Senin, 12 Oktober 2015

Model Pengembangan Kurikulum



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
                  Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi  bahan pelajaran serat cara yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan aktivitas belajar mengajar. Kurikulum merupakan salah satu komponen yang menentukan dalam suatu sistem pendidikan karena merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Apabila masyarakat dinamis, kebutuhan anak didik  pun akan dinamis, maka perkembangan kurikulum dinamis, sehingga peserta didik tidak terasing dalam masyarakat.
                  Seiring dengan berkembangnnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang melaju cepat, dan dinamis, menuntut kemajuan masyarakat sebagai pelaku  pendidikan juga berkembang, untuk itu pemerintah melalui guru berusaha mewujudkan sumber daya manusia yang kompeten sebagai produk hasil dari  proses pendidikan. Maka dari itu perlu adanya pengembangan kurikulum sebagai modal dasar agar pembelajaran dapat berjalan lancar dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
                  Dalam pengembangan kurikulum, banyak model-model yang digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan.
                  Dari beberapa penjelasan diatas, pengembangan kurikulum sangat penting sekali bagi dunia pendidikan, agar tujuan daripada pendidikan dapat terwujud dengan baik. Ada beberapa model yang diungkapkan oleh para ahli dalam  pengembangan kurikulum, yang dalam hal itu, akan dibahas dalam makalah penulis yang berjudul “model pengembangan kurikulum”. 
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apakah definisi Model Pengembangan Kurikulum?
2.      Apa sajakah Model Pengembangan Kurikulum?
1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui definisi Model Pengembangan Kurikulum
2.      Untuk mengetahui apa saja Model Pengembangan Kurikulum
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Model Pengembangan Kurikulum
            Kurikulum secara umum dapat didefinisikan sebagai rencana (plan) yang dikembangkan untuk dapat tercapainya proses belajar mengajar dengan arahan atau bimbingan sekolah serta anggota stafnya. (H.M. Ahmad, Dkk, 1997: 59).
            Pengembangan kurikulum adalah proses yang mengaitkan satu komponen kurikulum lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik. (H.M. Ahmad, Dkk, 1997: 62) .
            Menurut Good (1972) dan Travers (1973), model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks atau sistem, dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang lainnya. Model bukanlah realitas, akan tetapi merupakan representasi realitas yang dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian, model pada dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu sarana untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat perspektif untuk mengambil keputusan, atau sebagai petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan.
            Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar (Zainal Abidin (2012: 137). Dalam pengembangan kurikulum, model dapat merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula merupakan ulasan tentang salah satu bagian kurikulum. Sedangkan menurut (Kamus Besar Bahasa Indonesia) model adalah pola, contoh, acuan, ragam dari sesuatu yang akan dihasilkan. Dikaitkan dengan model pengembangan kurikulum berarti merupakan suatu pola, contoh dari suatu bentuk kurikulum yang akan menjadi acuan pelaksanaan pendidikan/pembelajaran.
            Model pengembangan kurikulum adalah model yang digunakan untuk mengembangkan suatu kurikulum, dimana pengembangan kurikulum dibutuhkan untuk memperbaiki atau menyempurnakan kurikulum yang dibuat untuk dikembangkan sendiri baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah atau sekolah.
            Nadler (1988) menjelaskan bahwa model yang baik adalah model yang dapat menolong si pengguna untuk mengerti dan memahami suatu proses secara mendasar dan menyeluruh. Selanjutnya ia menjelaskan manfaat model adalah model dapat menjelaskan beberapa aspek perilaku dan interaksi manusia, model dapat mengintegrasikan seluruh pengetahuan hasil observasi dan penelitian, model dapat menyederhanakan suatu proses yang bersifat kompleks, dan model dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan.
            Jadi model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur dalam rangka mendesain (designing), menerapkan (impelementation), dan mengevaluasi (evaliatoon) suatu kurikulum. Oleh karena itu, model pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan suatu proses sistem perencanaan pembelajaran yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan dalam pendidikan.
2.2  Model Pengembangan Kurikulum
1.      Model Administratif (line staff)  
            Pengembangan kurikulum model administratif merupakan model yang paling dikenal, karena dikembangkan dari atas ke bawah (sentralisasi). Pengembangan kurikulum model administratif, inisiatifnya menggunakan prosedur administratif, sehingga dinas pendidikan memiliki beberapa komisi, dari komisi tingkat atas (BSNP atau Puskur) yang menentukan kebijakan kurikulum sampai komisi tingkat bawah (sekolah/MGMP) yang melaksanakan kurikulum tersebut dan kegiatan pembelajaran. Komisi paling atas adalah komisi pengarah, yang terdiri dari petugas administratif tingkat tinggi (direktorat) dan para ahli pendidikan. Komisi ini bertugas merencanakan perencanaan umum berdasarkan suatu filsafat tertentu. Komisi berikutnya adalah komisi penasehat (advisory committees), yang bertugas membantu komisi pengarah dengan personalia dalam merumuskan perencanaan, prinsip dan tujuan. Komisi ketiga adalah komisi kerja (BSNP dan Puskur), yang bertanggungjawab untuk mengkonstruksi kurikulum. Komisi ini antara lainbertugas untuk merumuskan standart isi, standart kompetensi, standart proses dan standart penilaian. Komisi terakhira adalah komisi administrasi, yang bekerja selama kurikulum diperbaiki, uji coba, sampai mengahsilakn kurikulum yang benar benar siap untuk diseminasikan. Model pengembangan kurikulum ini sering mendapat kritikan, karena dipandang tidak demokratis dan kurang memperhatikan inisiatif para guru. Di Indonesia model ini digunakan dalam penerapan kurikulum 1968 dan kurikulum 1975.

2.      Model Akar Rumput ( grass-roots)
            Penerapan kurikulum model akar rumput bertolak belakang dengan model administratif dalam beberapa poin yang sangat berarti, misalnya dalam hal inisiatif guru, dan pembuatan keputusan dalam pengembangan program pembelajaran. Model akar rumput yang berorientasi demokratis mengakui dua hal sebagai berikut: 1). Kurikulum hanya dapat diimplementasikan dengan sukses bila guru dilaibatkan dalam proses penyusunandan pengembangannya, 2). Tidak hanya orang-orang professional tetapi peserta didik, guru, dan angota masyarakat lainnya yang harus dilibatkan dalam proses perencanaan kurikulum.untuk kepentingan tersebut para kepala sekolah, guru, ahli kurikulum, dan ahli bidang studi harus berperan dalam rekayasa kurikulum.
            Pentingnya guru sebagai kunci keberhasilan penerapan kurikulum digambarkan dalam 4 prinsip yang mendasari grass-roots model :
1.      Kurikulum akan meningkat bila kompetensi professional guru meningkat.
2.      Kompetensi guru akan meningkat bila mereka terlibat secara pribadi dalam masalah-masalah perubahan dan perbaikan kurikulum.
3.      Keterlibatan guru dalam berbagai kegiatan perbaikan kurikulum sampai dengan penilaian hasilnya, akan sangat meningkatkan keyakinannya.
4.      Dalam kelompok tatap muka, guru akan dapat memahami satu sama lain secara lebih baik, dan memperkaya consensus pada prinsip-prinsip dasar,  tujuan, dan rencana pembelajaran.
Prinsip-prinsip tersebut sangat mendorong guru untuk bekerja sama dalam menerapkan kurikulum baru.
Kelemahan model grass-roots antara lain disebabkan oleh tuntutan keterlibatan berbagai pihak dalam pengembangan kurikulum, padahal tidak semua orang mengerti dan tertarik untuk melibatkan dirinya.[1]

3.      Model Demonstrasi
Model demonstrasi pada dasarnya bersifat graas roots datangnya dari bawah. Model ini diprakasai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru berkerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini hanya berskala kecil model ini hanya mencakup satu atau beberapa sekolah, suatu komponen atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum. Karena sifatnya ingin mengubah atau mengganti kurikulum yang ada, mendapat tentangan dari banyak pihak.
Menurut Smith, Stanley dan Shores, model demonstrasi dilaksanakan dalam dua bentuk, yakni :
a.       Bentuk pertama, guru-guru yang diorganisasi dalam kelompok melaksanakan suatu proyek pengembangan eksperimental kurikulum. Unit ini melakukan pengembangan dan riset intemal sekolah, yang bermaksud menghasilkan segmen baru dari kurikulum, lalu dipertunjukan kepada sekolah dengan harapan dapat diserap oleh sekolah secara keseluruhan. Jadi model ini dimulai dan diorganisasi oleh hirarki administratif serta menyajikan suatu variasi model administratif perekayasaan kurikulum.
b.      Bentuk kedua, model demonstrasi disusun kurang formal dibandingkan dengan model pertama. Beberapa orang guru yang tidak puas terhadap kurikulum yang ada kemudian melakukan eksperimen dalam area tertentu dalam kurikulum dengan maksud menemukan altematif pelaksanaan kurikulum. Berdasarkan eksperimen ini diciptakan unit-unit kurikulum yang dinilai berhasil oleh suatu regu penelitian dan pengembangan informal dan kemudian diajukan untuk diserap oleh sekolah. Jadi bentuk model demonstrasi ini mewakili pendekatan the Grass Roots untuk merekayasa kurikulum.
Kesimpulan model ini antara lain:
a.       Kurikulum yang dihasilkan melalui proses ini telah diuji dalam situasi-situasi eksperimental, dan oleh karenanya menyediakan alternatif kurikulum yang dapat dilaksanakan dalam praktek dan sistem sekolah
b.      Perubahan dalam bentuk yang spesifik yakni segmen-segmen kurikulum yang dapat dilaksanakan memudahkan untuk menghadapi hambatan yang sering terjadi bila hendak melakukan revisi secara menyeluruh (sistem yang luas)
c.       Hakekat model demonstrasi berskala kecil memudahkan pendekataan Front terhadap inovasi kurikulum untuk menghindarkan kesenjangan antara dokumen dan pelaksanaannya yang ada pada model administratif
d.      Model demonstrasi khususnya dalam bentuk Grass Roots menggerakkau inisiatif dan sumber guru-guru dan memberdayakan sumber-sumber administratif untuk memenuhi kebutuhan dan minat guru-guru dalam upaya mengembangkan program-program baru.

      4. Model Sistemik dari Beauchamp
Kurikulum model sistemik Beauchamp mengidentifikasi serangkaian pembuatan keputusan penting dalam dunia pendidikan yang saat ini masih terpakai dalam pengimplementasian rangkaian materi ajar. Menurut Beauchamp , teori kurikulum secara konseptual berhubungan erat dengan pengembangan teori dan ilmu-ilmu lain. Hal-hal yang penting dalam pengembangan teori kurikulum adalah penggunaan istilah-istilah teknis yang tepat dan konsisten, analisis dan klasifikasi pengetahuan, penggunaan penelitian-penelitian prediktif untuk menambah konsep, generalisasi atau kaidah-kaidah, sebagai prinsip-prinsip yang menjadi pegangan dalam menjelaskan fenomena kurikulum.
Dari semua uraian tentang hal-hal yang berkaitan dengan teori kurikulum, Beauchamp mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan teori kurikulum, yaitu:
1.      Adanya arena rekayasa kurikulum. Untuk mengimplemntasikan kurikulum pendidikan harus ada wadah yang tepat berupa wadah / lembaga  pendidikan guna bagaimana menerapkan, mengevaluasi dan merevisi pengembangan rekayasa kurikulum tersebut. Dengan adanya arena rekayasa kurikulum maka diharapkan mampu menunjukkan perbandingan ketepatan-mana yang bisa terpakai dan mana yang memerlukan perbaikan yang berlanjut.
2.      Memilih dan melibatkan:
a.       spesialis, tenaga spesialis merupakan tenaga ahli dalam bidang rancang bangun kurikulum pendidikan. Tenaga spesialis ini mampu menciptakan bentuk yang tepat dengan membaca perkembangan zaman sehingga pendidikan secara terus menerus berkembang,
b.      guru kelas, tenaga pendidik sebagai ujung tombak pendidikan karena guru yang mengajar di kelas paling banyak mengetahui perkembangan materi ajar, dengan demikian guru 99% keterlibatannya dalam me-update kurikulum pendidikan setiap saat,
c.       para profesional dalam sistem sekolah, tenaga profesional bisa menjadi sumber inspirasi bagi perkembangan pendidikan karena dengan hadirnya tenaga profesional berarti melakoni satu bidang ilmu dengan sebaik dan seoptimal mungkin dengan tujuan menerampilkan peserta didik itu sendiri.
d.      para profesional ditambah beberapa anggota masyarakat dari berbagai lapisan yang diambil secara refresentatif. Tenaga profesional dan masyarakat sebagai pemilik product pendidikan maka sangat diperlukan saran kritikan yang hadir dari mereka.
3.      Organisasi dan prosedur perencanaan kurikulum, yakni langkah-langkah yang harus diikuti dalam merumuskan tujuan, menganalisis kompetensi, memilih materi dan kegiatan belajar. Tujuan merupakan hakikat dari sebuah  rancangan, peserta didik mampu melakukan, terampil mengerjakan sesuatu yang ada dari materi ajar, peserta didik mampu mengembangkan bermacam-macam tiori sesuai dengan perkembangan. Lalu, menganalisis perkembangan kurikulum terkait dengan materi ajar-apakah relevan dengan kekinian atau tidak. Selanjutnya, memilih materi pelajaran perlu dilakukan karena menyesuaikan dengan konteks yang ada, dan melakukan kegiatan belajar dengan berbagai usaha dengan tujuan agar peserta didik dengan mudah memahami, menguasai, memperaktikkannya, menyenangkan dan terus menerus senang belajar.
4.      Implementasi kurikulum. Penerapan kurikulum merupakan reaksi masukan dari berbagai elemen dan sesuai dengan perkembangan pendidikan sehingga akan menghasilkan pengetahuan objektif dan mampu/trampil meningkatkan tarap hidup masyarakat.
5.      Evaluasi kurikulum. Dalam hal ini minimal memiliki empat dimensi:
a.       evaluasi terhadap kurikulum yang digunakan guru.
b.      evaluasi desain kurikulum.
c.       evaluasi lulusan.
d.      evaluasi sistem kurikulum.
Gambaran di atas, menunjukkan bahwa evaluasi terhadap pengembangan kurikulum model Beaucham ini digunakan untuk memberikan kesinambungan serta pertumbuhan dari tahun ketahun atau perseuaian dengan konteks. Secara umum, model ini sudah dianggap lengkap (ada rancangan, tujuan, analisis, dan evaluasi), namun masih terdapat berbagai pertanyaan yang tak terjawab dalam proses rekayasa kurikulum. Dalam beberapa hal, model ini hampir sama dengan model administratif, terutama dalam orientasinya dari atas kebawah (bersifat sentralistik)

5.      Model Taba
Menurut cara yang bersifat tradisional, pengembangan kurikulum dilakukan secara deduktif, dengan urutan :
1)      Penentuan prinsip-prinsip dan kebijaksanaan dasar,
2)      Merumuskan desain kurikulum yang bersifat menyeluruh didasarkan atas komitmen-komitmen tertentu,
3)      Menyusun unit-unit kurikulum sejalan dengan desain yang menyeluruh,
4)      Melaksanakan kurikulum di dalam kelas.
Taba berpendapat model deduktif ini kurang cocok sebab tidak merangsang timbulnya  inovasi – inovasi. Menurutnya pengembangan kurikulum yang lebih mendorong inovasi dan kreativitas guru – guru adalah yang bersifat induktif, yang merupakan inversi atau arah terbalik dari model tradisional.
Ada lima langkah pengembangan kurikulum model taba ini. yaitu :
1.      Mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru.  Di dalam unit eksperimen ini diadakan studi yang seksama tentang hubungan antara teori dan praktik. Ada delapan langkah dalam kegiatan unit eksperimen ini :
a.        Mendiagnosis kebutuhan
b.       Merumuskan tujuan-tujuan khusus
c.        Memilih isi
d.       Mengorganisasikan isi
e.        Memilih pengalaman belajar
f.        Mengorganisasi pengalaman belajar
g.       Mengevaluasi
h.       Melihat sekuens dan keseimbangan
2.      Menguji unit eksperimen. Meskipun unit eksperimen ini telah diuji dalam pelaksanaan di kelas eksperimen, tetapi masi harus diuji di kelas-kelas atau tempat lain untuk menetapkan validitas dan kepraktisannya, serta menghimpun data bagi penyempurnaan.
3.      Mengadakan revisi dan konsolidasi. Dari langkah pengujian diperoleh beberapa data, data tersebut digunakan untuk mengadakan perbaikan dan  penyempurnaan. Selain perbaikan dan penyempurnaan diadakan juga kegiatan konsolidasi, yaitu penarikan kesimpulan tentang hal-hal lebih yang bersifat umum yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas. Hal ini dilakukan sebab meskipun suatu unit eksperimen telah cukup valid dan praktis pada suatu sekolah belum tentu demikian juga pada sekolah yang lainnya. Untuk menguji keberlakuannya pada daerah yang lebih luas perlu adanya kegiatan konsolidasi.
4.      Pengembangkan keseluruhan kerangka kurikulum. Apabila dalam kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sifatnya yang lebih menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu masih harus dikaji oleh para ahli kurikulum dan para profesional kurukulum lainnya. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui apakah konsep-konsep dasar atau landasan-landasan teori yang dipakai sudah masuk dan sesuai.
5.      Implementasi dan diseminasi, yaitu menerapkan kurikulum baru ini pada daerah atau sekolah-sekolah yang lebih luas. Di dalam langkah ini masalah dan kesulitan-kesulitan pelaksanaan tetapi dihadapi, baik  berkenaan dengan kesiapan guru-guru, fasilitas, alat dan bahan juga biaya. [2]

6.      Roger’s interpersonal relations model.
      Model ini berasal dari seorang psikolog Carl Rogers. Rogers berasumsi bahwa kurikulum diperlukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes, dan adaptif terhadap situasi perubahan, Kurikulum yang demikian hanya dapat disusun dan diterapkan oleh pendidik yang terbuka, luwes, dan beriorentasi pada proses. Untuk itu diperlukan pengalaman kelompok untuk melatih hal-hal yang bersifat sensitif.
Menurut Rogers manusia berada dalam proses perubahan (becoming, developing, changing) yang mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri. Guru bukan pemberi informasi apalagi penentu perkembangan anak, mereka hanyalah pendorong dan pemelancar perkembangan anak.
Ada empat langkah pengembangan kurikulum model Rogers yaitu sebagai berikut:
1.      Pemilihan target dari sistem pendidikan. Dalam penentuan target ini satu-satunya kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesedian dari pejabat pendidikan untuk turut serta dalam kegiatan kelompok yang intensif. Selama satu minggu para administrator melakukan kegiatan kelompok dalam suasana yang relaks, tidak formal. Melalui kegiatan ini mereka akan mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut. 
·         He is less protective of his own beliefs and can listen more accurately.
·         He finds it easier and less threatening to accept innovative ideas.
·         He has less need to protect bureaucratic rules.
·         He communicates more clearly and realistically to superiors, peers, and sub-ordinates because hi is more open and less self-protective.
·         He is more person oriented and democratic.
·         He openly confronts personal emotional frictions between himself and colleagues.
·         He is more able to accept both positive and negative feedback and use it constructively.
2.       Partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif. Sama seperti para administrator, guru juga turut serta dalam kegiatan kelompok. Keikutsertaan guru dalam kelompok sebaiknya bersifat sukarela. Efek yang akan diterima guru-guru sejalan dengan para adminnistrator, dengan beberapa tambahan berikut. 
·         He is more able to listen to students.
·         He accepts innovative, torublesome ideas from students, rather than insisting on conformity.
·         He pays as much attention to his relationships with student as he does to course content.
·         He works out problems with students rather than responding in a disciplinary and punitive manner. 
·         He develops an equalitarian and democratic classroom climate
3.      Pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk kelas atau unit pelajaran. Selama lima hari penuh siswa ikut serta dalam kegiatan kelompok, dengan fasilitator para guru atau administrator atau fasilitator dari luar. Dari kegiatan ini para siswa akan mendapatkan:
·         He feels freer to express both positive and negative feeling in class.
·         He works through these feeling toward a realistic solution.
·         A has more energy for learning because he has less fear of constant evaluation and punishment.
·         He discovers that he is responsible for his own learning.
·         He a we and fear of authority diminish as he finds teachers and admnistrators to be fallible human being.
·         He finds that the learning process enables him to deal with his life.
4.      Partisipasi kegiatan orang tua dalam kelompok. Kegiatan ini dikoordinasi oleh BP3 masing-masing sekolah. Lama kegiatan kelompok dapat tiga jam tiap sore hari selam seminggu atau 24 jam secara terus menerus. Kegiatan ini bertujuan memperkaya orang-orang dalam hubungannya dengan sesama orang tua, dengan anak, dan dengan guru. 
Model pengembangan kurikulum model Rogers ini berbeda dengan yang lain, sepertinya tidak ada rencana pembelajaran yang bersifat tertulis, yang ada hanyalah rangkaian kegiatan kelompok. Itulah ciri khas Roger, ia tidak mementingkan formalitas, rancangan tertulis, data, dan sebagainya. Bagi Rogers yang penting adalah aktivitas dan interaksi. Berkat berbagai bentuk aktivitas dalam interaksi ini individu akan berubah, metode pendidikan yang diutamakan Rogers adalah sensitivity training, encounter group dan Training Group ( T Group).[3]
7.      The systematic action-research model
      Model kurikululum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Hal ini mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa, guru, strukrtur sistem sekolah, pola hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan masyarakat. Sesuai dengan asumsi tersebut, model ini menekankan pada tiga hal : hubungan insani, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan professional. Penyusunan kurikulum harus memasukkan pandangan masyarkat dan salah satu hal yang dapat dicapai adalah dengan prosedur action research.[4]
Langkah pertama, mengadakan kajian secara seksama tentang masalah-masalah kurikulum, berupa pengumpulan data yang bersifat menyeluruh, dan mengidentifikasikan faktor-faktor, kekuatan dan kondisi yang mempengaruhi masalah tersebut. Dari hasil kajian tersebut dapat disusun rencana yang menyluruh tentang cara-cara mengatasi masalah tersebut, serta tindakan pertama yang harus diambil.
Kedua, implementasi dari keputusan yang diambil dalam tindakan pertama. Tindakan ini segera diikuti oleh kegiatan pengumpulan data dan fakta-fakta. Kegiatan pengumpulan data ini mempunyai beberapa fungsi, (1) menyiapkan data bagi evaluasi tindakan, (2) sebagai bahan pemahaman tentang masalah yang dihadapi, (3) sebagai bahan untuk menilai kembali dan mengadakan modifikasi, (4) sebagai bahan untuk menentukan tindakan lebih lanjut.[5]
8.      Emerging Technical Model 
      Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta nilai-nilai [6]efisiensi efektivitas dalam bisnis juga mempengaruhi perkembangan perkembangan model-model kurikulum. Tumbuh kecenderungan-kecenderungan baru yang didasarkan atas hal tersebut yang menurut Sukmadinata (2012:170) diantaranya: 
1)      The behavioral Analysis Model, menekankan pada penguasaan perilaku atau kemampuan. Perilaku/kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi perilaku-perilaku perilaku sederhana yang tersusun secara hierarkis. Siswa mempelajari perilaku tersebut secara berangsur-angsur mulai dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks. 
2)      The System Analysis Model, berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah pertama dari model ini adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus dikuasai siswa. Langkah kedua adalah menyusun instrumen untuk menilai ketercapaian hasil belajar tersebut. Langkah ketiga adalah mengidentifikasi tahap-tahap ketercapaian hasil serta perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah keempat membandingkan biaya dan keuntungan dari beberapa program pendidikan. 
3)      Computer-Based Model, suatu model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan komputer. Pengembangannya dimulai dengan mengidentfikasi seluruh unit kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil yang diharapkan. Guru dan siswa diwawancarai tentang pencapaian tujuan tersebut. Data tersebut disimpan di dalam komputer dan dimanfaatkan dalam menyusun materi pelajaran untuk peserta didik.[7]
 BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.      Model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur dalam rangka mendesain (designing), menerapkan (impelementation), dan mengevaluasi (evaliatoon) suatu kurikulum. Oleh karena itu, model pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan suatu proses sistem perencanaan pembelajaran yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan dalam pendidikan.
2.      Model Pengembangan Kurikulum :
a.       Model Administratif (line staff)  
b.      Model Akar Rumput ( grass-roots)
c.       Model Demonstrasi
d.      Model Sistemik dari Beauchamp
e.       Model Taba
f.       Model Roger’s interpersonal relations
g.      The systematic action-research
h.      Model Emerging technical
 DAFTAR PUSTAKA
Dakir, 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: PT RINEKA  
                CIPTA
Mulyasa. 2009. Kurikulum Yang Disempurnakan. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA
Sukamadinata, Nana Syaodih. 2013. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA
http://emahannasijada.blogspot.co.id/2012/11/model-model-pengembangan-kurikulum.html.10/4/15.


[1] Mulyasa, Kurikulum yang Disempurnakan, (Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA, 2009), hal.99
[2] Sukamadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2013) hal.166

[3] Sukamadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2013) hal 167.
[4]Ibid, 169.
[5] Sukamadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2013) hal 169.
[6] Dakir. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2004) hal.98.
[7] https://noerdiandana.wordpress.com/2013/10/19/model-pengembangan-kurikulum/.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar