ini:
Kalimat I:
الْمُدَرِّسُ جَاءَ (= datang guru itu)
Kalimat II:
اَلْمُدَرِّسُ يَدْرُسُ الْفِقْهَ (= guru itu mengajar Fiqh)
Kalimat III:
جَاءَ الْمُدَرِّسُ الَّذِيْ يَدْرُسُ الْفِقْهَ (= datang guru yang mengajar Fiqh)
Dalam contoh di atas, Kalimat III adalah gabungan dari Kalimat I dan II yang dihubungkan dengan Isim Maushul: الَّذِيْ
Untuk Isim Muannats, Isim Maushul الَّذِيْ berubah menjadi: الَّتِيْ
جَاءَتِ الْمُدَرِّسَةُ الَّتِيْ تَدْرُسُ الْفِقْهَ
(= datang guru (pr) yang mengajar Fiqh itu)
Bila Isim Maushul itu digunakan untuk Mutsanna (Dual) maka:
1. الَّذِيْ menjadi: الَّذَانِ atau الَّذَيْنِ; contoh:
جَاءَ الْمُدَرِّسَانِ الَّذَانِ يَدْرُسَانِ الْفِقْهَ
(= datang dua orang guru (lk) yang mengajar Fiqh itu)
2. الَّتِيْ menjadi: الَّتَانِ atau الَّتَيْنِ; contoh:
جَاءَتِ الْمُدَرِّسَتَانِ الَّتَانِ تَدْرُسَانِ الْفِقْهَ
(= datang dua orang guru (pr) yang mengajar Fiqh)
Bila Isim Maushul itu dipakai untuk Jamak maka:
1. الَّذِيْ menjadi: الَّذِيْنَ ; contoh:
جَاءَ الْمُدَرِّسُوْنَ الَّذِيْنَ يَدْرُسُوْنَ الْفِقْهَ
(= datang guru-guru (lk) yang mengajar Fiqh itu)
2. الَّتِيْ menjadi: اللاَّتِيْ/اللاَّئِيْ ; contoh:
جَاءَتِ الْمُدَرِّسَاتُ اللاَّتِيْ يَدْرُسْنَ الْفِقْهَ
(= datang guru-guru (pr) yang mengajar Fiqh itu)
Disamping الَّذِيْ, termasuk juga dalam Isim Maushul antara lain:
مَنْ (=siapa yang), مَا (=apa yang), أَيّ (=mana yang). Contoh:
جَاءَ مَنْ أَعْرِفُهُ (=datang siapa yang aku mengenalnya)
وَجَدْنَا مَا بَحَثْنَا (=kita telah temukan apa yang kita cari)
Isim Nakirah
Definisi Isim Nakirah adalah:
Kalimah isim menunjukkan pada sesuatu secara kesatuan yang tidak
ditentukan. contoh:
جَاءَ طَالِبٌ
Penuntut telah
datang
قَدِمَ ضَيْفٌ
Tamu telah tiba
Ada dua jenis isim Nakirah:
(1). Kalimah Isim
dapat dipasangi AL dan membekaskan ma’rifah atau menjadikannya
tertentu. contoh:
كِتَابٌ، رَجُلٌ
Buku, Laki-laki
maka dapat dipasangi AL dan
membekaskan Ma’rifah menjadi contoh:
الرَّجُلُ شُجَاعٌ، الكِتَابُ نَفِيْسٌ
Laki-laki itu
pemberani, Buku itu sangat bagus.
(2). Kalimah Isim menduduki
kedudukan Isim yang dapat dipasangi AL, seperti lafazh ذُوْ artinya “pemilik” sinonim dengan lafazh صَاحِبٌ “pemilik“. contoh
جَاءَ ذُوْ عِلْمٍ
seorang yang
berilmu telah datang
pada contoh ini maksudnya adalah صَاحِبُ عِلْمٍ “pemilik Ilmu” maka lafadz ذُوْ adalah isim nakirah yang tak dapat dijodohkan
dengan AL, akan tetapi ia menduduki kedudukan Isim yang dapat dipasangi AL
pemberi bekas ma’rifah, yaitu lafazh صَاحِبُ.
°°°
Isim Ma’rifah
Definisi Isim Ma’rifah adalah: Kalimah
isim menunjukkan pada sesuatu secara kesatuan yang tertentu. contoh:
أَنْتَ مُخْلِصٌ
Enkau seorang yang
tulus.
Ada dua jenis isim Ma’rifah:
(1). Kalimah Isim tidak dapat
dipasangi AL, pun tidak menduduki kedudukan Isim dapat dipasangi
AL. Contoh:
جَاءَ عَلِيٌّ
Sayyidina Ali telah
datang.
(2). Kalimah Isim dapat menerima
AL, akan tetapi tidak membekaskan ma’rifat. contoh:
جَاءَ الْعَبَّاسُ
Sayyidina ‘Abbas
telah datang.
contoh AL pada lafazh العباس
tidak berfungsi mema’rifahkan, karena ia sudah ma’rifah sebab Isim ‘Alam.
Mengenai AL jenis ini, Insya-Allah akan diterangkan pada Babnya
sendiri. untuk sementara bisa dijadikan rujukan » Terjemah
Alfiyah Bab Ma’rifat sebab alat Ta’rif.
°°°
Isim Ma’rifah ada Tujuh:
1. Isim Dhamir, menurut qaul yg shahih merupakan
paling ma’rifahnya dari isim-isim ma’rifah setelah lafazh Jalalah.
contoh:
أنَا، أنْتَ، هُوَ
aku, kamu, dia
2. Isim Alam, contoh:
خَالِدٌ، زَيْنَبُ، مَكَّةُ
khalid, zainab,
makkah
3. Isim Isyarah, contoh:
هَذَا، هَذِهِ، هَؤُلاَءِ
ini (male), ini
(female), ini (jamak)
4. Isim Maushul, contoh:
الَّذِيْ، الَّتِيْ، الَّذِيْنَ
yang tunggal (lk),
yang tunggal (pr), yang jamak(lk/pr)
5. Isim yg dima’rifahkan oleh AL, contoh:
الْكِتَابُ، الطَّالِبُ
kitab itu, siswa
itu
6. Isim Mudhaf pada isim ma’rifah, contoh:
كِتَابِيْ جَدِيْدٌ. كَلاَمُ عَلِيٍّ بَلِيْغٌ
kitabku baru,
perkataan Ali fasih
7. Isim Nakirah Maqshudah (dari sebagian
Munada, jika dimaksudkan kepada satu orang tertentu) contoh:
يَا طَالِبُ أَجِبْ
hai siswa…
jawablah!
Kesimpulan pembahasan Bait: Isim Nakirah adalah
isim yang dapat dipasangi AL yang membekaskan ma’rifah, atau isim menempati
kedudukan isim yang dapat dipasangi AL. selain isim Nakirah dinamakan Isim
Ma’rifah. disebutkan 6 jenis Isim alam: Isim Dhamir, Isim Alam, Isim
Isyarah, Isim Maushul, Isim yg dima’rifahkan oleh AL, Isim Mudhaf
pada isim ma’rifah, dan tidak diuraikan yang ke 7 yaitu Nakirah
Maqshudah, karena sempitnya Nadzam.
. Defenisi Isim Ma’rifah dan Nakirah
I. Defenisi isim ma’rifah
Secara etimologi, kata ma’rifah(معرفة) merupakan bentuk masdar (derivasi) dari kata عرف-يعرف- معرفة yang memiliki arti pengetahuan atau jelas. Dengan demikian, isim ma’rifah berarti isim yang sudah jelas pengertiannya. Secara terminologi, ada beberapa defenisi tentang isim ma’rifah. Diantaranya adalah:
a.
المعرفة اسم دلّ على معيّن
Isim ma’rifat adalah isim yang menunjukkan benda tertentu .
b.
وغيره معرفة كهم وذي وهندى وابني والغلام والذي
Selainnya isim nakirah dinamakan isim ma’rifah, yang pembagiannya ada enam, yaitu: isim dhamir (hum), isim isyarah (dzi), idhafah (ibni), isim yang kemasukan al (al-ghulam), isim maushul (alladhi). Maksud dari definisi yang kedua ini adalah Isim ma’rifat yaitu kalimah isim selainnya yang bisa menerima al dan menyebabkan ma’rifat atau yang menempati tempatnya lafadz yang menerima al .
Dari kedua defenisi diatas, dapat kita tarik benang merah bahwa isim ma’rifah adalah isim yang menunjukkan sesuatu yang sudah jelas. Misalnya: زيد; menunjukkan orang yang bernama zaid, هذالكتاب; menunjukkan kitab yang ditentukan oleh mutakallim, جاكرت; menunjukkan kota yang bernama jakarta, dan sebagainya.
Dalam bahasa arab, isim ma’rifah mempunyai peran yang sangat penting, baik secara sintaksis, maupun semantis. Secara umum dapat dikatakan bahwa fungsi isim ma’rifah adalah untuk menunjukkan bahwa kata yang bersangkutan adalah ma’ruf (diketahui) atau untuk ta’rif.
II. Defenisi isim nakirah
Ada beberapa defenisi tentang isim nakirah. Diantaranya adalah:
a.
والنكرة أسم دلّ على غير معيّن
Isim nakirah adalah isim yang menunjukkan benda yang tidak ditentukan.
b.
نكرة قابل ال معثّرا او واقع موقع ما قد ذكر
Isim nakirah yaitu kalimah isim yang bisa menerima al, yang memberi atsar (menyebabkan) kema’rifatan isim tersebut, atau kalimah isim yang menempati tempatnya isim lain yang menerima al.
c.
والنكرة كلّ اسم شائع فى جنسه لا يختصّ به واحد دون اخر وتقريبه كلّ ما صلح دخول الألف واللام عليه
نحو الرجل والغلام
Isim nakirah adalah setiap isim yang jenisnya bersifat umum yang tidak menentukan sesuatu perkara dan lainnya. Singkatnya ialah setiap isim yang layak dimasuki alif dan lam, contohnya adalah lafadz الرجل dan الغلام (asalnya adalah رجل dan غلام ) .
Secara kooperatif dapat dimengerti bahwa isim nakirah merupakan kebalikan dari isim ma’rifah, yaitu isim yang menunjukkan sesuatu yang belum jelas pengertiannya. Misalnya: lafadz رجل; artinya laki-laki, tapi masih bersifat umum karena belum ditentukan dan dapat ditujukan ke laki-laki siapa saja. Contoh lainnya adalah lafadz كتاب; artinya kitab, tapi masih bersifat umum karena belum ditentukan dan dapat ditujukan kepada setiap kertas yang bertuliskan suatu ilmu. Akan tetapi jikalau lafadz tersebut diidhofahkan ataupun diberi al, maka hukum nakirahnya hilang dan menjadi isim ma’rifat.
B. Macam-Macam Isim Ma’rifah
Syekh Musthafa al-Ghulayaini dalam kitab Jaami’u Durus al-‘Arabiyyah telah membagi isim ma’rifah menjadi tujuh macam, yaitu: Dhamir, isim ‘alam, isim isyarah, isim maushul, idhafah, munada, dan isim yang disertai alif lam (alif lam ma’rifah).
1. Dhamir (kata ganti) memiliki beberapa fungsi, diantarany untuk mempersingkat kalimat. Dhamir secara umum dapat dibagi menjadi dua macam: pertama dhamir bariz, yaitu dhamir yang ada bentuknya yang berbentuk lafazh. Kedua dhamir mustatir yaitu dhamir yang tersembunyi.
Dhamir bariz dibagi menjadi dua bagian: pertama dhamir muttasil yaitu dhamir yang tidak dapat digunakan sebagai mubtada’ atupun sebagai istisna, kecuali dalam keadaan terpaksa. Kedua dhamir munfashil (pisah) yaitu dhamir yang dapat digunakan sebagai mubtada’ ataupun istisna dalam keadaan apapun. Dhamir ini dapat dibagi menjadi 24 (12 marfu’ dan 12 manshub). 12 marfu’ itu adalah: huwa, huma, hum, hiya, hunna, anta, antuma, antum, anti, antunna, ana, nahnu. 12 yang itu manshub berupa: iyyahu, iyyahuma, iyyahum, iyyaha, iyyahuma, iyyahunna, iyyaka, iyyakuma, iyyakum, iyyaki, iyyakunna, iyyaya, iyyana.
Dhamir mustatir dibagi menjadi dua macam:
a. Dhamir mustatir wujub, yaitu dhamir yang wajib disimpan. Dhamir ini berada pada 6 tempat: 1) fi’il mudhari’ yang disandarkan pada mutakallim, baik mufrad maupun jamak. 2) fi’il amr dan mudhari’ yang disandarkan kepada dhamir mufrad mudzakkar mukhottob. 3) isim fi’il yang disandarkan kepada mutakallim atau mukhattab. 4) fi’il ta’ajjub yang mengikuti wazan ma af’ala. 5) fi’il yang dipakai untuk mengecualikan (fi’il istisna). Dan 6) masdar yang berfungsi sebagai pengganti fi’il.
b. Dhamir mustatir jawaz, yaitu dhamir yang pada tempat dhamir tersebut dapat ditempati oleh isim zhahir. Dhamir jenis ini bertempat pada fi’il yang disandarkan kepada mufrad mudzakkar ghaib dan mufrad muannas ghaibah.
2. Isim ‘alam, yaitu isim yang menerangkan sesuatu barang yang diberi nama dengan mutlak (tanpa qarinah). Yang termasuk isim ‘alam adalah isim-isim yang menunjukkan nama negara, orang, bangsa, suku, sungai, laut ataupun gunung. Seperti Muhammad, Fatimah az-Zahra, Khalid, (nama orang), Nil (nama sungai), Jakarta (nama kota). Pembagian isim alam dapat dilihat melalui dua cermin; dari segi syakhsh dan asalnya. Pembagian alam syakhsh (isim alam yang mengindikasikan manusia) ada tiga:
a) Alam Asma; Yaitu alam selainnya alam laqob dan alam kunyah. Misal: .زيد
b) Alam Kunyah; Yaitu isim alam yang dimulai dengan kata ابatau ام . misalnya:اب عبدالله,
أم الخير. Begitupula alam yang dimulai dengan lafadzخال،خالة،عمّة،عم،اخت،اخ،بنت،ابن .
c) Alam Laqob; Yaitu isim alam yang menunjukkan arti memuji atau mencela dengan melihat makna aslinya. Misalnya: زين العابدين Pak Zainal Abidin (perhiasan orang-orang ahli ibadah), انف الناقة Pak Anfu Naqoh (hidung unta), dan عبد البطون Pak Abdul Buthun (hamba perut).
Pembagian isim alam ditinjau dari asalnya ada lima:
a) Alam manqul Yaitu isim alam yang merupakan perpindahan dari perkara lain yang sebelum dijadikan alam. Misalnya:
1) Perpindahan dari masdar, Misalnya: فضلpak Fadhol.
2) Perpindahan dari nama perkara, Misalnya: أسدPak Asad (asalnya nama singa).
3) Perpindahan dari isim fa’il, Misalnya: حارثPak Haris.
4) Perpindahan dari isim maf’ul, Misalnya: مسعودPak Mas’ud.
5) Perpindahan dari fi’il madhi, Misalnya: ثمّرPak Tamar (nama kuda).
6) Perpindahan dari fi’il mudhari’, Misalnya: يزيدPak Yazid.
b) Alam murtajal Yaitu isim alam yang sebelum dijadikan nama tidak memiliki terlaku. Misalnya سعاد (nama wanita), أدد (nama lelaki).
c) Alam yang berupa jumlah, termasuk bagian dari alam manqul adalah alam yang berupa jumlah, Misalnya:
a. Berupa jumlah fi’liyah yang fa’ilnya berupa isim dhahir, Contoh: برق نحره (nama orang).
b. Jumlah fi’liyah yang fa’ilnya berupa dhamir bariz, Contoh: اطرق
c. Jumlah fi’liyah yang failnya berupa dhamir mustatin, Contoh: يزيد
d. Alam yang berupa tarkib mazji, termasuk bagian dari alam manqul adalah alam yang berupa tarkib mazji, yaitu dua lafadz yang ditarkib menjadi satu, lafadz yang kedua menempati tempatnya ta’ta’nis dari lafadz yang pertama, seperti: lafadz بعلبك nama daerah dinegeri syam, lafadz سبويه pak sibawaih
e) Alam yang berupa tarkib idhofi, termasuk bagian dari alam manqul yaitu alam yang berupa tarkib idhofy. Alam yang berupa tarkib idhofi dibagi menjadi dua yaitu: tidak berupa kunyah. Misalnya: عبد شمس, berupa kunyah. Misalnya: أبو قحافة
f) Alam jinis, yaitu lafadz yang dicetak untuk menunjukkan haqiqotnya suatu perkara (baik berupa dzat atau makna yang tertentu) dengan memandang kehadirannya sosok perkara tersebut didalam hati (dengan arti perkara yang dihadirkan dalam hati tersebut merupakan bagian dari lafadz yang dicetak). Contoh: أسامة.
Disisi lain, ada sebuah istilah yang hampir menyerupai alam jinis, yaitu: isim jinis. Yang membedakan antara alam jinis dengan isim jinis yaitu, kalau alam jinis itu dengan memandang sosok kehadiran perkara yang dinamai, dan bahwasanya perkara sosoknya dihadirkan dalam hati itu merupakan bagian dari perkara yang dicetak (tanpa memandang cakupannya pada tiap individu). Sedangkan isim jinis tidak memandang sosok kehadirannya didalam hati, namun yang seperti ini sangat sulit, seperti halnya memberi nama haqiqot pada sesuatu perkara tanpa melihat kehadiran sosoknya itu tidak mungkin, oleh karenanya definisi isim jinis boleh dikatakan yaitu nama yang dicetak untuk menunjukkan haqiqot yang tertentu dengan memandang sosoknya dalam hati (yang hal itu tidak dimaksud) namun dengan memandang cakupannya pada tiap-tiap individunya.
3. Isim isyarah, (kata ganti penunjuk), yaitu isim yang menunjukkan sesuatu yang tertentu baik secara nyata dengan tangan atau dengan yang lain apabila yang ditunjuk itu berada dihadapan yang menunjuk, atau penunjukan itu secara tidak nyata (ma’nawi) apabila yang ditunjuk itu memang tidak nyata atau sesuatu yang ditunjuk itu tidak berada dihadapan orang yang menunjuk.
Isim yang ditunjuk (al-musyar ilaihi) ada tiga tingkatan, yaitu dekat, sedang, jauh. Untuk menunjuk sesuatu yang sifatnya dekat dengan menggunakan lafadz هذا atau هذه . sedangkan untuk menunjuk sesuatu yang sedang menggunakan lafadz ذاك dan تك. Sementara untuk menunjuk sesuatu yang sifatnya jauh menggunakan lafadz ذالك dan تلك.
4. Isim maushul (kata sambung) , yaitu isim yang menunjukkan sesuatu yang tertentu dengan perantaraan jumlah yang disebutkan sesudahnya. Jumlah yang demikian ini disebut dengan shilah maushul. Isim maushul dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Isim maushul al-khas yaitu isim maushul yang dapat di mufradkan, ditasniyahkan, dan dijama’kan, dimuannaskan dan dimudzakkarkan, sesuai dengan konteksnya (siyaqul kalam). Seperti: al-ladzi; al-ladzaani; al-ladziina (nominal laki-laki), al-lati; al-lataani; al-latiiy atau allaa’i (nominal perempuan), al-ladzi; al-ladzaini; al-ladziina (akusatif dan genetif), al-lati; al-lataini; al-laa’i (akusatif dan genetif).
b. Isim maushul al musytarak yaitu isim maushul yang lafadznya satu akan tetapi dapat dipakai untuk menunjukkan keseluruhan. Atau dengan kata lain bahwa isim maushul tersebut dapat menunjukkan mufrad, musanna, jamak, mudzakar, ataupun muannas. Seperti; man (siapa, untuk yang berakal); ma (apa, untuk yang tidak berakal); dza (yang, untuk yang berakal dan tidak berakal); ayyun (yang mana, untuk yang berakal dan tidak berakal); dzu (siapa yang, untuk yang berakal dan tidak berakal).
5. Struktur idhafah (kata majemuk) . Contohnya: Kitaabu Allahi. Kata yang berada didepan (kitaabu) disebut mudhaf. Dan kata yang diakhir (Allahi) disebut mudhaf ilaihi. Mudhaf tidak boleh diberi kata sandang (alif lam), tetapi untuk mudhaf ilaihi boleh diberi kata sandang (alif lam).
6. Munada, yang dipanggil dengan sengaja. Biasanya partikel yang digunakan untuk menyeru adalah (يا) yang diikuti kata benda dalam kasus nominatif. Contoh: يا الله، يا فلان , dan lain-lain. Jika orang yang dituju tidak ada, atau kata bendanya ditentukan oleh satu atau beberapa kata setelahnya, maka kata bendanya diletakkan dalam bentuk akusatif. Contohnya: يا غافلا (hai orang yang lalai) , يا داعيا الى الخير (hai penyeru kepada kebaikan).
Dalam kasusu idhafah, maka mudhafnya akan diletakkan dalam bentuk akusatif, seperti; يا عبد الله (hai hamba Allah), atau يا امير المؤمنين (hai pemimpin orang-orang beriman). Terkadang kata ganti dihilangkan dan diganti dengan kasroh yang menunjukkan penghilangan itu, atau dengan huruf (ت) untuk menyatakan perasaan emosional terhadap yang dituju, sebagaimana firman Allah swt berikut : قال ربّ انّي دعوت قومي (Nuh berkata: Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku. QS.Nuh/71:5). Pada lafadz Rabbi sebanarnya ada huruf ya’ (ربّي) yang kemudian dihilangkan. Demikian juga firman Allah : يا ابت افعل ما تؤمر (hai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. QS.Al shaffat/37:102). Huruf ta’ pada lafazh abati menggantikan huruf ya’ yang dihilangkan.
7. Isim yang disertai alif-lam (alif-lam ma’rifah) yaitu isim nakirah yang disertai dengan alif-lam. Oleh karena adanya alif lam tersebut maka isim nakirah berubah menjadi isim ma’rifah. Contohnya: الرجل= رجل. Menurut pendapat yang ashah bahwa alif lam secara keseluruhan adalah huruf ta’rif, yaitu berfungsi untuk mema’rifatkan.
Wallahul musta'an
Footenotes:
Mohammad Nor Ichwan, Memahami Bahasa al-Qur’an, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002, h. 3.
Syeikh Musthafa al-Ghalayaini, Jaami’ Al-Durus al-‘Arabiyyah, Kairo, Darul Hadits, 2005, h.117.
M.sholihudin Sufyan, Memahami Alfiyyah Ibnu Malik, Jombang: Darul Hikmah, h. 68.
Moch. Anwar, Ilmu Nahwu Terjemahan Matan al-Jurumiyyah dan ‘Imrithy Berikut Penjelasannya, Bandung: Sinar Baru Algensindo, cet. ke-17, 2007, h. 105.
Syeikh Musthafa al-Ghalayaini, Jaami’...,.h. 117.
Moch. Anwar, Ilmu Nahwu....,h. 108.
Dalam kitab al-Jurumiyyah, isim ma’rifat dibagi menjadi 5 macam (isim mudhmar, ‘alam, mubham, isim yang diberi alif lam, dan idhafah). Sedangkan dalam alfiyyah ibnu malik, isim ma’rifat dibagi menjadi 6 macam (isim dhamir, isyaroh, ‘alam, idhofah, isim yang kemasukan al, dan isim maushul).
Mohammad Nor Ichwan, Memahami.,...h. 4
Ibid…, h. 29-30
M.Sholihudin Sufyan, Memahami.,...h. 92
Ibid…, h. 93
Ibid…, h. 96
Ibid…, h. 98
Mohammad Nor Ichwan, Memahami...., h.4
Ibid…., h. 5
Ibid…., h. 5-6
I. Defenisi isim ma’rifah
Secara etimologi, kata ma’rifah(معرفة) merupakan bentuk masdar (derivasi) dari kata عرف-يعرف- معرفة yang memiliki arti pengetahuan atau jelas. Dengan demikian, isim ma’rifah berarti isim yang sudah jelas pengertiannya. Secara terminologi, ada beberapa defenisi tentang isim ma’rifah. Diantaranya adalah:
a.
المعرفة اسم دلّ على معيّن
Isim ma’rifat adalah isim yang menunjukkan benda tertentu .
b.
وغيره معرفة كهم وذي وهندى وابني والغلام والذي
Selainnya isim nakirah dinamakan isim ma’rifah, yang pembagiannya ada enam, yaitu: isim dhamir (hum), isim isyarah (dzi), idhafah (ibni), isim yang kemasukan al (al-ghulam), isim maushul (alladhi). Maksud dari definisi yang kedua ini adalah Isim ma’rifat yaitu kalimah isim selainnya yang bisa menerima al dan menyebabkan ma’rifat atau yang menempati tempatnya lafadz yang menerima al .
Dari kedua defenisi diatas, dapat kita tarik benang merah bahwa isim ma’rifah adalah isim yang menunjukkan sesuatu yang sudah jelas. Misalnya: زيد; menunjukkan orang yang bernama zaid, هذالكتاب; menunjukkan kitab yang ditentukan oleh mutakallim, جاكرت; menunjukkan kota yang bernama jakarta, dan sebagainya.
Dalam bahasa arab, isim ma’rifah mempunyai peran yang sangat penting, baik secara sintaksis, maupun semantis. Secara umum dapat dikatakan bahwa fungsi isim ma’rifah adalah untuk menunjukkan bahwa kata yang bersangkutan adalah ma’ruf (diketahui) atau untuk ta’rif.
II. Defenisi isim nakirah
Ada beberapa defenisi tentang isim nakirah. Diantaranya adalah:
a.
والنكرة أسم دلّ على غير معيّن
Isim nakirah adalah isim yang menunjukkan benda yang tidak ditentukan.
b.
نكرة قابل ال معثّرا او واقع موقع ما قد ذكر
Isim nakirah yaitu kalimah isim yang bisa menerima al, yang memberi atsar (menyebabkan) kema’rifatan isim tersebut, atau kalimah isim yang menempati tempatnya isim lain yang menerima al.
c.
والنكرة كلّ اسم شائع فى جنسه لا يختصّ به واحد دون اخر وتقريبه كلّ ما صلح دخول الألف واللام عليه
نحو الرجل والغلام
Isim nakirah adalah setiap isim yang jenisnya bersifat umum yang tidak menentukan sesuatu perkara dan lainnya. Singkatnya ialah setiap isim yang layak dimasuki alif dan lam, contohnya adalah lafadz الرجل dan الغلام (asalnya adalah رجل dan غلام ) .
Secara kooperatif dapat dimengerti bahwa isim nakirah merupakan kebalikan dari isim ma’rifah, yaitu isim yang menunjukkan sesuatu yang belum jelas pengertiannya. Misalnya: lafadz رجل; artinya laki-laki, tapi masih bersifat umum karena belum ditentukan dan dapat ditujukan ke laki-laki siapa saja. Contoh lainnya adalah lafadz كتاب; artinya kitab, tapi masih bersifat umum karena belum ditentukan dan dapat ditujukan kepada setiap kertas yang bertuliskan suatu ilmu. Akan tetapi jikalau lafadz tersebut diidhofahkan ataupun diberi al, maka hukum nakirahnya hilang dan menjadi isim ma’rifat.
B. Macam-Macam Isim Ma’rifah
Syekh Musthafa al-Ghulayaini dalam kitab Jaami’u Durus al-‘Arabiyyah telah membagi isim ma’rifah menjadi tujuh macam, yaitu: Dhamir, isim ‘alam, isim isyarah, isim maushul, idhafah, munada, dan isim yang disertai alif lam (alif lam ma’rifah).
1. Dhamir (kata ganti) memiliki beberapa fungsi, diantarany untuk mempersingkat kalimat. Dhamir secara umum dapat dibagi menjadi dua macam: pertama dhamir bariz, yaitu dhamir yang ada bentuknya yang berbentuk lafazh. Kedua dhamir mustatir yaitu dhamir yang tersembunyi.
Dhamir bariz dibagi menjadi dua bagian: pertama dhamir muttasil yaitu dhamir yang tidak dapat digunakan sebagai mubtada’ atupun sebagai istisna, kecuali dalam keadaan terpaksa. Kedua dhamir munfashil (pisah) yaitu dhamir yang dapat digunakan sebagai mubtada’ ataupun istisna dalam keadaan apapun. Dhamir ini dapat dibagi menjadi 24 (12 marfu’ dan 12 manshub). 12 marfu’ itu adalah: huwa, huma, hum, hiya, hunna, anta, antuma, antum, anti, antunna, ana, nahnu. 12 yang itu manshub berupa: iyyahu, iyyahuma, iyyahum, iyyaha, iyyahuma, iyyahunna, iyyaka, iyyakuma, iyyakum, iyyaki, iyyakunna, iyyaya, iyyana.
Dhamir mustatir dibagi menjadi dua macam:
a. Dhamir mustatir wujub, yaitu dhamir yang wajib disimpan. Dhamir ini berada pada 6 tempat: 1) fi’il mudhari’ yang disandarkan pada mutakallim, baik mufrad maupun jamak. 2) fi’il amr dan mudhari’ yang disandarkan kepada dhamir mufrad mudzakkar mukhottob. 3) isim fi’il yang disandarkan kepada mutakallim atau mukhattab. 4) fi’il ta’ajjub yang mengikuti wazan ma af’ala. 5) fi’il yang dipakai untuk mengecualikan (fi’il istisna). Dan 6) masdar yang berfungsi sebagai pengganti fi’il.
b. Dhamir mustatir jawaz, yaitu dhamir yang pada tempat dhamir tersebut dapat ditempati oleh isim zhahir. Dhamir jenis ini bertempat pada fi’il yang disandarkan kepada mufrad mudzakkar ghaib dan mufrad muannas ghaibah.
2. Isim ‘alam, yaitu isim yang menerangkan sesuatu barang yang diberi nama dengan mutlak (tanpa qarinah). Yang termasuk isim ‘alam adalah isim-isim yang menunjukkan nama negara, orang, bangsa, suku, sungai, laut ataupun gunung. Seperti Muhammad, Fatimah az-Zahra, Khalid, (nama orang), Nil (nama sungai), Jakarta (nama kota). Pembagian isim alam dapat dilihat melalui dua cermin; dari segi syakhsh dan asalnya. Pembagian alam syakhsh (isim alam yang mengindikasikan manusia) ada tiga:
a) Alam Asma; Yaitu alam selainnya alam laqob dan alam kunyah. Misal: .زيد
b) Alam Kunyah; Yaitu isim alam yang dimulai dengan kata ابatau ام . misalnya:اب عبدالله,
أم الخير. Begitupula alam yang dimulai dengan lafadzخال،خالة،عمّة،عم،اخت،اخ،بنت،ابن .
c) Alam Laqob; Yaitu isim alam yang menunjukkan arti memuji atau mencela dengan melihat makna aslinya. Misalnya: زين العابدين Pak Zainal Abidin (perhiasan orang-orang ahli ibadah), انف الناقة Pak Anfu Naqoh (hidung unta), dan عبد البطون Pak Abdul Buthun (hamba perut).
Pembagian isim alam ditinjau dari asalnya ada lima:
a) Alam manqul Yaitu isim alam yang merupakan perpindahan dari perkara lain yang sebelum dijadikan alam. Misalnya:
1) Perpindahan dari masdar, Misalnya: فضلpak Fadhol.
2) Perpindahan dari nama perkara, Misalnya: أسدPak Asad (asalnya nama singa).
3) Perpindahan dari isim fa’il, Misalnya: حارثPak Haris.
4) Perpindahan dari isim maf’ul, Misalnya: مسعودPak Mas’ud.
5) Perpindahan dari fi’il madhi, Misalnya: ثمّرPak Tamar (nama kuda).
6) Perpindahan dari fi’il mudhari’, Misalnya: يزيدPak Yazid.
b) Alam murtajal Yaitu isim alam yang sebelum dijadikan nama tidak memiliki terlaku. Misalnya سعاد (nama wanita), أدد (nama lelaki).
c) Alam yang berupa jumlah, termasuk bagian dari alam manqul adalah alam yang berupa jumlah, Misalnya:
a. Berupa jumlah fi’liyah yang fa’ilnya berupa isim dhahir, Contoh: برق نحره (nama orang).
b. Jumlah fi’liyah yang fa’ilnya berupa dhamir bariz, Contoh: اطرق
c. Jumlah fi’liyah yang failnya berupa dhamir mustatin, Contoh: يزيد
d. Alam yang berupa tarkib mazji, termasuk bagian dari alam manqul adalah alam yang berupa tarkib mazji, yaitu dua lafadz yang ditarkib menjadi satu, lafadz yang kedua menempati tempatnya ta’ta’nis dari lafadz yang pertama, seperti: lafadz بعلبك nama daerah dinegeri syam, lafadz سبويه pak sibawaih
e) Alam yang berupa tarkib idhofi, termasuk bagian dari alam manqul yaitu alam yang berupa tarkib idhofy. Alam yang berupa tarkib idhofi dibagi menjadi dua yaitu: tidak berupa kunyah. Misalnya: عبد شمس, berupa kunyah. Misalnya: أبو قحافة
f) Alam jinis, yaitu lafadz yang dicetak untuk menunjukkan haqiqotnya suatu perkara (baik berupa dzat atau makna yang tertentu) dengan memandang kehadirannya sosok perkara tersebut didalam hati (dengan arti perkara yang dihadirkan dalam hati tersebut merupakan bagian dari lafadz yang dicetak). Contoh: أسامة.
Disisi lain, ada sebuah istilah yang hampir menyerupai alam jinis, yaitu: isim jinis. Yang membedakan antara alam jinis dengan isim jinis yaitu, kalau alam jinis itu dengan memandang sosok kehadiran perkara yang dinamai, dan bahwasanya perkara sosoknya dihadirkan dalam hati itu merupakan bagian dari perkara yang dicetak (tanpa memandang cakupannya pada tiap individu). Sedangkan isim jinis tidak memandang sosok kehadirannya didalam hati, namun yang seperti ini sangat sulit, seperti halnya memberi nama haqiqot pada sesuatu perkara tanpa melihat kehadiran sosoknya itu tidak mungkin, oleh karenanya definisi isim jinis boleh dikatakan yaitu nama yang dicetak untuk menunjukkan haqiqot yang tertentu dengan memandang sosoknya dalam hati (yang hal itu tidak dimaksud) namun dengan memandang cakupannya pada tiap-tiap individunya.
3. Isim isyarah, (kata ganti penunjuk), yaitu isim yang menunjukkan sesuatu yang tertentu baik secara nyata dengan tangan atau dengan yang lain apabila yang ditunjuk itu berada dihadapan yang menunjuk, atau penunjukan itu secara tidak nyata (ma’nawi) apabila yang ditunjuk itu memang tidak nyata atau sesuatu yang ditunjuk itu tidak berada dihadapan orang yang menunjuk.
Isim yang ditunjuk (al-musyar ilaihi) ada tiga tingkatan, yaitu dekat, sedang, jauh. Untuk menunjuk sesuatu yang sifatnya dekat dengan menggunakan lafadz هذا atau هذه . sedangkan untuk menunjuk sesuatu yang sedang menggunakan lafadz ذاك dan تك. Sementara untuk menunjuk sesuatu yang sifatnya jauh menggunakan lafadz ذالك dan تلك.
4. Isim maushul (kata sambung) , yaitu isim yang menunjukkan sesuatu yang tertentu dengan perantaraan jumlah yang disebutkan sesudahnya. Jumlah yang demikian ini disebut dengan shilah maushul. Isim maushul dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Isim maushul al-khas yaitu isim maushul yang dapat di mufradkan, ditasniyahkan, dan dijama’kan, dimuannaskan dan dimudzakkarkan, sesuai dengan konteksnya (siyaqul kalam). Seperti: al-ladzi; al-ladzaani; al-ladziina (nominal laki-laki), al-lati; al-lataani; al-latiiy atau allaa’i (nominal perempuan), al-ladzi; al-ladzaini; al-ladziina (akusatif dan genetif), al-lati; al-lataini; al-laa’i (akusatif dan genetif).
b. Isim maushul al musytarak yaitu isim maushul yang lafadznya satu akan tetapi dapat dipakai untuk menunjukkan keseluruhan. Atau dengan kata lain bahwa isim maushul tersebut dapat menunjukkan mufrad, musanna, jamak, mudzakar, ataupun muannas. Seperti; man (siapa, untuk yang berakal); ma (apa, untuk yang tidak berakal); dza (yang, untuk yang berakal dan tidak berakal); ayyun (yang mana, untuk yang berakal dan tidak berakal); dzu (siapa yang, untuk yang berakal dan tidak berakal).
5. Struktur idhafah (kata majemuk) . Contohnya: Kitaabu Allahi. Kata yang berada didepan (kitaabu) disebut mudhaf. Dan kata yang diakhir (Allahi) disebut mudhaf ilaihi. Mudhaf tidak boleh diberi kata sandang (alif lam), tetapi untuk mudhaf ilaihi boleh diberi kata sandang (alif lam).
6. Munada, yang dipanggil dengan sengaja. Biasanya partikel yang digunakan untuk menyeru adalah (يا) yang diikuti kata benda dalam kasus nominatif. Contoh: يا الله، يا فلان , dan lain-lain. Jika orang yang dituju tidak ada, atau kata bendanya ditentukan oleh satu atau beberapa kata setelahnya, maka kata bendanya diletakkan dalam bentuk akusatif. Contohnya: يا غافلا (hai orang yang lalai) , يا داعيا الى الخير (hai penyeru kepada kebaikan).
Dalam kasusu idhafah, maka mudhafnya akan diletakkan dalam bentuk akusatif, seperti; يا عبد الله (hai hamba Allah), atau يا امير المؤمنين (hai pemimpin orang-orang beriman). Terkadang kata ganti dihilangkan dan diganti dengan kasroh yang menunjukkan penghilangan itu, atau dengan huruf (ت) untuk menyatakan perasaan emosional terhadap yang dituju, sebagaimana firman Allah swt berikut : قال ربّ انّي دعوت قومي (Nuh berkata: Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku. QS.Nuh/71:5). Pada lafadz Rabbi sebanarnya ada huruf ya’ (ربّي) yang kemudian dihilangkan. Demikian juga firman Allah : يا ابت افعل ما تؤمر (hai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. QS.Al shaffat/37:102). Huruf ta’ pada lafazh abati menggantikan huruf ya’ yang dihilangkan.
7. Isim yang disertai alif-lam (alif-lam ma’rifah) yaitu isim nakirah yang disertai dengan alif-lam. Oleh karena adanya alif lam tersebut maka isim nakirah berubah menjadi isim ma’rifah. Contohnya: الرجل= رجل. Menurut pendapat yang ashah bahwa alif lam secara keseluruhan adalah huruf ta’rif, yaitu berfungsi untuk mema’rifatkan.
Wallahul musta'an
Footenotes:
Mohammad Nor Ichwan, Memahami Bahasa al-Qur’an, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002, h. 3.
Syeikh Musthafa al-Ghalayaini, Jaami’ Al-Durus al-‘Arabiyyah, Kairo, Darul Hadits, 2005, h.117.
M.sholihudin Sufyan, Memahami Alfiyyah Ibnu Malik, Jombang: Darul Hikmah, h. 68.
Moch. Anwar, Ilmu Nahwu Terjemahan Matan al-Jurumiyyah dan ‘Imrithy Berikut Penjelasannya, Bandung: Sinar Baru Algensindo, cet. ke-17, 2007, h. 105.
Syeikh Musthafa al-Ghalayaini, Jaami’...,.h. 117.
Moch. Anwar, Ilmu Nahwu....,h. 108.
Dalam kitab al-Jurumiyyah, isim ma’rifat dibagi menjadi 5 macam (isim mudhmar, ‘alam, mubham, isim yang diberi alif lam, dan idhafah). Sedangkan dalam alfiyyah ibnu malik, isim ma’rifat dibagi menjadi 6 macam (isim dhamir, isyaroh, ‘alam, idhofah, isim yang kemasukan al, dan isim maushul).
Mohammad Nor Ichwan, Memahami.,...h. 4
Ibid…, h. 29-30
M.Sholihudin Sufyan, Memahami.,...h. 92
Ibid…, h. 93
Ibid…, h. 96
Ibid…, h. 98
Mohammad Nor Ichwan, Memahami...., h.4
Ibid…., h. 5
Ibid…., h. 5-6
Diposkan 20th December 2010 oleh aminfuadi
0
Tidak ada komentar:
Posting Komentar