BAB I
PEMBAHASAN
A.
Latar
Belakang
Rancangan atau desain penelitian dalam arti sempit dimaknai
sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis penelitian. Dalam arti luas
rancangan penelitian meliputi proses perencanaan dan pelaksanaan penlitian.
Dalam rancangan perencaan dimulai dengan megadakan observasi dan evaluasi terhadap penelitian yang sudah
dikerjakan dan diketahui, sampai pada penetapan kerangka konsep dan hipotesis
penelitian yang perlu pembuktian lebih lanjut. Rancangan pelaksanaan penelitian meliputi proses membuat
percobaan ataupun pengamatan serta memilih pengukuran variabel, prosedur dan
teknik sampling, instrument, pengumpulan data, analisis data yang terkumpul,
dan pelaporan hasil penelitian.
Secara umum desain atau metode
penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan
dan kegunaan tertentu. Untuk mendapatkan data yang langsung valid dalam
penelitian sering sulit dilakukan, oleh karena itu data yang telah terkumpul
sebelum diketahui validitasnya, dapat di uji melalui pengujian reliabilitas dan
obyeksitas. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa penelitian kuantitatif
adalah penelitian yang menggunakan angka-angka. Angka-angka tersebut digunakan
sebagai representasi dari informasi yang didapatkan dalam penelitian.
Data yang didapatkan selama
penelitian disajikan dalam bentuk angka, statistik dan sebagainya yang kemudian
dianalisa dan disimpulkan. Jadi penelitian kuantitatif adalah penelitian yang
bersifat deduktif, yakni dari khusus ke umum atau bersifat menggenaralisasi
data-data yang didapatkan di lapangan kepada sebuah kesimpulan umum.
Metode penelitian kuantitatif
dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,
random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data
bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah
ditetapkan.
B.
Rumusan
Masalah
a.
Apa
Pengertian Variabel?
b.
Apa
Pengertian Hipotesis?
c.
Apa
Pengertian Definisi Operasional?
C.
Tujuan
a.
Mengetahui
tentang Variabel
b.
Mengetahui
tentang Hipotesis
c.
Mengetahui
tentang Definisi Operasional
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Variabel
Variabel adalah konsep yang mempunyai bermacam-macam
nilai (Moh. Nazir). Dengan demikian, variabel adalah merupakan objek yang
berbentuk apa saja yang ditentukan oleh peneliti dengan tujuan untuk memperoleh
informasi agar bisa ditarik suatu kesimpulan. Variabel penelitian adalah suatu
objek, sifat, atribut atau nilai dari orang, atau kegiatan yang mempunyai
bermacam-macam variasi antara satu dengan lainnya yang ditetapkan oleh peneliti
dengan tujuan untuk dipelajari, dicermati dan ditarik kesimpulan.
Macam-macam
Variabel
Menurut hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain
maka macam-macam variabel dalam penelitian dapat dibedakan menjadi:
a.
Variabel
Independen: variabel ini sering disebut
sebagai variabel stimutus, prediktor, antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering
disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas adalah variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependen (terikat).
b.
Variabel
Dependen: sering disebut dengan variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam
bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat
merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya
variabel bebas.
c.
Variabel
Moderator: variabel yang mempengaruhi (memperkuat dan memperlemah) hubungan
antara independen dengan dependen. Variabel disebut juga sebagai variabel
independen ke dua. Hubungan perilaku suami dan isteri akan semakin baik (kuat)
kalau mempunyai anak, dan akan semakin renggang kalau ada pihak ke tiga ikut
mencampuri. Di sini anak adalah sebagai variabel moderator yang memperkuat
hubungan, dan fihak ke tiga adalah sebagai variabel moderator yang memperlemah
hubungan. Hubungan motivasi dan produktivitas kerja akan semakin kuat bila
peranan pemimpin dalam menciptakan iklim kerja sangat baik, dan hubungan
semakin rendah bila peranan pemimpin kurang baik dalam menciptakan iklim kerja.
d.
Variabel
intervening: dalam hal ini Tuckman (1988) menyatakan “ An intervening variable
is that factor that theoretically affect the observed phenomenon but cannot be
seen, measure, or manipulate”. Variabel intervening adalah variabel yang secara
teoritis mempengaruhi hubungan antara variabel independen dengan dependen
menjadi hubungan yang tidak langsung dan tidak dapat diamati dan diukur.
Variabel ini merupakan variabel penyela/antara yang terletak di antara variabel
independen dana dependen, sehingga variabel independen tidak langsung
mempengaruhi berubahnya atau timbulnya variabel dependen.
e.
Variabel
kontrol: variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga pengaruh
variabel independen terhadap dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang
tidak diteliti. Variabel kontrol sering digunakan oleh peneliti, bila akan
melakukan penelitian yang bersifat membandingkan.
B.
Hipotesis
a.
Definisi
Hipotesis
Hipotesis tidak lain dari jawaban
sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya harus diuji secara
empiris. Hipotesis menyatakan hubungan apa yang kita cari atau yang ingin kita
pelajari. Hipotesis adalah pernyataan yang diterima secara sementara sebagai
suatu kebenaran sebagaimana adanya, pada saat fenomena dikenal dan merupakan
dasar kerja serta panduan dalam verifikasi. Hipotesis adalah keterangan
sementara dari hubungan fenomena-fenomena yang kompleks.
Trelease (1960)[1]
memberikan definisi hipotesis sebagai “suatu keterangan sementara dari suatu
fakta yang dapat diamati”. Sedangkan Good dan Scates (1954) serta diterima
untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta yang diamati ataupun
kondisi-kondisi yang diamati, dan digunakan sebagai petunjuk untuk
langkah-langkah penelitian selanjutnya”.[2]
Hipotesis adalah pernyataan yang bersifat terkaan dari hubungan antara dua atau
lebih variabel.
Hipotesis amat berguna dalam
penelitiaan. Tanpa antisipasi terhadap alam ataupun tanpa hipotesis, tidak akan
ada progress dalam wawasan atau pengertian ilmiah dalam mengumpulkan
fakta empiris. Tanpa ide yang membimbing, maka sulit dicari fakta-fakta yang
ingin dikumpulkan dan sukar menentukan mana yang relevan mana yang tidak.
b.
Manfaat
hipotesis
a.
Menjelaskan masalah penelitian
b.
Menjelaskan variabel-variabel yang akan
diuji
c.
Pedoman untuk memilih metode analisis data
d.
Dasar untuk membuat kesimpulan penelitian.
Tinggi rendahnya kegunaan hipotesis
sangat bergantung dari hal berikut:
a)
Pengamatan
yang tajam dari si peneliti.
b)
Imajinasi
serta pemikiran kreatif dari si peneliti.
c)
Kerangka
analisis yang digunakan oleh si peneliti.
d)
Metode
serta desain penelitian yang dipilih oleh si peneliti.
Sudah terang, bagi peneitian yang tidak
menggunakan hipotesis, hipotesis tidak berguna sama sekali.
c.
Ciri-ciri
Hipotesis
Hipotesis
yang baik mempunyai ciri-ciri berikut:
a.
Hipotesis
harus menyatakan hubungan.
b.
Hipotesis
harus sesuai dengan fakta.
c.
Hipotesis
harus berhubungan dengan ilmu, serta sesuai dengan tumbuhnya ilmu pengetahuan.
d.
Hipotesis
harus dapat diuji.
e.
Hipotesis
harus sederhana.
f.
Hipotesis
harus bisa menerangkan fakta.
Hipotesis
harus merupakan pernyataan terkaan tentang hubungan-hubungan antarvariabel. Ini
berarti bahwa hipotesis mengandung dua atau lebih variabel-variabel yang dapat
di ukur ataupun secara potensial dapat diukur. Hipotesis menspesifikasikan
bagaimana variabel-variabel tersebut berhubungan Hipotesis yang tidak mempunyai
ciri di atas, sama sekali bukan hipotesis dalam pengertian metode ilmiah.
Hipotesis
harus cocok dengan fakta. Artinya, hipotesis harus terang. Kandungan konsep dan
variabel harus jelas. Hipotesis harus dapat dimengerti, dan tidak mengandung
hal-hal yang metafisik. Sesuai dengan fakta, bukan berarti hipotesis baru
diterima jika hubungan yang dinyatakannnya harus cocok dengan fakta.
Hipotesis
juga harus tumbuh dari dan ada hubungannya dengan ilmu pengetahuan dan berada
dalam bidang penelitian yang sedang dilakukan. Jika tidak, maka hipotesis bukan
lagi terkaan, tetapi merupakan suatu pertanyaan yang tidak berfungsi sama
sekali.
Hipotesis
harus dapat diuji, baik dengan nalar dan kekuatan memberi alasan ataupun dengan
menggunakan alat-alat statistika. Alasan yang diberikan biasanya bersifat
deduktif. Sehubungan dengan ini, maka supaya dapat diuji, hipotesis harus
spesifik. Pernyataan hubungan antar variabel yang terlalu umum biasanya akan
memperoleh banyak kesulitan dalam pengujian kelak.
Hipotesis
harus dinyatakan dalam bentuk yang sederhana dan terbatas untuk mengurangi
timbulnya kesalahpahaman pengertian. Semakin spesifik atau khas sebuah
hipotesis dirumuskan, semakin kecil pula kemungkinan terdapat salah pengertian
dan semakin kecil pula kemungkinan memasukkan hal yang tidak relevan ke dalam
hipotesis.
Hipotesis
juga harus dinyatakan dalam bentuk yang dapat menerangkan hubungan fakta-fakta
yang ada dan dapat dikaitkan dengan teknik pengujian yang dapat dikuasai.
Hipotesis harus dirumuskan sesuai dengan kemampuan teknologi serta ketrampilan
menguji dari si peneliti.
Secara
umum, hipotesis yang baik harus mempertimbangkan semua fakta-fakta yang
relevan, harus masuk akal dan tidak bertentangan dengan hukum alam yang telah
diciptakan Tuhan. Hipotesis harus dapat diuji dengan aplikasi deduktif atau
induktif untuk verifikasi. Hipotesis harus sederhana.
d.
Jenis-jenis
hipotesis
Hipotesis,
yang isi dan rumusannya bermacam-macam, dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,
dan tergantung dari pendekatan kita dalam membaginya. Hipotesis dapat kita bagi
sebagai berikut:
1)
Hipotesis
tentang perbedaan vs hubungan.
2)
Hipotesis
kerja vs hipotesis nul.
3)
Hipotesis
common sense dan ideal.
e.
Hipotesis
hubungan dan perbedaan
Hipotesis
dapat kita bagi dengan melihat apakah pernyataan sementara yang diberikan
adalah hubungan ataukah perbedaan. Hipotesis tentang hubungan adalah pernyataan
rekaan yang menyatakan tentang saling berhubungan antara dua variabel atau
lebih, yang mendasari teknik korelasi ataupun regresi. Sebaliknya, hipotesis
yang menjelaskan perbedaan menyatakan adanya ketidaksamaan antarvariabel
tertentu disebabkan oleh adanya pengaruh variabel yang berbeda-beda. Hipotesis
ini mendasari teknik penelitian yang komparatif. Hipotesis tentang hubungan dan
perbedaan merupakan hipotesis hubungan analitis. Hipotesis ini, secara analitis
menyatakan hubungan atau perbedaan satu sifat dengan sifat yang lain.
f.
Hipotesis
kerja dan hipotesis nul
Dengan
melihat cara seorang peneliti menyusun pernyataan dalam hipotesisnya, hipotesis
dapat dibedakan antara hipotesis kerja dan nul. Hipotesis nul yang mula-mula
diperkenalkan oleh bapak statistika fisher, diformulasikan untuk ditolak
sesudah pengujian. Dalam hipotesis nul ini, selalu ada implikasi “tidak ada
beda”. Perumusannya bisa dalam bentuk:
“tidak
ada beda antara ... dengan ...” hipotesis nul juga ditulis dalam bentuk “...
tidak mem....”
Hipotess nul biasanya diuji dengan menggunakan statistika. Seperti
di atas, hipotesis nul biasanya ditolak. Dengan menolak hipotesis nul, maka
kita menerima hipotesis alternatif. Hipotesis nul biasanya digunakan dalam
peneitian eksperimental. Akhir- akhir ini hipotesis nul digunakan dalam
penelitian sosial, seperti penelitian di bidang sosiologi, pendidikan dan
lain-lain.
Hipotesis kerja dilain pihak, mempunyai rumusan dengan implikasi
alternatif didalamnya. Hipotesis kerja biasanya dirumuskan sebagai berikut:
“Andaikata ..., maka ....”
Hipotesis kerja biasanya diuji untuk diterima dan dirumuskan oleh
peneliti-peneliti ilmu sosial dalam desain yang moneksperimental. Dengan adanya
hipotesis kerja, si peneliti dapat bekerja lebih mudah dan terbimbing dalam
memecahkan masalah penelitiannya.
g.
Hipotesis
tentang ideal vs common sense
Hipotesis acapkali menyatakan terkaan tentang adil dan pemikiran
bersahaja dan cammon sense (akal sehat). Hipotesis ini biasanya
menyatakan hubungan keseragaman kegiatan terapan. Contohnya, hipotesis
sederhana tentang produksi dan status pemilikan tanah, hipotesis mengenai
hubungan tenaga kerja dengan luas garapan, hubungan antara dosis penumpukan
dengan daya tahan terhadap insekta, hubungan antara kegiatan-kegiatan dalam
industri, dan sebagainya. Sebaliknya, hipotesis yang menyatakan hubungan yang
kompleks dinamakan hipotesis jenis ideal. Hipotesis ini bertujuan untuk menguji
adanya hubungan logis antara keseragaman-keseragaman pengamalan empiris.
Hipotesis ideal adalah peningkatan dari hipotesis analitis. Misalnya, kita
mempunyai suatu hipotesis ideal tentang keseragaman empiris dan hubungan antar
daerah, jenis tanah, luas garapan, jenis pupuk, dan sebagainya. Misalnya,
tentang hubungan jenis tanaman A dengan jenis tanah A* dan jenis tanaman B
dengan jenis tanah B*. Jika kita perinci hubungan ideal di atas, misalnya
dengan mencari hubungan antara varietas-varietas tanaman A saja, maka kita memformulasikan
hipotesis analitis.[3]
C.
Pengertian
Definisi Operasional
Definisi operasional adalah penentuan contruct sehingga menjadi
variabel yang dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang
digunakan oleh peneliti dalam mengoperasikan construct, sehingga memungkinkan
bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang
sama atau mengembangkan cara pengukuran construk yang lebih baik.
Variabel-variabel penelitian sebenarnya merupakan kumpulan konsep
mengenal fenomena yang diteliti. Pada umumnya, karena rumusan variabel itu
masih bersifat konseptual, maka maknanya masih sangat abstrak walaupun mungkin
secara intuitif sudah dapat dipahami maksudnya. Dalam pelaksanaan penelitian,
batasan atau definisi suatu variabel tidak dapat dibiarkan ambiguous,
yakni memiliki makna ganda, atau tidak menunjukkan indikator yang jelas. Hal
itu disebabkan data mengenai variabel yang bersangkutan akan diambil lewat
suatu prosedur pengukuran sedangkan pengukuran yang valid hanya dapat dilakukan
terhadap atribut yang sudah didefinisikan secara tegas dan operasional. Variabel
yang masih berupa konsep teoritis, belum dapat diukur.
Bayangkan suatu konsep yang sudah sangat kita kenal, misalkan
“miskin”. Setiap orang boleh dikatakan mengetahui dengan baik apa yang
dimaksudkan dengan keadaan miskin dalam komunikasi sehari-hari. Seseorang yang
mengatakan bahwa si A adalah miskin langsung dapat kita fahami maksudnya,
begitu pula orang yang mengatakan bahwa si B tidak miskin. Masalahnya jadi lain
apabila kemudian konsep “miskin” tersebut kita bawa kedalam penelitian ilmiah.
Sewaktu kita akan meletakkan seseorang kedalam kategori miskin tentu kita tidak
dapat mengikuti saja pengakuannya atau perkiraan kita saja. Kita tidak dapat
mengatakan seseorang itu hanya karena melihat ia berpakaian murah, karena
pakaian murah dapat saja menjadi indikator kesederhanaan. Kita juga tidak dapat
mengatakan seseorang itu miskin dengan mengetahui bahwa ia hanya membeli makan
yang murah karena membeli makan yang murah mungkin saja tanda bahwa ia seorang
yang hemat atau seorang yang kikir. Kalaupun kita mengetahui berapa banyak
harta yang dimiliki oleh seseorang, maka konsep miskin (dan lawannya, yaitu
tidak miskin) tidak langsung dapat diterapkan pada kondisi orang tersebut.
Mengapa? Karena miskin itu relatif dan tergantung pada norma dan kriteria mana
yang digunakan.
Contoh lain konsep mengenai “berani” merupakan satu karakter yang
sangat kabur kriterianya. Kapan kita mengatakan seseorang berani dan kapan kita
mengatakannya tidak berani? Setiap orang tentu memiliki kriteria subjektifnya
masing-masing sesuai dengan apa konsepnya mengenai karakter berani termaksud.
Penelitian ilmiah tentu tidak dapat didasarkan pada konsep yang
bermakna ganda, yang terbuka pada penafsiran subjektif setiap orang. Sifat
ilmiah menuntut pengertian objektif yang paling tidak harus merupakan
kesepakatan bersama mengenai makna sesuatu.
Pada saat itulah kita memerlukan suatu definisi yang memiliki arti
tunggal dan diterima secara objektif bilamana indikator variabel yang
bersangkutan tersebut tampak, yang dinamakan definisi operasional. Definisi
operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan
karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati. Proses
pengubahan definisi konseptual yang lebih menekankan kriteria hipotetik menjadi
definisi operasional disebut dengan operasionalisasi variabel penelitian.
Suatu konsep mengenai variabel yang sama dapat saja memiliki
definisi operasional yang lebih dari satu dan berbeda-beda antara penelitian
yang satu dan yang lainnya. Jadi, suatu definisi operasional haruslah memiliki
keunikan. Penelitilah yang memilih dan menentukan definisi operasional yang
paling relevan bagi variabel yang ditelitinya. Berikut diuraikan beberapa
diantara banyak cara untuk merumuskan definisi operasional (Tuckman, 1978).
a)
Definisi
operasional dapat dirumuskan berdasarkan proses apa yang harus dilakukan
agar variabel yang didefinisikan itu terjadi. Sebagai contoh, variabel
“Kecemasan” dapat dioperasionalkan sebagai suatu keadaan akibat subjek
dihadapkan pada ancaman keselamatan. Variabel “Lapar” dioperasionalkan sebagai
suatu keadaan bilamana subjek tidak diperbolehkan makan apapun juga selama
lebih dari 10 jam. “Eksposi yang lama terhadap film kekerasan” dioperasionalkan
sebagai situasi dimana subjek menonton hanya film-film kekerasan setiap hari
untuk jangka waktu lebih dari enam bulan.
Karena terbentuknya definisi operasional tergantung pada manipulasi
atau proses yang menyebabkan timbulnya variabel yang bersangkutan maka cara
definisi tipe ini sangat cocok untuk mengoperasionalkan variabel bebas.
b)
Definisi
operasional dibuat berdasarkan bagaimana cara kerja variabel yang
bersangkutan, yaitu apa yang menjadi sifat dinamiknya manusia diperlihatkan
dalam bentuk perilaku, oleh karena itu operasionalisasi dengan cara ini menggambarkan
tipe manusia berdasarkan perilaku yang nyata dan dapat diamati yang berkaitan
dengan tipe atau keadaan orang yang bersangkutan. Sebagai contoh, konsep
mengenal orang yang “cerdas” dioperasionalkan sebagai orang yang “berhasil
menjawab lebih dari 75% soal pada suatu tes kemampuan umum”. Orang yang “rajin”
dioperasional sebagai orang yang “datang kuliah dengan frekuensi bolos tidak
lebih dari pada tiga kali dalam satu semester”.
Dikarenakan
cara pendefinisian variabel didasarkan pada sifat dinamis yang ada pada
subjeknya, maka cara operasionalisasi seperti ini sangat cocok untuk
mendefinisikan variabel tergantung.
c)
Definisi
operasional dibuat berdasarkan kriteria pengukuran yang diterapkan pada
variabel yang didefinisikan. Dalam hal ini angka atau skor pada alat ukur
dianggap representasi dari konsep mengenai variabel yang diukur. Sebagai
contoh, variabel “Kecerdasan” yang secara konseptual memiliki banyak sekali
definisi dapat dioperasionalkan sebagai IQ pada skala WAIS, atau
dioperasionalkan sebagai angka yang diperoleh pada tes SPM. Demikianlah
beberapa cara melakukan identifikasi variabel dan merumuskan definisi
operasionalnya.[4]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Variabel adalah merupakan objek yang berbentuk apa
saja yang ditentukan oleh peneliti dengan tujuan untuk memperoleh informasi
agar bisa ditarik suatu kesimpulan. Variabel penelitian adalah suatu objek,
sifat, atribut atau nilai dari orang, atau kegiatan yang mempunyai
bermacam-macam variasi antara satu dengan lainnya yang ditetapkan oleh peneliti
dengan tujuan untuk dipelajari, dicermati dan ditarik kesimpulan.
2.
Hipotesis
tidak lain dari jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang
kebenarannya harus diuji secara empiris. Hipotesis menyatakan hubungan apa yang
kita cari atau yang ingin kita pelajari. Hipotesis adalah pernyataan yang
diterima secara sementara sebagai suatu kebenaran sebagaimana adanya, pada saat
fenomena dikenal dan merupakan dasar kerja serta panduan dalam verifikasi.
Hipotesis adalah keterangan sementara dari hubungan fenomena-fenomena yang
kompleks
3.
Definisi
operasional adalah penentuan contruct sehingga menjadi variabel yang dapat
diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan oleh
peneliti dalam mengoperasikan construct, sehingga memungkinkan bagi peneliti
yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau
mengembangkan cara pengukuran construk yang lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
Gusti
maha putri, http://gustimahaputri.blogspot.co.id/2013/01/v-behaviorurldefaultvmlo.html kamis, 24 September 2015, pukul 4:26 WIB
Good
and D.E Scates. Amethods of Research Educational, Psychological,
Sosiological. Appleton-Century- Crofts. London. 1954.
Morgono.
1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Nazir,
Moh. 2011. Metode Penelitian. Bogor: Galia Indonesia.
S.F. Trelease. How to Write Scientific and Technical Papers, The Williams & Wilkins Co., Baltimore. 1960. p.
44
Saifuddin
Azwar. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004
Sugiyono ,
2014. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta
[1] S.F. Trelease, How to Write Scientific and Technical Papers,
The Williams & Wilkins Co., Baltimore, 1960, p. 44
[2] C.V. Good and D.E Scates. Amethods of Research Educational,
Psychological, Sosiological. Appleton-Century- Crofts, London, 1954.
[3] Moh Nazir, Metode Penelitian,
(Bogor: Galia Indonesia. 2011.) hal 151-154
[4] Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 2004), hal 72.