BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Istilah profesi telah dimengerti oleh
banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan dengan bidang yang sangat
dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja
sesuai dengan keahliannya. Tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh dari
pendidikan kejuruan, juga belum cukup disebut profesi. Perlu penguasaan
sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan
penerapan dalam praktek.[1]
Kita tidak hanya mengenal istilah profesi
untuk bidang-bidang pekerjaan seperti guru atau pendidik. Namun kita seyogyanya
juga mengetahui kode etik guru, etika kerja guru dan etos kerja guru. Karena
dengan begitu, seorang yang berprofesi sebagai pendidik atau guru akan jauh
lebih baik dalam hal segi praktek dan penerapan.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1 Apa pengertian dari profesi keguruan?
1.2.2 Apa pengertian dari syarat profesi guru?
1.2.3 Apa pengertian dari karakteristik profesi?
1.2.4 Apa pengertian dari etika kerja guru?
1.2.5 Apa pengertian dari etos kerja guru?
1.2.6 Apa pengertian dari ciri etos kerja?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari profesi
keguruan
1.3.2 Untuk mengetahui syarat profesi guru
1.3.3 Untuk mengetahui karakteristik profesi
1.3.4 Untuk mengetahui etika kerja guru
1.3.5 Untuk mengetahui etos kerja guru
1.3.6 Untuk mengetahui ciri etos kerja
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Profesi Keguruan
Apakah
pekerjaan guru (tenaga kependidikan) dapat disebut sebagai profesi? Pertanyaan
ini muncul karena masih ada pihak yang berpendapat bahwa pekerjaan kependidikan
bukan suatu profesi tersendiri. Berbagai alasan yang mereka kemukakan antara
lain, bahwa setiap orang dapat menjadi guru asalkan telah mengalami jenjang
pendidikan tertentu ditambah dengan sedikit pengalaman mengajar. Karena itu,
seorang dapat saja mengajar di TK sampai dengan perguruan tinggi, jika dia telah
mengalami pedidikan tersebut dan telah memiliki pengalaman mengajar di kelas.
Selain itu, ada beberapa bukti bahwa pendidikan dapat saja berhasil walaupun si
pengajarnya
tidak pernah belajar ilmu pendidikan dan keguruan. Banyak orang tua seperti
pedagang, petani, dan sebagainya yang telah mendidik anak-anak mereka dan
berhasil, padahal dia sendiri tidak pernah mengikuti pendidikan guru dan
mempelajari ilmu mengajar. Sebaliknya, tidak sedikit guru atau tenaga
kependidikan lainnya atau sarjana pendidikan yang tidak berhasil mendidik
anaknya. Jadi, kendati seseorang telah dididik menjadi seorang guru, namun
belum menjadi jaminan bahwa anaknya akan terdidik baik. Kritik lain yang sering
dilontarkan ialah, hasil pendidikan di sekolah tidak dapat segera dilihat hasilnya,
berbeda dengan profesi kedokteran atau teknologi pertanian misalnya.
Pandangan di
atas dinilai terlalu picik atau kurang baik.
Profesi guru hendaknya dilihat dalam hubungan yang luas. Sejumlah rekomendasi
dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.
Peranan
pendidikan harus dilihat dalam konteks pembangunan secara menyeluruh, yang
bertujuan membentuk manusia sesuai dengan cita-cita bangsa. Pembangunan tidak
mungkin berhasil jika tidak melibatkan manusianya sebagai pelaku dan sekaligus
sebagai tujuan pembangunan. Untuk menyukseskan pembangunan perlu ditata suatu
sistem pendidikan yang relevan. Sistem pendidikan dirancang dan dilaksanakan
oleh orang-orang yang ahli dalam bidangnya. Tanpa keahlian yang memadai maka
pendidikan sulit berhasil. Keahlian yang dimiliki oleh tenaga pendidikan, tidak
dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya, melainkan hanya dimiliki oleh
orang-orang tertentu yang telah menjalani pendidikan guru secara berencana dan
sistematik.
2.
Hasil
pendidikan memang tak mungkin dilihat dan dirasakan dalam waktu singkat, tetapi
dapat dilihat dalam jangka waktu yang lama, bahkan mungkin setelah satu
generasi. Itu sebabnya, proses pendidikan tidak boleh keliru atau salah
kendatipun hanya sedikit saja. Kesalahan yang dilakukan oleh orang yang bukan
ahli dalam bidang pendidikan dapat merusak satu generasi seterusnya dan
akibatnya akan berlanjut terus. Itu sebabnya tangan-tangan yang mengelola
sistem pendidikan dari atas sampai ke dalam kelas harus terdiri dari
tenaga-tenaga profesional dalam bidang pendidikan.
3.
Sekolah
adalah suatu lembaga profesional. Sekolah bertujuan membentuk anak didik
menjadi manusia dewasa yang berkepribadian matang dan tangguh, yang dapat dipertanggungjawabkan
dan bertanggung jawab terhadap masyarakat dan terhadap dirinya. Para lulusan
sekolah pada waktunya harus mampu bekerja mengisi lapangan kerja yang ada.
Mereka harus dipersiapkan melalui program pendidikan di sekolah. Para orang tua
telah mempercayakan anak-anaknya untuk dididik di sekolah. Mereka tidak memilik
cukup waktu untuk mendidik anaknya sebagaimana yang diharapkan. Mereka tidak
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk diberikam kepada
anaknya. Sebagian tanggung jawab pendidikan anak-anak tersebut terletak di
tangan para guru dan tenaga kependidikan lainnya. Oleh sebab itu para guru
harus dididik dalam profesi kependidikan agar memiliki kompetensi yang
diperlukan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara efisien dan efektif.
Hal ini hanya mungkin dilakukan jika kedudukan, fungsi dan peran guru diakui
sebagai suatu profesi.
4.
Sesuai
dengan hakikat dan kriteria profesi yang telah dijelaskan di atas, sudah jelas
bahwa pekerjaan guru harus dilakukan oleh orang yang bertugas selaku guru.
Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang penuh pengabdian pada masyarakat, dan
perlu ditata berdasarkan kode etik tertentu. Kode etik itu mengatur bagaimana
seorang guru harus bertingkah laku sesuai dengan norma-norma pekerjaannya, baik
dalam hubungan dengan anak didiknya maupun dalam hubungan dengan teman
sejawatnya.
5.
Sebagai
konsekuensi logis dari pertimbangan tersebut, setiap guru harus memiliki
kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi kemasyarakatan.
Dengan demikian dia memiliki kewenangan mengajar untuk diberikan imbalan secara
wajar sesuai dengan fungsi dan tugasnya.[2]
Dengan
demikian seorang calon guru seharusnya telah menempuh pendidikan guru pada
suatu lembaga pendidikan tertentu. Dan seorang calon guru hendaknya juga memiliki
kelayakan dalam materi yang ia pegang, karena sejatinya pada kenyataan saat sekarang,
telah banyak seorang guru yang hanya memegang pada konsep kewenangan bukan
kelayakan. Jika kelayakan sudah tertanam
pada setiap pendidik atau guru, maka tentu bisa dipastikan pendidikan di era
sekarang akan berhasil.
B.
Syarat Profesi Guru
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang guru
adalah sebagai berikut:
1.
Cakap
Sebagai seorang pendidik harus memiliki kecakapan dalam menguasai
berbagai macam ilmu pengetahuan dan mempunyai kepribadian yang baik
2.
Ikhlas
Dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang pendidik ia harus
senantiasa ikhlas semata-mata untuk beribadah dalam semua pekerjaannya, baik
berupa larangan, perintah, nasehat, pengawasan atau hukuman
3.
Berkeprbadian
Guru yang memiliki kepribadian yang baik tentu akan dapat
menanamkan kepribadian yang baik pula pada peserta dan dapat membimbingnya
kearah pertumbuhan social yang sehat dan wajar
4.
Taqwa
Sifat terpenting yang harus dimiliki pendidik adalah taqwa. Dalam
semua aspek pendidikan yang diterapkan secara nasional di Indonesia yang
menjadi sasaran dan tujuan yang harus dicapai adalah taqwa. Jadi anak didik
yang bertaqwa hanya akan didapat dari pendidik yang bertaqwa pula
5.
Memiliki
kompetensi keguruan
Kompetensi keguruan adlah kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki
oleh seorang guru.[3]
C.
Karaketeristik Profesi
Ada sejumlah
ciri atau karakteristik yang memang sudah benar-benar ada pada suatu jabatan yang professional, yaitu:
1. Unik
Unik
artinya suatu jenis pelayanan atau pekerjaan yang khas, dalam arti berbeda dari
jenis pekerjaan lainnya. Dapat dibedakan secara jelas misalkan, dokter objek
pekerjaannya adalah mengobati orang sakit, pengacara tugasnya membantu
seseorang yang sedang dililit persoalan hokum. Sedangkan guru tugasnya adalah
mendidik peserta didik yang awalnya tidak tahu menjadi tahu.
2.
Definitif
Definitif
maksudnya jelas batas-batas bidang garapannya.
3.
Layanan
penting
Maksud
dari layanan penting adalah sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Bidang kesehatan
misalnya, jelas semua orang memerlukan demikian, pun juga dengan bidang
pendidikan, tidak ada orang yang tidak perlu pendidikan
4.
Menuntut
kemampuan kinerja intelektual
Yang
dimaksud menuntut kemampuan kinerja intelektual disini adalah berlainan dengan
keterampilan atau pekerjaan manusia semata. Seorang guru tidak hanya menangani
persoalan fisik saja, akan tetapi juga mental peserta didik.
5.
Memiliki
tanggung jawab pribadi secara penuh
6.
Lebih
mengutamakan pelayanan daripada upah pribadi.[4]
D.
Etika Kerja Guru
Etika (ethic) bermakna sekumpulan azas atau
nilai yang berkenaan dengan akhlak, tata cara (adat, sopan santun) nilai
mengenai benar dan salah tentang hak dan
kewajiban yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat.
Etika, pada
hakikatnya merupakan dasar pertimbangan dalam pembuatan keputusan tentang moral
manusia dalam interaksi dengan lingkungannya. Secara umum etika dapat diartikan
sebagai suatu disiplin filosofis yang sangat diperlukan dalam interaksi sesama
manusia dalam memilih dan memutuskan pola-pola perilaku yang sebaik-baiknya
berdasarkan timbangan moral-moral yang berlaku. Dengan adanya etika, manusia
dapat memilih dan memutuskan perilaku yang palik baik sesuai dengan norma-norma
moral yang berlaku. Dengan demikian akan terciptanya suatu pola-pola hubungan
antar manusia yang baik dan harmonis, seperti saling menghormati, saling menghargai,
tolong menolong, dsb.
Sebagai acuan
pilihan perilaku, etika bersumber pada norma-norma moral yang berlaku. Sumber
yang paling mendasar adalah agama
sebagai sumber keyakinan yang paling asasi, filsafat hidup (di negara kita
adalah Pancasila), budaya masyarakat, disiplin keilmuan dan profesi. Dalam
dunia pekerjaan, etika sangat diperlukan
sebagai landasan perilaku kerja para guru dan tenaga kependidikan lainnya.
Dengan etika kerja itu, maka suasana dan kualitas kerja dapat diwujudkan
sehingga menghasilkan kualitas pribadi dan kinerja yang efektif, efisien, dan
produktif.
Etika kerja
lazimnya dirumuskan atas kesepakatan para pendukung pekerjaan itu dengan
mengacu pada sumber-sumber dasar nilai dan moral tersebut di atas. Rumusan
etika kerja yang disepakati bersama itu disebut kode etik. Kode etik akan menjadi rujukan untuk mewujudkan perilaku
etika dalam melakukan tugas-tugas pekerjaan. Dengan kode etik itu pula perilaku
etika para pekerja akan dikontrol, dinilai, diperbaiki, dan dikembangkan. Semua
anggota harus menghormati, menghayati, dan mengamalkan isi dari semua kode etik
yang telah disepakati bersama. Dengan demikian akan terciptanya suasana yang
harmonis dan semua anggota akan merasakan adanya perlindungan dan rasa aman
dalam melakukan tugas-tugasnya.
Secara umum, kode
etik ini diperlukan dengan beberapa alasan, antara lain:
1. Untuk melindungi pekerjaan sesuai dengan ketentuan dan kebijakan
yang telah ditetapkan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
2. Untuk mengontrol terjadinya ketidakpuasan dan persengketaan dari
para pelaksana, sehingga dapat menjaga dan meningkatkan stabilitas internal dan
eksternal pekerjaan.
3. Melindungi para praktisi di masyarakat, terutama dalam adanya
kasus-kasus penyimpangan tindakan.
4. Melindungi anggota masyarakat dari praktek-praktek yang menyimpang
dari ketentuan yang berlaku.
Karena
kode etik itu merupakan suatu kesepakatan bersama dari para anggota suatu
profesi, maka kode etik ini ditetapkan oleh organisasi yang mendapat
persetujuan dan kesepakatan dari para anggotanya. Khusus mengenai kode etik
guru di Indonesia, PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) telah menetapkan
kode etik guru sebagai salah satu kelengkapan organisasi sebagaimana tertuang
dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PGRI.
E.
Etos Kerja Guru
Sebenarnya
kata “etos” bersumber dari pengertian yang sama dalam etika, yaitu
sumber-sumber nilai yang dapat dijadikan rujukan dalam pemilihan dan kepustusan
perilaku. Etos kerja lebih merujuk pada kualitas kepribadian yang tercermin
melalui unjuk kerja secara utuh dalam berbagai dimensi kehidupannya.
Dengan
demikian etos kerja lebih merupakan kondisi internal yang mendorong dan mengendalikan
perilaku kearah terwujudnya kualitas kerja yang ideal. Kualitas unjuk kerja dan hasil kerja banyak
ditentukan oleh kualitas etos kerja ini.
Sebagai suatu kondisi internal, etos kerja mengandung beberapa unsur
antara lain:
1.
Disiplin
kerja
2.
Sikap
terhadap pekerjaan
3.
Kebiasaan-kebiasaan
bekerja
Dengan disiplin kerja, sorang pekerja akan selalu bekerja dalam
pola-pola yang konsisten untuk melakukan dengan baik sesuai dengan tuntutan dan
kesanggupannya. Disiplin yang dimaksud disini adalah bukan disiplin yang mati
dan pasif, akan tetapi disiplin yang hidup dan aktif yang didasari dengan penuh
pemahaman, pengertian, dan keikhlasan. Sikap terhadap pekerjaan merupakan
landasan yang paling berperan, karena sikap mendasari arah dan insentitas unjuk
kerja. Perwujudan unjuk kerja yang baik, didasari oleh sikap dasar yang positif
dan wajar terhadap pekerjaannya. Mencintai pekerjaan sendiri adalah salah satu
contoh sikap terhadap pekerjaan. Demikian pula keinginan untuk senantiasa
mengembangkan pekerjaan dan unjuk kerja merupakan refleksi sikap terhadap
pekerjaan. Orientasi kerja, juga merupakan unsur sikap seperti orientasi
terhadap hasil tambah, orientasi terhadap perkembangan diri, dan orientasi
terhadap perkembangan masyarakat. Kebiasaan kerja merupakan pola-pola perilaku
kerja yang ditunjukkan oleh pekerja secara konsisten. Beberapaunsur kerja
antara lain: kebiasaan mengatur waktu, kebiasaan pengembangan diri, disiplin
kerja, kebiasaan hubungan antar manusia, kebiasaan bekerja keras.
Dengan demikian, etos kerja merupakan tuntutan internal untuk
berperilaku etis dalam mewujudkan unjuk kerja yang baik dan produktif. Dengan
etos kerja yang baik dan kuat sangat diharapkan seseorang pekerja akan
senantiasa melakukan pekerjaannya secara efektif dan produktif dalam kondisi
pribadi yang sehat dan berkembang. Perwujudan unjuk kerja ini bersumber pada
kualitas kompetensi aspek kepribadian yang mencakup aspek religi, intelektual,
social, pribadi, fisik, moral, dsb. Hal itu dapat berarti bahwa mereka yang
dipandang memiliki etos kerja yang tinggi dan kuat akan memiliki keunggulan.[5]
F.
Ciri-ciri Etos Kerja
Untuk
melihat apakah seseorang mempunyai etos kerja yang tinggi atau tidak dapat
dilihat dari cara kerjanya. Keberhasilan peserta didik didukung oleh keteladan
guru dalam berikap dan kebiasaannya dalam mengajar. Etos
kerja seseorang yang tinggi dapat diketahui dari cara kerjanya
yang memiliki tiga ciri dasar. Tiga ciri dasar tersebut yaitu: menjunjung mutu
pekerjaan, menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan, dan memberikan
pelayanan kepada masyarakat[6]
Terdapat pendapat lain
yang memaparkan, bahwa etos kerja memiliki tiga ciri-ciri pula yaitu:
1.
Memiliki standar kemampuan dalam bidang
profesional, yang diakui oleh kelompok atau organisasi profesi itu sendiri.
2.
Berdisiplin tinggi (taat kepada aturan dan
ukuran kerja yang berlaku dalam profesi yang bersangkutan).
3.
Selalu berusaha meningkatkan kualitas dirinya,
melalui pengalaman kerja dan melalui media pembelajaran lainnya[7]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Profesi
keguruan adalah suatu jabatan yang di emban oleh seorang pendidik karena telah
memiliki kelayakan dan kewenangan untuk mengajar
2.
Syarat
profesi guru adalah cakap, ikhlas, berkepribadian, taqwa dan memiliki
kompetensi guru
3.
Karakteristik
profesi diantaranya adalah unik, definitif, layanan penting, menuntun kinerja
intelektual, memiliki tanggung jawab pribadi secara penuh dan ebih mengutamakan
pelayanan daripada upah pribadi.
4.
Etika
kerja guru adalah dasar pertimbangan dalam pembuatan keputusan tentang moral
manusia dalam interaksi dengan lingkungannya
5.
Etos
kerja guru adalah kondisi internal yang mendorong dan mengendalikan perilaku
kearah terwujudnya kualitas kerja yang ideal
6.
Ciri
kerja guru adalah memiliki standar kemampuan dalam bidang professional,
berdisiplin tinggi, serta selalu berusaha meningkatkan kualitas dirinya,
melalui pengalaman kerja dan melalui media pembelajaran lainnya
DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin, et al. 2004. Paradigma Pendidikan Islam Upaya
Mengeektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Jakarta:
Remaja Rosda Karya.
Nasrul. 2014. Profesi Dan Etika
Keguruan. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Oktafiani,
Alinda. 2010. Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala
Sekolah dengan Etos Kerja Guru di MAN Cibinong, Jakarta: Jurusan Manajemen Pendidikan UIN Syarif Hidayatullah, Skripsi
Rahman, Muhammat dan Sofan Amir. 2014. Kode Etik
Profesi Guru. Jakarta: Prestasi Pustakarya.
Solihin, Moh. 2013. Etika Profesi Keguruan. Jember: STAIN
Jember Press.
Wahyudi, Imam. 2012 Mengajar Profesionalisme
Guru. Jakarta: Prestasi Pustakarya.
Amuy,
mochammad. http://amuysmoch.blogspot.co.id/2013/11/etos-kerja-dan-profesionalisme-guru.html?showComment=1458495205315#c5252566919309011926. 21 maret 2016. 12:36 wib.
[5] Muhammat
Rahman dan Sofan Amir, Kode Etik Profesi Guru (Jakarta: Prestasi Pustakarya,
2014) hal 23
[6] Muhaimin, et al., Paradigma
Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah
(Jakarta: Remaja Rosda Karya, 2004) h. 114
[7] Alinda Oktafiani, Hubungan Gaya
Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Etos Kerja Guru di MAN Cibinong,
Jakarta: Jurusan Manajemen Pendidikan UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta: 2010) Skripsi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar