Sabtu, 24 Oktober 2015

DISTRIBUSI FREKUENSI DAN GRAFIK

DISTRIBUSI FREKUENSI DAN GRAFIK

Suatu tabel yang menyajikan kelas-kelas data beserta frekuensinya disebut distribusi frekuensi atau tabel frekuensi.
 
CONTOH: Berikut distibusi frekuensi tinggi badan 100 siswa SMA XYZ

Berdasarkan tabel di atas, banyak siswa yang tingginya berada dalam rentang 66 in dan 68 in adalah 42 orang. Salah satu kelemahan penyajian data dalam tabel frekuensi adalah tidak terlihatnya data asli atau data mentahnya.

Beberapa istilah pada tabel frekuensi

  • INTERVAL KELAS adalah interval yang diberikan untuk menetapkan kelas-kelas dalam distribusi. Pada tabel 2.1, interval kelasnya adalah 60-62, 63-65, 66-68, 69-71 dan 72-74. Interval kelas 66-68 secara matematis merupakan interval tertutup [66, 68], ia memuat semua bilangan dari 66 sampai dengan 68. Bilangan 60 dan 62 pada interval 60-62 disebut limit kelas, dimana angka 60 disebut limit kelas bawah dan angka 62 disebut limit kelas atas.
  • BATAS KELAS adalah bilangan terkecil dan terbesar sesungguhnya yang masuk dalam 60 – 62. Bilangan 59.5 dan 62.5 ini disebut batas kelas atau limit kelas sesungguhnya, kelas interval tertentu. Misalnya jika dalam pengukuran tinggi badan di atas dilakukan dengan ketelitian 0.5 in maka tinggi badan 59.5 in dan 62.5 in dimasukkan ke dalam kelas dimana bilangan 59.5 disebut batas kelas bawah dan 62.5 disebut batas kelas atas. Pada prakteknya batas kelas interval ini ditentukan berdasarkan rata-rata limit kelas atas suatu  interval kelas dan limit kelas bawah interval kelas berikutnya. Misalnya batas kelas 62.5 diperoleh dari (62+63)/2. Pemahaman yang sama untuk interval kelas lainnya.
  • LEBAR/PANJANG INTERVAL KELAS adalah selisih antara batas atas dan batas bawah batas kelas. Misalnya lebar intervl kelas 60-62 adalah 62.5–59.5 = 3
  • TANDA KELAS adalah titik tengah interval kelas. Ia diperoleh dengan cara membagi dua jumlah dari limit bawah dan limit atas suatu interval kelas. Contoh tanda kelas untuk kelas interval 66-68 adalah (66+68)/2 = 67.
Prosedur umum membuat tabel frekuensi
  1. Tetapkan data terbesar dan data terkecil, kemudian tentukan rangenya.
  2. Bagilah range ini ke dalam sejumlah interval kelas yang mempunyai ukuran sama. Jika tidak mungkin, gunakan interval kelas dengan ukuran berbeda. Biasanya banyak interval kelas yang digunakan antara 5 dan 20, bergantung pada data mentahnya. Diupayakan agar tanda kelas  merupakan data observasisesungguhnya. Hal ini untuk mengurangi apa  yang disebut dengan groupingerror. Namun batas kelas sebaiknya tidak sama dengan data observasi. Dapat menggunakan rumus: k=1+3,3 log n, dimana k adalah banyaknya kelas dan n adalah jumlah data
  3. Hitung lebar interval kelas, lalu hasilnya dibulatkan. Lebar Interval (d) = Range:Banyak interval kelas
  4. Starting point: mulailah dengan bilangan limit bawah untuk kelas interval pertama. Dapat dipilih sebagai data terkecil dari observasi atau bilangan di bawahnya.
  5. Dengan menggunakan limit bawah interval kelas pertama dan lebar interval kelas, tentukan limit bawah interval kelas lainnya.
  6. Susunlah semua limit bawah interval kelas secara vertikal, kemudian tentukan limit atas yang bersesuaian. Kembalilah ke data mentah dan gunakan turus untuk memasukkan data pada interval kelas yang ada.
CONTOH: Berikut nilai 80 siswa pada ujian akhir mata pelajaran matematika:

Langkah-langkah untuk membuat tabel distribusi frekuensi dilakukan sebagai berikut: 
  1. Nilai tertinggi = 97 dan nilai terendah 53. Jadi range = 97-53 = 44.
  2. Tetapkan jumlah kelas; dalam hal ini diambil 10. 
  3. Lebar interval kelas d = 44/10 = 4.4 dibulatkan menjadi 5. 
  4. Diambil bilangan 50 sebagai limit bawah untuk kelas pertama. 
  5. Limit atas kelas interval yang bersesuaian adalah 54 untuk kelas pertama, 59 untuk kelas kedua, dan seterusnya.
  6. Selanjutnya, limit bawah untuk kelas kedua adalah 50+5 = 55, limit bawah kelas ketiga 55+5 = 60 dan seterusnya. Gunakan turus untuk memasukkan data ke dalam interval kelas
Hasilnya seperti terlihat pada Tabel 2.3 berikut:

Akhirnya diperoleh tabel distribusi frekuensi sebagai berikut:
Melalui tabel ini kita dapat mengetahui pola penyebaran nilai siswa. Paling banyak nilai siswa mengumpul pada interval 75-79, paling sedikit data termuat dalam interval 50-54. Sedangkan siswa yang mendapat nilai istimewa atau di atas 90 hanya ada 8 orang.
- Tabel Distribusi Frekuensi Relatif
Nilai frekuensinya TIDAK dinyatakan dalam bentuk ANGKA MUTLAK, tapi dalam bentuk ANGKA PERSENTASE (%) atau ANGKA RELATIF.

Rumus mencari frekuensi relatif adalah :
Contoh: 
(Menggunakan soal dan tabel distribusi frekuensi MUTLAK) 


Maka, untuk membuat tabel distribusi frekuensi relatif (%) adalah dengan mencari frekuensi relatif (%) untuk setiap interval kelasnya dulu.
Jawab :
f relatif kelas ke-1 = 1/40 x 100%    = 2,5%
f relatif kelas ke-2 = 2/40 x 100%    = 5%
f relatif kelas ke-3 = 17/40 x 100%  = 42,5%
f relatif kelas ke-4 = 3/40 x 100%    = 7,5%
f relatif kelas ke-5 = 10/40 x 100%  = 25%
f relatif kelas ke-6 = 7/40 x 100%    = 17,5% +
                                    Total        = 100% 

Lalu masukkan hasil perhitungan frekuensi relatif tersebut ke dalam tabel.
-DISTRIBUSI FREKUENSI KUMULATIF
Distribusi Frekuensi Kumulatif (fkum ) adalah distribusi yang nilai frekuensinya (f) diperoleh dengan cara MENJUMLAHKAN frekuensi demi frekuensi.
Distribusi Frekuensi Kumulatif terbagi menjadi 2, yaitu :
- Distribusi Frekuensi Kumulatif “KURANG DARI”
- Distribusi Frekuensi Kumulatif “ATAU LEBIH”

Contoh (mengacu pada frekuensi mutlak di atas).
Dengan mengacu pada tabel Distribusi Frekuensi Mutlak di atas, maka contoh Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif nya :
Keterangan Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif “KURANG DARI” : 
  • Untuk acuan penentuan nilai, menggunakan nilai ujung bawah kelas.
  • Penentuan frekuensi kumulatif melihat dari frekuensi pada tabel distribusi frekuensi (mutlak) lalu dikumulasikan sesuai dengan kategori nilai pada tabel distribusi frekuensi kumulatif.
  • Ada penambahan 1 kelas, yaitu “KURANG DARI 87” dikarenakan nilai data terbesar adalah 85, sehingga kalau nilai “KURANG DARI” hanya sampai ke “KURANG DARI 80” saja, maka untuk data nilai yang LEBIH DARI 80 tidak masuk hitungan padahal ada frekuensinya.
Sedangkan untuk Distribusi Frekuensi Kumulatif “ATAU LEBIH”, contohnya adalah :
Keterangan Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif “ATAU LEBIH”
  • Konsep perhitungan frekuensi kumulatifnya sama dengan frekuensi kumulatif “KURANG DARI”, hanya saja kalau tabel distribusi frekuensi kumulatif “ATAU LEBIH” mengacu pada nilai “ATAU LEBIH” nya, sehingga kita tinggal mencari berapa frekuensi kumulatifnya dengan melihat dari frekuensi (mutlak).
-DISTRIBUSI FREKUENSI KUMULATIF RELATIF
Distribusi Frekuensi Kumulatif Relatif {fkum (%)} adalah distribusi frekuensi yang NILAI FREKUENSI KUMULATIF diubah menjadi NILAI FREKUENSI RELATIF atau dalam bentuk persentase (%).
Distribusi Frekuensi Kumulatif Relatif juga terbagi menjadi :
  • Distribusi Frekuensi Kumulatif Relatif “KURANG DARI”
  • Distribusi Frekuensi Kumulatif Relatif “ATAU LEBIH”
Konsep Distribusi Frekuensi Kumulatif Relatif adalah :
  • TIDAK menggunakan angka mutlak, jadi menggunakan persentase.
  • Mengambil frekuensinya dari tabel DISTRIBUSI FREKUENSI KUMULATIF.
 Rumus untuk mencari Frekuensi Kumulatif Relatif (%) adalah :
Dengan mengacu pada tabel distribusi frekuensi kumulatif “KURANG DARI” di atas, maka perhitungan frekuensi kumulatif relatifnya adalah :
F kum (%) kelas ke-1 = 0/40 x 100% = 0 %
F kum (%) kelas ke-2 = 1/40 x 100% = 2,5%
F kum (%) kelas ke-3 = 3/40 x 100% = 7,5%
F kum (%) kelas ke-4 = 20/40 x 100% = 50%
F kum (%) kelas ke-5 = 23/40 x 100% = 57,5%
F kum (%) kelas ke-6 = 33/40 x 100% = 82,5%
F kum (%) kelas ke-7 = 40/40 x 100% = 100%
Dari perhitungan di atas lalu dimasukkan ke dalam tabel.
Untuk Distribusi Frekuensi Kumulatif Relatif “ATAU LEBIH” juga sama rumus perhitungannya.
Dari tabel distribusi frekuensi kumulatif “ATAU LEBIH” di atas, bisa dilakukan perhitungan untuk mencari Frekuensi Kumulatif Relatif “ATAU LEBIH” :
F kum (%) kelas ke-1 = 40/40 x 100% = 100%
F kum (%) kelas ke-2 = 39/40 x 100% = 97,5 %
F kum (%) kelas ke-3 = 37/40 x 100% = 92,5 %
F kum (%) kelas ke-4 = 20/40 x 100% = 50%
F kum (%) kelas ke-5 = 17/40 x 100% = 42,5 %
F kum (%) kelas ke-6 = 7/40 x 100% =7,5 %
F kum (%) kelas ke-7 = 0/40 x 100% = 0%

Setelah selesai melakukan perhitungan, lalu masukkan hasilnya ke dalam tabel distribusi frekuensi kumulatif relatif “ATAU LEBIH”.
Grafik merupakan lukisan pasang surutnya suatu keadaan dengan garis atau gambar atau dengan kata lain, Grafik menggambarkan naik atau turunnya hasil statistik. 
Dengan masih mengacu pada Tabel Distribusi Frekuensi, maka bisa digambarkan dengan cara membuat grafik :
- Histogram
- Poligon Frekuensi
- Ogive
HISTOGRAM
-Histogram merupakan grafik yang menggambarkan suatu distribusi frekuensi dengan bentuk beberapa segiempat atau menyerupai diagram batang.
-Langkah-langkah membuat Histogram :
  • Buat “absis” dan “ordinat” . absis adalah sumbu mendatar atau sumbu X yang menyatakan  NILAI; ordinat adalah sumbu tegak atau sumbu Y yang menyatakan FREKUENSI.
  • Buat skala absis dan skala ordinatnya dengan melihat dari nilai dan frekuensinya.
  • Buat Batas Kelas 
 
Batas Kelas :
Batas kelas ke-1 : 45 – 0,5 = 44,5
Batas kelas ke-2 : ( 51 + 52) x ½ = 51,5
Batas kelas ke-3 : (58 + 59) x ½ = 58,5
Batas kelas ke-4 : (65+66) x ½ = 65,5
Batas kelas ke-5 : (72+73) x ½ = 72,5
Batas kelas ke-6 : (79+80) x ½ = 79,5
Batas kelas ke-7 : 86 + 0,5 = 86,5
Lalu masukkan ke dalam tabel dan sesuaikan dengan frekuensinya.

POLIGON FREKUENSI 
- Poligon Frekuensi merupakan grafik garis yang menghubungkan NILAI TENGAH tiap sisi atas yang berdekatan dengan NILAI TENGAH jarak frekuensi mutlak masing-masing.
-Perbedaan antara HISTOGRAM dengan POLIGON FREKUENSI adalah :
  • Histogram menggunakan BATAS KELAS ; sedangkan POLIGON menggunakan TITIK TENGAH.
  • Grafik HISTOGRAM berwujud SEGIEMPAT atau menyerupai DIAGRAM BATANG; sedangkan POLIGON berwujud GARIS atau KURVA yang saling berhubungan satu sama lain.
-Langkah-langkah membuat POLIGON FREKUENSI :
  • Buat TITIK TENGAH kelas dengan cara : (NILAI UJUNG BAWAH KELAS + NILAI UJUNG ATAS KELAS) x ½
  • Buat TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI yang MUTLAK disertai dengan kolom tambahan berupa kolom TITIK TENGAH KELAS tsb.
  • Buat grafik poligon frekuensi dengan melihat data pada tabel distribusi frekuensi mutlak 
a. Buat TITIK TENGAH KELAS
Titik tengah kelas ke-1 : (45 + 51) x ½ = 48
Titik tengah kelas ke-2 : (52 + 58) x ½ = 55
Titik tengah kelas ke-3 : (59 + 65) x ½ = 62
Titik tengah kelas ke-4 : (66 + 72) x ½ = 69
Titik tengah kelas ke-5 : (73 + 79) x ½ = 76
Titik tengah kelas ke-6 : (80 + 86) x ½ = 83
 
b. Buat Tabel Distribusi Frekuensi Mutlak dengan menambah kolom TITIK TENGAH KELAS
c. Buat grafik poligon frekuensi
OGIVE
-Ogive biasanya digunakan untuk sensus penduduk tentang perkembangan kelahiran dan kematian bayi, perkembangan penjualan suatu produk, perkembangan dan penjualan saham, dsb.
Contoh Penerapan Grafik Ogive
1. Grafik Ogive berdasarkan dari Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif “KURANG DARI” dan Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif “ATAU LEBIH”.
2. Grafik Ogive dari Tabel Distribusi Frekuensi (mutlak) ditambah dengan 1 kolom FREKUENSI MENINGKAT dengan menggunakan BATAS KELAS (Batas nyata).

SUMBER:
http://julanhernadi.files.wordpress.com/2009/03/stat_das-bab-ii1.pdf
http://viska.web.id/wp-content/uploads/2012/03/Statistika_TI_Pertemuan-4-6.pdf
http://ghassini.blogspot.co.id/2013/09/bab-3-distribusi-frekuensi-dan-grafik.html

Rabu, 21 Oktober 2015

Pengertian bimbingan dan konseling



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di Indonesia. Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh diharapkan pengembangan layanan bimbingan dan konseling, baik dalam tataran teoritik maupun praktek, dapat semakin lebih mantap dan bisa dipertanggungjawabkan serta mampu memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para penerima jasa layanan (klien).
Agar aktivitas dalam layanan bimbingan dan konseling tidak terjebak dalam berbagai bentuk penyimpangan yang dapat merugikan semua pihak, khususnya pihak para penerima jasa layanan (klien) maka pemahaman dan penguasaan tentang landasan bimbingan dan konseling khususnya oleh para konselor tampaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi dan menjadi mutlak adanya.
Berbagai kesalahkaprahan dan kasus malpraktek yang terjadi dalam layanan bimbingan dan konseling selama ini, seperti adanya anggapan bimbingan dan konseling sebagai “polisi sekolah”, atau berbagai persepsi lainnya yang keliru tentang layanan bimbingan dan konseling,- sangat mungkin memiliki keterkaitan erat dengan tingkat pemahaman dan penguasaan konselor. Tentang landasan bimbingan dan konseling. Dengan kata lain, penyelenggaraan bimbingan dan konseling dilakukan secara asal-asalan, tidak dibangun di atas landasan yang seharusnya.
Oleh karena itu, dalam upaya memberikan pemahaman tentang landasan bimbingan dan konseling, khususnya bagi para konselor, melalui tulisan ini akan dipaparkan tentang beberapa landasan yang menjadi pijakan dalam setiap gerak langkah bimbingan dan konseling.
B.     Rumusan Masalah
1.       Apa pengertian bimbingan dan konseling?
2.      Apa saja landasan yang digunakan dalam bimbingan dan konseling?

C.     Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
1.      Untuk menjelaskan pengertian bimbingan dan konseling.
2.      Untuk menjelaskan Landasan-landasan yang digunakan dalam bimbingan dan konseling.

D.    Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1.      Mahasiswa dapat mengetahui tentang pengertian bimbingan dan konseling.
2.      Mahasiswa dapat mengetahui tentang landasan-landasan yang digunakan dalam bimbingan konseling.

BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian
Bimbingan dan konseling merupakan terjemahan dari guidance dan counseling dalam bahasa inggris. Secara harfiah istilah gudance dari akar kata guide berarti mengarahkan, mengandu, mengelola, dan menyetir. Dan bimbingan merupakan suatu proses yang berkesinambungn bukan kegiatan yang seketika atau kebetulan. Bimbingan merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang sistematis dan berencana yang terarah kepada pencapaian tujuan. Konseling merupakan salah satu bentuk hubungan yang bersifat membantu agar ia mampu tumbuh kearah yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya.[1]
2.      Landasan-landasan dalam melaksanakan bimbingan dan konseling
Ada beberapa landasan dalam melaksanakan bimbingan dan konseling diantaranya yaitu:
A.    Landasan Filosofis
Kata filosofis atau filsafat berasal dari bahasa Yunani: Philos berarti cinta dan sophos berarti bijaksana, jadi filosofis berarti kecintaan terhadap kebijaksanaan. Sikun pribadi mengartikan filsafat sebagai suatu “usaha manusia untuk memperoleh pandangan atau konsepsi tentang segala yang ada, dan apa makna hidup manusia dialam semesta ini”
Filsafat mempunyai fungsi dalam kehidupan manusia, yaitu bahwa :
1) Setiap manusia harus mengambil keputusan atau tindakan,
2) Keputusan yang diambil adalah keputusan diri sendiri
3) Dengan berfilsafat dapat mengurangi salah paham dan konflik, dan
4) Untuk menghadapi banyak kesimpangsiuran dan dunia yang selalu berubah.
Pemikiran dan pemahaman filosofis menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya, dan bagi konselor pada khususnya, yaitu membantu konselor dalam memahami situasi konseling dan dalam membuat keputusan yang tepat. Disamping itu pemikiran dan pemahaman filosofis juga memungkinkan konselor menjadikan hidupnya sendiri lebih mantap, lebih fasilitatif, serta lebih efektif dalam penerapan upaya pemberian bantuannya. Disini akan diuraikan beberapa pemikiran filosofis yang selalu terkait dalam pelayanan bimbingan dan konseling yaitu tentang hakikat manusia, tujuan dan tugas kehidupan.[2]
1.        Hakikat Manusia
Pertanyaan filosofis yang setiap kali muncul ialah: apakah manusia itu? Menurut teori evolusinya yang berdasarkan perkembangan biologis, Charles Darwin, seorang ilmuan bangsa inggris, memberikan pada pemikiran dan pemahaman manusia adalah hasil evolusi binatang yang lebih rendah. Semua cikal bakal manusia tidak seperti keadaannya sekarang melainkan lebih menyerupai kera. Nenek moyang manusia yang seperti kera itu terus berevolusi mengalami perubahan secara berlahan-lahan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan selama berjuta-juta tahun, dan akhirnya terwujudlah manusia dalam bentuknya sekarang.Jika pola pemahaman Charles Darwin itu dilanjutkan, maka manusia seperti apa adanya sekarang akan terus berevolusi dan pada sekian juta tahun yang akan datang bentuk manusia akan berubah, entah seperti apa. Mungkin seperti digambarkan oleh pengarang cerita fiktif tentang makhluk-makhluk dari planet lain.
2.        Tujuan dan Tugas Kehidupan
Witner dan Sweeney mengemukakan bahwa ciri-ciri hidup sehat ditandai dengan 5 kategori, yaitu:
a)      Spiritualitas ialah agama sebagai sumber inti dari hidup sehat.
b)       Pengaturan diri ialah seseorang yang mengamalkan hidup sehat pada dirinya terdapat ciri-ciri:
·         Rasa diri berguna
·         Pengendalian diri
·         Pandangan realistik
·         Spontanitas dan kepekaan emosional
·         Kemampuan rekayasa intelektual
·         Pemecahan masalah
·         Kreatif
·         Kemampuan berhumor dan
·         Kebugaran jasmani dan kebiasaan hidup sehat.
c)      Bekerja ialah untuk memperoleh keuntungan ekonomis, psikologis dan sosial
d)     Persahabatan ialah persahabatan memberikan 3 keutamaan dalam hidup yaitu:
·         Dukungan emosional
·         Dukungan material
·         Dukungan informasi .
e)      Cinta ialah penelitian flanagan 1978 menemukan bahwa pasangan hidup suami istri, anak dan teman merupakan tiga pilar utama bagi keseluruhan pencipta kebahagiaan manusia.
Paparan tentang hakikat, tujuan dan tugas kehidupan manusia diatas mempunyai implikasi kepada layanan bimbingan dan konseling.
B.     Landasan Sosial Budaya
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak pernah dapat hidup seorang diri. Dimana pun dan bilamana pun manusia hidup senantiasa membentuk kelompok hidup terdiri dari sejumlah anggota guna menjamin baik keselamatan, perkembangan, maupun keturunan. Dalam kehidupan berkelompok itu, manusia harus mengembangkan ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing individu sebagai anggota demi ketertiban pergaulan sosial mereka. Ketentuan-ketentuan itu biasanya berupa perangkat nilai, norma sosial maupun pandangan hidup yang terpadu dalam sistem budaya yang berfungsi sebagai rujukan hidup para pendukungnya. Rujukan itu, melebihi proses belajar, diwariskan kepada generasi penerus yang akan melestarikannya. Karena itu masyarakat dan kebudayaan itu sesungguhnya merupakan dua sisi dari satu mata uang yang sama, yaitu sisi generasi tua sebagai pewaris dan sisi generasi muda sebagai penerus.
1.      Individu sebagai produk lingkungan sosial budaya
Manusia hidup berpuak-puak, bersuku-suku, dan berbangsa-bangsa. Masing-masing puak, suku,  dan bangsa itu memliki lingkungan sosial budayanya sendiri, yang satu berbeda dari yang lainnya. Perbedaan itu ada yang amat besar, cukup besar, ada yang tidak begitu besar, ada yang agak kecil, dan ada yang cukp hals. Perbedaan yang amat besar tercermin pada ucapan kipling yang terkenal “Barat adalah Barat dan Timur adalah Timur, keduanya tidak akan bisa bertemu.” Kalimat ini menggambarkan bahwa budaya bangsa-bangsa Barat (Eropa-Amerika) amat berbeda dari budaya bangsa-bangsa Timur (Asia) demikian besar perbedaannya sehingga tidak mungkin dipertemkan. Pandangan tersebut merupakan pandangan pesimistik yang mengingkari keluwesan, dinamika, dan mobilitas manusia yang dapat bergerak antar benua dalam kecepatan dan frekuensi yang semakin meningkat. Arah terbentuknya “budaya dunia” justru semakin tampak, Timur akan bertemu Barat.[3]
2.      Bimbingan dan Konseling Antarbudaya
Menurut Pedersen, dkk ada 5 macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi non verbal, stereotip, kecenderungan menilai, dan kecemasan.
Perbedaan dalam latar belakang ras atau etnik, kelas sosial ekonomi dan pola bahasa menimbulkan masalah dalam hubungan konseling. Beberapa Hipotesis yang dikemukakan Pedersen dkk (1976) tentang berbagai aspek konseling budaya antara lain:
a.       Makin besar kesamaan harapan tentang tujuan konseling antara budaya pada diri konselor dan klien maka konseling akan berhasil
b.      Makin besar kesamaan pemohonan tentang ketergantungan, komunikasi terbuka, maka makin efektif konseling tersebut
c.       Makin sederhana harapan yang diinginkan oleh klien maka makin berhasil konseling tersebut
d.      Makin bersifat personal, penuh suasana emosional suasana konseling antar budaya makin memudahkan konselor memahami klien.
e.       Keefektifan konseling antara budaya tergantung pada kesensitifan konselor terhadap proses komunikasi
f.       Keefektifan konseling akan meningkat jika ada latihan khusus serta pemahaman terhadap permasalahan hidup yang sesuai dengan budaya tersebut.
g.      Makin klien kurang memahami proses konseling makin perlu konselor / program konseling antara budaya memberikan pengarahan tentang proses ketrampilan berkomunikasi, pengambilan keputusan dan transfer.

Bangsa Indonesia sedang menuju pada satu budaya kesatuan Indonesia, namun akar budaya asli yang sekarang masih hidup dan besar pengaruhnya terhadap masyarakat budaya asli itu patut dikenali, dihargai, dan dijadikan pertimbangan utama dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Hal itu semua menjadi tanggung jawab para konselor dan lembaga pendidikan konselor di seluruh tanah air.

C.     Landasan Psikologis
Bimbingan dan konseling merupakan proses psikologis. Maknanya situasi bimbingan dan konseling merupakan situasi yang sarat dengan muatan-muatan psikologis. Psikologis mempersoalkan tentang perilaku individu. Oleh sebab itu, landasan psikologis dalam bimbingan dan konseling berarti mempersoalkan tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan. Hal ini sangat penting mengingat bidang garapan bimbingan dan konseling adalah perilaku siswa, yaitu perilaku klien (siswa) yang perlu dikembangkan atau diubah apabila ia hendak mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya atau  ingin mencapai tujuan-tujuan yang di kehendakinya.
Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling, sejumlah aspek psikologis yang perlu dikuasai oleh para pembimbing (konselor) meliputi:[4]
1.      Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut diaktifkan dan digerakkan, baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik), menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.
2.      Konflik dan Frustasi
Konflik psikis adalah suatu pertentangan batin, suatu kebimbangan, suatu keragu-raguan, motif mana yang akan diambilnya. Motif yang dihadapi individu mungkon saja positif, negatif atau campuran. Dan terdapat juga konflik ganda. Yaitu konflik psikis yang dialami individu dalam menghadapi dua situasi atau lebih yang masing-masing mengandung motif positif dan negatif sekaligus dan sama kuat.
Adapun cara individu mereaksikan frustasi itu adalah dengan marah, melamun, perasaan tak berdaya, proyeksi dan lain sebagainnya.[5]
3.      Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri kepribadian tertentu.
Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya dapat berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang hidup dan berada dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak dapat berkembang dengan baik dan menjadi tersia-siakan.
4.      Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pranatal) hingga akhir hayatnya. Pendidikan sebagai salah satu lingkungan yang bertanggungjawab dalam memberikan asuhan terhadap proses perkembangan individu bimbingan dan konseling sebagai komponen pendidikan merupakan layanan bantuan kepada individu dalam upaya mengembangkan potensi atau tugas-tugas perkembangannya secara optimal. Tugas perkembangan individu bersumber pada factor kematangan fisik, tuntutan masyarakat, tuntutan dari dorongan dan cita-cita dan tuntutan Norma Agama. Dalam mencapai tugas perkembangan ini tidak sedikit yang mengalami kegagalan yang menyebabkan adanya perilaku menyimpang.
            Untuk menangani masalah patologis ini peran konselor sangat dibutuhkan Untuk memahami berbagai aspek perkembangan individu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling.[6]

5.      Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan.
Namun pada kenyataannya terdapat factor yang mempengaruhi keberhasilan siswa yaitu :
a.       Faktor internal (ketidakseimbangan mental atau gangguan fungsi mental, gangguan fisik seperti kurangnya fungsi organ perasaan, alat bicara, dan lain-lain, gangguan emosi seperti merasa tidak aman, cemas dan lain-lain).
b.      Faktor eksternal (meliputi factor aspek sosial yang berhubungan dengan manusia secara langsung atau tidak dan non-sosial yang berkaitan engan suhu, waktu, tempat dan sebagainya).
      Layanan yang seyogyanya diberikan kepada siswa adalah bimbingan belajar yang bersifat preventif dan kuratif.
·         Adapun layanan yang bersifat preventif adalah sikap dan kebiasaan belajar yang positif, cara menbaca buku efektif, cara membuat catatan pelajaran,dan lain-lain.
·         Adapun layanan yang bersifat kuratif adalah layanan yang membantu mereka dalam menyelasaikan masalah yaitu dengan cara mengidentifikasi kasus, mengidentifikasi letaknya masalah, mengidentifikasi factor penyebab kesulitan belajar, prognosis, dan treatment.[7]

6.      Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang kepribadian secara bulat dan komprehensif. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport  dalam Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey: (2005), menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah “penyesuaian diri”.
            Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang mencakup :
a.       Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsisten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
b.      Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
c.       Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif . sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi sikap itu dibentuk dan dipelajari melalui pengalaman, komunikasi, dan peran lembaga- lembaga-lembaga sosial dan lain sebagainya.[8]
d.      Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
e.       Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
f.       Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Dari uraian di atas secara umum dalam diambil kesimpulan bahwa untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam upaya memahami dan mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka konselor harus dapat memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi perilaku individu yang dilayaninya (klien). Selain itu, seorang konselor juga harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan menjadikannya sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagian hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan kliennya. Terkait dengan upaya pengembangan belajar klien, konselor dituntut untuk memahami tentang aspek-aspek dalam belajar serta berbagai teori belajar yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya pengembangan kepribadian klien, konselor kiranya perlu memahami tentang karakteristik dan keunikan kepribadian kliennya. Oleh karena itu, agar konselor benar-benar dapat menguasai landasan psikologis, setidaknya terdapat empat bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang psikologi umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan psikologi kepribadian.[9]

D.    Landasan Ilmiah dan Teknologi
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang dilaksanakan atas dasar keilmuan baik yang menyangkut teori-teorinya, pelaksanaan kegiatannya, maupun pengembangannya. Secara keilmuan, bimbingan dan konseling merupakan pengetahuan tentang bimbingan dan konseling yang tersusun secara logis dan sistematis. Landasan ilmiah bimbingan dan konseling mengisyaratkan bahwa praktik bimbingan dan konseling harus dilaksanakan atas dasar keilmuan. Oleh karena itu, siapapun orangnya yang berkecimpung dalam dunia bimbingan dan konseling harus memiliki ilmu tentang bimbingan dan konseling.
Kontribusi ilmu-ilmu lain terhadap bimbingan dan konseling hanya terbatas kepada  pembentukan dan pengembangan teoi-teori bimbingan dan konseling melainkan juga kepada praktik pelayanannya. Ilmu psikologi memberikan pemahaman tentang aspek-aspek psikologis klien termasuk kepribadian klien dari mulai kanak-kanak hingga dewasa. Ilmu sosiologi memberikan pemahaman tentang peran individu (klien) dalam masyarakat, keluarga, interaksi individu dalam kelompok. Ilmu sosiologi dan ekonomi memberikan pemahaman tentang kondisi status sosial ekonomi individu. Ilmu sosiologi dan antropologi memberikan pemahaman tentang latar belakang antropollogi dan sosial budaya klien juga interaksi timbal balik antara individu dengan lingkungannya. Ilmu agama dan hukum memberikan pemahaman tentang nilai dan norma yang harus diikuti oleh individu dalam menjalani kehidupannya di masyarakat. Ilmu statistik dan evaluasi memberikan pemahaman dan teknik-teknik pengukuran dan evaluasi karakteristik individu. Semua ilmu diatas sangat penting bagi teori dan praktik bimbingan dan konseling. Pembimbing dan konselor idealnya selain menguasai bimbingan dan konseling juga menguasai ilmu-ilmu yang telah disebutkan diatas.
Selain perlu dukungan sejumlah ilmu, praktik bimbingan dan konseling juga memerlukan dukungan perangkat teknologi. Dukungan perangkat teknologi terhadap praktik bimbingan dan konseling antara lain dalam pembuatan instrumen bimbingan dan konseling dan penggunaan berbagai alat atau media untuk memperjelas materi bimbingan dan konseling. Dewasa ini perangkat teknologi yang dimanfaatkan secara langsung dalam praktik pelayanan bimbingan dan konseling adalah komputer.
1.    Keilmuan Bimbingan Dan Konseling.
Ilmu, sering juga disebut “ilmu pengetahuan”, merupakan sejumlah pengetahuan yang disusun secara logis dan sistematik. Pengetahuan ialah sesuatu yang dietahui melalui pancaindera dan pengolahan oleh daya pikir. Dengan demikian, ilmu bimbingan dan konseling yang tersusun secara logis dan sitematik. Sebagai layaknya ilmu-ilmu yang lain, ilmu bimbingan dan konseling mempunyai objek kajiannya sendiri, metode penggalian pengetahuan yang menjadi ruang lingkupnya, dan sistematika pemaparannya.
Objek kajian bimbingan dan konseling ialah upaya yang diberikan kepada individu yang mengacu pada ke empat fugsi pelayanan yaitu fungsi pemahaman, pencegahan, pengentasan, dan pemeliharaan/pengembangan. Semua hal yang berkaitan dengan upaya bantuan itu diungkapkan, dipelajari seluk-beluk dan sangkut pautnya, ditelaah latar belakang dan kemungkinan masa depan, dan akhirnya disusun secara logis dan sistematis menjadi paparan ilmu.
2.    Peran Ilmu Lain Dan Teknologi Dalam Bimbingan Dan Konseling.
Salah satu ilmu ilmu dan perangkat teknologi yang berkembang amat cepat yaitu komputer, secara langsung dimanfaatkan pula dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Sejak tahun 1980-an peranan komputer itu telah banyak dikembangkan. Bidang yang banyak menggunakan jasa komputer adalah bmbingan karier dan bimbingan/konselor penidikan. Selain keuntungan apek teknis yang dapat dipetik dari penggunaan komputer itu, menurut Gaushel ialah meningatkan motivasi klien untuk mengikuti layanan kegiatan konseling, serta keuntungan-keuntunganlainnya dalam kegiatan testing dan administrasi pelayanan bimbingan dan konseling secara menyeluruh.
3.    Pengmbangan Bimbingan Dan Konseling Melalui Penelitian.
Penelitian adalah jiwa dari perkembangan ilmu dan teknologi. Apabila pelayanan dan bimbingan dan konseling diinginkan untuk berkembang dan maju, maka penelitian bimbingan dan konseling dalam berbagai bentuk penelitian dan aspek yang diteliti harus terus menerus dilakukan. Tanpa penelitian pertumbuhan pelayanan bimbingan dan konselng akan mandul dan steril.[10]
Bimbingan dan konseling baik pada tataran teori dan praktik bersifat dinamis. Artinya, bimbingan dan konseling sebagai ilmu dan praktik pelayanan, berkembang mengikuti perkembangan zaman. Pengembangan bimbingan dan konseling baik pada tataran teori dan praktik bisa dilakukan melalui penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah merupakan jiwa dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh sebab itu, supaya bimbingan dan konseling berkembang dan maju mengikuti perkembangan zaman, harus dilakukan penelitian terhadap bimbingan dan konseling dalam berbagai bentuk dan aspeknya.

E.     Landasan Pedagogis
Seperti telah disebutkan pada bagian pendahuluan bahwa bimbingan dan konseling identik dengan pendidikan. Artinya, ketika seseorang melakukan praktik pelayanan bimbingan dan konseling berarti ia sedang mendidik, sebaliknya apabila seseorang melakukan praktik pendidikan (mendidik), berarti ia sedang memberikan bimbingan.
Layanan pedagogis pelayanan bimbingan dan konseling setidaknya berkaitan dengan:
1.    Pendidikan sebagai upaya pengembangan manusia dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan.
Pelayanan bimbingan dan konseling lebih difokuskan kepada manusia, bahkan dikatakan “bimbingan dari manusia, oleh manusia, dan untuk manusia”. Manusia yang dimaksud disisi adalah manusia yang berkembang, yang terus-menerus berusaha mewujudkan keempat dimensi kemanusiaannya menjadi manusia seutuhnya. Wahana paling utama untuk terjadinya proses dan tercapainya tujuan perkembangan itu tidak lain adalah pendidikan.
Secara luas, pendidikan ialah upaya memanusiakan manusia. Seorang bayi manusia hanya akan dapat menjadi manusia sesuai dengan tuntutan budaya hanya melalui pendidikan. Tanpa pendidikan, bayi manusia yang telah lahir itu tidak akan mampu memperkembangkan dimensi keindividualannya, kesosialannya, kesusilaanya, dan keberagamannya. Ia akan menjadi ”manusia alam”, bukan manusia budaya yang hidup bersama dengan manusia-manusia lainnya dalam tata budaya tertentu. Dalam kaitan itu, pendidikan dapat diartikan sebagai upaya membudayakan manusia muda. Upaya pembudayaan ini meliputi pada penyiapan manusia muda menguasai alam lingkungannya, memahami dan melaksanakan nilai-nilai dan norma yang berlaku, melakukan peranan yang sesuai, menyelenggarakan kehidupan yang layak, dan meneruskan kehidupan generasi orang tua mereka. Tugas-tugas masa depan mereka itu, melalui proses pendidikan manusia muda memperkembangkan diri dan sekaligus mempersiapkan diri mereka dan prasarana serta sarana-sarana yang tersedia.
Sejalan dengan pandangan tersebut, rakyat dan pemerintah Indonesia, melalui Undang-Undang No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan pengertian pendidikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajara, dan atau latihan bagi perananya dimasa yang akan datang.
Dalam pengertian pendidikan tersebut, secara eksplisit, disebutkan bimbingan sebagai salah satu bentuk upaya pendidikan. Oleh karena itu dalam pelayanan bimbingan dan konseling harus terkandung kompenen-komponen:
a.       Merupakan usaha sadar
b.      Menyiapkan peserta didik (klien)
c.       Untuk perananya di masa yang akan datang (diwujudkan melalui tujuan-tujuan bimbingan dan konseling).
Tujuan bimbingan dan konseling pada dasarnya adalah agar klien-klien lebih mantap dalam keberagamannya, berbudi luhur, berpengetahuan dan berketerampilam yang memadai sesuai dengan kebutuhan kehidupan dan pengembangan dirinya, sehat jasmani dan rohaninya, mandiri serta memiliki tanggung jawab sosial kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan-tujuan tersebut pada prakteknya disinkronisasikan dengan permasalahan yang dihadapi oleh klien pada saat pelayanaan bimbingan dan konseling menghendaki dan mengacu kepada kehidupan bangsa Indonesia yang cerdas dan sejahtera, serta terbinanya manusia Indonesia seutuhnya.
Crow & crow (1960) mengemukakan bahwa bimbingan menyediakan unsur-unsur di luar individu yang dapat dipergunakannya untuk memperkembangkan diri. Dalam artinya yang luas, bimbingan dapat dianggap sebagai suatu bentuk upaya pendidikan. Dalam arti yang sempit, bimbingan meliputi berbagai teknik, termasuk di dalamnya konseling, yang memungkinkan individu menolong dirinya sendiri. Untuk dapat berkembang dengan baik dan mandiri, tentulah individu memerlukan pengetahuan dan keterampilan, jasmani dan rohani yang sehat, serta kemampuan penerapan nilai dan norma-norma hidup kemasyarakatan. Integrasi bimbingan dan konseling dalam pendidikan juga tampak dari dimasukkanya secara terus-menerus program-program bimbingan dan konseling ke dalam program-program sekolah.
Pelayanan bimbingan dan konseling di luar sekolah juga tetap mengacu pada upaya pendidikan. Pertama, terkait langsung dengan pendidikan luar sekolah, dan kedua, meskipun diselenggarakan dalam kawasan non-pendidikan pelayanan bimbingan dan konseling tetap mengacu pada pendidikan karena pelayanan itu tetap “merupakan usaha sadar menyiapkan peserta bimbing (klien) untuk peranannya di masa yang akan datang”.[11]
2.    Pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling,
Dalam pengertian pendidikan diatas telah disebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan. Indikator utama yang menandainya adalah: 1) Peserta didik yang terlibat didalamnya menjalani proses belajar, dan 2) kegiatan bimbingan dan konseling bersifat normatif. Apabila kedua indikator utama diatas tidak ada, maka upaya yang dilakukan tidak dikatakan sebagai upaya pendidikan.
Bimbingan dan konseling mengembangan proses belajar dan dijalani oleh para klien. Prayitno dan Erman Amti mengutip pendapat Gistod menegaskan bahwa bimbingan dan konseling merupakan proses yang berorientasi pada belajar, yakni belajar untuk memahami lebih jauh tentang diri sendiri, belajar untuk mengembangkan dan menerapkan secara efektif  berbagai pemahaman. Selanjutnya Belkin, Nugent yang dikutip oleh Prayitno dan Erman Amti menegaskan bahwa dalam proses konseling klien mempelajari keterampilan dalam pengambilan keputusan, pemecahan masalah, tingkah laku, tindakan serta sikap-sikap baru. Melalui belajar itulah klien memperoleh berbagai hal yang baru bagi dirinya, dan dengan memperoleh hal-hal yang baru itulah klien berkembang.[12]

3.    Pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan bimbingan dan konseling.
Bimbingan dan konseling mempunyai tujuan khusus (jangka pendek) dan tujuan (jangka panjang). Mengutip pendapat Crow dan Crow, Prayitno dan Erman Amti menyatakan bahwa tujuan khusus yang segera hendak dicapai (jangka pendek) dalam pelayanan bimbingan bimbingan dan konseling adalah membantu individu memecahkan masalah –masalah yang dihadapinya, sedangkan tujuan akhir (jangka panjang) adalah bimbingan diri sendiri. Siswa setelah melalui proses bimbingan dalam jangka panjang hendaknya dapat membimbing dirinya sendiri dalam arti mampu mengembangkan kemampuan sendiri untuk memecahkan masalah-masalah sendiri tanpa pelayanan bimbingan dan konseling lagi.
Hasil bimbingan yang mampu membuat siswa melakukan bimbingan terhadap diri sendiri akan menjadi daya dukung yang lebih memungkinkan kesuksesan pendidikan yang dijalani individu lebih lanjut. Hasil-hasil penelitian tentang program bimbingan dan konseling disekolah amerika serikat yang dilakukan oleh Borders dan Drury yang dikutip oleh prayitno dan erman amti, menyimpulkan bahwa kegiatan bimbingan dan konseling disekolah telah memberikan dampak positif yang amat besar terhadap terhadap perkembangan pendidikan dan pribadi siswa. Konseling individual dan kelompok, bimbingan dalam kelas, dan kegiatan konsultasi lainnya memberikan kontribusi langsung kepada keberhasilan sekolah Maupun diluar sekolah.
Tujuan-tujuan bimbingan dan konseling, selain memperkuat tujuan-tujuan pendidikan juga menunjang proses pendidikan pada umumnya. Hal ini dapat dimengerti karena berbagai program bimbingan dan konseling yang meliputi aspek-aspek tugas perkembangan individu, khususnya yang menyangkut kematangan pendidikan dan karir, emosional, dan kematangan sosial, semuanya diperuntukkan bagi peserta didik baik pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah pertama dan pendidikan menengah atas.[13]



F.      Landasan Religius
Landasan religious bimbingan dan konseling adalah menetapkan klien sebagai makhluk Tuhan dengan segenap kemuliyaannya menjadi focus sentral upaya bimbingan dan konseling. Pendekatan bimbingan dan konseling yang terintegrasi di dalamnya dimensi agama, ternyata sangat disenangi oleh masyarakat amerika dewasa. Ini di dasarkan oleh hasil polling Gallup pada tahun 1992 yang menunjukkan:
1.      Sebanyak 66% masyarakat menyenangi konselor yang professional, yang memiliki nilai-nilai keyakinan dan spiritual.
2.      Sebanyak 88% masyarakat menyenangi proses konseling yang memerhatikan nilai-nilai keyakinan.
Terkait dengan berkembangnya konseling yang berbasis spiritual, M. Surya mengusulkan agar spiritualitas ini dijadikan sebagai angkatan kelima dalam konseling dan psikoterapi. Selanjutnya, dijelaskan bahwa ’’spirituality includes conceps such as transcendence, self actualization, purpose and meaning wholeness,balance, sacredness, universality, and a sense of high power.”
Terkait dengan maksut tersebut, konselor dituntut memiliki pemahaman tentang hakikat manusia menurut agama, peranan agama dalam kehidupan umat manusia, dan persyaratan konselor.
 BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Dari pembahasan yang diuraikan didepan dapat ditarik kesimpulan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling memerlukan berbagai landasan, diantaranya:
A.    Pengertian bimbingan dan konseling
         Bimbingan merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang sistematis dan berencana yang terarah kepada pencapaian tujuan. Konseling merupakan salah satu bentuk hubungan yang bersifat membantu agar ia mampu tumbuh kearah yang dipilihgnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya
B.     Landasan-landasan dalam melaksanakan bimbingan dan konseling ada beberapa macam:
1.      Landasan Filosofis:
Landasan filosofis memberikan pemikiran-pemikiran tentang hakikat dan tujuan hidup manusia dipandang dari perspektif filsafat untuk menemukan hakikat manusia secara utuh mengingat bimbingan konseling akan selalu berkaitan dengan manusia sebagai objeknya.
2.      Landasan Sosial Budaya:
Landasan social budaya menunjukkan pentingnya gambaran aspek-aspek social budaya yang mewarnai kehidupan seseorang. Aspek social budaya inilah yang membentuk individu selain factor pembawaan, tepatlah jika landasan ini menjadi bahan pertimbangan dalam memberikan pelayanan bimbingan konseling.
3.      Landasan Psikologis:
Landasan psikologis menggambarkan sisi-sisi psikis individu, sisi psikis tersebut berkenaan dengan motif, motivasi, pembawaan dan lingkungan, perkembangan individu, belajar, balikan dan penguatan dari kepribadian. Mengingat klien memiliki psikis yang berbeda maka konselor harus memahami tentang landasan psikologis.

4.      Landasan Ilmiah dan Teknologi:
Landasan ilmiah dan teknologi membicarakan tentang sifat-sifat keilmuan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling sebagai ilmu yang multireferensial menerima sumbangan dari ilmu-ilmu lain dan teknologi, penelitian dalam bimbingan dan konseling memberikan masukan penting bagi pengembangan keilmuan Bimbingan konseling.
5.      Landasan Pedagogis:
Landasan pedagogis mengemukakan bahwa bimbingan merupakan salah satu bagian dari pendidikan yang amat penting dalam upaya untuk memberikan bantuan (pemecahan-pemecahan masalah) motivasi agar peserta didik dapat mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
6.      Landasan religious
Landasan religious bimbingan dan konseling adalah menetapkan klien sebagai makhluk Tuhan dengan segenap kemuliyaannya menjadi focus sentral upaya bimbingan dan konseling.

DAFTAR PUSTAKA

Hamdani.2012.Bimbingan Dan Penyuluhan.Bandung: CV Pustaka Setia.
Prayitno, Erman Amti.1999. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Tohirin. 2014. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Yusuf, Syamsu dan Juntika Nurihsan. 2012. Landasan Bimbingan dan Konseling.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.


[1] Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan. Landasan Bimbingan dan Konseling. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), hal 5.
[2] Erman Amti Prayitno, dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999), Hal 137
[3]Erman Amti Prayitno, dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999), Hal 169
[4] Tohirin.  Bimbingan dan Konseling. (Jakarta: PT Raja Grafindo persada, 2014), hal ,90.
[5] Ibid , hal 164.
[6] Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan. Landasan Bimbingan dan Konseling. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), hal 201.
[7] Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan. Landasan Bimbingan dan Konseling. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012) hal  222.
[8] Syamsu Yusuf dan JUntika Nurihsan. Landasan Bimbingan dan Konseling. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012) , hal 170.
[9] http://indonesiakonselor.blogspot.co.id/2012/12/dasar-atau-landasan-bimbingan-konseling.html.10/10/2015.
[10] Erman Amti Prayitno, dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999), hal 177-180.
[11] Erman Amti Prayitno, dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1999), hal 181.
[12] Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2014), hal 98.
[13] Ibid, hal 99.