Kamis, 26 November 2015

Tes acuan patokan



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Seringkali pengembang intruksional termasuk pengajar menyusun tes setelah proses instruksional berakhir. Ia menyusunnya dalam waktu yang singkat berdasarkan isi pelajaran yang telah diajarkan dan masih segar dalam ingatannya. Keadaan yang seperti itu sangat memungkinkan tidak berfungsinya tujuan intruksional yang telah dirumuskannya. Tes yang disusunnya mungkin konsisten dengan isi pelajaran, tetapi tidak konsisten dengan perilaku yang seharusnya diukur.
Tes yang seharusnya disusun adalah tes yang mengatur tingkat pencapaian siswa terhadap perilaku yang terdapat dalam tujuan intruksional. Tes tersebut mungkin tidak dapat mengukur penguasaan siswa terhadap seluruh uraian pengajar dalam proses intruksional, sebab apa yang diberikan pengajar selama proses tersebut belum tentu seluruhnya relevan dengan tujuan intruksional. Isi pelajaran bukanlah kriteria untuk mengukur keberhasilan proses pelaksanaan intruksional.
Sebagaimana ditunjukkan sebelumnya suatu tes hasil belajar dapat dipakai untuk menyatakan:
  1. Deretan kedudukan siswa yang relatif, atau
  2. Memberikan suatu gambaran tentang tugas-tugas yang dapat atau belum dapat dilakukan oleh siswa.
Hasil tes jenis pertama secara relatif menunjukkan deretan kedudukan siswa yang satu dengan siswa yang lainnya. Metode menafsirkan hasil tes seperti ini disebut tafsiran yang mengacu kepada sebuah norma.
Hasil tes jenis kedua dinyatakan dengan jenis-jenis pengetahuan dan ketrampilan yang dapat diperlihatkan oleh setiap siswa. Metode penafsiran seperti ini disebut mengacu kepada sebuah patokan.
Untuk mengetahui pencapaian hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menggunakan tes-tes dengan standar-standar tertentu sesuai dengan perkembangannya. Maka dari itu bagi seorang pendidik harus mengetahui bagaimana cara atau teknik-teknik yang baik untuk mengevaluasi anak didiknya, sejauh mana pencapaian siswa dalam menguasai materi yang telah disampaikan.
1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Apa pengertian tes acuan patokan?
1.2.2        Apa pengertian tes acuan norma?
1.2.3        Apa persamaan dan perbedaan tes acuan norma dan tes acuan patokan?
1.2.4        Bagaimana prosedur penyusunan tes acuan patokan?
1.2.5        Bagaimana penggunaan tes acuan patokan?
1.2.6        Bagaimana contoh menyusun tes acuan patokan?
1.3  Tujuan
1.3.1        Menjelaskan pengertian tes acuan patokan
1.3.2        Menjelaskan pengertian tes acuan norma
1.3.3        Menjelaskan persamaan dan perbedaan tes acuan norma dan tes acuan patokan
1.3.4        Menjelaskan prosedur penyusunan tes acuan patokan
1.3.5        Menjelaskan penggunaan tes acuan patokan
1.3.6        Menjelaskan contoh menyusun tes acuan patokan
 BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tes Acuan Patokan
Penilaian acuan patokan dilakukan untuk menilai pengusaan terhadap materi pembelajaran sesuai dengan perilaku yang diharapkan dalam tujuan intruksional khusus. Oleh sebab itu, dalam penilaian atau tes acuan patokan, peranan tujuan intruksional khusus yang berisi rumusan perilaku yang diinginkan dikuasai peserta didik menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan tes.
Apabila dalam penilaian hasil belajar yang digunakan adalah tes acuan patokan maka akan ada standar mutlak yang artinya peserta didik akan diberikan nilai dengan cara membandingkan antara skor mentah yang dimiliki oleh peserta didik ketika menjawab tes hasil belajar dengan skor maksimum ideal yang mungkin saja didapat oleh peserta didik ketika menjawab semua pertanyaan dengan benar.
Oleh karena itu, tinggi rendahnya nilai yang didapat oleh peserta didik tergantung pada kemampuannya dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dan juga menunjukkan pada ketercapaian peserta didik dalam mencapai tujuan intruksional khusus.
Berikut ini adalah rumus nilai dalam tes acuan patokan :
                                                  Skor mentah
Tingkat Penguasaan =                                                x 100%
                                          Skor maksimum ideal
Kriteria tingkat penguasaan belajar yang diperoleh ditentukan menurut ketentuan sebagai berikut :
90% - 100%   = Baik sekali
80% - 89%     = Baik
70% - 79%     = Sedang
    - 69%     = Kurang
Jika peserta didik mencapai tingkat penguasaan 80% keatas, berarti ia telah memahami materi pelajaran dan mencapai tujuan intruksional khususyang diminta serta dapat melanjutkan belajar selanjutnya.. Tetapi jika peserta didik dibawah 80%, maka ia harus mengulang kembali kegiatan belajar sesuai dengan bagian-bagian yang belum dikuasai. Penentuan batas minimal penguasaan tergantung ada tidaknya prasyarat dalam menguasai pokok bahasan.
Apabila dilihat dari model rumus penguasaan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tes acuan patokan sangat baik atau sangat sesuai diterapkan untuk tes formatif. Dengan menggunakan tes acuan patokan, pendidik dapat mengetahui seberapa besar tingkat penguasaan tujuan intruksional khusus terhadap peserta didik, jika rendah maka diperlukan upaya-upaya lebih lanjut bagi pendidik untuk meningkatkan penguasaan terhadap tujuan intruksional khusus.
Berikut ini adalah ciri-ciri penilaian acuan patokan.
1)      Kelulusan seseorang ditentukan oleh satu patokan atau persyaratan tertentu, bukan ditentukan oleh ranking dalam kelompok tertentu.
2)      Satu bentuk penilaian berbasis kompetensi.
3)      Digunakan dalam belajar tuntas, semua kompetensi standar/tujuan pembelajaran/tujuan intruksional dikuasai.
4)      Peserta didik dinilai dengan kriteria yang telah ditentukan.
5)      Seringkali dihubungkan dengan penguasaan pembelajaran, misalnya lulus-gagal dalam tes mengemudi.
Berikut ini adalah kelebihan penilaian acuan patokan.
a)      Penilaian lebih transparan dengan menggunakan rubrik atau skema penilaian.
b)      Penilaian lebih dapat diandalkan, karena menggunakan standard an kriteria minimal.
c)      Nilai dan peringkat lebih dapat dirundingkan.
d)     Nilai atau skor dapat dipertanggungjawabkan secara objektif, karena berdasarkan prestasi yang disesuaikan dengan kriteria dan standar yang telah ditentukan.
e)      Lebih banyak partisipasi dan motivasi peserta didik serta fokus pada pembelajaran.
f)       Lebih andil dan fair, karena peserta didik diukur berdasarkan standar prestasi, bukan dengan membandingkan peserta didik yang satu dengan yang lainnya.
g)      Prestasi tergantung pada tingkat kebaikan kinerja yang ditunjukkan peserta didik.
h)      Lebih dapat dipertanggungjawabkan kualitas dan prestasi peserta didik.
i)        Mengakui subjektivitas dan penilaian yang professional dalam pemberian nilai.
j)        Cocok digunakan untuk penempatan kegiatan belajar bersyarat atau berseri.
k)      Cocok digunakan untuk mendiagnosis kemampuan seseorang dalam proses pembelajaran.
l)        Cocok digunakan untuk memonitor kemampuan setiap peserta didik atau kelompok dalam proses pembelajaran.
Berikut ini adalah kekurangan penilaian acuan patokan.
a)      Relatif agak rumit, karena perlu waktu untuk menyetujui sebuah kriteriaa dan standar.
b)      Beresiko mengembangkan daftar nama kriteria yang berlainan.
c)      Lebih menekankan hasil daripada proses.
d)     Peringkat dapat dinyatakan dengan tidak sebenarnya secara positif atau negatif.
2.2 Pengertian Tes Acuan Norma
Tes acuan norma dimaksudkan untuk membandingkan hasil belajar peserta didik dengan hasil belajar peserta didik lainnya dalam satu kelompok. Pada tes acuan norma, penilaian yang dilakukan bersifat relatif karena tergantung pada kemampuan akademis dari setiap peserta didik dalam kelompok tersebut. Tes acuan norma dapat menimbulkan ketidakadilan dikarenakan bagi peserta didik yang berada pada kelompok yang pandai maka diharruskan baginya untuk juga memperoleh nilai yang tinggi agar lulus karena akan semakin tinggi pula batas kriteria kelulusan yang ada dalam kelompok tersebut.
Ciri-ciri penilaian acuan norma antara lain:
1)      Tidak untuk menentukan kelulusan seseorang, tetapi untuk menentukan ranking peserta didik dalam kelompok tertentu.
2)      Untuk memetakan perbandingan antarpeserta didik, peserta didik dinilai dan diberi ranking antara satu dengan yang lainnya.
3)      Menggarisbawahi perbedaan prestasi antarpeserta didik.
4)      Hanya mengandalkan nilai tunggal dan peringkat tunggal.
5)      Penilaian didasarkan pada distribusi skor dengan menggunakan satu rumus.


Berikut ini adalah kelebihan penilaian acuan norma.
a)      Kebiasaan penggunaan penilaian berdasarkan referensi norma atau kelompok di pendidikan tinggi.
b)      Asumsi bahwa tingkat kinerja yang sama diharapkan terjadi pada setiap kelompok peserta didik.
c)      Hasil kelompok tengah cocok dengan presentase untuk setiap tahun.
d)     Bermanfaat untuk membandingkan peserta didik lintas mata pelajaran, kuliah, ataupun diklat dan memberikan hadiah atau penghargaan utama untuk sejumlah peserta didik tertentu.
e)      Mendukung ide tradisional kekakuan akademis dan menggunakan standar.
Berikut ini adalah kekurangan penilaian acuan norma.
a)      Sedikit menyebutkan tujuan pembelajaran atas kompetensi peserta didik: apa yang mereka ketahui atau apa yang dapat mereka lakukan.
b)      Sedikit menyebutkan kualitas pembelajaran.
c)      Tidak fair karena peringkat peserta didik tidak hanya tergantung pada tingkat prestasi, tetapi juga atas prestasi peserta didik lain.
d)     Tidak dapat diandalkan: peserta didik yang gagal sekarang mungkin dapat lulus pada tahun berikutnya.
2.3 Persamaan dan Perbedaan Tes Acuan Norma dan Tes Acuan Patokan
Berikut ini Gronlund (1990) mengemukakan persamaan dan perbedaan dari kedua jenis tes sebagai berikut,
1)      Keduanya mempersyaratkan perumusan secara spesifik perilaku yang akan diukur.
2)      Keduanya disusun dari sampel-sampel butir tes yang relevan dan representatif.
3)      Keduanya menggunakan macam tes yang sama seperti tes subjektif, tes karangan, tes penampilan atau keterampilan.
4)      Keduanya menggunakan ketentuan yang sama dalam menulis butir tes, kecuali untuk kesulitan tes. Ini berarti bahwa keduanya sama-sama membutuhkan kalibrasi daya pembeda dan analisis option.
5)      Keduanya dinilai kualitasnya dari segi validitas dan reliabilitasnya.
6)      Keduanya digunakan kedalam pendidikan walaupun untuk maksud yang berbeda.
Sedangkan perbedaannya :
1)      Tes acuan norma biasanya mengukur sejumlah perilaku khusus dengan sedikit butir tes untuk setiap perilaku. Tes acuan patokan biasanya untuk mengukur perilaku khusus dalam jumlah yang terbatas dengan banyak butir tes untuk setiap perilaku.
2)      Tes acuan norma menekankan perbedaan diantara peserta tes dari segi tingkat pencapaian belajar secara relatif. Tes acuan patokan menekankan penjelasan tentang apa perilaku yang dapat dan yang tidak dapat dilakukan oleh setiap peserta tes.
3)      Tes acuan norma lebih mementingkan butir-butir tes yang mempunyai tingkat kesulitan sedang dan biasanya membuang tes yang terlalu mudah dan yang terlalu sulit. Tes acuan patokan mementingkan butir tes yang relevan dengan perilaku yang akan diukur tanpa peduli dengan tingkt kesulitannya.
4)      Tes acuan norma digunakan terutama (tetapi tidak khusus) untuk tes survey. Tes acuan patokan digunakan terutama (tetapi tidak khusus) untuk tes penguasaan.
5)      Penafsiran hasil tes acuan norma membutuhkan pendefinisian kelompok secara jelas. Penafsiran hasil tes acuan patokan membutuhkan pendefinisian perilaku yang diukur secara jelas dan terbatas.

2.4  Prosedur Penyusunan Tes Acuan Patokan
Untuk mengembangkan tes pengukur keberhasilan atau tes yang didesain untuk tes acuan patokan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan .
1.      Item tes diturunkan dari indikator hasil belajar atau tujuan intruksional khusus. Artinya, setiap item dirumuskan untuk melihat keberhasilan peserta didik mencapai tujuan intruksional khusus. Dengan demikian, item tes tidak dikembangkan dari materi pelajaran yang harus dikuasai.
2.      Item tes harus berorientasi pada hasil belajar. Artinya, item-item tes harus mampu mengukur apakah siswa telah berhasil meyelesaikan tugas tertentu.
3.      Item tes perlu menjelaskan dalam kondisi yang bagaimana hasil belajar itu dapat ditunjukkan.
4.      Setiap tujuan intruksional khusus sebaiknya disusun lebih dari satu item tes.
5.      Sebaiknya tes disusun dalam berbagai tipe item, misalnya tes benar-salah, pilihan ganda, memasangkan, dan lain sebagianya.
Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk menyusun tes acuan patokan, sebagai berikut.
1.      Langkah pertama, menentukan maksud tes.
Tes yang akan disusun digunakan untuk dua maksud utama sebagai berikut.
a.       Memberikan umpan balik bagi peserta didik tentang hasil belajarnya dalam setiap tahap proses belajarnya.
b.      Menilai efektivitas sistem intruksional secara keseluruhan.
2.      Langkah kedua, membuat table spesifikasi untuk setiap tes untuk maksud penyusunan tes yang terdiri atas empat kolom yaitu daftar perilaku, bobot perilaku, jenis tes dan jumlah butir tes.
Kerangka Tabel Spesifikasi
Daftar perilaku
Bobot perilaku
Jenis Tes
Jumlah butir tes
1
2
3
4





Tabel spesifikasi ini disebut pula kisi-kisi atau blue print untuk penyusunan tes.
3.      Langkah ketiga, yaitu menulis butir tes. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menulis setiap butir tes adalah:
a.       Macam dan jumlah butir tes sesuai dengan tabel spesifikasi.
b.      Menggunakan komponen kondisi dalam TIK sebagai dasar dalam menyusun pertanyaan.
c.       Setiap menyelesaikan penulisan satu butir tes atau satu kelompok butir tes yang mengacu pada satu TIK, pendidik atau pengembang intruksional harus menanyakan kepada dirinya sendiri dengan pertanyaan sebagai berikut: “Seandainya peserta didik dapat menjawab pertanyaan atau melakukan prilaku yang dikehendakioleh butir tes tersebut dengan benar, apakah peserta didik berarti telah mampu melakukan atau menguasai perilaku seperti yang tercantum dalam TIK?” Bila jawabnya ragu-ragu atau belum tentu, butir tes atau kelompok butir tes itu harus direvisi. Proses seperti ini sangat penting dilakukan dengan seksama karena merupakan kunci validitas isi suatu tes.
Setelah menulis seluruh butir tes, pendesain intruksional harus memeriksa kembali apakah bobot tes atau kelompok butir tes itu telah sesuai dengan bobot presentase yang ditentukan dalam tabel spesifikasi.
4.      Langkah keempat, butir tes yang telah selesai ditulis dikelompokkan atas dasar jenis kemudian diberi nomor 1 sampai seterusnya.
5.      Langkah kelima, menulis petunjuk.
2.5  Penggunaan Tes Acuan Patokan
Tes acuan patokan bisa digunakan apabila pendidik menggunakan tes sebagai berikut ini.
1)      Tes prasyarat
Tes prasyarat digunakan manakala pendidik ingin mengukur apakah peserta didik telah memiliki kemampuan tertentu sebagai syarat untuk memiliki kemampuan lain.
2)      Tes awal (pretest)
Tes awal adalah tes yang digunakan untuk mengukur seberapa jauh peserta didik telah memiliki kemampuan mengenai hal-hal yang akan dipelajari.
3)      Tes akhir (posttest)
Tes akhir adalah tes yang digunakan untuk mengukur apakah peserta didik telah menguasai kompetensi tertentu seperti yang dirumuskan dalam tujuan instruksional khusus.
4)      Tes pengukur kemajuan (progress test)
Tes ini diberikan secara incidental selama peserta didik sedang dalam proses mempelajari satu unit pelajaran.
Tes yang akan dikembangkan dalam hal ini adalah tes acuan patokan karena dimaksudkan untuk mengukur tingkat penguasaan setiap peserta didik terhadap perilaku yang tercantum dalam tujuan intruksional khusus.
2.6  Contoh Cara Menyusun Tes Acuan Patokan
Hal pertama yang perlu dilakukan dalam menyusun tes acuan patokan adalah menentukan maksud tes. Dalam hal ini, dimisalkan pemberian tes acuan patokan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di setiap tujuan pembelajaran. Oleh karena itu butir-butir soal yang terdapat dalam tes acuan patokan akan mengacu pada tujuan pembelajaran yang ada di dalam Rencana Pelaksaan Pembelajaran (RPP).
Langkah kedua adalah membuat tabel spesifikasi untuk setiap butir tes. Sebelum itu, akan diberikan tentang RPP mata pelajaran Bahasa Arab untuk kelas VI MI yang memuat tujuan pembelajaran dibidang kognitif. Untuk tujuan pembelajaran dibidang proses dan produk akan mengikuti seperti contoh di bawah ini.
Tujuan Pembelajaran: Kognitif
Proses:
1.      Setelah dibacakan penggalan cerita, siswa dapat mengidentifikasi nama-nama tokoh cerita yang didengarkan dengan benar.
2.      Setelah dibacakan penggalan cerita, siswa dapat mengidentifikasi watak masing-masing tokoh cerita yang didengarkan dengan benar.
3.      Setelah dibacakan penggalan cerita, siswa dapat mengidentifikasi nama-nama tempat terjadinya peristiwa dalam cerita yang didengarkan dengan benar.
Berdasarkan tujuan pembelajaran diatas maka selanjutnya dibuat tabel spesifikasi. Beberapa kata kerja yang tercantum dalam tujuan pembelajaran tersebut semuanya mengacu pada kata mengidentifikasi. Kata kerja mengidentifikasi sesuai untuk jenis tes mengisi/melengkapi, tes pilihan ganda dan tes menjodohkan. Jumla butir tes yang akan dibuat memperhatikan jumlah waktu yang tersedia bagi peserta didik untuk mengerjakan tes tersebutdan juga dipengaruhi oleh jenis tes. Hal yang perlu diingat adalah jumlah tes karangan lebih sedikit daripada jumlah tes objektif. Untuk tes objektif jumlah butir tes harus konsisten atau proporsional terhadap bobot setiap perilaku yang akan diukur. Dikarenakan tujuan pembelajaran yang menjadi contoh penyusunan tes acuan patokan hanya tiga rumusan, maka bobot perilaku menjadi lebih tinggi lalu jumlah butir tes pun tidak banyak.
Berikut ini tabel spesifikasi butir tes yang merupakan kisi-kisi untuk penyusunan tes.
Daftar perilaku
Bobot perilaku
Jenis tes
Jumlah butir tes
1
2
3
4
Mengidentifikasi
30
Tes pilihan ganda
30
Mengidentifikasi
40
Tes pilihan ganda
40
Mengidentifikasi
30
Tes pilihan ganda
30

100

100

Bobot perilaku berbeda meskipun ketiganya memiliki rumusan kata kerja yang sama yaitu mengidentifikasi. Perbedaanya terletak dari tingkat kedalaman maupun kompleksitas dari kompetensi yang diharapkan dari siswa. Tes yang dipilih adalah tes pilihan ganda dengan jumlah butir tes yang konsisten dan proporsional.
Langkah berikutnya, dapat menulis butir tes dengan jenis tes pilihan ganda sebanyak 30, 40 dan 30 butir. Jika dijumlahkan keseluruhannya ada 100 butir.
Selanjutnya adalah merakit tes. Perakitan tes maksudnya adalah mengklasifikasikan jenis tes, mana yang termasuk pilihan ganda, karangan, melengkapi, menjodohkan dan lai-lain, diurutkan sesuai jenisnya dan diberi nomor. Dikarenakan tabel spesifikasi diatas hanya memuat tes pilihan ganda maka tidak perlu lagi dilakukan rakit tes.
Langkah berikutnya adalah peserta didik diberikan petunjuk di dalam mengisi tes dan diberikan pula tentang waktu yang diperlukan untuk menjawab semua soal. Langkah terakhir, menulis kunci jawaban. Di dalam bahan ajar perlu diberikan kunci jawaban atas tes acuan patokan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran diambil dalam penyusunan tes acuan patokan ini dikarenakan merupakan unsur yang palin lengkap karena mengandung unsur ABCD sehingga mudah diketahui bentuk penilaian dan pemberian nilainya.
 BAB III
KESIMPULAN
3.1  Penilaian acuan patokan dilakukan untuk menilai pengusaan terhadap materi pembelajaran sesuai dengan perilaku yang diharapkan dalam tujuan intruksional khusus. Oleh sebab itu, dalam penilaian atau tes acuan patokan, peranan tujuan intruksional khusus yang berisi rumusan perilaku yang diinginkan dikuasai peserta didik menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan tes.
3.2  Tes acuan norma dimaksudkan untuk membandingkan hasil belajar peserta didik dengan hasil belajar peserta didik lainnya dalam satu kelompok. Pada tes acuan norma, penilaian yang dilakukan bersifat relatif karena tergantung pada kemampuan akademis dari setiap peserta didik dalam kelompok tersebut.
3.3  Persamaan dan perbedaan dari tes acuan patokan dan tes acuan norma sebagai berikut,
a.       Keduanya mempersyaratkan perumusan secara spesifik perilaku yang akan diukur.
b.      Keduanya disusun dari sampel-sampel butir tes yang relevan dan representatif.
c.       Keduanya menggunakan macam tes yang sama.
d.      Keduanya menggunakan ketentuan yang sama dalam menulis butir tes, kecuali untuk kesulitan tes.
e.       Keduanya dinilai kualitasnya dari segi validitas dan reliabilitasnya.
f.       Keduanya digunakan kedalam pendidikan walaupun untuk maksud yang berbeda.
Sedangkan perbedaannya :
a.       Tes acuan norma biasanya mengukur sejumlah perilaku khusus dengan sedikit butir tes untuk setiap perilaku. Tes acuan patokan biasanya untuk mengukur perilaku khusus dalam jumlah yang terbatas dengan banyak butir tes untuk setiap perilaku.
b.      Tes acuan norma menekankan perbedaan diantara peserta tes dari segi tingkat pencapaian belajar secara relatif. Tes acuan patokan menekankan penjelasan tentang apa perilaku yang dapat dan yang tidak dapat dilakukan oleh setiap peserta tes.
c.       Tes acuan norma lebih mementingkan butir-butir tes yang mempunyai tingkat kesulitan sedang dan biasanya membuang tes yang terlalu mudah dan yang terlalu sulit. Tes acuan patokan mementingkan butir tes yang relevan dengan perilaku yang akan diukur tanpa peduli dengan tingkt kesulitannya.
d.      Tes acuan norma digunakan terutama (tetapi tidak khusus) untuk tes survey. Tes acuan patokan digunakan terutama (tetapi tidak khusus) untuk tes penguasaan.
e.       Penafsiran hasil tes acuan norma membutuhkan pendefinisian kelompok secara jelas. Penafsiran hasil tes acuan patokan membutuhkan pendefinisian perilaku yang diukur secara jelas dan terbatas.
3.4  Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk menyusun tes acuan patokan yaitu:
1.      Langkah pertama, menentukan maksud tes.
2.      Langkah kedua, membuat table spesifikasi untuk setiap tes.
3.      Langkah ketiga, yaitu menulis butir tes.
4.      Langkah keempat, butir tes yang telah selesai ditulis dikelompokkan atas dasar jenis kemudian diberi nomor 1 sampai seterusnya.
5.      Langkah kelima, menulis petunjuk.
3.5  Tes acuan patokan bisa digunakan apabila pendidik menggunakan tes awal, tes prasyarat (pretest), tes akhir (posttest), dan tes pengukur kemajuan (progress test).
3.6  Hal yang perlu dilakukan dalam menyusun tes acuan patokan:
1)      Menentukan maksud tes
2)      Membuat tabel spesifikasi untuk setiap butir tes
3)      Menulis butir tes
4)      Merakit tes
5)      Memberi petunjuk kepada peserta didik di dalam mengisi tes dan waktu yang diperlukan untuk menjawab semua soal
6)      Menulis kunci jawaban
 DAFTAR PUSTAKA

Lestari, Ika. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Kompetensi (sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Padang: Akademia