Kamis, 12 November 2015

Peran Agama dalam Bimbingan dan Konseling



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Di dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan agama islam pastilah terdapat berbagai macam problem baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini sangatlah memerlukan perhatian khusus dari guru agama, karena guru agama dianggap sebagai kunci sentral dalam membendung dan memfilter pengaruh negatif dari luar, karena kita mengetahui suatu hal yang paling urgen dampaknya. Dalam hal ini adalah kenakalan remaja.
Oleh karena itulah kelompok kami akan membahas dan mengupas peranan agama dan psikologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling, sesuai dengan referensi yang kami dapatkan dan bermanfaat untuk kami kembangkan, pertamanya kami acuh tak acuh terhadap pokok bahasan ini karena teori- teori yang banyak dikembangkan di buku- buku bimbingan dan konseling adalah teori barat yang sangat minim sekali pada peribahan bimbingan dan konseling dalam sudut pandang islam. tapi rasa acuh tak acuh itu berkembang menjadi sebuah kesadaran untuk memotifasi kami membuat suatu makalah yang sangat urgen ini,karena kami menganggap diri kami sebagai kaum intelektual muslim yang masih tahap belajar sering mendapat suatu pertanyaan-pertayaan” dimnakah peranan agama dan nilai budaya (Moral) dalam pengembangan anak?”.
            Dan diri kami tersentuh dan bertanya tiada henti, ketika seorang remaja muslim sudah tidak sesuai dengan norma-norma yang ada di dalam dirinya dan menghianati apa yang telah ia pelajari mulai awal tentang agama norma tersebut. Oleh karena itu akan dibahas dalam makalah penulis yang berjudul “peranan agama dan psikologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling”.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah peranan agama dalam Bimbingan dan Konseling?
2.      Bagaimanakah peranan psikologi dalam Bimbingan dan Konseling?
1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui peranan agama dalam Bimbingan dan Konseling
2.      Untuk mengetahui peranan psikologi dalam Bimbingan dan Konseling

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Peran Agama dalam Bimbingan dan Konseling
Menurut pendapat para ahli jiwa, bahwa yang mengendalikan kelakuan dan tindakan seseorang adalah kepribadiannya. Kepribadian tumbuh dan terbentuk dari pengalaman-pengalaman yang dilaluinya sejak lahir. Bahkan mulai dari dalam kandungan ibunya sudah ada pengaruh terhadap kelakuan si anak dan terhadap kesehatan mentalnya pada umumnya. Dengan memberikan pengalaman-pengalaman yang baik, nilai-nilai moral yang tinggi, serta kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama sejak lahir, maka semua pengalaman itu akan menjadi bahan dalam pembinaan kepribadian.
Takdir Firman Nirwan menyatakan bahwa pendidikan agama islam berperan membentuk manusia Indonesia yang percaya dan takwa kepada Allah SWT, menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-sehari, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.[1]
Ada beberapa peran agama jika diterapkan dalam pendidikan, terutama program penanganan permasalahan peserta didik di sekolah, anatara lain:
1. Dengan agama dapat memberikan bimbingan dalam hidup.
Ajaran agama dapat memberikan bimbingan hidup dari masa kecil sampai dewasa, baik pribadi, keluarga, masyarakat atau hubungan kepada Allah. Maka bimbingan agama mampu memberikan kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup ini. Apabila anak pengalaman nilai-nilai agamanya banyak maka akan menjadi pribadi yang baik ketika dewasa kelak, sebaliknya jika nilai-nilai dirumahnya jauh dari agama maka unsur-unsur kepribadiannya akan jauh dari agama dan akan menjadikan kepribadian yang mudah goncang.
2. Ajaran agama sebagai penolong dalam kebahagiaan hidup.
Setiap orang pasti pernah merasakan kekecewaan, sehingga apabila tidak berpegang pada agama, dia akan memiliki perasaan rendah diri, pesimis dan merasakan kegelisahan.
Bagi orang yang berpegang teguh pada ajaran agama maka ia tidak akan mudah putus asa, tetapi mampu menghadapinya dengan tabah dan tawakal.
3. Aturan agama dapat menentramkan batin.
Agama dapat memberikan jalan penenang hati bagi jiwa yang sedang mengalami gelisah, banyak orang yang tidak menjalankan perintah agama selalu mengalami gelisah dalam hidupnya, tetapi setelah menjalankan perintah agama ia mendapat ketenangan hati.
4. Ajaran agama sebagai pengendali moral
Moral adalah kelakuan yang sesuai dengan nilai-nilai masyarakat, yang timbul dari hati dan disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan(tindakan) tersebut. Dalam masyarakat modern dewasa ini telah terjadi kemerosotan moral dan salah satu faktor penyebabnya karena kurangnya penawaran jiwa agama dalam hati dan kurangnya pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari.
5. Agama dapat menjadi terapi jiwa
Agama dapat membendung dan menghindarkan gangguan jiwa, sikap, dan kesabaran yang dapat menyebabkan kegelisahan/goncangan batin. Hal ini dapat diatasi bila manusia menyesali perbuatannya dan memohon ampun kepada Tuhan. Pelaksanaan agama dalam kehidupan sehari-hari dapat membendung diri dari gangguan jiwa dan dapat mengendalikan kesehatan jiwa.
6. Agama sebagai pembinaan mental
Unsur-unsur yang terpenting dalam menentukan corak kepribadian seseorang adalah nilai-nilai agama, moral, sosial (lingkungan) yang diperolehnya. Jika di masa kecil mereka memperoleh pemahaman mengenai nilai-nilai agama, maka kepribadian mental akan mempunyai unsur-unsur yang baik. Nilai agama akan tetap dan tidak berubah-ubah, sedangkan nilai sosial dan mental sering mengalami perubahan, sesuai dengan perubahan perkembangan masyarakat.

Ø  Ajaran Islam Yang Berkaitan Dengan Bimbingan Konseling

            Dalam hal ini, Islam memberi perhatian pada proses bimbingan. Allah menunjukkan adanya bimbingan, nasihat, atau petunjuk bagi manusia yang beriman dalam melakukan perbuatan terpuji, seperti yang tertuang pada ayat-ayat berikut:
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran: 104).
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (An-Nahl: 125).
            Adapun beberapa hadis yang berkaitan dengan arah perkembangan anak adalah:
            ”Tiap-tiap anak itu dilahirkan dalam keadaan suci. Kedua orangtuanya yang menjadikannya beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (H.R. Baihaqi)
            ”Seseorang yang mendidik budi pekerti yang baik atas anaknya. Hal itu lebih daripada bersedekah satu sha.” (H.R. At-Tirmidzi)
            ”Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah budi pekertinya”. (H.R. Ibnu Majah)
Selanjutnya yang berkaitan dengan perkembangan konseling, khusus konseling sekolah adalah adanya kebutuhan nyata dan kebutuhan potensial para siswa  pada beberapa jenjang pendidikan, yaitu meliputi beberapa tipe konseling berikut ini :
1.   Konseling krisis, dalam menghadapi saat-saat krisis yang dapat terjadi misalnya akibat kegagalan sekolah, kegagalan pergaulan, dan penyalahgunaan zat adiktif.
2.    Konseling fasilitatif, dalam menghadapi kesulitan  dan kemungkinan kesulitan pemahaman diri dan lingkungan untuk arah diri dan pengambilan keputusan dalam karir, akademik, dan pergaulan sosial.
3.    Konseling preventif, dalam mencegah sedapat mungkin kesulitan yang dapat dihadapi  dalam pergaulan atau seksual, pilihan karir, dan sebagainya.
4.   Konseling developmental, dalam menopang kelancaran perkembangan individual siswa seperti pengembangan kemandirian, percaya diri, citra diri, perkembangan karir dan perkembangan akademik.
Dengan demikian, kebutuhan akan hubungan bantuan (helping relationship), terutama konseling, pada dasarnya timbul dari diri dan luar individu yang melahirkan seperangkat pertanyaan mengenai apakah yang harus diperbuat individu.[2]

Ø  Pendekatan Islami Dalam Pelaksanaan Bimbingan Konseling
Pendekatan Islami dapat dikaitkan dengan aspek-aspek psikologis dalam pelaksanaan bimbingan konseling yang meliputi pribadi, sikap, kecerdasan, perasaan, dan seterusnya yang berkaitan dengan klien dan konselor.
Bagi pribadi muslim yang berpijak pada pondasi tauhid pastilah seorang pekerja keras, namun nilai bekerja baginya adalah untuk melaksanakan tugas suci yang telah Allah berikan dan percayakan kepadanya, ini baginya adalah ibadah. Sehingga pada pelaksanaan bimbingan konseling, pribadi muslim tersebut memiliki ketangguhan pribadi tentunya dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1.   Selalu memiliki Prinsip Landasan dan Prinsip Dasar yaitu hanya beriman kepada Allah SWT.
2.    Memiliki Prinsip Kepercayaan, yaitu beriman kepada malaikat.
3.    Memiliki Prinsip Kepemimpina, yaitu beriman kepada Nabi dan Rasulnya.
4.   Memiliki Prinsip Pembelajaran, yaitu berprinsip kepada  Al-Qur’an Al Karim.
5.    Memiliki Prinsip Masa Depan, yaitu beriman kepada “Hari Kemudian”
6.    Memiliki Prinsip Keteraturan, yaitu beriman kepada “Ketentuan Allah”
Jika konselor memiliki prinsip tersebut (Rukun Iman) maka pelaksanaan bimbingan dan konseling tentu akan mengarahkan klien kearah kebenaran, selanjutnya dalam pelaksanaannya pembimbing dan konselor perlu memiliki tiga langkah untuk menuju pada kesuksesan bimbingan dan konseling.
1.      Memiliki mission statement yang jelas yaitu “Dua Kalimat Syahadat”,
2.      Memiliki sebuah metode pembangunan karakter sekaligus symbol kehidupan yaitu “Shalat lima waktu”, dan
3.       Memiliki kemampuan pengendalian diri yang dilatih dan disimbolkan dengan “puasa”.
Prinsip dan langkah tersebut penting bagi pembimbing dan konselor muslim, karena akan menghasilkan kecerdasan emosi dan spiritual (ESQ) yang sangat tinggi (Akhlakul Karimah). Dengan mengamalkan hal tersebut akan memberi keyakinan dan kepercayaan bagi counselee yang melakukan bimbingan dan konseling.[3]
 “Dan hendaklah ada diantara kamu suatu umat yang menyeru berbuat kebaikan, dan menyuruh orang melakukan yang benar, serta melarang yang mungkar. Merekalah orang yang mencapai kejayaan.” (Ali Imran : 104)

Ayat tersebut memberi kejelasan bahwa pelaksanaan bimbingan dan konseling akan mengarahkan seseorang pada kesuksesan dan kebijakan, dan bagi konselor sendiri akan mendapat nilai tersendiri dari Allah SWT. Para pembimbing dan konselor perlu mengetahui pandangan filsafat Ketuhanan (Theologie), manusia disebut “homo divians” yaitu mahluk yang berke-Tuhan-an, bebarti manusia dalam sepanjang sejarahnya senantiasa memiliki kepercayaan terhadap Tuhan atau hal-hal gaib yang menggetarkan hatinya atau hal-hal gaib yang mempunyai daya tarik kepadanya (mysterium trimendum atau mysterium fascinans). Hal demikian oleh agama-agama besar di dunia dipertegas bahwa manusia adalah mahluk yang disebut mahluk beragama (homo religious), oleh karena itu memiliki naluri agama (instink religious), sesuai dengan firman Allah SWT :
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah (tetaplah atas) fitrah (naluri) Allah yang telah menciptakan manusia menurut naluri itu, tidak ada perubahan pada naluri dari Allah itu. Itulah agama yang lurus, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (Ar-Rum : 30)

Pada diri klien juga ada benih-benih agama, sehingga untuk mengatasi masalah dapat dikaitkan dengan agama. Dengan demikian, pembimbing dan konselor dapat mengarahkan individu (counselee) kearah agamaya, dalam hal ini Agama Islam.
Dengan berkembangnya ilmu jiwa (psikologi), diketahui bahwa manusia memerlukan bantuan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya dan muncullah berbagai bentuk pelayanan kejiwaaan, dari yang paling ringan (bimbingan), yang sedang (konseling) dan yang paling berat (terapi), sehingga berkembanglah psikologi yang memiliki cabang-cabang terapan, di antaranya bimbingan, konseling dan terapi.
Selanjutnya ditemukan bahwa agama, terutama Agama Islam mempunyai fungsi-fungsi pelayanan bimbingan, konseling dan terapi di mana filosofinya didasarkan atas ayat-ayat Al-Quran dan Al Hadits (Sunnah Rosul). Proses pelaksanaan bimbingan, konseling dan psikoterapi dalam Islam, tentunya membawa kepada peningkatan iman, ibadah dan jalan hidup yang di ridlai Allah SWT.

2.2  Peranan Psikologi dalam melaksanakan Bimbingan dan Konseling
Akhmad Sudrajat menyatakan bahwa layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian Integral dari pendidikan di Indonesia. Sebagai sebuah layanan profesional tentunya kegiatan bimbingan dan konseling tidak dilaksanakan sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh, pengembangan layanan bimbingan dan konseling baik teori maupun prakteknya diharapkan dapat memberikan manfaat yang sangat besar , khususnya bagi klien.
Landasan dalam bimbingan dan konseling pada intinya merupakan fondasi yang harus kuat dan merupakan bagian dari factor pendukung yang harus diperhatikan, khususnya oleh konselor sebagai pelaku utama dari bimbingan dan konseling ini.
Secara umum terdapat empat aspek pokok yang melandasi bimbingan dan konseling, yaitu: landasan filosofis, landasan psikologis, landasan social budaya, landasan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi.
Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang:
1)      Motif dan motivasi
Motif dan motovasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakan seseorang untuk berperilaku baik atau motif primer, yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak lahir. Seperti rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu, dan sejenisnya. Selanjutnya , motif-motif tersebut diaktifkan dan digerakkan, baik dari dalam diri individu ( motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik), menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada satu tujuan
seorang konselor harus tahu apa motif dan otivasi yang dimiliki oleh  kliennya sehingga dia mengetahui arah perilaku dari kliennya tersebut.
2)      Pembawaan dan lingkungan
factor pembawaan dan  lingkungan merupakan factor yang tak dapat dipisahkan dari kajian ini. Kedua factor tersebut merupakan factor yang sangat penting dalam menentukn perilaku individu.
Factor pembawaan merupakan factor yang dibawa individu sejak lahir dan mengandung factor potensial. Ada yang memiliki potensial tinggi dan ada juga yang rendah tergantung keturunan. Disinilah peran orang-orang disekelilingnya sangat diperlukan untuk membantu mengiptimalkan potensi yang dimiliki oleh individu tersebut. Tidak hanya pembawaan piskologis saja tetapi pembawaan fisiologis juga mempengaruhi mental dan kepribadian individu. Ada individu yang tidak percaya diri dengan kekurangn yang ada pada tubuhnya, hal ini menimbulkan dampak yang sangat besar bagi perkembangan mental individu dan diperlukan penanganan yang baik.
Sedangkan lingkungan menyangkut keadaan sekitar individu meliputi lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan pertemanan. Seorang individu meskipun dia memilki potensi yang sangat tinggi tetapi jika tidak didukung dengan lingkungan yang mendukung perkembangan potensinya maka potensinya itu tidak akan berkembang secara optimal. Maka dalam pergaulan social, seorang individu hendaknya pintar untuk memilih mana yang baik dan yang tidak baik.
3)      Perkembangan individu
perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (prenatal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan social.
Setiap individu memiliki fase perkembangan yang berbeda-beda tergantung factor-faktor  yang mempengaruhi seperti hormone dan lingkungan. Ada individu yang berkembang secara cepat tingkat intelegensi maupun fisik dan ada pila yang lambat. Beberapa teori mngemukakan bahwa perkembangan individu hampir sama dalam setiap jenjang seperti tahap sensori motor dan tahap praopersional, tetapi itu secara umum karena setiap individu memiliki ciri khas masing-masing dan tidak akan memiliki perkembangan yang sama.
Oleh karena itu dalam menjalankan tugasnya, konselor harus memahami berbagai aspek perkembangan individu kliennya, sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu itu di masa depan.
4)      Belajar                    
Belajar merupakan serangkaian kegiatan untuk mengetahui sesuatu, dan sekaligus konsep mendasar dalam psikologi.  Setiap orang yang hidup pasti belajar. Seseorang tidak dapat mempertahankan diri dan mengembangkan dirinya tanpa belajar. Inti dari belajar adalah mengusai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Untuk memahami kliennya seorang konselor harus mengetahui mengenai teori-teori belajar yang akan mempermudahnya untuk mendiagnosis kesulitan individu.
5)      Kepribadian
Berangkat dari penemuan Gordon menganai teori pengertian kepribadian, maka kepribadian merupakan organisasi dinamis dalam diri individu sebagai system psikofisik yang menentukan cara yang unik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kata kunci dari kepribadian adalah penyesuain diri. Yang dimaksud dengan unik yakni kualitas perilaku individu khas sehingga dapat diketahui individu tersebut berbeda dengan yang lainnya. Keunikan ini didukung oleh faktor psikofisiknya, misalnya struktur tubuhnya, hormone dan yang lainnya dan saling berpengaruh dan menentukan kualitas perilaku individu tersebut. Jadi seorang konelor harus tau kepribadian yang dimiliki oleh kliennya karena kepribadian menyangkut seluruh perilaku yang dilakukan oleh individu tersebut. Dengan mengetahui kepribadian kliennya akan sangat membentu konselor dalam melakukan tindakan pencegahan maupun tindakan konseling yang diambil dalam memecahkan masalah.
            Dengan demikian, psikologi terlihat sangat dominan dalam memainkan perannya dalam bimbingan dan konseling terutama yang terkait dengan perilaku individu yang menjadi sasaran bimbingan dan konseling. [4]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.      Peran agama jika diterapkan dalam pendidikan, terutama program penanganan permasalahan peserta didik di sekolah, anatara lain:
a)      Dengan agama dapat memberikan bimbingan dalam hidup.
b)      Ajaran agama sebagai penolong dalam kebahagiaan hidup.
c)      Aturan agama dapat menentramkan batin.
d)     Ajaran agama sebagai pengendali moral
e)      Agama dapat menjadi terapi jiwa
f)       Agama sebagai pembinaan mental
2.      Secara umum terdapat empat aspek pokok yang melandasi bimbingan dan konseling, yaitu: landasan filosofis, landasan psikologis, landasan social budaya, landasan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi.
Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang:
a)      Motif dan motivasi
b)      Pembawaan dan lingkungan
c)      Perkembangan individu
d)     Belajar              
e)      Kepribadian
 DAFTAR PUSTAKA

Hikmawati, Fenti. 2014. Bimbingan Dan Konseling. Jakarta: PT. Raja Grafindo     Persada.
Salahudin, Anas. 2010. Bimbingan dan Konseling. Bandung: CV. Pustaka Setia.





[1] Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling, (Bandung, CV. Pustaka Setia, 2010), hal.99
[2] Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling, (Bandung, CV. Pustaka Setia, 2010), hal.101-102
[3] Fenti Hikmawati, Bimbingan Dan Konseling, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,2014), hal. 125-126
[4] Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling, (Bandung, CV. Pustaka Setia, 2010), hal.109

Tidak ada komentar:

Posting Komentar