BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan agama
islam pastilah terdapat berbagai macam problem baik secara langsung maupun
tidak langsung. Dalam hal ini sangatlah memerlukan perhatian khusus dari guru
agama, karena guru agama dianggap sebagai kunci sentral dalam membendung dan
memfilter pengaruh negatif dari luar, karena kita mengetahui suatu hal yang
paling urgen dampaknya. Dalam hal ini adalah kenakalan remaja.
Oleh karena itulah kelompok kami akan membahas dan mengupas
peranan agama dan psikologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling, sesuai
dengan referensi yang kami dapatkan dan bermanfaat untuk kami kembangkan,
pertamanya kami acuh tak acuh terhadap pokok bahasan ini karena teori- teori
yang banyak dikembangkan di buku- buku bimbingan dan konseling adalah teori
barat yang sangat minim sekali pada peribahan bimbingan dan konseling dalam
sudut pandang islam. tapi rasa acuh tak acuh itu berkembang menjadi sebuah
kesadaran untuk memotifasi kami membuat suatu makalah yang sangat urgen
ini,karena kami menganggap diri kami sebagai kaum intelektual muslim yang masih
tahap belajar sering mendapat suatu pertanyaan-pertayaan” dimnakah peranan
agama dan nilai budaya (Moral) dalam pengembangan anak?”.
Dan diri kami tersentuh dan bertanya
tiada henti, ketika seorang remaja muslim sudah tidak sesuai dengan norma-norma
yang ada di dalam dirinya dan menghianati apa yang telah ia pelajari mulai awal
tentang agama norma tersebut. Oleh karena itu akan dibahas dalam
makalah penulis yang berjudul “peranan agama dan psikologi dalam
melaksanakan bimbingan dan konseling”.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah peranan agama dalam Bimbingan dan Konseling?
2. Bagaimanakah peranan psikologi
dalam Bimbingan dan Konseling?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui peranan
agama dalam Bimbingan dan Konseling
2. Untuk mengetahui peranan
psikologi dalam Bimbingan dan Konseling
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Peran Agama dalam Bimbingan
dan Konseling
Menurut pendapat para ahli
jiwa, bahwa yang mengendalikan kelakuan dan tindakan seseorang adalah
kepribadiannya. Kepribadian tumbuh dan terbentuk dari pengalaman-pengalaman
yang dilaluinya sejak lahir. Bahkan mulai dari dalam kandungan ibunya sudah ada
pengaruh terhadap kelakuan si anak dan terhadap kesehatan mentalnya pada
umumnya. Dengan memberikan pengalaman-pengalaman yang baik, nilai-nilai moral
yang tinggi, serta kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama sejak
lahir, maka semua pengalaman itu akan menjadi bahan dalam pembinaan kepribadian.
Takdir Firman Nirwan
menyatakan bahwa pendidikan agama islam berperan membentuk manusia Indonesia
yang percaya dan takwa kepada Allah SWT, menghayati dan mengamalkan ajaran
agamanya dalam kehidupan sehari-sehari, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam
kehidupan bermasyarakat, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan
mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan
manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta
bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.[1]
Ada beberapa peran agama jika diterapkan dalam pendidikan, terutama
program penanganan permasalahan peserta didik di sekolah, anatara lain:
1. Dengan agama dapat memberikan bimbingan dalam
hidup.
Ajaran agama dapat memberikan bimbingan hidup dari masa
kecil sampai dewasa, baik pribadi, keluarga, masyarakat atau hubungan kepada
Allah. Maka bimbingan agama mampu memberikan kebahagiaan dan ketenangan dalam
hidup ini. Apabila anak pengalaman nilai-nilai agamanya banyak maka akan menjadi
pribadi yang baik ketika dewasa kelak, sebaliknya jika nilai-nilai dirumahnya
jauh dari agama maka unsur-unsur kepribadiannya akan jauh dari agama dan akan
menjadikan kepribadian yang mudah goncang.
2. Ajaran agama
sebagai penolong dalam kebahagiaan hidup.
Setiap orang pasti pernah merasakan kekecewaan,
sehingga apabila tidak berpegang pada agama, dia akan memiliki perasaan rendah
diri, pesimis dan merasakan kegelisahan.
Bagi orang yang berpegang teguh pada ajaran agama maka
ia tidak akan mudah putus asa, tetapi mampu menghadapinya dengan tabah dan
tawakal.
3. Aturan agama dapat menentramkan batin.
Agama dapat memberikan jalan penenang hati bagi jiwa
yang sedang mengalami gelisah, banyak orang yang tidak menjalankan perintah
agama selalu mengalami gelisah dalam hidupnya, tetapi setelah menjalankan
perintah agama ia mendapat ketenangan hati.
4. Ajaran agama
sebagai pengendali moral
Moral adalah kelakuan yang sesuai dengan nilai-nilai
masyarakat, yang timbul dari hati dan disertai pula oleh rasa tanggung jawab
atas kelakuan(tindakan) tersebut. Dalam masyarakat modern dewasa ini telah
terjadi kemerosotan moral dan salah satu faktor penyebabnya karena kurangnya
penawaran jiwa agama dalam hati dan kurangnya pelaksanaan dalam kehidupan
sehari-hari.
5. Agama dapat
menjadi terapi jiwa
Agama dapat membendung dan menghindarkan gangguan jiwa,
sikap, dan kesabaran yang dapat menyebabkan kegelisahan/goncangan batin. Hal
ini dapat diatasi bila manusia menyesali perbuatannya dan memohon ampun kepada
Tuhan. Pelaksanaan agama dalam kehidupan sehari-hari dapat membendung diri dari
gangguan jiwa dan dapat mengendalikan kesehatan jiwa.
6. Agama sebagai
pembinaan mental
Unsur-unsur yang terpenting dalam menentukan corak
kepribadian seseorang adalah nilai-nilai agama, moral, sosial (lingkungan) yang
diperolehnya. Jika di masa kecil mereka memperoleh pemahaman mengenai
nilai-nilai agama, maka kepribadian mental akan mempunyai unsur-unsur yang
baik. Nilai agama akan tetap dan tidak berubah-ubah, sedangkan nilai sosial dan
mental sering mengalami perubahan, sesuai dengan perubahan perkembangan
masyarakat.
Ø
Ajaran Islam Yang Berkaitan
Dengan Bimbingan Konseling
Dalam
hal ini, Islam memberi perhatian pada proses bimbingan. Allah menunjukkan
adanya bimbingan, nasihat, atau petunjuk bagi manusia yang beriman dalam
melakukan perbuatan terpuji, seperti yang tertuang pada ayat-ayat berikut:
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan
mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran: 104).
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran
yang baik dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (An-Nahl: 125).
Adapun beberapa hadis yang
berkaitan dengan arah perkembangan anak adalah:
”Tiap-tiap anak itu
dilahirkan dalam keadaan suci. Kedua orangtuanya yang menjadikannya beragama
Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (H.R. Baihaqi)
”Seseorang yang mendidik
budi pekerti yang baik atas anaknya. Hal itu lebih daripada bersedekah satu
sha.” (H.R. At-Tirmidzi)
”Muliakanlah anak-anakmu
dan perbaikilah budi pekertinya”. (H.R. Ibnu Majah)
Selanjutnya yang berkaitan
dengan perkembangan konseling, khusus konseling sekolah adalah adanya kebutuhan
nyata dan kebutuhan potensial para siswa pada beberapa jenjang
pendidikan, yaitu meliputi beberapa tipe konseling berikut ini :
1. Konseling krisis, dalam menghadapi
saat-saat krisis yang dapat terjadi misalnya akibat kegagalan sekolah,
kegagalan pergaulan, dan penyalahgunaan zat adiktif.
2. Konseling fasilitatif, dalam menghadapi
kesulitan dan kemungkinan kesulitan pemahaman diri dan lingkungan untuk
arah diri dan pengambilan keputusan dalam karir, akademik, dan pergaulan sosial.
3. Konseling preventif, dalam mencegah
sedapat mungkin kesulitan yang dapat dihadapi dalam pergaulan atau seksual,
pilihan karir, dan sebagainya.
4. Konseling developmental, dalam menopang
kelancaran perkembangan individual siswa seperti pengembangan kemandirian,
percaya diri, citra diri, perkembangan karir dan perkembangan akademik.
Dengan demikian, kebutuhan
akan hubungan bantuan (helping relationship),
terutama konseling, pada dasarnya timbul dari diri dan luar individu yang
melahirkan seperangkat pertanyaan mengenai apakah yang harus diperbuat
individu.[2]
Ø Pendekatan Islami Dalam Pelaksanaan Bimbingan
Konseling
Pendekatan Islami dapat dikaitkan
dengan aspek-aspek psikologis dalam pelaksanaan bimbingan konseling yang
meliputi pribadi, sikap, kecerdasan, perasaan, dan seterusnya yang berkaitan
dengan klien dan konselor.
Bagi pribadi muslim yang
berpijak pada pondasi tauhid pastilah seorang pekerja keras, namun nilai
bekerja baginya adalah untuk melaksanakan tugas suci yang telah Allah berikan
dan percayakan kepadanya, ini baginya adalah ibadah. Sehingga pada pelaksanaan
bimbingan konseling, pribadi muslim tersebut memiliki ketangguhan pribadi
tentunya dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Selalu
memiliki Prinsip Landasan dan Prinsip Dasar yaitu hanya beriman kepada Allah
SWT.
2. Memiliki
Prinsip Kepercayaan, yaitu beriman kepada malaikat.
3. Memiliki
Prinsip Kepemimpina, yaitu beriman kepada Nabi dan Rasulnya.
4. Memiliki Prinsip Pembelajaran, yaitu
berprinsip kepada Al-Qur’an Al Karim.
5. Memiliki
Prinsip Masa Depan, yaitu beriman kepada “Hari Kemudian”
6. Memiliki Prinsip Keteraturan, yaitu
beriman kepada “Ketentuan Allah”
Jika konselor memiliki prinsip
tersebut (Rukun Iman) maka pelaksanaan bimbingan dan konseling tentu akan
mengarahkan klien kearah kebenaran, selanjutnya dalam pelaksanaannya pembimbing
dan konselor perlu memiliki tiga langkah untuk menuju pada kesuksesan bimbingan
dan konseling.
1. Memiliki mission
statement yang jelas yaitu “Dua Kalimat Syahadat”,
2. Memiliki sebuah
metode pembangunan karakter sekaligus symbol kehidupan yaitu “Shalat lima
waktu”, dan
3. Memiliki kemampuan pengendalian diri yang
dilatih dan disimbolkan dengan “puasa”.
Prinsip dan langkah tersebut
penting bagi pembimbing dan konselor muslim, karena akan menghasilkan
kecerdasan emosi dan spiritual (ESQ) yang sangat tinggi (Akhlakul Karimah). Dengan mengamalkan hal tersebut akan memberi
keyakinan dan kepercayaan bagi counselee yang melakukan bimbingan dan
konseling.[3]
“Dan hendaklah ada diantara kamu suatu umat yang menyeru berbuat
kebaikan, dan menyuruh orang melakukan yang benar, serta melarang yang mungkar.
Merekalah orang yang mencapai kejayaan.” (Ali Imran : 104)
Ayat tersebut memberi kejelasan
bahwa pelaksanaan bimbingan dan konseling akan mengarahkan seseorang pada
kesuksesan dan kebijakan, dan bagi konselor sendiri akan mendapat nilai
tersendiri dari Allah SWT. Para pembimbing dan konselor perlu mengetahui
pandangan filsafat Ketuhanan (Theologie),
manusia disebut “homo divians” yaitu mahluk yang berke-Tuhan-an, bebarti
manusia dalam sepanjang sejarahnya senantiasa memiliki kepercayaan terhadap
Tuhan atau hal-hal gaib yang menggetarkan hatinya atau hal-hal gaib yang
mempunyai daya tarik kepadanya (mysterium
trimendum atau mysterium fascinans).
Hal demikian oleh agama-agama besar di dunia dipertegas bahwa manusia adalah
mahluk yang disebut mahluk beragama (homo religious), oleh karena itu memiliki
naluri agama (instink religious), sesuai dengan firman Allah SWT :
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada
agama Allah (tetaplah atas) fitrah (naluri) Allah yang telah menciptakan
manusia menurut naluri itu, tidak ada perubahan pada naluri dari Allah itu.
Itulah agama yang lurus, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.”
(Ar-Rum : 30)
Pada diri klien juga
ada benih-benih agama, sehingga untuk mengatasi masalah dapat dikaitkan dengan
agama. Dengan demikian, pembimbing dan konselor dapat mengarahkan individu (counselee) kearah agamaya, dalam hal ini
Agama Islam.
Dengan berkembangnya ilmu jiwa (psikologi),
diketahui bahwa manusia memerlukan bantuan untuk mengatasi kesulitan yang
dihadapinya dan muncullah berbagai bentuk pelayanan kejiwaaan, dari yang paling
ringan (bimbingan), yang sedang (konseling)
dan yang paling berat (terapi),
sehingga berkembanglah psikologi yang memiliki cabang-cabang terapan, di
antaranya bimbingan, konseling dan terapi.
Selanjutnya ditemukan bahwa
agama, terutama Agama Islam mempunyai fungsi-fungsi pelayanan bimbingan,
konseling dan terapi di mana filosofinya didasarkan atas ayat-ayat Al-Quran dan
Al Hadits (Sunnah Rosul). Proses pelaksanaan bimbingan, konseling dan
psikoterapi dalam Islam, tentunya membawa kepada peningkatan iman, ibadah dan
jalan hidup yang di ridlai Allah SWT.
2.2 Peranan Psikologi dalam melaksanakan Bimbingan dan Konseling
Akhmad Sudrajat menyatakan bahwa layanan
bimbingan dan konseling merupakan bagian Integral dari pendidikan di Indonesia.
Sebagai sebuah layanan profesional tentunya kegiatan bimbingan dan konseling
tidak dilaksanakan sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu
landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian
yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh, pengembangan layanan
bimbingan dan konseling baik teori maupun prakteknya diharapkan dapat
memberikan manfaat yang sangat besar , khususnya bagi klien.
Landasan dalam bimbingan dan konseling pada intinya merupakan fondasi
yang harus kuat dan merupakan bagian dari factor pendukung yang harus
diperhatikan, khususnya oleh konselor sebagai pelaku utama dari bimbingan dan
konseling ini.
Secara umum terdapat
empat aspek pokok yang melandasi bimbingan dan konseling, yaitu: landasan
filosofis, landasan psikologis, landasan social budaya, landasan ilmu
pengetahuan (ilmiah) dan teknologi.
Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang
perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang:
1) Motif dan motivasi
Motif dan motovasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakan seseorang
untuk berperilaku baik atau motif primer, yaitu motif yang didasari oleh
kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak lahir. Seperti rasa lapar,
bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil
belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu,
dan sejenisnya. Selanjutnya , motif-motif tersebut diaktifkan dan digerakkan,
baik dari dalam diri individu ( motivasi intrinsik) maupun dari luar individu
(motivasi ekstrinsik), menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas
tertentu yang mengarah pada satu tujuan
seorang konselor harus tahu apa motif dan otivasi yang dimiliki oleh kliennya sehingga dia mengetahui arah
perilaku dari kliennya tersebut.
2) Pembawaan dan
lingkungan
factor pembawaan dan lingkungan
merupakan factor yang tak dapat dipisahkan dari kajian ini. Kedua factor
tersebut merupakan factor yang sangat penting dalam menentukn perilaku
individu.
Factor pembawaan merupakan factor yang dibawa individu sejak lahir dan
mengandung factor potensial. Ada yang memiliki potensial tinggi dan ada juga
yang rendah tergantung keturunan. Disinilah peran orang-orang disekelilingnya
sangat diperlukan untuk membantu mengiptimalkan potensi yang dimiliki oleh
individu tersebut. Tidak hanya pembawaan piskologis saja tetapi pembawaan
fisiologis juga mempengaruhi mental dan kepribadian individu. Ada individu yang
tidak percaya diri dengan kekurangn yang ada pada tubuhnya, hal ini menimbulkan
dampak yang sangat besar bagi perkembangan mental individu dan diperlukan
penanganan yang baik.
Sedangkan lingkungan menyangkut keadaan sekitar individu meliputi
lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan pertemanan. Seorang individu
meskipun dia memilki potensi yang sangat tinggi tetapi jika tidak didukung
dengan lingkungan yang mendukung perkembangan potensinya maka potensinya itu
tidak akan berkembang secara optimal. Maka dalam pergaulan social, seorang
individu hendaknya pintar untuk memilih mana yang baik dan yang tidak baik.
3) Perkembangan individu
perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya
individu yang merentang sejak masa konsepsi (prenatal) hingga akhir hayatnya,
diantaranya meliputi aspek psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral
dan social.
Setiap individu memiliki fase perkembangan yang berbeda-beda tergantung
factor-faktor yang mempengaruhi seperti
hormone dan lingkungan. Ada individu yang berkembang secara cepat tingkat
intelegensi maupun fisik dan ada pila yang lambat. Beberapa teori mngemukakan
bahwa perkembangan individu hampir sama dalam setiap jenjang seperti tahap
sensori motor dan tahap praopersional, tetapi itu secara umum karena setiap
individu memiliki ciri khas masing-masing dan tidak akan memiliki perkembangan
yang sama.
Oleh karena itu dalam menjalankan tugasnya, konselor harus memahami
berbagai aspek perkembangan individu kliennya, sekaligus dapat melihat arah
perkembangan individu itu di masa depan.
4) Belajar
Belajar merupakan serangkaian kegiatan untuk mengetahui sesuatu, dan
sekaligus konsep mendasar dalam psikologi.
Setiap orang yang hidup pasti belajar. Seseorang tidak dapat
mempertahankan diri dan mengembangkan dirinya tanpa belajar. Inti dari belajar
adalah mengusai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri
individu. Untuk memahami kliennya seorang konselor harus mengetahui mengenai
teori-teori belajar yang akan mempermudahnya untuk mendiagnosis kesulitan
individu.
5) Kepribadian
Berangkat dari penemuan Gordon menganai teori pengertian kepribadian, maka
kepribadian merupakan organisasi dinamis dalam diri individu sebagai system
psikofisik yang menentukan cara yang unik dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Kata kunci dari kepribadian adalah penyesuain diri. Yang
dimaksud dengan unik yakni kualitas perilaku individu khas sehingga dapat
diketahui individu tersebut berbeda dengan yang lainnya. Keunikan ini didukung
oleh faktor psikofisiknya, misalnya struktur tubuhnya, hormone dan yang lainnya
dan saling berpengaruh dan menentukan kualitas perilaku individu tersebut. Jadi
seorang konelor harus tau kepribadian yang dimiliki oleh kliennya karena
kepribadian menyangkut seluruh perilaku yang dilakukan oleh individu tersebut.
Dengan mengetahui kepribadian kliennya akan sangat membentu konselor dalam melakukan
tindakan pencegahan maupun tindakan konseling yang diambil dalam memecahkan
masalah.
Dengan demikian, psikologi terlihat
sangat dominan dalam memainkan perannya dalam bimbingan dan konseling terutama
yang terkait dengan perilaku individu yang menjadi sasaran bimbingan dan
konseling. [4]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Peran agama jika diterapkan dalam pendidikan,
terutama program penanganan permasalahan peserta didik di sekolah, anatara
lain:
a)
Dengan agama dapat memberikan
bimbingan dalam hidup.
b)
Ajaran agama sebagai penolong
dalam kebahagiaan hidup.
c)
Aturan agama dapat menentramkan
batin.
d)
Ajaran agama sebagai pengendali
moral
e)
Agama dapat menjadi terapi jiwa
f)
Agama sebagai pembinaan mental
2.
Secara umum terdapat empat aspek
pokok yang melandasi bimbingan dan konseling, yaitu: landasan filosofis, landasan
psikologis, landasan social budaya, landasan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan
teknologi.
Untuk kepentingan bimbingan dan
konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang:
a)
Motif dan motivasi
b)
Pembawaan dan lingkungan
c)
Perkembangan individu
d)
Belajar
e)
Kepribadian
DAFTAR PUSTAKA
Hikmawati, Fenti. 2014. Bimbingan Dan Konseling.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Salahudin, Anas. 2010. Bimbingan dan Konseling. Bandung:
CV. Pustaka Setia.
[1] Anas
Salahudin, Bimbingan dan Konseling, (Bandung, CV. Pustaka Setia, 2010), hal.99
[2] Anas
Salahudin, Bimbingan dan Konseling, (Bandung, CV. Pustaka Setia, 2010),
hal.101-102
[3] Fenti
Hikmawati, Bimbingan Dan Konseling, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,2014),
hal. 125-126
[4] Anas
Salahudin, Bimbingan dan Konseling, (Bandung, CV. Pustaka Setia, 2010), hal.109
Tidak ada komentar:
Posting Komentar