BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Amar makruf
nahi munkar merupakan salah satu pilar ajaran islam yang sangat fundamental. Amar
makruf nahi munkar ibarat dua sisi dari satu keping mata uang yang sama. Amar
makruf nahi munkar mengandung anasir nahi munkar dan nahi munkar mengandung
anasir amar makruf. Satu sama lain saling mengisi, melengkapi, mengukuhkan dan
menyempurnakan eksistensinya. Aktifitas amar makruf niscaya diikuti dengan nahi
munkar, sedangkan aktifitas nahi munkar niscaya di tindak lanjuti dengan amar
makruf.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian amar makruf dan nahi munkar?
2.
Apa saja urgensi amar makruf nahi munkar?
3.
Apa tujuan amar makruf nahi munkar?
4.
Apa saja tipe manusia dalam beramar makruf nahi
munkar?
5.
Bagaiamana cara melakukan amar makruf?
6.
Bagaimana etika amar makruf dan nahi munkar?
1.3
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian amar makruf dan nahi munkar
2.
Untuk mengetahui macam-macam urgensi amar makruf nahi munkar
3.
Untuk mengetahui tujuan amar makruf nahi munkar
4.
Untuk mengetahui macam-macam tipe manusia dalam beramar makruf nahi munkar
5.
Untuk mengetahui cara melakukan amar makruf
6.
Untuk mengetahui etika amar makruf dan nahi munkar
1.4
Manfaat Penulisan
1.
Memberikan penjelasan tentang amar makruf dan nahi munkar
2.
Memberikan penjelasan tentang urgensi amar makruf nahi munkar
7.
Memberikan penjelasan tentang tujuan amar makruf nahi munkar
3.
Memberikan penjelasan tentang tipe manusia dalam beramar makruf nahi munkar
4.
Memberikan penjelasan tentang cara melakukan amar makruf
5.
Memberikan penjelasan tentang etika amar makruf dan nahi munkar
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Amar Makruf Nahi Munkar
Istilah amar makruf nahi munkar terdiri dari empat kosakata. Amar makruf terdiri dari dua kosakata, yakni amar dan makruf. Amar berasal dari kata
‘amara-ya’muru-amran, artinya menyeluuruh, memerintahkan, mengajak,
membebani sesuatu untuk dilakukan lawan kata naha-yanha-nahyan. Makruf
dari akar kata ‘arafa-ya’rifu-ma’rufan, ‘alima-ya’lamu-‘ilman, artinya
yang diketahui, dikenal, yang terkenal, masyhur, kebijakan, sesuatu yang
diketahui kebaikannya dengan akal maupun syarak; lawan kata munkar.
Istilah nahi munkar juga terdiri dari dua
kosa kata, yakni nahi dan munkar. Nahi dari kata nahi-yanha-nahyan, artinya
melarang, mencegah, menghalangi, menghentikan; lawan kata ‘amara-ya’muru-amran.
munkar dari akar kata nakara, ankara-yunkiru-munkaran artinya yang
tak dikenal, perkara yang keji, munkar, tidak diterima, yang ditolak, yang dihukumi
buruk oleh akal; lawan kata makruf. Amar makruf mengandung arti memerintahkan
orang untuk beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan melaksanakan syariat-Nya.
1.2 Urgensi Amar Makruf Nahi Munkar
A.
Amar makruf nahi munkar sebagai
keniscayaan
Ketergantungan manusia antar satu dan lainnya dalam kehidupan
bermasyarakat di dunia ini merupakan keniscayaan. Di awal muqaddimah-nya,
Ibnu Khaldun bahkan telah menyatakan bahwa manusia adalah “makhluk sosial”.
Ibnu Khaldun membangun teori sosialnya ini berdasarkan begitu beragamnya
kebutuhan manusia yang tidak dapat diperoleh kecuali dengan adanya kerja sama
dan interaksi sosial (mu’amalah) antar anak manusia.[1] Dalam analisis Mustafa asy-syak’ah,[2]
teori “makhluk sosial” Ibnu Khaldun yang dibangun karena kebutuhan
individu-individu manusia untuk memenuhi hidupnya, sebenarnya bersetumpu pada
konsep al-Qur’an tentang manusia sebagai khalifah dan pemakmur bumi (‘imaratul-ard).[3]
Dalam kata-kata Ibnu Khaldun disebutkan, “jika kerja sama antar anak
manusia dimotivasi oleh kebutuhan mereka dalam memenuhi kebutuhan makanan untuk
konsumsi dan persenjataan untuk mempertahankan diri, hal ini memang telah
menjadi kehendak dan ketetapan Allah untuk menjamin keberlangsungaan hidup
manusia. Secara demikian, interaksi sosial adalah suatu keniscayaan bagi
manusia yang bila diabaikan, spesies manusia akan punah dan tujuan penciptaan
manusia sebagai khalifah Allah yang memakmurkan bumi tidak akan berwujud”.[4]
Sejalan dengan
itu, menurut Yusuf al-Qardawiy, al-Qur’an menyatakan bahwa setiap individu
muslim disamping memiliki tanggung jawab atas diri pribadinya (al-mas’uliyyah
al-fardiyyah), juga memiliki tanggung jawab atas masyarakat dan
lingkungannya (al-mas’uliyyah al-ijtima’iyyah). Oleh karenanya, setiap
individu muslim yang diinginkan Islam tidak seharusnya hanya mementingkan
kemaslahatan untuk dirinya pribadi, sementara ia bersikap acuh tak acuh tanpa
berusaha mengajak orang lain untuk mendapatkan kebaikan dan kemaslahatan dan
mengingatkan serta menghindarkan mereka dari keburukan, dalam pandangan
al-Qur’an, dampak negatifnya pada akhirnya akan menimpa diri manusia secara
keseluruhan. Dalam hal ini al-Qur’an menyatakan,
Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu ‘Abbas dalam salah satu riwayat
yang dinukil Ibnu Kasir menyatakan, “Allah memerintahkan orang-orang mukmin
untuk tidak membiarkan kemungkaran terjadi di tengah-tengah mereka karena akan
menyebabkan turunnya azab keada mereka secra menyeluruh”. Riwayat Ibnu
‘Abbas ini sejalan dengan penjelasan Rasulallah sallallahu ‘alaihi wasallam,
إنّ الناس أذا رأوا الظالم فلم يأخذوا
Sesungguhnya manusia bila melihat kezaliman lalu tidak berusaha
menghentikannya, maka Allah akan menimpakan siksaannya sevara umum. (Riwayat at-Tirmizy dari Abu Bakar)
B.
Amar Makruf Nahi Munkar Pilar Utama Islam
Jika “perintah” dan “larangan” yang termanifestasikan dalam bentuk
amar makmur nahimunkar menjadi tuntutan kehidupan manusia, maka adalah wajar
dan logis bila Al-Qur’an dan Sunah sebagai pedoman ilahi yang memuat sekumpulan
“perintah” yang mesti diwujudkan (amar makruf) dan sejumlah “larangan” yang
harus dihindari (nahi munkar) menempatkan amar makruf nahi munkar sebagai salah
satu karakteristik yang paling menonjol pada diri Rasul-Nya, dimana
karakteristik ini dalam salah satu ayat diletakkan bersama karakteristik-karakteristik
dan fungsi-fungsi rasul yang lain. Dalam surah Al-A’raf/7 ayat 157 Allah subhanahu
wata’ala berfirman,
(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang
(namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi
mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari
mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban
dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman
kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang
diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Ayat ini menunjukkan bahwa kedudukan amar makruf begitu urgen
karena menjadi alasan utama diutusnya rasul. Karakteristik dan fungsi mereka
senantiasa mengajak umat manusia kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan,
menjadi inti dari risalah yang harus disampaikan kepada umat manusia.[5]
Karena itu pula,
melalui Al-Qur’an, Allah menjadikan amar makmur nahi munkar ini sebagai salah
satu karakteristik istimewa dari komunitas muslim yang benar-benar ingin
mengikuti jejak Rasul sebagai uswatun hasanah mereka.
Amar makruf nahi
munkar merupakan ciri utama bagi masyarakat islam dan bagi individu anggota
masyarakat tersebut, karena islam menghendaki mereka hanya baik untuk diri
pribadi mereka sendiri, namun mengabaikan kebaikan kepada masyarakatnya.
Individu-individu yang saleh untuk dirinya sendiri tapi tidak peduli dengan
orang lain, dalam Al-Qur’an, tergolong orang-orang yang merugi. Sebagaimana
Allah menjelaskan dalam Surah al-‘Asr/103, yang artinya:
Demi masa. Sungguh, manusia berada
dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebjikan serta
saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran. (al-‘Asr/103: 1-3)
Surah ini menyatakan bahwa iman dan amal saleh belum cukup untuk
memperoleh keselamatan dari kerugian dan kehancuran, kecuali mereka mau saling
mengingatkan untuk melakukan kebenaran dan saling mewasiati untuk bersabar.
Dengan kata lain, masyarakat yang baik dan beruntung adalah yang individu-individunya mau amar
makruf nahi mungkar dalam kebenaran yang lahir dari keimanan dan amal saleh.[6]
C.
Peran dan Manfaat Amar Makruf Nahi Munkar
Sebagaimana dikemukakan diatas, peran amar makruf nahi mungkar
sangatlah penting dan menjadi pilar utama dalam Islam. Penegakan amar makruf
nahi mungkar yang dilakukan secara benar dan sesuai dengan tuntutan Islam
adalah benteng yang kokoh untuk menjaga, melindungi, memelihara, bahkan
meningkatkan kualitas hidup di berbagai sektor kehidupan manusia, ibadah,
muamalah, politik, ekonomi, budaya, keamanan, ilmu pengetahuan teknologi,
industri, hasil bumi, kekayaan alam dan sektor kehidupan yang lain.
Peran penting amar makruf nahi mungkar ini semakin jelas jika kita
mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang manfaat amar makruf nahi mungkar,
antara lain:
1.
Pintu gerbang keberuntungan
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung. (Ali-‘Imran/3: 104)
2.
Ciri umat terbaik
Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik. (Ali-‘Imran/3: 110)
3.
Sendi pembangunan akhlaq terpuji
Mereka beriman kepada Allah dan hari
penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar
dan bersegera kepada (mengerjakan) perbagai kebajikan; mereka itu termasuk
orang-orang yang saleh. (Ali-‘Imran/3: 114)
4.
Tugas mulia para nabi
(Yaitu) orang-orang yang mengikut
Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan
Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan
melarang mereka dari mengerjakan yang munkar dan menghalalkan bagi mereka
segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang
dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka
orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti
cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah
orang-orang yang beruntung. (al-A’raf/7: 157)
5.
Penyebab turunnya rahmat
Dan orang-orang yang beriman, lelaki
dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang
lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar,
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya.
Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana. (at-Taubah/9:71)
6.
Sifat orang-orang mukmin
(yaitu) orang-orang yang jika Kami
teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang,
menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang
mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.(al-Hajj/22: 41)
7.
Kewajiban dari Allah
Tidakkah kamu
memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat
Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebahagian dari tanda-tanda
(kekuasaan)-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur. (Luqman/31: 17)
D.
Berbagai Kendala dalam Pelaksanaan Amar Makruf Nahi Munkar dan
Antisipasinya
Dalam pelaksanaan
amar makruf nahi munkar ada beberapa kendala yang biasanya ditemukan, baik yang
bersifat intern atau ekstern. Diantara kendala intern dalam pelaksanaan amar
makruf nahi munkar adalah lemahnya sumber daya manusia, kurangnya koordinasi
dalam perencanaan, pelaksanaan evaluasi dan kendala ekstern meliputi: kondisi
dan situasi yang berubah-ubah dan adanya provokasi atau hasutan dari luar
E.
Pelaksanaan Amar Makruf Nahi Munkar yang Efektif dan Efisien
Contoh pelaksanaan amar makruf nahi munkar yang paling efektif dan
efisien, artinya memiliki hasil guna dan daya yang tinggi, ialah dakwah yang
dilaksanakan Nabi Muhammad SAW. Dari segi komunikator dakwah yaitu Nabi sendiri
yang tidak lain adalah contoh teladan bagi semua manusia. Hal ini diterangkan
dalam Al-Qur’an Surah al-Ahzab/33: 21, dan Ali ‘Imran/3: 159.
Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah. (al-Ahzab/33:
21)
Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Ali ‘Imran/3: 159).
Allah
menerangkan bahwa pribadi Nabi adalah contoh teladan yang paling baik bagi kita
semua muslim, baik kemantapan imannya, ketabahan dan kesabarannya, keyakinannya
bahwa hasil perbuatannya bukan hanya karena kesungguhannya juga karena
ketentuan Allah yang Maha Kuasa. Dan segala sesuatu yang dilakukannya hanya
mengharap keridaan Allah.
1.3 Tujuan Amar Makruf Nahi Munkar
Para ulama islam sepakat, dari dulu hingga saat ini, sepakat
bahwa amar makruf nahi munkar merupakan kewajiban agama yang harus ditegakkan.
Bahkan menurut Imam asy-syaukany, termasuk
kewajiban yang sangat utama dan menjadi salah satu pokok ajaran agama yang
dengannya sistem dan tatanan islam dapat berjaya[7].
Kewajiban ini bukan hanya dibebankan pada umat islam, tetapi juga pada
umat-umat terdahulu. sebagaimana diabadikan dalam alqur’an melalui wasiat bijak, lukman berkata pada
anaknya,
يبني اقم الصلوة وأمر بلمعروف وانه عن المنكر
واصبر على ما اصاك ان ذلك من عزم الامو
wahai anakku! laksanakanlah salat dan
suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang
mungkar dan bersabarlah terhadap apa
yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting. (Lukman / 31: 17)
kewajiban
ini telah dijalankan dengan baik oleh para nabi dan rasul dalam upaya
memurnikan ajaran tauhid dari segala bentuk syirik dan membangun individu dan masyarakat yang
mengabadikan nilai-nilai kebaikan. Jika ajaran agama yang dibawa oleh para nabi
dan rasul berisikan perintah dan larangan, maka yang diperintah itu adalah yang
makruf dan yang dilarang itu pasti sesuatu yang munkar. Al-makruf adalah nama untuk semua perbuatan dan
perkataan yang dinyatakan dan diketahui baik menurut akal dan agama. Sedangkan
al-munkar adalah kebalikanya, yaitu setiap perbuatan yang dinilai jelek oleh
akal sehat, atau dipandang buruk menurut agama. Oleh karenanya, menegakan amar
makruf nahi munkar sebenarnya merupakan kewajiban agama yang tidak terpisahkan
dalam upaya tegaknya ajaran agama.
A. Mewujudkan dan Memelihara Maqosidul-Qur’an
Kewajiban amar makruf
nahi mungkar sangat terkait erat dengan tujuan yang ingin diwujudkan oleh Al-Qur’an
melalui perintah dan larangan yang terdapat di dalamya, antara lain, sebagaimana
dikemukakan oleh Yusu al-Qradawiy, yaitu:
1) Menegakkan prinsip ajaran tauhid dan aqidah yang benar
2) Menjaga kemuliaan dan hak-hak mendasar manusia
3) Membimbing manusia untuk beribadah dan bertaqwa secara berkualitas
4) Mengajak manusia untuk mesucikan jiwanya
5) Mebangun keluarga bahagia
6) Membangun masyarakat yang dapat dibanggakan oleh umat manusia dan
7) Mengajak manusia kepada kehidupan yang harmonis[8]
Amar makruf
nahi munkar merupakan upaya mempersiapkan dan menciptakan suasana yang kondusif
untuk terwujudnya tujuan pokok ajaran al-qur’an diatas, yang juga menjadi
tujuan ajaran para nabi dan rasul terdahulu. Ia juga menjadi sarana untuk
mewujudkan cita-cita luhur agama untuk melindungi agama, jiwa, keturunan, harta
dan kehormatan manusia. Secara umum, tujuan-tujuan tersebut ada yang bersifat
individual, terkait manusia secara perorangan, dan ada yang bersifat kolektif,
terkait dengan manusia sebagai anggota masyarakat.
B. Mewujudkan umat terbaik (khoir umah)
Didalam Al-Qur’an, Allah memberikan predikat kepada umat Nabi Muhammad SAW sebagai khoir umah, yaitu umat
yang terbaik. Allah berfiman dalam surat ali imran/ 3:110.
كنتم خير أمة اخرجت للناس تأمرون بالمعروف و تنهون عن
المنكر و تؤمنون بالله ولو امن اهل الكتب لكان خيرا لهم منهم المؤمنون واكثرهم
الفسقون
Kamu (umat islam) adalah umat tebaik yang dilahirkan untuk manusia,
(karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang munkar,
dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih
baik dari mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan meraka
adalah orang-orang fasik. (Ali Imran/ 3:110)
Suatu predikat yang
sangat membanggakan. Mayoritas ulama tafsir memahami bahwa objek bicara pada
kata “kuntum” bukan hanya para sahabat yang hidup dimasa Rasulullah saat
Al-Qur’an turun dan dibacakan, tetapi melihat redaksinya yang bersifat umum
dipahami objeknya adalah seluruh umat nabi Muhammad sepanjang zaman. Berdasarkan
ayat di atas, predikat umat terbaik itu terkait erat dengan tiga hal: 1) ta’muruna
bil-ma’ruf (selalu mengajak kepada kebaikan); 2) tanhauna ‘anil-mungkar
(mencegah kemungkaran), dan; 3) tu’minuna billah (beriman kepada Allah).
Dalam salah satu kaidah
dinyatakan, penyebutan sebuah hukum (dalam hal ini khair umah) yang diiringi
dengan penyebutan sifat yang terkait dengannya, menunjukkan bahwa sifat
tersebut merupakan ‘illat (sebab/alasan) penetapan hukum dimaksud. Dengan demikian, dalam konteks ayat
di atas ketiga sifat tersebut merupakan ‘illat/sebab pemberian predikat khair
ummah. Atau dengan kata lain, predikat keterbaikan itu akan
diperoleh umat Nabi Muhammad SAW selama mereka memiliki kekuatan dan
keunggulan sehingga dapat menebarkan kebaikan, mencegah segala bentuk kemungkaran (amar ma’ruf
nahi munkar), serta memiliki keimanan yang berkualitas. Demikian menurut pakar
tafsir, ar-Raziy[9].
Dalam sebuah riwayat at-Tabariy, ‘Umar bi al Khattab pernah mengatakan, “Barang
siapa ingin menjadi bagian dari umat ini (umat nabi Muhammad) dengan predikat
terbaik, maka terapkan tiga syarat yang ditetapkan Allah pada surah Ali ‘imran
ayat di atas.”[10]
Bila kemungkaran
dibiarkan merajalela dalam sebuah masyarakat maka perlahan demi perlahan
masyarakat tersebut akan mengalami kehancuran. Dalam salah satu hadis
Rasulullah memberikan perumpamaan masyarakat yang tidak menegakkan amar makruf
nahi munkar dengan sekelompok orang yang naik ke dalam sebuah kapal yang
berlayar di lautan. Sebagian ada yang di bagian atas dan sebagian lainya
dibawah. Yang berada di bawah jika ingin mengambil air akan melewati mereka
yang di atas. Agar tidak mengganggu yang di atas mereka yang berada di bawah berinisiatif
untuk melubangi bagian bawah kapal. Jika tindakan itu dibiarkan maka akan
mengancam keselamatan semua penumpang kapal, dan jika dicegah maka akan
selamatlah mereka ( Riwayat al-Bukhariy dari nu’man al Basyir).[11]
Tindakan membiaran
kemungkaran dan tidak menegakkan al ma’ruf akan mendatangkan kemurkaan Allah,
bahkan seperti dinyatakan dalam salah satu hadis Rasulullah juga akan
menghalangi keterkabulan suatu do’a yang dipanjatkan suatu hamba. Rasulullah
SAW bersabda,
والذي نفسي بيده, لتأمرن بالمعروف ولتنهون عن المنكر, أو
ليوشكن الله أن يبعث عليكم عقابا من عنده, ثم لتدعنه فلا يستجيب لكم, (رواه أحمد
والترمذي عن حذيفة بن اليمان)[12]
Demi tuhan yang jiwaku berada ditangan-nya, sungguh
kalian harus senantiasa memerintahkan kema’rufan dan mencegah dari
kemunkaran, atau (kalau tidak maka) Allah sungguh akan mengirim dari sisi-nya
azab kepada kalian, sehingga meskipun kalian berdoa dengan sungguh-sungguh
namun dia tidak akan berkenan mengabulkannya. ( Riwayat Ahmad dan at-Tirmiziy dari
Huzaifah bin al-Yaman)
Amar makruf nahi munkar bukanlah tugas yang ringan,
karena itu memerlukan motivasi keagamaan yang tinggi. Penyebutan sifat selalu
beriman kepada Allah (tu’minuna billah) setelah amar makruf nahi munkar
pada ayat di atas menunjukkan bahwa kualitas keimanan akan menentukan kualitas
penegakan amar makruf nahi munkar yang
menjadi benteng pertahanan agama dan keutuhan umat.
1.4
Tipe Manusia Dalam Beramar Makruf Nahi Munkar
Ada tiga tipe manusia:
1.
Manusia yang hanya bertindak atas dasar hawa nafsunya. Mereka hanya
rela terhadap sesuatu yang sesuai dengan seleranya, dan tidak menaruh benci/marah
kecuali kepada yang mereka anggap haram. Jika seseorang menyodorkan sesuatu
yang sesuai dengan seleranya, baik itu halal maupun haram, maka segera lenyap
kemungkarannya dan ia pun merasa suka.
Mereka hidup diliputi dengan kemungkaran yang menolak segala bentuk
pelakunya dicerca dan dimurkai. Ia pun menjadi pelaku kemungkaran itu, menjadi
patner dan pendukungnya, serta menganggap musuh bagi siapa saja yang mencegah
dan menentangnya. Hal semacam ini banyak terjadi dalam kehidupan masyarakat,
bahkan dalam jumlah besar yang tak terhitung. Penyebabnya adalah zalim dan
jahil. Orang macam ini tidak akan mampu berbuat adil, bahkan lebih cenderung
pada kezaliman.
2.
Kelompok manusia yang melaksanakan syariat islam secara benar dan
ikhlas karena Allah serta senantiasa mewujudkan kebaikan. Mereka itu telah
terbiasa melakukan hal demikian sehingga mampu bersabar menghadapi berbagai
penderitaan. Orang-orang seperti inilah yang dikatakan beriman dan beramal
saleh, termasuk umat terbaik yang ditampilkan di tengah-tengah umat manusia.
Mereka itu menegakkan amar makruf nahi munkar serta beriman kepada Allah Swt.
3.
Model manusia yang berdiri di tengah-tengah kedua sikap di atas.
Sebagian besar mereka itu adalah orang mukmin yang mempunyai kesadaran diniah
dan dorongan nafsu. Ada dorongan untuk taat dan ada pula ke arah maksiat.
Sekali tempo cenderung lebih kuat ke arah kebaikan (diniah), dalam kesempatan
lain kecenderungan kearah nafsu lebih kuat.
Pembagian nafsu, ada tiga: nafsu
amarah, nafsu lawwamah, dan nafsu mutmainnah. Maka model manusia pertama tadi
dapat disamakan dengan pengikut nafsu amarah yang selalu menyuruh pada
kejahatan. Model kedua adalah pengikut nafsu mutmainnah, yang dinyatakan dalam
Al-qur’an.
“Hai
jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati puas lagi diridai-Nya.
masuklah kedalam kelompok hamba-hambaKu, dan masuklah ke dalam sorga-Ku”.
(Al-Fajr: 27-30).
Sedang
model ketiga, adalah pengikut nafsu lawwamah, yaitu orang yang berbuat dosa
lalu mencelanya. Perbuatan mereka berubah-ubah, suatu tempo demikian dan di
lain kesempatan lain lagi. Kadang kala melakukan amal saleh dan terkadang
berkecimpung pula dalam perbuatan tercela.
Oleh karena itu, umat setelah
wafatnya Rasulullah Saw, yaitu pada zaman Abu Bakar ra dan Umar bin Khattab ra,
disuruh mengikuti kedua pemimpin itu. Begitu pesan Rasulullah Saw seperti
dinyatakan dalam hadisnya.
اقتدوا بالذين من بعدي : ابى بكر وعمر
“Ikutilah dua orang
sesudahku, Abu bakar dan Umar”. (HR. Abu Daud, dalam sunnahnya jilid 5 hal 13;
dalam sunan Annasa’i jilid 5 hal.44).
Mereka itu masih dekat dengan masa
kerasulan, memiliki iman yang jauh lebih baik dan amalan-amalan saleh,
iman-iman mereka sangat teguh menegakkan kebenaran dan kewajiban, dan lebih
tuma’ninah, mereka jauh dari ajang fitnah. Mereka itu termasuk kelompok manusia
kedua.
1.5
Cara Melakukan Amar Makruf
A.
Berkata dan Bersikap Lembut
Salah satu cara
yang paling pertama dan utama ditanamkan
dalam diri setiap pelaku amar ma’ruf adalah berkata dan bersikap lembut.
Sebab kebenaran akan ditolak jika si pelaku amar ma’ruf melakukannya dengan
cara kasar dan keras. Sebaimana firman-Nya
فبما رحمة من
الله لنت لهم ولو كنت فظا غليظ القلب لانفضوا من حولك , فاعف عنهم واستغفرلهم
وشاورهم في الأمر , فإذا عزمت فتوكل علي الله إن الله يحب المتوكلين.
B.
Menggunakan Metode yang Tepat
Amar ma’ruf
akan bisa tercapai dengan
baik, jika si pelaku mampu
mengomunikasikannya dengan baik. Dalam Al-Qur’an banyak ditemukan term yang
menunjukkan cara dalam beramar ma’ruf di antaranya:
1.
Qaul layyin
Di dalam Al-Qur’an, kata
ini hanya ditemukan sekali saja, yakni pada Surah Taha /20:44,
اذهبا الى فرعون انه طغى, فقولا له قولا لينا لعله يتذكر او يخشى
Pergilah kamu berdua kepada fir’aun , kareana dia benar-benar telah
melampui batas , maka bicarah kamu berdua kepadanya (fir’aun) dengan kata-kata
yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar dan takut. (Taha / 20: 43-44)
Qaul layyin adalah
perkataan yang mengandung anjuran, ajakan, pemberian contoh dimana si pembicara
berusaha meyakinkan pihak lain bahwa apa yang disampaikan adalah benar dan
rasional, dengan tidak bermaksud merendahkan pendapat atau pandangan orang lain
yang diajak bicara tersebut.
Demikian ini, karena
berdakwah pada dasarnya mengajak orang lain kepada kebenaran, bukan untuk
memaksa atau unjuk kekuatan. Hanya saja, yang harus dipahami dari term layyin
dalam konteks perkataan adalah bahwa perkataan tersebut bukan berarti
kehilangan ketegasan, akan tetapi perkataan yang disampaikan dengan penuh
keyakinan yang akan menggetarkan jiwa orang-orang yang sombong yang berada di sekeliling
penguasa yang tiran.
2. Qaul balig
Di dalam Al-Qur’an term qaul balig hanya disebutkan sekali yaitu
an-Nisa’/4:62-63
فكيف اذا اصلبتهم مصيبة بما قدمت ايدهم ثم جاء وك يحلفون بالله ان
اردنا الا احسانا وتوفيقا, اولئك الذين يعلم الله ما في قلوبهم فاعرض عنهم وغظهم
وقل لهم في انفسهم قولا بليغا
Qaul balig adalah
perkataan yang mengandung tiga unsur utama, yaitu: (1) bahasanya tepat (2)
sesuai dengan yang dikehendaki (3) isi perkataannya merupakan suatu kebenaran.
Sedangkan term balig dalam konteks beramar makruf bisa dipahami bahwa si
pembicara secara sengaja hendak menyampaikan dengan cara yang benar agar bisa
diterima oleh pihak yang diajak (mad’uw).
Secara lebih rinci, para
pakar sastra, seperti dikutip M Quraish Shihab, membuat kriteria-kriteria
khusus yang memungkinkan suatu pesan dianggap balig
a.
Tertampungnya seluruh pesan dalam kalimat yang disampaikan
b.
Kalimatnya tidak bertele-tele, juga tidak terlalu pendek sehingga
pengertiannya menjadi kabur
c.
Pilihan kosakatanya tidak dirasakan asing bagi si pendengar dan
mudah diucapkan
d.
Kesesuian kandungan dan gaya bahasa dengan lawan bicara
e.
Kesesuain dengan tata bahasa
3. Qaul
karim
Term ini ditemukan di
dalam Al-Qur’an hanya sekali, yaitu
Surah al-Isra’/ 17:23
وقضى ربك الا تعبدوا الا اياه وبالوالدين احسانا, اما يبلغن عندك
الكبر احدهما او كلهما فلا تقل لهما اف ولا تنهر هما وقل لهما قولا كريما
Ayat di atas
menginformasikan, ada dua ketetapan Allah yang menjadi kewajiban setiap
manusia, yaitu menyembah Allah dan berbakti kepada orang tua.
Berkaitan dengan inilah, Al-Qur’an memberikan petunjuk bagaimana cara
beramar ma’ruf kepada kedua orang tua, terutama sekali di saat keduanya atau
salah satunya sudah berusia lanjut. Bahwa, orang tua harus tetap berada dalam
kemuliannya. Dalam hal ini, Al-Qur’an menggunakan term karim, yang
secara kebahasaan berarti mulia. Term ini bisa disandarkan kepada Allah,
misalnya, Allah Maha Karim , artinya Allah Maha Pemurah, juga bisa
disandarkan kepada manusia, yaitu menyangkut keseluruhan akhlaq. Artinya, seorang akan dikatakan karim, jika
kedua hal itu benar-benar terbukti dan
terlihat dalam kesehariannya.
4. Qaul
ma’ruf
Di dalam Al-Qur’an term
ini disebutkan sebanyak empat kali, yaitu surah al- baqarah/2:235 (dalam
konteks meminang wanita yang telah ditinggal mati suaminya), an-nisa’/4:5 (yaitu
dalam konteks tanggung jawab atas harta seorang anak belum mampu memanfaatkan
secara benar) dan 8, al-ahzab/32:33. (dalam konteks istri-istri Nabi SAW).
Menurut Al-Isfahany,
term ma’ruf menyangkut segala bentuk perbuatan yang dinilai baik oleh
akal dan syara’. Dari sinilah kemudian muncul pengertian bahwa ma’ruf adalah
kebaikan yang bersifat lokal. Sebab, jika akal
dijadikan sebagai dasar pertimbangan dari setiap kebaikan yang muncul, maka
tidak akan sama dari masing-masing daerah dan lokasi.
Sedangkan menurut
ar-Raziy menjelaskan bahwa qaul ma’ruf adalah perkataan yang baik, yang
menancap kedalam jiwa, sehingga yang diajak bicara tidak merasa dianggap bodoh
(shafih) perkataan yang mengandung penyesalan ketika tidak bisa memberi
atau membantu, perkataan yang tidak menyakitkan dan ynag sudah dikenal sebagai
perkataan yang baik.
5. Qaul maisur
Di dalam Al-Qur’an hanya ditemukan sekali, yaitu surah al- Isra’
/17:28.
واما تعرضن عنهم ابتغاء رحمة من ربك ترجوها فقل لهم قولا ميسورا
Dan jika engkau berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari
Tuhanmu yang engkau harapkan, maka katakanlah kepad mereka ucapan yang lemah
lembut.
Pada prinsipnya, qaul maisur adalah segala bentuk perkataan
yang baik, lembut dan melegakan. Ada juga yang menjelaskan, qaul maisur
adalah menjawab dengan cara yang sangat baik, perkataan yang lembut dan tidak
mengada-ada.
6. Qaul
sadid
Di dalam Al-Qur’an qaul sadid disebutkan dua kali, surah
an-Nisa’/4:9 dan al-Ahzab/33:70
وليخش
الذين تركوا من خلفهم درية ضعفا خافو عليهم فليتقوا الله وليقولوا قولا سديدا
Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya
mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka
bertakwa dengan tutur kata yang benar (
an-Nisa’/4:9)
Berkaitan dengan qaul
sadid, terdapat banyak penafsiran, antara lain, perkataan yang jujur dan tepat
sasaran. Perkataan yang lembut dan mengandung pemuliaan bagi pihak lain.
Pembicaraan yang tepat sasaran dan logis, perkataan yang tidak menyakitkan
pihak lain, perkataan yang memiliki kesesuaian antara yang di ucapkan dengan
apa yang ada dalam hatinya.
Dengan demikian, jika
seseorang melakukan amar makruf seharusnya dengan menggunakan kata-kata yang
tepat sasaran, logis tidak menyakitkan dan memiliki kesesuaian antara apa yang
di ucapkan dengan apa yang ada dalam hati.
7. Qaul zur
Di dalam Al-Qur’an, qaul zur hanya di temukan sekali. Surah
al-Hajj/22:3
ذلك ومن يعظم حرمت الله فهو خير له عند ربه, واحلت لكم الانعام الا ما
يتلى عليكم فاجتنبوا الرجس من الأوثان واجتنبوا قول االزر
Demikianlah (perintah
Allah). Dan barang siapa mengagungkan apa yang terhormat di sisi Allah (
hurumat) maka itu lebih baik baginya di sisi tuhannya. Dan di halalkan bagi
kamu semua hewan ternak, kecuali yang diterangkan kepadamu (keharamannya), maka
jauhilah (penyembahan) berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan
dusta (
al-Hajj/22:30)
Asal kata zur
adalah menyimpang/melenceng, perkataan zur juga di maknai kizb (dusta),
karena perkataan tersebut menyimpang atau menyimpang dari yang semestinya atau
yang di tuju.
Ada banyak penafsiran
terkait dengan term qaul zur, pertama mengharamkan yang halal
atau sebaliknya, kedua, saksi palsu, ketiga, perkataan dusta (al-
kizb) dan kebohongan/dibuat-buat.
C.
Mulai dari Diri Sendiri
Salah satu hal yang perlu di perhatikan
bagi para pelaku amar makruf adalah harus dimulai dari diri sendiri. Ada sebuah
ungkapan Arab yang cukup dikenalابدأ بنفسك (mulailah dari dirimu sendiri). Dalam kaitan ini, Allah
memperingatkan.
يايهاالذين امنوا لم تقولون مالا تفعلون كبر مقتا عند الله ان تقولو
مالا تفعلون
Wahai
orang-orang yang beriman! Mengapa engkau mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan? (itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa
yang tidak kamu kerjakan
(as-shaf/61:2-3)
1.6
Etika Melakukan Amar Makruf Nahi Munkar
Secara umum, etika dalam dakwah melakukan
amar makruf nahi munkar adalah mengikuti etika yag telah digariskan oleh
Al-Qur’an dan hadis, yaitu melakukan tindakan-tindakan terpuji dan menjauhkan
diri dari perilaku-perilaku yang tercela. Namun secara khusus terdapat beberapa
etika yang merupakan rambu-rambu etis juru dakwah, agar dapat menghasilkan
dakwah yang bersifat responsif, antara lain:
1.
Satu kata dengan perbuatan
Para
dai hendaklah satu kata dengan perbuatannya, yakni apa saja yang ia perintahkan
untuk melakukan kebaikan kepada masyarakat, harus ia kerjakan juga dan apa saja
perbuatan munkar yang ia cegah, harus ia tinggalkan pula. Tanpa mengikuti hal
itu, sulit dakwahnya akan berhasil. Kode etik ini berdasarkan firman Allah
dalam surah as-Saff/ 6 : 2-3
Wahai
orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan? (itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa
yang tidak kamu kerjakan. (as-saff/61 : 2-3)
2.
Tidak kompromi dalam masalah akidah
Di dalam islam dianjurkan untuk
toleransi dalam batas-batas tertentu selama tidak menyangkut masalah agama
(akidah). Hal ini sebagaimana telah ditetapkan dalam Surah al-Kafirun/ 109 :
1-6 :
قل
يايها الكافرون (1) لااعبد ما تعبدون (2) ولا انتم عابدون ما اعبد (3) ولا انا عا
بد ما عبد تم (4) ولا انتم عابدون ما اعبد (5) لكم دينكم ولي دين (6)
Katakanlah
(Muhammad), “Wahai orang-orang kafir ! aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah, dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah, dan aku tidak pernah
menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi
penyembah apa yang aku sembah, untukmu agamamu, dan untukku agamaku. “
(al-Kafirun/ 109 : 1-6)
3.
Tidak membedakan status sosial/menghindari diskriminasi sosial
Seorang dai amar makruf nahi munkar
jangan membeda-bedakan status sosial, atau pilih kasih dalam dakwahnya itu
antara orang kaya dan orang miskin, antara kelas elite dan kelas marginal
(pinggiran), antara yang memberi imbalan yang banyak dan imbalan yang sedikit
serta yang tidak memberi imbalan sama sekali, atau status sosial lainnya yang
menimbulkan ketidakadilan dan kecemburuan sosial.
Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Surah al-An’am/ 6 : 52
ولا
تطرد اللذين يدعون ربهم بالغداوة والعشي يريدون وجهه ما عليك من حسا بهم من شيء
وما من حسابك عليهم من شيء فتطرد هم فتكون من الظلمين
Janganlah
engkau mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan petang hari,
mereka mengharapkan keridaan-Nya. Engkau tidak memikul tanggung jawab sedikit
pun terhadap perbuatan mereka dan mereka tidak memikul tanggung jawab sedikit
pun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan engkau (berhak) mengusir mereka,
sehingga engkau termasuk orang-orang yang zalim
(al-An’am/ 6 : 52)
Kode etik
tersebut berdasarkan Surah Abasa/ 80: 1-2
Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling, karena seorang
buta telah datang kepadanya (Abdullah bin Ummi Maktum). (Abasa/ 80 : 1-2)
Ayat-ayat ini
mengingatkan, agar jangan sekali-kali mengabaikan orang yang menyembah Allah
dan menyeru Allah pagi dan petang semata-mata untuk mencari keridaan Allah dan
memurnikan ketaatan kepadanya, walaupun mereka itu adalah orang-orang yang
termasuk golongan rendah dalam masyarakat. Sekalipun di antara mereka ada yang
dipandang rendah kedudukannya dalam masyarakat, tetapi dia disisi Allah adalah
orang yang paling mulia, sebagaimana firman Allah dalam Surah al-Hujurat/ 49
:13
4.
Menjauhi pelaku maksiat
Seorang dai amar makruf nahi munkar
jangan berkawan dengan pelaku maksiat, karena dikhawatirkan akan berdampak
buruk atau serius, yakni pelaku maksiat itu beranggapan, bahwa perbuatan
maksiatnya direstui dan dibenarkan oleh islam. Di samping itu, integritas dan
wibawa dai tersebut akan berkurang dalam masyarakat. Jika dai tersebut terpaksa
harus terjun ke lingkungan pelaku maksiat itu beranggapan, bahwa perbuatan
maksiatnya direstui dan dibenarkan oleh islam. Di samping itu, integritas dan
wibawa dai tersebut akan berkurang dalam masyarakat. Jika dai tersebut terpaksa
harus terjun ke lingkungan pelaku maksiat, maka ia harus mampu menjaga dirinya
serta mengukur kemampuannya, kalau tidak mampu, ia harus meninggalkannya agar
tidak terpengaruh oleh komunitas tersebut.
5.
Tidak menghina sesembahan non-muslim
Kode etik dai seperti ini berdasarkan
firman Allah dalam Surah al-An’am/6 :108
Ayat tersebut memberi peringatan
bahwa sesuatu perbuatan apabila digunakan untuk terwujudnya perbuatan lain yang
maksiat, maka seharusnya ditinggalkan dan segala perbuatan yang menimbulkan
akibat buruk, maka perbuatan itu terlarang. Ayat ini juga memberi isyarat
kepada kaum muslim adanya larangan tidak bolehnya melakukan sesuatu yang
menyebabkan orang-orang kafir tambah menjauhi kebenaran. Mencaci-maki berhala
sebenarnya adalah mencaci-maki benda mati. Oleh sebab itu memaki berhala itu
tidak berdosa. Akan tetapi karena memaki berhala itu menyebabkan orang-orang
musyrik merasa tersinggung dan marah, yang akhirnya mereka akan membalas dengan
mencaci-maki Allah, maka terlaranglah perbuatan itu.
6.
Tidak menyampaikan hal-hal yang belum jelas dan di luar kemampuan
Dai amar makruf nahi munkar tidak
boleh menyampaikan hal-hal yang belum diketahuinya dengan baik, yang dapat
menyesatkan. Misalnya menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang agama, hanya
dijawab tanpa ada dasar dari Al-qur’an dan hadis, perkataan ulama, atau
berdasarkan maqasidusy syari’ah, tetapi hanya berdasarkan pemikiran dan
seleranya. Karena itu seorang dai harus menyampaikan dakwah sesuai dengan
kemampuannya, yaitu dengan ilmu pengetahuan. Hal ini sesuai dengan firman Allah
Surah al-Isra’/ 17 : 36.
ولا تقف ما ليس لك به علم ان السمع والبصر والفؤاد كل اولئك كان عنه
مسئولا
Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena
pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta
pertanggungjawabannya. (al-Isra’/ 17 : 36 )
7.
Tidak menetapkan imbalan dan tarif honor
Ulama berbeda pendapat dalam hal
menetapkan tarif (imbalan), atau honor dalam amar makruf nahi munkar kepada dua
mazhab.
a.
Ulama mazhab hanafi berpendapat, bahwa memungut imbalan, atau honor
dalam berdakwah haram hukumnya secara mutlak. Tetapi ulama hanafiyah
muta’akhirin membolehkannya, karena tidak ada lagi bantuan atau honor tetap
dari baitul mal untuk itu.
b.
Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Hazm
berpendapat, bahwa dibolehkan memungut biaya, atau mengambil honor/imbalan
dalam dakwah menyebarkan islam.
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat
disimpulkan, jika dalam berdakwah itu telah ada gaji, honor atau imbalan tetap
dari pemerintah, atau yang lainnya, tidak dibolehkan memungut atau
mengambilnya, tetapi jika belum ada gaji, honor, atau imbalan khusus untuk
dakwah tersebut, boleh mengambilnya selama tidak menentukan tarif. Karena dalam
konteks kekinian, imbalan jasa dalam berdakwah merupakan salah satu dukungan
finansial dakwah. Dalam artian, dakwah pada era sekarang dukungan finansial ini
sangatlah penting, karena akan menambah sumber daya sang dai tersebut dari segi
keilmuan, kesejahteraan hidup dan proses aktivias dakwah.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Urgensi amar makruf nahi munkar
a.
Amar makruf nahi munkar sebagai
keniscayaan
b.
Amar makruf nahi munkar
pilar
utama
islam
c.
Peran dan manfaat amar makruf
nahi munkar
d.
Berbagai kendala dalam pelaksanaan
amar makruf
nahi mungkar
dan antisipasinya
e.
Pelaksanaan amar makruf
nahi munkar
yang efektif
dan efisien
2. Tujuan amar makruf nahi munkar
a. Mewujudkan dan memelihara maqosidul-Qur’an
b. Mewujudkan umat terbaik (khoir umah)
3.
Tipe manusia dalam beramar makruf nahi munkar
a. Manusia yang
hanya bertindak atas dasar hawa nafsunya
b.
Kelompok manusia yang melaksanakan syariat islam
c.
Model manusia yang berdiri di tengah-tengah kedua sikap di atas
4. Cara melakukan amar makruf
a.
Berkata dan bersikap lembut
b.
Menggunakan metode yang tepat
c.
Mulai dari diri sendiri
5. Etika melakukan amar makruf nahi munkar
a.
Satu kata dengan perbuatan
b.
Tidak kompromi dalam masalah akidah
c.
Tidak membedakan status sosial/menghindari diskriminasi sosial
d.
Menjauhi pelaku maksiat
e. Tidak menghina
sesembahan non-muslim
f.
Tidak menetapkan imbalan dan tarif honor
DAFTAR PUSTAKA
‘Abbas, syaikhul islam taqiyyudin abul. 1992. Etika
Beramarar Makruf Nahi Munkar. Jakarta: Gema Insani Press.
Hanafi, M. Muchlis. 2013. Amar Makruh Nahi
Munkar. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.
Http://mutiarainay.blogspot.com/2013/06/makalah-akhlak-tasawufdawah-amar-maruf.html
[1]
Ibnu Khaldun , al-muqaddimah, (Beirut: Darul-Qalam, 1984), h. 41.
[2]
Mustafa asy-syak’ah, al-Usus al-Islamiyyah fi Fikr Ibni Khaldun wa
Nazariyyatih, (Kairo: Darul-Misriyyah al-Lubnaniyyah, cet. III, 1992), h.
53-54 dan 134-136.
[3]
Lihat misalnya, Surah al-Baqarah /2: 30, Sad /38: 26, dan Hud /11: 61.
[4] Ibnu
Khaldun , al-muqaddimah, h. 43.
[5]
Ibnu Kasir, Tafsir al-Qur’an al-Azim, Sami Salamah h. 3/487; M. Sayyid
at-Tantawiy, at-Tafsir al-Wasit, h. 1/1704.
[6] M.
Mutawalli asy-Sya’rawi, Tafsir asy-Sya’rawi, Al-Maktabah Syamilah, h.
1/3615.
[7]
Muhammad bin aliy bin Muhammad asy-syaukany, fathul qodir al jami’ baina faninir-riwayah wad diroyah
min llmit –tafsir, (Beirut: Darul-ma’rifah, 2007) ,h. 237.
[8] Yusuf al-qoradawiy, kaifa Nata’amalu
ma’al-qur’an, ( kairo: darusy- syuruq, 1999), cet , 1, h. 73.
[9]
Fakhruddin ar-Raziy,Mafatihul-Gaib, jilid 8,h. 324.
[10] M. Sayyid at –Tantawiy,al-Wasit, jilid 1, h.
701.
[11]
Al-Bukhariy Sahih Al-Bukhariy,jilid 2, h. 882.
[12] At-Tirmiziy, Sunan
at-Tirmiziy, juz 4, h. 468. Menurut at-Tirmiziy sanad hadis ini baik (hasan)
sehingga dapat diterima.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar