BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Seiring dengan perkembangan teknologi, maka berbagai model pembelajaran
yang diterapkan di dalam kelas juga mengalami perkembangan. Seorang guru memang
masih tetap merupakan salah satu sumber belajar tetapi tidak lagi satu-satunya
sumber belajar bagi para peserta didiknya. Guru menggunakan sumber belajar lain
yang disebut sebagai media untuk pembelajaran peserta didiknya. Oleh karena
itu, sebelum guru menggunakan media dalam proses belajar mengajar, maka guru
dituntut untuk mengetahui bagaimana teknik pemilihan media pembelajaran agar
media yang digunakan dapat berfungsi sesuai dengan kebutuhan dan tujuan
pembelajaran.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apakah tujuan kognitif ?
2.
Apakah tujuan afektif ?
3.
Apakah tujuan psikomotor ?
4.
Bagaimana perencanaan alat dan media pembelajaran ?
5.
Bagaimana perencanaan evaluasi
pengajaran ?
6.
Bagaimana penyusunan satuan pelajaran ?
7.
Bagaimana perencanaan materi dan bahan pengajaran ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui
tujuan kognitif
2. Untuk mengetahui tujuan afektif
3. Untuk mengetahui tujuan psikomotor
4. Untuk mengetahui perencanaan alat dan media pembelajaran
5. Untuk mengetahui perencanaan evaluasi pengajaran
6. Untuk mengetahui penyusunan satuan pelajaran
7. Untuk mengetahui perencanaan materi dan bahan pengajaran
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tujuan Kognitif
Beberapa ahli psikologi dan ahli
pendidikan berpendapat bahwa konsep-konsep tentang pelajaran yang telah
dikenal, ternyata tidak satupun yang mempersoalkan proses-proses kognitif yang terjadi selama belajar. Proses-proses semacam itu menyangkut
“insight”, atau berfikir dan “reasoning”, atau menggunakan logika deduktif dan induktif.
Walaupun konsep-konsep
lain tentang belajar dapat diterapkan pada hubungan-hubungan stimulus dan respons yang
arbitrer dan taklogis.Para ahli psikologi dan pendidikan berpendapat mengemukakan banyaknya kebutuhan untuk menjelaskan belajar tentang hubungan-hubungan
yang logis, rasional, atau nonarbitrer.
Pendekatan-pendekatan kognitif tentang belajar memusatkan pada
proses perolehan konsep-konsep, pada sifat dari konsep-konsep, dan pada bagaimana konsep-konsep itu disajikan dalam struktur kognitif. Walaupun pada teori kognitif memikirkan kondisi-kondisi yang memperlancar pembentukan konsep.Penekanan mereka ialah pada
proses-proses internal yang digunakan dalam belajar konsep-konsep.
2.2 Tujuan Afektif
Menurut Krathwohl,
Bloom, dan manusia (dalam sagala, 2003), domain afektif berlandaskan pada
lima kategori, yaitu:
1.
Penerimaan (receiving)
Aspek ini mengacu pada kepekaan dan kesediaan menerima dan menaruh perhatian terhadap nilai tertentu, seperti kesediaan menerima norma-norma disiplin yang berlaku di sekolah. Penerimaan merupakan tingkat hasil belajar terendah dalam
domain afektif.
2.
Pemberian respons
(responding)
Aspek ini mengacu pada kecendrungan memperlihatkan reaksi terhadap norma tertentu. Menunjukkan kesediaan dan kerelaan untuk merespons, memperhatikan secara aktif,
turut berpartisipasi dalam suatu kegiatan serta merasakan kepuasan dalam merespons, misalnya mulai berbuat sesuai tata tertib disiplin yang telah diterimanya,
merupakan model pemberian respons.
Aspek inisatu tingkat
di atas penerimaan.
3.
Penghargaan / penilaian (valuing)
Aspek ini mengacu pada kecendrungan menerima suatu norma tertentu,
menghargai suatu norma, memberikan penilaian terhadap suatu dengan memposisikan diri sesuai penilaian itu, dan mengikat diri pada suatu norma. Peserta didik misalnya, telah memperlihatkan perilaku disiplin
yang telah diterapkan dari waktu kewaktu.Tujuan-tujuan dalam aspek ini dapat diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi. Aspek ini berada satu tingkat diatas pemberian respons.
4.
Pengorganisasian (organization)
Aspek ini mengacu pada proses pembentukan konsep tentang suatu nilai serta menyusun suatu system nilai-nilai dalam dirinya.
Pada taraf ini seseorang mulai memilih nilai-nilai
yang ia sukai, misalnya tentang norma-norma disiplin tersebut, dan menolak nilai-nilai yang lain, aspek ini satu tingkat diatas penghargaan.
5.
Karakterisasi (characterization)
Aspek ini mengacu pada pembentukan pola hidup dan proses mewujudkan nilai-nilai dalam pribadi sehingga membentuk watak
yang tercermin dalam pribadinya. Dalam taraf ini prilaku disiplin, betul-betul telah menyatu dengan dirinya.
Aspek ini merupakan tingkat paling tinggi dari domain afektif.
Belajar afektif berbeda dengan belajar intelektual dan keterampilan atau disebut belajar kognitif, karena segi afektif sangat bersifat subjektif, lebih mudah berubah, dan tidak ada materi khusus yang baru dipelajari,
karena lebih menekankan segi penghayatan dan apresiasi. Setiap orang memiliki sejumlah nilai, baik
yang jelas atau terselubung, disadari atau tidak. Nilai-nilai yang demikian ini
acap kali tersembunyi, dan ada pula yang dapat dinyatakan secara eksplisit. Nilai
juga bersifat multidimensional, ada yang relative dan ada juga yang absolut. Sifat-sifat
yang demikian inilah yang penting dalam merumuskan tujuan belajar afektif.
2.3 Tujuan Psikomotor
Ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau
kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Tujuan-tujuan
psikomotor adalah tujuan-tujuan yang banyak berkenaan dengan aspek keterampilan
motoric atau gerak dari peserta didik. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan
kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan hasil belajar afektif.
Menurut simpson
(dalam sagala,
2003), domain psikomotor terbagi atas tujuan kategori yaitu:
1.
Persepsi (perception)
Aspek ini mengacu
pada
penggunaan alat untuk memperoleh kesadaran akan suatu objek atau gerakan dan mengalihkannya kedalam kegiatan atau perbuatan. Dalam bermain sepak bola misalnya, peserta
didik menggunakan indera penglihatan dan sentuhan untuk dapat menyadari unsur-unsur
fisik dari permainan tersebut. Aspek ini merupakan tingkatan yang paling rendah
dalam domain psikomotor.
2.
Kesiapan
Aspek ini mengacu pada kesiapan memberikan respons secara mental, fisik, maupun perasaan untuk suatu kegiatan. Kesiapan fisik
dan mental pada saat seseorang sedang melakukan suatu persiapan merupakan contoh
kongkrit aspek ini. Aspek yang berada satu tingkat diatas persepsi ini mensyaratkan
perencanaan yang matang. Misalnya ketika seseorang mengikuti ujian.
3.
Respons terbimbing (guide respons)
Aspek ini
mengacu pada pemberian respons perilaku, gerakan-gerakan yang diperlihatkan dan
didemonstrasikan sebelumnya. Latihan-latihan ujian sebelum mengikuti ujian
sesungguhnya merupakan salah satu contoh dari respons terbimbing. Aspek ini
berada satu tingkat di atas kesiapan.
4.
Mekanisme (mechanical respons)
Aspek ini
mengacu pada keadaan di mana respons fisik yang dipelajari telah menjadi
kebiasaan. Peserta didik yang selalu melakukan latihan secara rutin sehingga
menjadikan latihan tersebut sebagai bagian dari dirinya merupakan contoh dari
aspek mekanisme. Aspek ini berada satu tingkat di atas respons terbimbing.
5.
Respons yang kompleks (complex response)
Aspek ini
mengacu pada pemberian respons atau penampilan perilaku atau gerakan yang cukup
rumit dengan terampil dan efisien. Peserta didik terampil mengerjakan latihan
sebelum ujian merupakan salah satu contoh respons yang kompleks. Aspek ini
berada satu tingkat di atas mekanisme.
6.
Penyesuaian pada gerakan atau adaptasi
Aspek ini
mengacu pada kemampuan menyesuaikan respons atau perilaku gerakan dengan
situasi yang baru. Setelah menguasai latihan dengan baik, bahkan mengerjakan
soal yang sulit, seorang peserta didik dapat menerapkan dan menggunakan
kemampuannya dalam ujian yang sebenarnya. Aspek ini berada satu tingkat di atas
respons yang kompleks.
7.
Originalisasi
Aspek ini
mengacu pada kemampuan menampilkan pola-pola gerak gerik yang baru, dalam arti
menciptakan perilaku dan gerakan yang baru dilakukan atas prakarsa atau
inisiatif sendiri. Setelah cukup lama belajar, seorang peserta didik dapat
menciptakan model latihan yang berbeda dari teman-temannya. Aspek ini menduduki tingkat
paling tinggi dalam domain.
Di samping cara penggolongan di atas, terdapt pula cara
penggolongan yang dikemukakan oleh ahli yang lain. Dengan memperlihatkan tujuan
penggolongan tersebut, diharapkan dapat diperoleh gambaran tentang lingkup dan
tingkatan tujuan-tujuan pengajaran yang dapat dikembangkan dalam
penyelenggaraan pengajaran. Oleh karena itu perencanaan program pembelajaran
baik dalam penyusunan bahan, penentuan metode dan pendekatan, penentuan media
dan perlengkapan pengajaran, dan penentuan alokasi waktu belajar mengacu pada
penggolongan tujuan tersebut yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Komponen sistem pengajaran meliputi bahan pelajaran, metode, alat
dan evaluasi. Keseluruhan komponen itu saling berinteraksi dan berhubungan
bersama-sama yang diarahkan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu dalam
menganalisis sistem pengajaran kita dihadapkan pada kenyataan pada pertanyaan
sebagai berikut:
1)
Tujuan apa yang hendak dicapai?
2)
Bahan pelajaran apa yang dipelajari peserta
didik agar dapat mencapai tujuan?
3)
Metode mengajar apa yang efektif untuk
mengantarkan peserta didik mencapai tujuan?
4)
Alat pengajaran apa yang relevan untuk membantu
proses pencapaian tujuan bagaimana melakukan evaluasi untuk menilai
keberhasilan pencapaian tujuan?
5)
Evaluasi model apa yang cocok untuk pengajaran?
6)
Model pengelolaan kelas bagaimana yang sesuai?
2.4 Perencanaan Alat dan Media Pengajaran
Dalam membahas
kedudukan media pembelajaran dalam perencanaan pengajaran, diperlukan
pengetahuan tentang bagaimana merumuskan dan menganalisis tujuan pengajaran,
menetapkan prosedur, jenis dan alat penilaian. Selanjutkan menetapkan
langkah-langkah kegiatan yang harus dilakukan dalam penyajian dan mempelajari
bahan pelajaran secara sistematik dan teratur. Pengetahuan tentang media
pengajaran sangat berguna untuk menyusun perencanaan program pengajaran karena
program pengajaran adalah seluruh rencana kegiatan yang saling terkait untuk
mencapai suatu tujuan pengajaran.
Dengan mengenal
media pengajaran dan memahami cara-cara penggunaannya akan sangat membantu
tugas para pengajar dalam meningkatkan efektivitas proses pembelajaran. Bruner
(1960) (dalam Sagala, 2003) membagi alat intstruksional dalam empat macam
menurut funsinya yaitu:
1)
Alat untuk menyampaikan pengalaman “vicarious”,
yaitu menyajikan bahan kepada peserta didik yang tidak dapat mereka peroleh
dengan pengalaman langsung yang lazim di sekolah. Ini dapat dilakukan melalui
film, televisi, rekaman suara, dan lain-lain. “vicarious” berarti subtitusi
untuk pengganti pengalaman yang langsung.
2)
Alat yang dapat memberikan pengertian tentang
struktur atau prinsip suatu gejala, misalnya model molekul atau alat
pernafasan, tetapi juga eksperimen atau demonstrasi, juga program yang memberikan
langkah-langkah untuk memahami prinsip, atau struktur pokok.
3)
Alat dramatisasi, yakni yang mendramatisasikan
sejarah suatu peristiwa atau tokoh,film tentang alam yang memperlihatkan
perjuangan untuk hidup, untuk memberi perhatian tentang suatu ide atau gejala.
4)
Alat automatisasi seperti “teaching machine”
atau pelajaran berprograma, menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur
dan memberikan balikan atau feedback tentang respons peserta didik. Alat ini
dapat meringankan beban pengajar, dan alat ini tidak akan dapat menggantikannya
seperti halnya buku. Selain itu alat ini segera memberikan feedback serta
memberi jalan untuk memperbaiki kesalahan yang dibuat oleh peserta didik.
Telah banyak
alat maupun media yang tersedia bagi pengajar, namun yang penting dalam
merencanakan pembelajaran dan mengimplementasikannya dalam mengajar ialah
bagaimana menggunakan media pendidikan ini sebagai suatu sistem yang
teritegrasi dalam pembelajaran. Tugas seorang pendidik adalah tugas
profesional, selalu menghadapi tantangan apabila ingin menjadi pendidik yang
kreatif, dinamis, kritis dan ilmiah. Sebelum ia menentukan bahan pelajaran, ia
harus menentukan tujuan instruksional yang sesuai dengan tingkat kemampuan
peserta didik, kemampuan apa yang akan dikembangkan, menyusun kegiatan
pembelajaran, untuk ini ia harus mampu menentukan media dan metode pengajaran
yang tepat.
2.5 Perencanaan Evaluasi Pengajaran
Maksud dan
tujuan dari evaluasi adalah untuk menentuan hasil yang dicapai oleh peserta
didik. bagaimanapun, penetapan proses pembelajaran secara keseluruhan termasuk
tujuan yang akan dicapai oleh peserta didik, media pembelajaran, teknik
pendekatan dalam pembelajaran, dan peran pengajar memerlukan evaluasi. Evaluasi
adalah suatu proses yang berlangsung secara berkesinambungan. Evaluasi
dilakukan sebelum, selama dan sesudah suatu proses pembelajaran. Evaluasi
sebelum proses pembelajaran, misalnya karakteristik peserta didik, kemampuan
peserta didik, metode dan materi pembelajaran yang digunakan. Tujuan evaluasi
selama proses pembelajaran digunakan untuk mengetahui dan memperbaiki masalah
pembelajaran serta kesulitannya, baik dalam penyampaian materi maupun strategi
pendekatan yang digunakan.
Feedback atau
umpan balik diberikan melaui tes formatif, mula-mula bahan pelajaran dibagi
dalam satuan-satuan pelajaran, misalnya bahan pelajaran satu bab atau bahan
yang dapat dikuasai dalam waktu satu atau dua minggu. Evaluasi pencapaian hasil
belajar peserta didik dapat dilakukan secara formatif dan sumatif. Tes formatif
bersifat diagnotis yang serentak menunjukkan kemajuan atau keberhasilan anak.
Tes formatif memiliki fungsi yag beragam. Evaluasi formatif dapat dilakukan
setiap saat, yaitu pada saat penyajian pelajaran, pengajar setiap saat dapat
berhenti sebentar, untuk mengjukan pertanyaan yang menyangkut bahan yang baru
disajikan. Tujuan evaluasi formatif untuk mengetahui sampai sejauh mana peserta
didik mampu menerima apa yang disajikan, shingga pengajar dapat mengetahui
apakah materi tersebut sesuai dengan kemampuan peserta didik, terlalu mudah,
atau bahkan mungkin telampau sulit.
Dengan demikian
memudahkan bagi pengajar untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh
peserta didik. Sekaligus dapat ,elukakn penekanan-penekanan pada bagian
tertentu. Fungsi utama dari evaluasi formatif adalah mengumpilkan data dan
memperbaiki hasil dari suatu kegiatan pembelajaran. Tes formatif memantau tugas
pelajaran tertentu dikuasai sepenuhnya sebelum beralih kepada materi ajar yang
lainnya. Bagi peserta didik yang kurang menguasai bahan pelajaran, tes formatif
merupakan alat untuk mengungkapkan di mana sebenarnya letak kesulitannya.
Jadi,tes formatif adalah alat untuk mendiagnosis kelemahan, kesalahan, dan
kekurangan peserta didik dalam menguasai materi pelajaran, sehingga ia dapat
memperbaikinya.
Di samping
menunjukkan kekurangan peserta didik, perlu pula diberikan petunjuk bagaimana
peserta didik dapat memperbaikinya. Oleh karena itu, tes formatif merupakan
bagian yang integral dari proses belajar. Evaluasi formatif ini diselenggarakan
sebagai suatu proses yang konstruktif dan positif. Pada saat yang sama pengajar
harus pula menentukan apakah pengajarannya efektif atau tidak. Untuk mencapai
hal tersebut, maka evaluasi sumatif harus diadakan.
2.6 Penyusunan Satuan Pelajaran
Satuan
pelajaran adalah program pembelajaran dalam satuan terkecil yang memuat tujuan
instruktusional, bahan pelajaran, kegiatan pembelajaran,
metode dan alat bantu mengajar, serta evaluasi kemajuan hasil belajar. Pada
dasarnya yang menjadi isi dari program semester adalah yang tercantum dalam
GBPP, tetapi beberapa pengaturan kembali serta perluasan dan kelengkapan
membentuk suatu program kerja pembelajaran. Adapun unsur-unsur yang biasanya
terkandung dalam program pembelajaran pada satu semester tertentu meliputi
tujuan pembelajaran, pokok bahasan, metode mengajar, media dan sumber belajar,
dan lain-lain.
a.
Tujuan
Pembelajaran
Tujuan adalah arah pembelajaran yang
dicantumkan dalam program semester. Tujuan-tujuan tetentu masih bersifat umum
yang diangkat dari GBPP, yaitu tujuan kurikuler dan tujuan instruktusional
umum. Sedangkan tujuan instruktusional khusus disebut sebagai sasaran belajar
peserta didik, sebab rumusan tujuan tersebut diorientasikan bagi kepentingan
peserta didik. Pemberlakuan Kurikulum tahun 2004 di sekolah menengah memang
mengganti beberapa terminologi, namun secara umum makana dan esensinya tidak
terlalu berbeda. Demikian pula dengan pemberlakuan kurikulum tahun 2006 (KTSP)
yang mencoba lebih menajamkan arah pengajaran pada tingkat satuan pelajaran.
Pengajar harus merumuskan dengan
jelas tujuan apa yang ingin dicapai oleh pelajaran itu. Tujuan ini tidak hanya
mengenai bahan yang harus dikuasai, akan tetapi juga keterampilan, tujuan
emosional, dan sosial. Tujuan belajar untuk memenuhi kebutuhan di kemudian hari
sangat penting artinya bagi peserta didik. Misalnya, peserta didik mempunyai
semangat yang kuat untuk belajar dengan harapan dapat melanjutkan ke jenjang
pendidikan selanjutnya, atau peserta didik lainnya berharap setelah tamat dapat
diterima bekerja untuk memenuhi nafkah hidupnya. Dengan demikian dapat
ditegaskan bahwa peserta didik belajar karena didorong oleh keingintahuan dan
keinginan untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan tujuan mengajar pada
prinsipnya untuk mengadakan perubahan yang dikehendaki dalam tingkah laku
sebagai hasil belajar bagi peserta didik. Pengajaran dapat membuat seorang
peserta didik menjadi orang lain, dalam hal apa yang ia lakukan dan apa yang
dapat dicapainya. Perubahan ini biasanya dilakukan oleh pengajar dengan
menerapkan strategi penggunaan pendekatan belajar, metode mengajar, media
pengajaran, dan kelengkapan pengajaran lainnya yang memungkinkan dapat
dilakukan.
Dalam pengembangan kurikulum dan
perencanaan pengajaran dibedakan antara tujuan-tujuan instruktusional umum dan
tujuan-tujuan instruktusional khusus. Salah satu langkah penting yang perlu
dilakukan pengajar dalam kegiatan perencanaan pengajaran ialah menetapkan dan
merumuskan TIK. TIU dapat dilihat di dalam GBPP, sedangkan TIK harus dirumuskan
sendiri oleh pengajar mata pelajaran yang bersangkutan. TIU berisi sejumlah
kemampuan yang lebih spesifik yang dijabarkan dalam bahan atau materi ajar dari
dan untuk menunjang pencapaian kemampuan yang terkandung dalam TIU.
Susunan kemampuan-kemampuan yang
tercantum dalam rumusan TIK yang dijabarkan dari TIU mengandung beberapa sifat
antara lain:
(1)
bertingkat atau hierarkis, artinya kemampuan-kemampuan
tersebut tersususn dari yang lebih sederhana atau mudah ke yang lebih kompleks
atau sulit , dan pada umumnya kemampuan yang lebih sederhana merupakan
prasyarat untuk menguasai kemampuan yang lebih kompleks, misalnya pengertian
tentang penjumlahan merupakan prasyarat untuk mempelajari dan memahami
perkalian;
(2)
setara, atau merupakan kelompok (cluster),
artinya kemampuan-kemampuan tersebut mencakup hal-hal yang sejenis tanpa
mengandung hubungan prasyarat’
(3)
berurutan atau prosedural, artinya kemampuan
yang satu merupakan kelanjutan dari kemampuan yang lain secara berurutan,
tetapi tidak merupakan prasyarat; dan
(4)
kombinasi dari dua atau lebih sifat tersebut di
atas.
Adanya sifat bertingkat, setara, dan
berurutan dalam susunan kemampuan yang terkandung dalam rumusan tujuan khusus
perlu diperhatikan, baik dalam rumusan tujuan khusus, dalam menetapkan tata
ruang tujuan khusus, maupun proses belajar untuk mencapainya.
Kemampuan-kemampuan yang dijabarkan dari tujuan umum dan tujuan khusus memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
(1)
spesifik atau khusus, dalam arti bahwa perilaku
yang terkandung di dalamnya sudah dibatasi lingkupnya;
(2)
operasional, dalam arti bahwa perilaku yang
terkandung di dalamnya kongkrit dan dapat diamati; dan
(3)
dapat diukur, dalam arti bahwa terwujud
tidaknya perilaku yang dimaksud dalam diri peserta didik dapat diukur melalui
alat ukur yang ada.
Langkah pertama yang harus dibuat
pengajar dalam merencanakan pengajaran untuk suatu pokok bahasan dalam
kurikulum adalah merumuskan tujuan khusus yang menjabarkan dari tujuan umum
yang ingin dicapai melalui pokok bahasan yang bersangkutan. Mengingat tujuan
umum adalah tujuan yang penting untuk dicapai oleh para peserta didik, maka
perlu diupayakan agar tujuan khusus yang dijabarkan betul-betul mencerminkan
apa yang dimaksud oleh tujuan umum tersebut. Untuk itu, dalam menjabarkan
tujuan khusus dari tujuan umum perlu ditempuh prosedur kerja sebagai berikut:
menelaah tujuan umum, menentkan sub kemampuan, dan merumuskan tujuan khusus.
Penting tidaknya suatu kemampuan serta perilaku awal peserta didik
dipertimbangkan dalam perumusan tujuan khusus.
b.
Pokok
Bahasan
Dalam membuat perencanaan
pembelajaran untuk setiap pokok bahasan, pengajar dapat memilih cara mengajar
berdasarkan teori-teori belajar yang sesuai dengan materi pelajaran yang
tertuang dalam pokok bahasan. Sebelum menuliskan dalam perencanaan
pembelajaran, terlebih dulu dipertimbangkan apakah cara itu cocok untuk
mengajarkan pokok bahasan tersebut. Pokok atau satuan bahasan menunjukkan judul
materi pelajaran yang akan dipelajari atau diajarkan dalam satu semester
tertentu. Pokok bahasan tersebut diambil dari GBPP tanpa atau dengan beberapa
penyesuaian dan pengaturan kembali oleh pengajar yang bersangkutan. Pokok
bahasan ini dielaborasi sedemikian rupa menjadi bahan ajar yang disusun dalam
bentuk materi pelajaran diuraikan, yang mengacu pada alokasi waktu yang
tersedia.
Dengan demikian, pokok bahasan
menjadi dasar pengajaran dan menggambarkan ruang lingkupnya. Pokok bahasan
untuk SD, biasanya lebih sederhana atau lingkupnya tidak terlalu luas
dibandingkan SMP dan sekolah menengah. Perencanaan pengajaran menyusun pokok
bahasan dan sub pokok bahasan dalam satu semester, dilakukan dengan perhitungan
dapat dipenuhi dalam satu semester serta memiliki kualitas yang dipersyaratkan.
Pada jenjang pendidikan tertentu dan kelas tertentu ada yang memadukan berbagai
disiplin ilmu seperti bahasa Inggris dengan seni, sosiologi dan ekonomi, hukum
dan politik, kimia dan biologi, dan sebagainya. Penyusunan perencanaan pengajaran
pokok bahasan campuran tersebut perlu dibuat bersama para pakar yang berasal
dari berbagai disiplin ilmu. Dalam hal ini mereka akan mempertimbangkan berapa
banyak pokok bahasan yang akan diajarkan, sejauh mana luas lingkup dan
kedalamannya. Sudah tentu pokok bahasan itu disesuaikan dengan jenis sekolah,
kelas, waktu, karakteristik peserta didik, keterbatasan biaya, fasilitas,
sumber pengajaran, tenaga administrasi dan hubungannya dengan pelajaran lain.
c.
Metode
Mengajar
Sekalipun masih bersifat tentatif
atau sementara, dalam perencanaan pembelajaran program satu semester hendaknya
dicantumkan pula metode-metode mengajar yang direncanakan akan digunakan dalam
mengajarkan setiap pokok bahasan yang telah ditetapkan. Metode pengajaran
banyak ditentukan oleh tujuan yang dirumuskan oleh pengajar. Bila topik yang
akan dibahas itu luas, maka mungkin berbagai ragam metode akan perlu digunakan.
Biasanya metode mengandung unsur-unsur berikut:
(1)
uraian tentang apa yang akan dipelajari;
(2)
diskusi dan pertukaran pikiran;
(3)
kegiatan-kegiatan yang menggunakan berbagai
alat instruktusional, laboratorium, dan lain-lain;
(4)
kegiatan-kegiatan dalam lingkungan sekitar
sekolah seperti kunjungan, kerja lapangan, eksplorasi, dan penelitian;
(5)
kegiatan-kegiatan dengan menggunakan berbagai sumber
belajar seperti buku perpustakaan, alat audio visual, dan lain-lain; dan
(6)
kegiatan kreatif seperti drama, seni rupa,
musik, pekerjaan tangan dan sebagainya.
Dengan demikian dapat ditegaskan
bahwa metode mengajar adalah cara yang digunakan oleh pengajar dalam
mengorganisasikan kelas pada umumnya atau dalam menyajikan bahan pelajaran pada
khususnya. Dalam berbagai kegiatan dalam metodologi pembelajaran itu peserta
didik berlatih untik mengadakan observasi yang sistematis, membuat catatan, dan
membuat laporan tertulis. Para peserta didk dapat pula belajar menggunakan
berbagai alat audio visual, menggunakan perpustakaan, mengadakan wawancara
dengan menggunakan tape recorder, menggunakan kamera untuk Media dan
Sumber Belajar, serta melengkapi observasi dan laporan.
Media pendidikan lazim disebut
sebagai alat-alat belajar atau mengajar. Metode yang tepat untuk bahan
pelajaran tertentu dapat lebih efektif jika disertai dengan media pendidikan
yang tepat pula. Pada dasarnya sesuai dengan perkembangan peserta didik,
pengajaran lebih mengutamakan sifat kongkrit, sehingga alat mengajar pun
dimulai pemilihannya mulai dari yang paling abstrak sampai yang paling nyata.
Dalam menggunakan media pendidikan
perlu diupayakan pengadaan media yang paling kongkrit karena sesuai dengan
keadaan di lapangan. Kelemahan umum pengajaran di Indonesia adalah dalam
merancang sebuah kegiatan dengan media yang tidak kongkrit. Sebagai contoh,
sebuah pengajaran bahasa Indonesia yang dirancang menggunakan sebuah prasarana
multimedia yang lengkap, namun pada kenyataannya, hanya memiliki sebuah tape
recorder. Artinya, media tape recorder tersebut lebih baik
dimaksimalkan penggunaannya daripada merancang pengajaran dengan media yang
tidak pasti keberadaannya.
Pendidikan yang disertai media yang tepat,
selain memudahkan peserta didik dalam mengalami, memahami, mengerti,
merencanakan, dan melakukan juga menimbulkan motivasi yang lebih kuat ketimbang
menggunakan kata-kata yang abstrak. Dalam merencanakan pengajaran,
di samping menentukan media pendukung yang akan digunakan, juga
menentukan teknik penggunaan alat pengajaran yang akan dipakai.
Untuk setiap pokok bahasan,
dicantumkan pula media, alat bantu, dan buku sumber yang digunakan dalam
pembelajaran. Pencantuman buku sumber meliputi judul buku, ide dan topik
bahasan buku, nama penulis, tahun terbit, dan juga penerbit. Dalam
perencanaannya pengajar dapat menjelaskan bagian-bagian yang digunakan dalam
pembelajaran sesuai pokok bahasan yang dipilih. Pengajar dan lembaga pendidikan
biasanya mencari media yang murah dan ekonomis, sehinggan media terbaru tetapi
mahal, jarang digunakan.
d.
Evaluasi
Pengajaran
Dalam
perencanaan pengajaran yang tertuang dalam satuan pelajaran, evaluasi selalu
memegang peranan penting sebagai bentuk pengajaran yang efektif. Melalui
evaluasi diperoleh balikan atau feedback yang dipakai untuk memperbaiki
dan merevisi bahan atau metode pengajaran, atau untuk menyesuaikan bahan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan. Pengajar menilai sampa sejauh mana pengetahuan
yang diperoleh dan transformasi dapat dimanfaatkan untuk memahami hasil
belajar. Dalam program semester tersebut sebaiknya dapat dilihat
kegiatan-kegiatan evaluasi belajar yang dilaksanakan di luar pokok bahasan
masing-masing seperti tes sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi pengajaran berguna
untuk mengetahui sampai sejauh mana peserta didik telah mencapai tujuan-tujuan
pelajaran yang telah ditentukan dalam perencanaan pembelajaran.
e. alokasi waktu
untuk setiap pokok bahasan dan kegiatan
evaluasi dalam satu semester bersangkutan, perlu dicantumkan jumlah waktu yang
dialokasikan, sehingga sejak awal sudah dapat diketahui apakah program semester
yang dibuat itudapat diselesaikan pada waktunya. Jika
melebihi waktu yang tersedia, maka perlu diadakan penyesuaian-penyesuaian dalam
materi maupun alokasi waktu. Isi dan alokasi waktu setiap satuan pelajaran
terganung pada luas dan sempitnya pokok bahasan yang dicakupnya.
Sebuah pelajaran
mungkin selesai diajarkan dalam satu pertemuan saja. Pokok bahasan yang lain
mungkin membutuhkan dua pertemuan penyajian, demikian seterusnya.
Pada bagian awal
format pembelajaransebaiknya dituliskan judul program, semester, kelas,
sekolah, dan nama mata pelajaran. Perencanaan program pembelajaran suatu
semester tersebut dapat disusun seperti berbentuk matriks sesuai ketentuan yang
diberikan oleh instansi pendidikan pengajar yang bersangkuatan. Program
semester dijadikan pegangan untuk mengajar di kelas, program semester ini masih
perlu dijabarkan dalam program jangka pendek yang jumlah pertemuannya merujuk
pada pokok bahasan yang ditetapkan sebelumnya. Perencanaan program ini pada
dasarnya memuat kegiatan mingguan dan harian dalam program satuan pelajaran.
2.7 Perencanaan
Materi dan Bahan-Bahan
Pengajaran
Pemanfaatan alat dan bahan pengajaran sebaiknya mempertimbangkan
hal-hal berikut:
1.
Ada
pemeriksaan awal, artinya, bahan pengajaran yang akan digunakan harus diperiksa
terlebih dahulu supaya pengajar dapat menentukan apakah bahan tersebut dapat
berguna bagi peserta didik dalam mencapai tujuan.
2.
Persiapan
lingkungan, artinya, di manapun penyajian bahan pengajaran akan berlangsung,
semua perlengkapan harus ditempatkan pada tempat yang baik dan benar.
3.
Persiapan
peserta didik, artinya, apa yang dapat dipelajari sangat tergantung dari
bagaimana para peserta didik dipersiapkan untuk menerima bahan dan materi
pelajaran yang disajikan. Dari segi pendidikan, pengajar harus mempunyai
pandangan yang luas tentang bahan yang diajarkan dan bagaimana cara mengajarkan
bahan tersebut. Topik harus rasional dan perlu ditukjukkan motif pembelajaran
itu. Bagaimana peserta didik tetap merasa tertarik dan selalu memusatkan
perhatian kepada bahan yang disajikan oleh pengajar.
4.
Penyajian
bahan pengajaran, artinya, hal yang harus dipersiapkan oleh pengajar dan ia
harus mampu melaksanakannya, ialah menyajikan bahan pelajaran, bagaimana
pengajar harus memperhatikan penguasaan terhadap bahan dan materi pelajaran
yang ia sajikan, Metode yang digunakan, keterampilan memanfaatkan media sampai
kepada penggunaan bahasa yang baik dan benar. Materi dan bahan pelajaran
dirumuskan setelah penentuan tujuan pengajaran, serta penyusunan alat evaluasi
belajar.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menetapkan materi
pelajaran, yaitu:
1.
Materi
pelajaran hendaknya sesuai dengan kurikulum sehingga dapat menunjang
tercapainya tujuan intruksional.
2.
Materi
pelajaran hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan dan perkembangan peserta
didik pada umumnya.
3.
Materi
pelajaran hendaknya terorganisasi secara sistematik dan berkesinambungan.
4.
Materi
pelajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat faktual maupun konseptual.
Materi dan bahan pengajaran ditetapkan dengan merujuk pada tujuan-tujuan
intruksional yang ingin dicapai. Materi yang diberikan bermakana bagi para
peserta didik, dan merupakan bahan yang betul-betul penting, baik dilihat dari
tujuan yang ingin dicapai maupun fungsinya untuk mempelajari bahan berikutnya.
Pengajaran dapat didekati dengan pendekatan sistem. Dengan pendekatan
ini, masukan (input) ditetapkan berdasarkan tujuan. Melalui bahan
pelajaran, meode, teknik, dan alat pelajaran yang digunakan, maka input
mengalami proses. Pada akhirnya diperoleh output, yaitu peserta didik
yang memiliki karakteristik sesuai tujuan. Untuk mengetahui kadar pencapaian
pengajaran tujuan diperlukan sebuah evaluasi. Hasil evaluasi ini dapat
digunakan sebagai umpan balik untuk perbaikan. Jadi, pengajaran mempunyai
sejumlah komponen yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan. Komponen
sistem pengajaran meliputi bahan pelajaran, metode, alat dan evaluasi.
Keseluruhan komponen itu saling berinteraksi, berkoherensi, berhubungan, dan
bersinergi untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, dalam menganalisis sistem
pengajaran, kita dihadapakan pada pertanyaan sebagai berikut:
1)
Tujuan
apa yang hendak dicapai?
2)
Bahan
pelajaran apa yang dipelajari peserta didik agar dapat mencapai tujuan?
3)
Metode
mengajar apa yang efektif untuk mengantarkan peserta didik mencapai tujuan?
4)
Alat
pengajaran apa yang relevan untuk membantu proses pencapaian tujuan?
5)
Bagaimana
melakukan evaluasi untuk menilai keberhasilan pencapaian tujuan?
Pemahaman tentang sistem pengajaran ini menurut Gagne dan Brigs
(dalam Ali, 2002), bermanfaat dalam rangka mendesain dan mengembangkan model.
Pengembangan dan desain sistem pengajaran mempunyai hubungan arti yang erat.
Desain pengajaran dapat diterapkan untuk jangka pendek dan jangka panjang.
Desain untuk jangka pendek (immediate range instructional design)
berhubungan dengan persiapan mengajar. Sedangkan untuk jangka panjang (long
range) berhubungan dengan sejumlah topik atau bahan pelajaran yang akan
disampaikan dalam jangka waktu yang lebih lama.
Menurut Kemp (1997), materi pelajaran atau bahan pelajaran (subject
content) dalam hubungannya dengan proses menyusun rancanagan pengajaran
merupakan gabungan antara pengetahuan fakta dan informasi yang terperinci,
keterampilan (langkah-langkah, prosedur, keadaan, syarat-syarat) dan faktor
sikap. Sedangkan Merrill membedakan isi materi menjadi empat, yaitu fakta,
konsep, prosedur dan prinsip. Suatu materi pelajaran yang lengkap akan
mengandung keempat hal tersebut yang biasanya terkait dengan rumusan TIK atau
kompetensi dasar, dan rumusan TIK memberi isyarat apakah materi yang
dikehendaki berupa fakta, konsep, prosedur atau prinsip. Misalnya, apanila di
dalam TIK verbanya berbunyi menyebutkan, maka berarti peserta didik
berhubungan dengan fakta dan dapat mengidentifikasi konsep tertentu. Penyusunan
TIK akan berhubungan dengan penyusunan materi pelajaran. Jadi, TIK sebaiknya
diurut dari hal-hal yang kongkrit, dan dilanjutkan dengan konsep,
prinsip-prinsip untuk mempermudah pengorganisasian materi pelajaran. Sebaiknya
materi ini disediakan lebih banyak dari yang diperkirakan supaya dalam
pelaksanaan pengajaran tidak kekurangan bahan. Selain itu, mengurangi bahan
biasanya lebih mudah dari pada menambah bahan ajar.
Langkah-langkah berikut dapat dijadikan pegangan dalam menyusun
materi:
- Mengidentifikasi nama unit atau topik yang akan diajarkan
- Mengidentifikasi generalisasi dan konsep yang dipakai dalam tiap unit atau topik
- Mengidentifikasi konsep-konsep dan subkonsep yang meliputi generalisasi
- Menyusun generalisasi dan konsep berdasarka urutan logis
- Mengembangkan kerangaka rencana untuk setiap unit pelajaran
Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Ali (2002), mengajar harus
mengikuti prinsip psikologis tentang belajar, jadi bahan pelajaran harus
disusun secara gradual, yaitu:
1)
Dari
sederhana menuju yang kompleks
2)
Dari
kongkrit menuju yang abstrak
3)
Dari
umum menuju yang kompleks
4)
Dari
yang sudah diketahui/factual menuju konsep yang bersifat abstrak
5)
Dari
prinsip induksi menuju deduksi atau sebaliknya
Di dalam upaya menyusun dan mengembangkan materi pelajaran ini
perlu dipertimbangkan kriteria berikut:
1)
Materi
atau bahan itu tepat (valid) untuk pencapaian tujuan pengajaran.
2)
Bahan
ajar bermanfaat, artinya disesuaikan kebutuhan nyata dan tingkatan pedidikan
peserta didik.
3)
Materi
atau bahan pelajaran harus menarik.
4)
Materi
atau bahan harus berada dalam batas kemampuan peserta didik.
Dengan demikian, penentuan atau pemilihan materi pelajaran yang
tepat sangat penting karena tanpa materi yang tepat sesuai tujuan, seluruh
perencanaan dan kegiatan pelaksanaan pengajaran di depan kelas akan tidak
mencapai tujuan optimal
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Tujuan
kognitif : Beberapa ahli psikologi
dan ahli pendidikan berpendapat bahwa konsep-konsep tentang pelajaran yang
telah dikenal, ternyata tidak satupun yang mempersoalkan proses-proses
kognitif yang terjadi selama belajar.
2. Tujuan afektif : Menurut Krathwohl, Bloom, dan manusia (dalam sagala,
2003), domain afektif berlandaskan pada lima kategori.
3. Tujuan psikomotor : Ranah
psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau
kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.
4. Perencanaan Alat dan Media Pengajaran : Dalam
membahas kedudukan media pembelajaran dalam perencanaan pengajaran, diperlukan
pengetahuan tentang bagaimana merumuskan dan menganalisis tujuan pengajaran,
menetapkan prosedur, jenis dan alat penilaian.
5. Perencanaan Evaluasi Pengajaran : Evaluasi
dilakukan sebelum, selama dan sesudah suatu proses pembelajaran.
6. Penyusunan
Satuan Pelajaran : Satuan pelajaran adalah
program pembelajaran dalam satuan terkecil yang memuat tujuan instruktusional,
bahan pelajaran, kegiatan pembelajaran, metode dan alat bantu mengajar,
serta evaluasi kemajuan hasil belajar.
7. Perencanaan Materi dan Bahan-Bahan Pengajaran
: Pemanfaatan
alat dan bahan pengajaran sebaiknya mempertimbangkan hal-hal yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Iskandarwassid dan Dadang Suhendar. 2013. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung
: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar