BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan
di Indonesia. Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan
dan konseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat
dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil
pemikiran dan penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan
kokoh diharapkan pengembangan layanan bimbingan dan konseling, baik dalam
tataran teoritik maupun praktek, dapat semakin lebih mantap dan bisa
dipertanggungjawabkan serta mampu memberikan manfaat besar bagi kehidupan,
khususnya bagi para penerima jasa layanan (klien).
Agar aktivitas dalam layanan bimbingan dan konseling tidak terjebak dalam
berbagai bentuk penyimpangan yang dapat merugikan semua pihak, khususnya pihak
para penerima jasa layanan (klien) maka pemahaman dan penguasaan tentang
landasan bimbingan dan konseling khususnya oleh para konselor tampaknya tidak
bisa ditawar-tawar lagi dan menjadi mutlak adanya.
Berbagai kesalahkaprahan dan kasus malpraktek yang terjadi dalam layanan
bimbingan dan konseling selama ini, seperti adanya anggapan bimbingan dan
konseling sebagai “polisi sekolah”, atau berbagai persepsi lainnya yang keliru
tentang layanan bimbingan dan konseling,- sangat mungkin memiliki keterkaitan
erat dengan tingkat pemahaman dan penguasaan konselor. Tentang landasan
bimbingan dan konseling. Dengan kata lain, penyelenggaraan bimbingan dan
konseling dilakukan secara asal-asalan, tidak dibangun di atas landasan yang
seharusnya.
Oleh karena itu, dalam upaya memberikan pemahaman tentang landasan
bimbingan dan konseling, khususnya bagi para konselor, melalui tulisan ini akan
dipaparkan tentang beberapa landasan yang menjadi pijakan dalam setiap gerak
langkah bimbingan dan konseling.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian bimbingan dan
konseling?
2. Apa saja landasan yang digunakan dalam bimbingan dan konseling?
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
1. Untuk menjelaskan pengertian bimbingan dan konseling.
2. Untuk menjelaskan Landasan-landasan yang digunakan dalam bimbingan dan
konseling.
D. Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan dapat
memberikan manfaat antara lain:
1. Mahasiswa dapat mengetahui tentang pengertian bimbingan dan konseling.
2. Mahasiswa dapat mengetahui tentang landasan-landasan yang digunakan dalam
bimbingan konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Bimbingan dan konseling merupakan terjemahan dari
guidance dan counseling dalam bahasa inggris. Secara harfiah istilah gudance
dari akar kata guide berarti mengarahkan, mengandu, mengelola, dan menyetir.
Dan bimbingan merupakan suatu proses yang berkesinambungn bukan kegiatan yang
seketika atau kebetulan. Bimbingan merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang
sistematis dan berencana yang terarah kepada pencapaian tujuan. Konseling
merupakan salah satu bentuk hubungan yang bersifat membantu agar ia mampu
tumbuh kearah yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang
dihadapinya.
2.
Landasan-landasan dalam melaksanakan
bimbingan dan konseling
Ada beberapa landasan dalam melaksanakan
bimbingan dan konseling diantaranya yaitu:
A. Landasan Filosofis
Kata filosofis atau filsafat berasal dari bahasa
Yunani: Philos berarti cinta dan sophos berarti bijaksana, jadi filosofis
berarti kecintaan terhadap kebijaksanaan. Sikun pribadi mengartikan filsafat
sebagai suatu “usaha manusia untuk memperoleh pandangan atau konsepsi tentang
segala yang ada, dan apa makna hidup manusia dialam semesta ini”
Filsafat mempunyai fungsi dalam kehidupan manusia, yaitu bahwa :
1) Setiap manusia harus mengambil keputusan atau tindakan,
2) Keputusan yang diambil adalah keputusan diri sendiri
3) Dengan berfilsafat dapat mengurangi salah paham dan konflik, dan
4) Untuk menghadapi banyak kesimpangsiuran dan dunia yang selalu berubah.
Pemikiran dan pemahaman filosofis menjadi alat yang
bermanfaat bagi pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya, dan bagi
konselor pada khususnya, yaitu membantu konselor dalam memahami situasi
konseling dan dalam membuat keputusan yang tepat. Disamping itu pemikiran dan
pemahaman filosofis juga memungkinkan konselor menjadikan hidupnya sendiri
lebih mantap, lebih fasilitatif, serta lebih efektif dalam penerapan upaya
pemberian bantuannya. Disini akan diuraikan beberapa pemikiran filosofis yang selalu
terkait dalam pelayanan bimbingan dan konseling yaitu tentang hakikat manusia,
tujuan dan tugas kehidupan.
1.
Hakikat Manusia
Pertanyaan filosofis yang setiap kali
muncul ialah: apakah manusia itu? Menurut teori evolusinya yang berdasarkan
perkembangan biologis, Charles Darwin, seorang ilmuan bangsa inggris,
memberikan pada pemikiran dan pemahaman manusia adalah hasil evolusi binatang
yang lebih rendah. Semua cikal bakal manusia tidak seperti keadaannya sekarang
melainkan lebih menyerupai kera. Nenek moyang manusia yang seperti kera itu
terus berevolusi mengalami perubahan secara berlahan-lahan untuk menyesuaikan
diri dengan keadaan lingkungan selama berjuta-juta tahun, dan akhirnya
terwujudlah manusia dalam bentuknya sekarang.Jika pola pemahaman Charles Darwin
itu dilanjutkan, maka manusia seperti apa adanya sekarang akan terus berevolusi
dan pada sekian juta tahun yang akan datang bentuk manusia akan berubah, entah
seperti apa. Mungkin seperti digambarkan oleh pengarang cerita fiktif tentang
makhluk-makhluk dari planet lain.
2.
Tujuan dan Tugas Kehidupan
Witner dan Sweeney mengemukakan bahwa
ciri-ciri hidup sehat ditandai dengan 5 kategori, yaitu:
a) Spiritualitas ialah agama sebagai sumber inti dari hidup sehat.
b) Pengaturan diri ialah seseorang
yang mengamalkan hidup sehat pada dirinya terdapat ciri-ciri:
·
Rasa diri berguna
·
Pengendalian diri
·
Pandangan realistik
·
Spontanitas dan kepekaan emosional
·
Kemampuan rekayasa intelektual
·
Pemecahan masalah
·
Kreatif
·
Kemampuan berhumor dan
·
Kebugaran jasmani dan kebiasaan hidup
sehat.
c) Bekerja ialah untuk memperoleh keuntungan ekonomis, psikologis dan sosial
d) Persahabatan ialah persahabatan memberikan 3 keutamaan dalam hidup yaitu:
·
Dukungan emosional
·
Dukungan material
·
Dukungan informasi .
e) Cinta ialah penelitian flanagan 1978 menemukan bahwa pasangan hidup suami
istri, anak dan teman merupakan tiga pilar utama bagi keseluruhan pencipta
kebahagiaan manusia.
Paparan tentang hakikat, tujuan dan tugas kehidupan
manusia diatas mempunyai implikasi kepada layanan bimbingan dan konseling.
B. Landasan Sosial Budaya
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak pernah dapat
hidup seorang diri. Dimana pun dan bilamana pun manusia hidup senantiasa
membentuk kelompok hidup terdiri dari sejumlah anggota guna menjamin baik
keselamatan, perkembangan, maupun keturunan. Dalam kehidupan berkelompok itu,
manusia harus mengembangkan ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban
masing-masing individu sebagai anggota demi ketertiban pergaulan sosial mereka.
Ketentuan-ketentuan itu biasanya berupa perangkat nilai, norma sosial maupun
pandangan hidup yang terpadu dalam sistem budaya yang berfungsi sebagai rujukan
hidup para pendukungnya. Rujukan itu, melebihi proses belajar, diwariskan
kepada generasi penerus yang akan melestarikannya. Karena itu masyarakat dan
kebudayaan itu sesungguhnya merupakan dua sisi dari satu mata uang yang sama,
yaitu sisi generasi tua sebagai pewaris dan sisi generasi muda sebagai penerus.
1. Individu sebagai produk lingkungan sosial budaya
Manusia hidup berpuak-puak, bersuku-suku,
dan berbangsa-bangsa. Masing-masing puak, suku,
dan bangsa itu memliki lingkungan sosial budayanya sendiri, yang satu
berbeda dari yang lainnya. Perbedaan itu ada yang amat besar, cukup besar, ada
yang tidak begitu besar, ada yang agak kecil, dan ada yang cukp hals. Perbedaan
yang amat besar tercermin pada ucapan kipling yang terkenal “Barat adalah Barat
dan Timur adalah Timur, keduanya tidak akan bisa bertemu.” Kalimat ini
menggambarkan bahwa budaya bangsa-bangsa Barat (Eropa-Amerika) amat berbeda
dari budaya bangsa-bangsa Timur (Asia) demikian besar perbedaannya sehingga
tidak mungkin dipertemkan. Pandangan tersebut merupakan pandangan pesimistik yang
mengingkari keluwesan, dinamika, dan mobilitas manusia yang dapat bergerak
antar benua dalam kecepatan dan frekuensi yang semakin meningkat. Arah
terbentuknya “budaya dunia” justru semakin tampak, Timur akan bertemu Barat.
2. Bimbingan dan Konseling Antarbudaya
Menurut Pedersen, dkk ada 5 macam sumber
hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi non verbal, stereotip,
kecenderungan menilai, dan kecemasan.
Perbedaan dalam latar belakang ras atau
etnik, kelas sosial ekonomi dan pola bahasa menimbulkan masalah dalam hubungan
konseling. Beberapa Hipotesis yang dikemukakan Pedersen dkk (1976) tentang
berbagai aspek konseling budaya antara lain:
a. Makin besar kesamaan harapan tentang tujuan konseling antara budaya pada
diri konselor dan klien maka konseling akan berhasil
b. Makin besar kesamaan pemohonan tentang ketergantungan, komunikasi
terbuka, maka makin efektif konseling tersebut
c. Makin sederhana harapan yang diinginkan oleh klien maka makin berhasil
konseling tersebut
d. Makin bersifat personal, penuh suasana emosional suasana konseling antar
budaya makin memudahkan konselor memahami klien.
e. Keefektifan konseling antara budaya tergantung pada kesensitifan konselor
terhadap proses komunikasi
f. Keefektifan konseling akan meningkat jika ada latihan khusus serta pemahaman
terhadap permasalahan hidup yang sesuai dengan budaya tersebut.
g. Makin klien kurang memahami proses konseling makin perlu konselor / program
konseling antara budaya memberikan pengarahan tentang proses ketrampilan
berkomunikasi, pengambilan keputusan dan transfer.
Bangsa Indonesia sedang menuju pada satu
budaya kesatuan Indonesia, namun akar budaya asli yang sekarang masih hidup dan
besar pengaruhnya terhadap masyarakat budaya asli itu patut dikenali, dihargai,
dan dijadikan pertimbangan utama dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Hal
itu semua menjadi tanggung jawab para konselor dan lembaga pendidikan konselor
di seluruh tanah air.
C. Landasan Psikologis
Bimbingan dan konseling merupakan proses psikologis.
Maknanya situasi bimbingan dan konseling merupakan situasi yang sarat dengan
muatan-muatan psikologis. Psikologis mempersoalkan tentang perilaku individu.
Oleh sebab itu, landasan psikologis dalam bimbingan dan konseling berarti
mempersoalkan tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan. Hal ini
sangat penting mengingat bidang garapan bimbingan dan konseling adalah perilaku
siswa, yaitu perilaku klien (siswa) yang perlu dikembangkan atau diubah apabila
ia hendak mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya atau ingin mencapai tujuan-tujuan yang di
kehendakinya.
Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling,
sejumlah aspek psikologis yang perlu dikuasai oleh para pembimbing (konselor)
meliputi:
1. Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang
berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli
yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas
dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti
rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya.
Selanjutnya motif-motif tersebut diaktifkan dan digerakkan, baik dari dalam
diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi
ekstrinsik), menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang
mengarah pada suatu tujuan.
2. Konflik dan Frustasi
Konflik psikis adalah suatu pertentangan batin, suatu kebimbangan, suatu
keragu-raguan, motif mana yang akan diambilnya. Motif yang dihadapi individu
mungkon saja positif, negatif atau campuran. Dan terdapat juga konflik ganda.
Yaitu konflik psikis yang dialami individu dalam menghadapi dua situasi atau
lebih yang masing-masing mengandung motif positif dan negatif sekaligus dan
sama kuat.
Adapun cara individu mereaksikan frustasi itu adalah dengan marah,
melamun, perasaan tak berdaya, proyeksi dan lain sebagainnya.
3. Pembawaan dan
Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk
dan mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa
sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek
psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat,
kecerdasan, atau ciri-ciri kepribadian tertentu.
Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan
untuk mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana
individu itu berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda.
Ada individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau
bahkan rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius),
normal atau bahkan sangat kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula
dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif
dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang
dimilikinya dapat berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang hidup
dan berada dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana
yang serba terbatas sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak
dapat berkembang dengan baik dan menjadi tersia-siakan.
4. Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya
individu yang merentang sejak masa konsepsi (pranatal) hingga akhir hayatnya. Pendidikan
sebagai salah satu lingkungan yang bertanggungjawab dalam memberikan asuhan
terhadap proses perkembangan individu bimbingan dan konseling sebagai komponen pendidikan
merupakan layanan bantuan kepada individu dalam upaya mengembangkan potensi
atau tugas-tugas perkembangannya secara optimal. Tugas perkembangan individu
bersumber pada factor kematangan fisik, tuntutan masyarakat, tuntutan dari
dorongan dan cita-cita dan tuntutan Norma Agama. Dalam mencapai tugas
perkembangan ini tidak sedikit yang mengalami kegagalan yang menyebabkan adanya
perilaku menyimpang.
Untuk menangani masalah patologis
ini peran konselor sangat dibutuhkan Untuk memahami berbagai aspek perkembangan
individu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling.
5. Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi.
Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat
mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu
berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar
adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah
ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan
pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek
kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan.
Namun pada kenyataannya terdapat factor yang mempengaruhi keberhasilan
siswa yaitu :
a. Faktor internal
(ketidakseimbangan mental atau gangguan fungsi mental, gangguan fisik seperti
kurangnya fungsi organ perasaan, alat bicara, dan lain-lain, gangguan emosi
seperti merasa tidak aman, cemas dan lain-lain).
b. Faktor eksternal
(meliputi factor aspek sosial yang berhubungan dengan manusia secara langsung
atau tidak dan non-sosial yang berkaitan engan suhu, waktu, tempat dan
sebagainya).
Layanan yang seyogyanya diberikan kepada
siswa adalah bimbingan belajar yang bersifat preventif dan kuratif.
·
Adapun layanan yang bersifat preventif adalah sikap dan kebiasaan belajar
yang positif, cara menbaca buku efektif, cara membuat catatan pelajaran,dan
lain-lain.
·
Adapun layanan yang bersifat kuratif adalah layanan yang membantu mereka
dalam menyelasaikan masalah yaitu dengan cara mengidentifikasi kasus,
mengidentifikasi letaknya masalah, mengidentifikasi factor penyebab kesulitan
belajar, prognosis, dan treatment.
6. Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang
kepribadian secara bulat dan komprehensif. Dalam suatu penelitian kepustakaan
yang dilakukan oleh Gordon W. Allport dalam Calvin S. Hall dan Gardner
Lindzey: (2005), menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang
berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan
satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat
dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai
sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri
terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah
“penyesuaian diri”.
Abin
Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang mencakup :
a. Karakter; yaitu
konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsisten tidaknya dalam
memegang pendirian atau pendapat.
b. Temperamen; yaitu
disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap
rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
c. Sikap; sambutan
terhadap objek yang bersifat positif, negatif . sikap tidak dibawa sejak lahir,
tetapi sikap itu dibentuk dan dipelajari melalui pengalaman, komunikasi, dan
peran lembaga- lembaga-lembaga sosial dan lain sebagainya.
d. Stabilitas emosi;
yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan.
Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
e. Responsibilitas
(tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan
yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau
melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
f. Sosiabilitas; yaitu
disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti: sifat
pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang
lain.
Dari uraian di atas secara umum dalam diambil kesimpulan bahwa untuk
kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam upaya memahami dan
mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka konselor harus dapat
memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi
perilaku individu yang dilayaninya (klien). Selain itu, seorang konselor juga
harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan menjadikannya
sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagian hidup kliennya. Begitu
pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan lingkungan yang kondusif bagi
pengembangan segenap potensi bawaan kliennya. Terkait dengan upaya pengembangan
belajar klien, konselor dituntut untuk memahami tentang aspek-aspek dalam
belajar serta berbagai teori belajar yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya
pengembangan kepribadian klien, konselor kiranya perlu memahami tentang
karakteristik dan keunikan kepribadian kliennya. Oleh karena itu, agar konselor
benar-benar dapat menguasai landasan psikologis, setidaknya terdapat empat
bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang psikologi umum,
psikologi perkembangan, psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan
psikologi kepribadian.
D. Landasan Ilmiah dan Teknologi
Pelayanan bimbingan dan konseling
merupakan kegiatan profesional yang dilaksanakan atas dasar keilmuan baik yang
menyangkut teori-teorinya, pelaksanaan kegiatannya, maupun pengembangannya.
Secara keilmuan, bimbingan dan konseling merupakan pengetahuan tentang
bimbingan dan konseling yang tersusun secara logis dan sistematis. Landasan
ilmiah bimbingan dan konseling mengisyaratkan bahwa praktik bimbingan dan
konseling harus dilaksanakan atas dasar keilmuan. Oleh karena itu, siapapun
orangnya yang berkecimpung dalam dunia bimbingan dan konseling harus memiliki
ilmu tentang bimbingan dan konseling.
Kontribusi ilmu-ilmu lain terhadap
bimbingan dan konseling hanya terbatas kepada
pembentukan dan pengembangan teoi-teori bimbingan dan konseling
melainkan juga kepada praktik pelayanannya. Ilmu psikologi memberikan pemahaman
tentang aspek-aspek psikologis klien termasuk kepribadian klien dari mulai
kanak-kanak hingga dewasa. Ilmu sosiologi memberikan pemahaman tentang peran
individu (klien) dalam masyarakat, keluarga, interaksi individu dalam kelompok.
Ilmu sosiologi dan ekonomi memberikan pemahaman tentang kondisi status sosial
ekonomi individu. Ilmu sosiologi dan antropologi memberikan pemahaman tentang
latar belakang antropollogi dan sosial budaya klien juga interaksi timbal balik
antara individu dengan lingkungannya. Ilmu agama dan hukum memberikan pemahaman
tentang nilai dan norma yang harus diikuti oleh individu dalam menjalani
kehidupannya di masyarakat. Ilmu statistik dan evaluasi memberikan pemahaman
dan teknik-teknik pengukuran dan evaluasi karakteristik individu. Semua ilmu
diatas sangat penting bagi teori dan praktik bimbingan dan konseling.
Pembimbing dan konselor idealnya selain menguasai bimbingan dan konseling juga
menguasai ilmu-ilmu yang telah disebutkan diatas.
Selain perlu dukungan sejumlah ilmu,
praktik bimbingan dan konseling juga memerlukan dukungan perangkat teknologi.
Dukungan perangkat teknologi terhadap praktik bimbingan dan konseling antara
lain dalam pembuatan instrumen bimbingan dan konseling dan penggunaan berbagai
alat atau media untuk memperjelas materi bimbingan dan konseling. Dewasa ini
perangkat teknologi yang dimanfaatkan secara langsung dalam praktik pelayanan
bimbingan dan konseling adalah komputer.
1. Keilmuan Bimbingan Dan Konseling.
Ilmu, sering juga disebut “ilmu pengetahuan”, merupakan
sejumlah pengetahuan yang disusun secara logis dan sistematik. Pengetahuan
ialah sesuatu yang dietahui melalui pancaindera dan pengolahan oleh daya pikir.
Dengan demikian, ilmu bimbingan dan konseling yang tersusun secara logis dan
sitematik. Sebagai layaknya ilmu-ilmu yang lain, ilmu bimbingan dan konseling
mempunyai objek kajiannya sendiri, metode penggalian pengetahuan yang menjadi
ruang lingkupnya, dan sistematika pemaparannya.
Objek kajian bimbingan dan konseling ialah upaya
yang diberikan kepada individu yang mengacu pada ke empat fugsi pelayanan yaitu
fungsi pemahaman, pencegahan, pengentasan, dan pemeliharaan/pengembangan. Semua
hal yang berkaitan dengan upaya bantuan itu diungkapkan, dipelajari seluk-beluk
dan sangkut pautnya, ditelaah latar belakang dan kemungkinan masa depan, dan
akhirnya disusun secara logis dan sistematis menjadi paparan ilmu.
2. Peran Ilmu Lain Dan Teknologi Dalam Bimbingan Dan Konseling.
Salah satu ilmu ilmu dan perangkat
teknologi yang berkembang amat cepat yaitu komputer, secara langsung
dimanfaatkan pula dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Sejak tahun 1980-an
peranan komputer itu telah banyak dikembangkan. Bidang yang banyak menggunakan
jasa komputer adalah bmbingan karier dan bimbingan/konselor penidikan. Selain keuntungan
apek teknis yang dapat dipetik dari penggunaan komputer itu, menurut Gaushel
ialah meningatkan motivasi klien untuk mengikuti layanan kegiatan konseling,
serta keuntungan-keuntunganlainnya dalam kegiatan testing dan administrasi
pelayanan bimbingan dan konseling secara menyeluruh.
3. Pengmbangan Bimbingan Dan Konseling Melalui Penelitian.
Penelitian adalah jiwa dari perkembangan ilmu dan
teknologi. Apabila pelayanan dan bimbingan dan konseling diinginkan untuk
berkembang dan maju, maka penelitian bimbingan dan konseling dalam berbagai
bentuk penelitian dan aspek yang diteliti harus terus menerus dilakukan. Tanpa
penelitian pertumbuhan pelayanan bimbingan dan konselng akan mandul dan steril.
Bimbingan dan konseling baik pada tataran teori dan
praktik bersifat dinamis. Artinya, bimbingan dan konseling sebagai ilmu dan
praktik pelayanan, berkembang mengikuti perkembangan zaman. Pengembangan
bimbingan dan konseling baik pada tataran teori dan praktik bisa dilakukan
melalui penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah merupakan jiwa dari perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh sebab itu, supaya bimbingan dan konseling
berkembang dan maju mengikuti perkembangan zaman, harus dilakukan penelitian
terhadap bimbingan dan konseling dalam berbagai bentuk dan aspeknya.
E. Landasan Pedagogis
Seperti telah disebutkan pada bagian
pendahuluan bahwa bimbingan dan konseling identik dengan pendidikan. Artinya,
ketika seseorang melakukan praktik pelayanan bimbingan dan konseling berarti ia
sedang mendidik, sebaliknya apabila seseorang melakukan praktik pendidikan
(mendidik), berarti ia sedang memberikan bimbingan.
Layanan pedagogis pelayanan bimbingan dan
konseling setidaknya berkaitan dengan:
1. Pendidikan sebagai upaya pengembangan manusia dan bimbingan merupakan
salah satu bentuk kegiatan pendidikan.
Pelayanan bimbingan dan konseling lebih difokuskan kepada
manusia, bahkan dikatakan “bimbingan dari manusia, oleh manusia, dan untuk
manusia”. Manusia yang dimaksud disisi adalah manusia yang berkembang, yang
terus-menerus berusaha mewujudkan keempat dimensi kemanusiaannya menjadi
manusia seutuhnya. Wahana paling utama untuk terjadinya proses dan tercapainya
tujuan perkembangan itu tidak lain adalah pendidikan.
Secara luas, pendidikan ialah upaya memanusiakan
manusia. Seorang bayi manusia hanya akan dapat menjadi manusia sesuai dengan
tuntutan budaya hanya melalui pendidikan. Tanpa pendidikan, bayi manusia yang
telah lahir itu tidak akan mampu memperkembangkan dimensi keindividualannya,
kesosialannya, kesusilaanya, dan keberagamannya. Ia akan menjadi ”manusia
alam”, bukan manusia budaya yang hidup bersama dengan manusia-manusia lainnya
dalam tata budaya tertentu. Dalam kaitan itu, pendidikan dapat diartikan
sebagai upaya membudayakan manusia muda. Upaya pembudayaan ini meliputi pada
penyiapan manusia muda menguasai alam lingkungannya, memahami dan melaksanakan
nilai-nilai dan norma yang berlaku, melakukan peranan yang sesuai,
menyelenggarakan kehidupan yang layak, dan meneruskan kehidupan generasi orang
tua mereka. Tugas-tugas masa depan mereka itu, melalui proses pendidikan
manusia muda memperkembangkan diri dan sekaligus mempersiapkan diri mereka dan
prasarana serta sarana-sarana yang tersedia.
Sejalan dengan pandangan tersebut, rakyat dan
pemerintah Indonesia, melalui Undang-Undang No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menetapkan pengertian pendidikan sebagai usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajara, dan atau
latihan bagi perananya dimasa yang akan datang.
Dalam pengertian pendidikan tersebut, secara
eksplisit, disebutkan bimbingan sebagai salah satu bentuk upaya
pendidikan. Oleh karena itu dalam pelayanan bimbingan dan konseling harus
terkandung kompenen-komponen:
a. Merupakan usaha sadar
b. Menyiapkan peserta didik (klien)
c. Untuk perananya di masa yang akan datang (diwujudkan melalui
tujuan-tujuan bimbingan dan konseling).
Tujuan bimbingan dan konseling pada dasarnya adalah
agar klien-klien lebih mantap dalam keberagamannya, berbudi luhur,
berpengetahuan dan berketerampilam yang memadai sesuai dengan kebutuhan
kehidupan dan pengembangan dirinya, sehat jasmani dan rohaninya, mandiri serta
memiliki tanggung jawab sosial kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan-tujuan
tersebut pada prakteknya disinkronisasikan dengan permasalahan yang dihadapi oleh
klien pada saat pelayanaan bimbingan dan konseling menghendaki dan mengacu
kepada kehidupan bangsa Indonesia yang cerdas dan sejahtera, serta terbinanya
manusia Indonesia seutuhnya.
Crow & crow (1960) mengemukakan bahwa bimbingan
menyediakan unsur-unsur di luar individu yang dapat dipergunakannya untuk
memperkembangkan diri. Dalam artinya yang luas, bimbingan dapat dianggap
sebagai suatu bentuk upaya pendidikan. Dalam arti yang sempit, bimbingan
meliputi berbagai teknik, termasuk di dalamnya konseling, yang memungkinkan
individu menolong dirinya sendiri. Untuk dapat berkembang dengan baik dan
mandiri, tentulah individu memerlukan pengetahuan dan keterampilan, jasmani dan
rohani yang sehat, serta kemampuan penerapan nilai dan norma-norma hidup
kemasyarakatan. Integrasi bimbingan dan konseling dalam pendidikan juga tampak
dari dimasukkanya secara terus-menerus program-program bimbingan dan konseling
ke dalam program-program sekolah.
Pelayanan bimbingan dan konseling di luar sekolah
juga tetap mengacu pada upaya pendidikan. Pertama, terkait langsung dengan
pendidikan luar sekolah, dan kedua, meskipun diselenggarakan dalam kawasan
non-pendidikan pelayanan bimbingan dan konseling tetap mengacu pada pendidikan
karena pelayanan itu tetap “merupakan usaha sadar menyiapkan peserta bimbing
(klien) untuk peranannya di masa yang akan datang”.
2. Pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling,
Dalam pengertian pendidikan diatas telah
disebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar menyiapkan peserta didik melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan. Indikator utama yang menandainya
adalah: 1) Peserta didik yang terlibat didalamnya menjalani proses belajar, dan
2) kegiatan bimbingan dan konseling bersifat normatif. Apabila kedua indikator
utama diatas tidak ada, maka upaya yang dilakukan tidak dikatakan sebagai upaya
pendidikan.
Bimbingan dan konseling mengembangan
proses belajar dan dijalani oleh para klien. Prayitno dan Erman Amti mengutip
pendapat Gistod menegaskan bahwa bimbingan dan konseling merupakan proses yang
berorientasi pada belajar, yakni belajar untuk memahami lebih jauh tentang diri
sendiri, belajar untuk mengembangkan dan menerapkan secara efektif berbagai pemahaman. Selanjutnya Belkin,
Nugent yang dikutip oleh Prayitno dan Erman Amti menegaskan bahwa dalam proses
konseling klien mempelajari keterampilan dalam pengambilan keputusan, pemecahan
masalah, tingkah laku, tindakan serta sikap-sikap baru. Melalui belajar itulah
klien memperoleh berbagai hal yang baru bagi dirinya, dan dengan memperoleh
hal-hal yang baru itulah klien berkembang.
3. Pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan bimbingan dan konseling.
Bimbingan dan konseling mempunyai tujuan
khusus (jangka pendek) dan tujuan (jangka panjang). Mengutip pendapat Crow dan
Crow, Prayitno dan Erman Amti menyatakan bahwa tujuan khusus yang segera hendak
dicapai (jangka pendek) dalam pelayanan bimbingan bimbingan dan konseling
adalah membantu individu memecahkan masalah –masalah yang dihadapinya,
sedangkan tujuan akhir (jangka panjang) adalah bimbingan diri sendiri. Siswa
setelah melalui proses bimbingan dalam jangka panjang hendaknya dapat
membimbing dirinya sendiri dalam arti mampu mengembangkan kemampuan sendiri
untuk memecahkan masalah-masalah sendiri tanpa pelayanan bimbingan dan konseling
lagi.
Hasil bimbingan yang mampu membuat siswa
melakukan bimbingan terhadap diri sendiri akan menjadi daya dukung yang lebih
memungkinkan kesuksesan pendidikan yang dijalani individu lebih lanjut.
Hasil-hasil penelitian tentang program bimbingan dan konseling disekolah
amerika serikat yang dilakukan oleh Borders dan Drury yang dikutip oleh
prayitno dan erman amti, menyimpulkan bahwa kegiatan bimbingan dan konseling
disekolah telah memberikan dampak positif yang amat besar terhadap terhadap
perkembangan pendidikan dan pribadi siswa. Konseling individual dan kelompok,
bimbingan dalam kelas, dan kegiatan konsultasi lainnya memberikan kontribusi
langsung kepada keberhasilan sekolah Maupun diluar sekolah.
Tujuan-tujuan bimbingan dan konseling,
selain memperkuat tujuan-tujuan pendidikan juga menunjang proses pendidikan
pada umumnya. Hal ini dapat dimengerti karena berbagai program bimbingan dan
konseling yang meliputi aspek-aspek tugas perkembangan individu, khususnya yang
menyangkut kematangan pendidikan dan karir, emosional, dan kematangan sosial,
semuanya diperuntukkan bagi peserta didik baik pada jenjang pendidikan dasar,
pendidikan menengah pertama dan pendidikan menengah atas.
F. Landasan Religius
Landasan
religious bimbingan dan konseling adalah menetapkan klien sebagai makhluk Tuhan
dengan segenap kemuliyaannya menjadi focus sentral upaya bimbingan dan
konseling. Pendekatan bimbingan dan konseling yang terintegrasi di dalamnya
dimensi agama, ternyata sangat disenangi oleh masyarakat amerika dewasa. Ini di
dasarkan oleh hasil polling Gallup pada tahun 1992 yang menunjukkan:
1. Sebanyak 66% masyarakat menyenangi
konselor yang professional, yang memiliki nilai-nilai keyakinan dan spiritual.
2. Sebanyak 88% masyarakat menyenangi
proses konseling yang memerhatikan nilai-nilai keyakinan.
Terkait
dengan berkembangnya konseling yang berbasis spiritual, M. Surya mengusulkan
agar spiritualitas ini dijadikan sebagai angkatan kelima dalam konseling dan
psikoterapi. Selanjutnya, dijelaskan bahwa ’’spirituality
includes conceps such as transcendence, self actualization, purpose and meaning
wholeness,balance, sacredness, universality, and a sense of high power.”
Terkait
dengan maksut tersebut, konselor dituntut memiliki pemahaman tentang hakikat
manusia menurut agama, peranan agama dalam kehidupan umat manusia, dan
persyaratan konselor.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari pembahasan yang diuraikan didepan
dapat ditarik kesimpulan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling memerlukan
berbagai landasan, diantaranya:
A. Pengertian bimbingan
dan konseling
Bimbingan merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang sistematis dan
berencana yang terarah kepada pencapaian tujuan. Konseling merupakan salah satu
bentuk hubungan yang bersifat membantu agar ia mampu tumbuh kearah yang
dipilihgnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya
B. Landasan-landasan
dalam melaksanakan bimbingan dan konseling ada beberapa macam:
1. Landasan Filosofis:
Landasan filosofis memberikan
pemikiran-pemikiran tentang hakikat dan tujuan hidup manusia dipandang dari
perspektif filsafat untuk menemukan hakikat manusia secara utuh mengingat
bimbingan konseling akan selalu berkaitan dengan manusia sebagai objeknya.
2. Landasan Sosial Budaya:
Landasan social budaya menunjukkan
pentingnya gambaran aspek-aspek social budaya yang mewarnai kehidupan
seseorang. Aspek social budaya inilah yang membentuk individu selain factor
pembawaan, tepatlah jika landasan ini menjadi bahan pertimbangan dalam
memberikan pelayanan bimbingan konseling.
3. Landasan Psikologis:
Landasan psikologis menggambarkan
sisi-sisi psikis individu, sisi psikis tersebut berkenaan dengan motif,
motivasi, pembawaan dan lingkungan, perkembangan individu, belajar, balikan dan
penguatan dari kepribadian. Mengingat klien memiliki psikis yang berbeda maka
konselor harus memahami tentang landasan psikologis.
4. Landasan Ilmiah dan Teknologi:
Landasan ilmiah dan teknologi
membicarakan tentang sifat-sifat keilmuan bimbingan dan konseling. Bimbingan
dan konseling sebagai ilmu yang multireferensial menerima sumbangan dari ilmu-ilmu
lain dan teknologi, penelitian dalam bimbingan dan konseling memberikan masukan
penting bagi pengembangan keilmuan Bimbingan konseling.
5. Landasan Pedagogis:
Landasan pedagogis mengemukakan bahwa
bimbingan merupakan salah satu bagian dari pendidikan yang amat penting dalam
upaya untuk memberikan bantuan (pemecahan-pemecahan masalah) motivasi agar
peserta didik dapat mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
6. Landasan religious
Landasan
religious bimbingan dan konseling adalah menetapkan klien sebagai makhluk Tuhan
dengan segenap kemuliyaannya menjadi focus sentral upaya bimbingan dan
konseling.
DAFTAR PUSTAKA
Hamdani.2012.Bimbingan Dan Penyuluhan.Bandung:
CV Pustaka Setia.
Prayitno, Erman Amti.1999. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Tohirin. 2014. Bimbingan dan Konseling
di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Yusuf, Syamsu dan Juntika Nurihsan. 2012.
Landasan Bimbingan dan Konseling.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Erman Amti Prayitno, dasar-dasar
Bimbingan dan Konseling. (Jakarta:
PT Rineka Cipta, 1999), Hal 137