Rabu, 29 Juli 2015

Tujuan kognitif, afektif dan psikomotor



BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan teknologi, maka berbagai model pembelajaran yang diterapkan di dalam kelas juga mengalami perkembangan. Seorang guru memang masih tetap merupakan salah satu sumber belajar tetapi tidak lagi satu-satunya sumber belajar bagi para peserta didiknya. Guru menggunakan sumber belajar lain yang disebut sebagai media untuk pembelajaran peserta didiknya. Oleh karena itu, sebelum guru menggunakan media dalam proses belajar mengajar, maka guru dituntut untuk mengetahui bagaimana teknik pemilihan media pembelajaran agar media yang digunakan dapat berfungsi sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pembelajaran.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apakah tujuan kognitif ?
2.      Apakah tujuan afektif ?
3.      Apakah tujuan psikomotor ?
4.      Bagaimana perencanaan alat dan media pembelajaran ?
5.      Bagaimana perencanaan evaluasi pengajaran ?
6.      Bagaimana penyusunan satuan pelajaran ?
7.      Bagaimana perencanaan materi dan bahan pengajaran ?
1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui tujuan kognitif
2.      Untuk mengetahui tujuan afektif
3.      Untuk mengetahui tujuan psikomotor
4.      Untuk mengetahui perencanaan alat dan media pembelajaran
5.      Untuk mengetahui perencanaan evaluasi pengajaran
6.      Untuk mengetahui penyusunan satuan pelajaran
7.      Untuk mengetahui perencanaan materi dan bahan pengajaran
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tujuan Kognitif
 Beberapa ahli psikologi dan ahli pendidikan berpendapat bahwa konsep-konsep tentang pelajaran yang telah dikenal, ternyata tidak satupun yang mempersoalkan proses-proses kognitif  yang terjadi selama belajar. Proses-proses semacam itu menyangkut “insight”, atau berfikir dan “reasoning”, atau menggunakan logika deduktif dan induktif. Walaupun konsep-konsep lain tentang belajar dapat diterapkan pada hubungan-hubungan stimulus dan respons yang arbitrer dan taklogis.Para ahli psikologi dan pendidikan berpendapat mengemukakan banyaknya kebutuhan untuk menjelaskan belajar tentang hubungan-hubungan yang logis, rasional, atau nonarbitrer.
Pendekatan-pendekatan kognitif tentang belajar memusatkan pada proses perolehan konsep-konsep, pada sifat dari konsep-konsep, dan pada bagaimana konsep-konsep itu disajikan dalam struktur kognitif. Walaupun pada teori kognitif memikirkan kondisi-kondisi yang memperlancar pembentukan konsep.Penekanan mereka ialah pada proses-proses internal yang digunakan dalam belajar konsep-konsep.
2.2  Tujuan Afektif
Menurut Krathwohl, Bloom, dan manusia (dalam sagala, 2003), domain afektif berlandaskan pada lima kategori, yaitu:
1.      Penerimaan (receiving)
Aspek ini mengacu pada kepekaan dan kesediaan menerima dan menaruh perhatian terhadap nilai tertentu, seperti kesediaan menerima norma-norma disiplin yang  berlaku di sekolah. Penerimaan merupakan tingkat hasil belajar terendah dalam domain afektif.
2.      Pemberian respons (responding)
Aspek ini mengacu pada kecendrungan memperlihatkan reaksi terhadap norma tertentu. Menunjukkan kesediaan dan kerelaan untuk merespons, memperhatikan secara aktif, turut berpartisipasi dalam suatu kegiatan serta merasakan kepuasan dalam merespons, misalnya mulai berbuat sesuai tata tertib disiplin yang telah diterimanya, merupakan model pemberian respons. Aspek inisatu tingkat di atas penerimaan.
3.      Penghargaan / penilaian (valuing)
Aspek ini mengacu pada kecendrungan menerima suatu norma tertentu, menghargai suatu norma, memberikan penilaian terhadap suatu dengan memposisikan diri sesuai penilaian itu, dan mengikat diri pada suatu norma. Peserta didik misalnya, telah memperlihatkan perilaku disiplin yang telah diterapkan dari waktu kewaktu.Tujuan-tujuan dalam aspek ini dapat diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi. Aspek ini berada satu tingkat diatas pemberian respons.
4.      Pengorganisasian (organization)
Aspek ini mengacu pada proses pembentukan konsep tentang suatu nilai serta menyusun suatu system nilai-nilai dalam dirinya. Pada taraf ini seseorang mulai memilih nilai-nilai yang ia sukai, misalnya tentang norma-norma disiplin tersebut, dan menolak nilai-nilai yang lain, aspek ini satu tingkat diatas penghargaan.
5.      Karakterisasi (characterization)
Aspek ini mengacu pada pembentukan pola hidup dan proses mewujudkan nilai-nilai dalam pribadi sehingga membentuk watak yang tercermin dalam pribadinya. Dalam taraf ini prilaku disiplin, betul-betul telah menyatu dengan dirinya. Aspek ini merupakan tingkat paling tinggi dari domain afektif.
            Belajar afektif berbeda dengan belajar intelektual dan keterampilan atau disebut belajar kognitif, karena segi afektif sangat bersifat subjektif, lebih mudah berubah, dan tidak ada materi khusus yang baru dipelajari, karena lebih menekankan segi penghayatan dan apresiasi. Setiap orang memiliki sejumlah nilai, baik yang jelas atau terselubung, disadari atau tidak. Nilai-nilai yang demikian ini acap kali tersembunyi, dan ada pula yang dapat dinyatakan secara eksplisit. Nilai juga bersifat multidimensional, ada yang relative dan ada juga yang absolut. Sifat-sifat yang demikian inilah yang penting dalam merumuskan tujuan belajar afektif.
2.3  Tujuan Psikomotor
Ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Tujuan-tujuan psikomotor adalah tujuan-tujuan yang banyak berkenaan dengan aspek keterampilan motoric atau gerak dari peserta didik. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan hasil belajar afektif.
Menurut simpson (dalam sagala, 2003), domain psikomotor terbagi atas tujuan kategori yaitu:
1.      Persepsi (perception)
Aspek ini mengacu pada penggunaan alat untuk memperoleh kesadaran akan suatu objek atau gerakan dan mengalihkannya kedalam kegiatan atau perbuatan. Dalam bermain sepak bola misalnya, peserta didik menggunakan indera penglihatan dan sentuhan untuk dapat menyadari unsur-unsur fisik dari permainan tersebut. Aspek ini merupakan tingkatan yang paling rendah dalam domain psikomotor.


2.      Kesiapan
Aspek ini mengacu pada kesiapan memberikan respons secara mental, fisik, maupun perasaan untuk suatu kegiatan. Kesiapan fisik dan mental pada saat seseorang sedang melakukan suatu persiapan merupakan contoh kongkrit aspek ini. Aspek yang berada satu tingkat diatas persepsi ini mensyaratkan perencanaan yang matang. Misalnya ketika seseorang mengikuti ujian.
3.      Respons terbimbing (guide respons)
Aspek ini mengacu pada pemberian respons perilaku, gerakan-gerakan yang diperlihatkan dan didemonstrasikan sebelumnya. Latihan-latihan ujian sebelum mengikuti ujian sesungguhnya merupakan salah satu contoh dari respons terbimbing. Aspek ini berada satu tingkat di atas kesiapan.
4.      Mekanisme (mechanical respons)
Aspek ini mengacu pada keadaan di mana respons fisik yang dipelajari telah menjadi kebiasaan. Peserta didik yang selalu melakukan latihan secara rutin sehingga menjadikan latihan tersebut sebagai bagian dari dirinya merupakan contoh dari aspek mekanisme. Aspek ini berada satu tingkat di atas respons terbimbing.
5.      Respons yang kompleks (complex response)
Aspek ini mengacu pada pemberian respons atau penampilan perilaku atau gerakan yang cukup rumit dengan terampil dan efisien. Peserta didik terampil mengerjakan latihan sebelum ujian merupakan salah satu contoh respons yang kompleks. Aspek ini berada satu tingkat di atas mekanisme.
6.      Penyesuaian pada gerakan atau adaptasi
Aspek ini mengacu pada kemampuan menyesuaikan respons atau perilaku gerakan dengan situasi yang baru. Setelah menguasai latihan dengan baik, bahkan mengerjakan soal yang sulit, seorang peserta didik dapat menerapkan dan menggunakan kemampuannya dalam ujian yang sebenarnya. Aspek ini berada satu tingkat di atas respons yang kompleks.
7.      Originalisasi
Aspek ini mengacu pada kemampuan menampilkan pola-pola gerak gerik yang baru, dalam arti menciptakan perilaku dan gerakan yang baru dilakukan atas prakarsa atau inisiatif sendiri. Setelah cukup lama belajar, seorang peserta didik dapat menciptakan model latihan yang berbeda dari teman-temannya. Aspek ini menduduki tingkat paling tinggi dalam domain.
Di samping cara penggolongan di atas, terdapt pula cara penggolongan yang dikemukakan oleh ahli yang lain. Dengan memperlihatkan tujuan penggolongan tersebut, diharapkan dapat diperoleh gambaran tentang lingkup dan tingkatan tujuan-tujuan pengajaran yang dapat dikembangkan dalam penyelenggaraan pengajaran. Oleh karena itu perencanaan program pembelajaran baik dalam penyusunan bahan, penentuan metode dan pendekatan, penentuan media dan perlengkapan pengajaran, dan penentuan alokasi waktu belajar mengacu pada penggolongan tujuan tersebut yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Komponen sistem pengajaran meliputi bahan pelajaran, metode, alat dan evaluasi. Keseluruhan komponen itu saling berinteraksi dan berhubungan bersama-sama yang diarahkan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu dalam menganalisis sistem pengajaran kita dihadapkan pada kenyataan pada pertanyaan sebagai berikut:
1)      Tujuan apa yang hendak dicapai?
2)      Bahan pelajaran apa yang dipelajari peserta didik agar dapat mencapai tujuan?
3)      Metode mengajar apa yang efektif untuk mengantarkan peserta didik mencapai tujuan?
4)      Alat pengajaran apa yang relevan untuk membantu proses pencapaian tujuan bagaimana melakukan evaluasi untuk menilai keberhasilan pencapaian tujuan?
5)      Evaluasi model apa yang cocok untuk pengajaran?
6)      Model pengelolaan kelas bagaimana yang sesuai?
2.4 Perencanaan Alat dan Media Pengajaran
Dalam membahas kedudukan media pembelajaran dalam perencanaan pengajaran, diperlukan pengetahuan tentang bagaimana merumuskan dan menganalisis tujuan pengajaran, menetapkan prosedur, jenis dan alat penilaian. Selanjutkan menetapkan langkah-langkah kegiatan yang harus dilakukan dalam penyajian dan mempelajari bahan pelajaran secara sistematik dan teratur. Pengetahuan tentang media pengajaran sangat berguna untuk menyusun perencanaan program pengajaran karena program pengajaran adalah seluruh rencana kegiatan yang saling terkait untuk mencapai suatu tujuan pengajaran.
Dengan mengenal media pengajaran dan memahami cara-cara penggunaannya akan sangat membantu tugas para pengajar dalam meningkatkan efektivitas proses pembelajaran. Bruner (1960) (dalam Sagala, 2003) membagi alat intstruksional dalam empat macam menurut funsinya yaitu:
1)      Alat untuk menyampaikan pengalaman “vicarious”, yaitu menyajikan bahan kepada peserta didik yang tidak dapat mereka peroleh dengan pengalaman langsung yang lazim di sekolah. Ini dapat dilakukan melalui film, televisi, rekaman suara, dan lain-lain. “vicarious” berarti subtitusi untuk pengganti pengalaman yang langsung.
2)      Alat yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu gejala, misalnya model molekul atau alat pernafasan, tetapi juga eksperimen atau demonstrasi, juga program yang memberikan langkah-langkah untuk memahami prinsip, atau struktur pokok.
3)      Alat dramatisasi, yakni yang mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh,film tentang alam yang memperlihatkan perjuangan untuk hidup, untuk memberi perhatian tentang suatu ide atau gejala.
4)      Alat automatisasi seperti “teaching machine” atau pelajaran berprograma, menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memberikan balikan atau feedback tentang respons peserta didik. Alat ini dapat meringankan beban pengajar, dan alat ini tidak akan dapat menggantikannya seperti halnya buku. Selain itu alat ini segera memberikan feedback serta memberi jalan untuk memperbaiki kesalahan yang dibuat oleh peserta didik.
Telah banyak alat maupun media yang tersedia bagi pengajar, namun yang penting dalam merencanakan pembelajaran dan mengimplementasikannya dalam mengajar ialah bagaimana menggunakan media pendidikan ini sebagai suatu sistem yang teritegrasi dalam pembelajaran. Tugas seorang pendidik adalah tugas profesional, selalu menghadapi tantangan apabila ingin menjadi pendidik yang kreatif, dinamis, kritis dan ilmiah. Sebelum ia menentukan bahan pelajaran, ia harus menentukan tujuan instruksional yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik, kemampuan apa yang akan dikembangkan, menyusun kegiatan pembelajaran, untuk ini ia harus mampu menentukan media dan metode pengajaran yang tepat.
2.5 Perencanaan Evaluasi Pengajaran
Maksud dan tujuan dari evaluasi adalah untuk menentuan hasil yang dicapai oleh peserta didik. bagaimanapun, penetapan proses pembelajaran secara keseluruhan termasuk tujuan yang akan dicapai oleh peserta didik, media pembelajaran, teknik pendekatan dalam pembelajaran, dan peran pengajar memerlukan evaluasi. Evaluasi adalah suatu proses yang berlangsung secara berkesinambungan. Evaluasi dilakukan sebelum, selama dan sesudah suatu proses pembelajaran. Evaluasi sebelum proses pembelajaran, misalnya karakteristik peserta didik, kemampuan peserta didik, metode dan materi pembelajaran yang digunakan. Tujuan evaluasi selama proses pembelajaran digunakan untuk mengetahui dan memperbaiki masalah pembelajaran serta kesulitannya, baik dalam penyampaian materi maupun strategi pendekatan yang digunakan.
Feedback atau umpan balik diberikan melaui tes formatif, mula-mula bahan pelajaran dibagi dalam satuan-satuan pelajaran, misalnya bahan pelajaran satu bab atau bahan yang dapat dikuasai dalam waktu satu atau dua minggu. Evaluasi pencapaian hasil belajar peserta didik dapat dilakukan secara formatif dan sumatif. Tes formatif bersifat diagnotis yang serentak menunjukkan kemajuan atau keberhasilan anak. Tes formatif memiliki fungsi yag beragam. Evaluasi formatif dapat dilakukan setiap saat, yaitu pada saat penyajian pelajaran, pengajar setiap saat dapat berhenti sebentar, untuk mengjukan pertanyaan yang menyangkut bahan yang baru disajikan. Tujuan evaluasi formatif untuk mengetahui sampai sejauh mana peserta didik mampu menerima apa yang disajikan, shingga pengajar dapat mengetahui apakah materi tersebut sesuai dengan kemampuan peserta didik, terlalu mudah, atau bahkan mungkin telampau sulit.
Dengan demikian memudahkan bagi pengajar untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh peserta didik. Sekaligus dapat ,elukakn penekanan-penekanan pada bagian tertentu. Fungsi utama dari evaluasi formatif adalah mengumpilkan data dan memperbaiki hasil dari suatu kegiatan pembelajaran. Tes formatif memantau tugas pelajaran tertentu dikuasai sepenuhnya sebelum beralih kepada materi ajar yang lainnya. Bagi peserta didik yang kurang menguasai bahan pelajaran, tes formatif merupakan alat untuk mengungkapkan di mana sebenarnya letak kesulitannya. Jadi,tes formatif adalah alat untuk mendiagnosis kelemahan, kesalahan, dan kekurangan peserta didik dalam menguasai materi pelajaran, sehingga ia dapat memperbaikinya.
Di samping menunjukkan kekurangan peserta didik, perlu pula diberikan petunjuk bagaimana peserta didik dapat memperbaikinya. Oleh karena itu, tes formatif merupakan bagian yang integral dari proses belajar. Evaluasi formatif ini diselenggarakan sebagai suatu proses yang konstruktif dan positif. Pada saat yang sama pengajar harus pula menentukan apakah pengajarannya efektif atau tidak. Untuk mencapai hal tersebut, maka evaluasi sumatif harus diadakan.
2.6 Penyusunan Satuan Pelajaran
            Satuan pelajaran adalah program pembelajaran dalam satuan terkecil yang memuat tujuan instruktusional, bahan pelajaran, kegiatan pembelajaran, metode dan alat bantu mengajar, serta evaluasi kemajuan hasil belajar. Pada dasarnya yang menjadi isi dari program semester adalah yang tercantum dalam GBPP, tetapi beberapa pengaturan kembali serta perluasan dan kelengkapan membentuk suatu program kerja pembelajaran. Adapun unsur-unsur yang biasanya terkandung dalam program pembelajaran pada satu semester tertentu meliputi tujuan pembelajaran, pokok bahasan, metode mengajar, media dan sumber belajar, dan lain-lain.
a.      Tujuan Pembelajaran
Tujuan adalah arah pembelajaran yang dicantumkan dalam program semester. Tujuan-tujuan tetentu masih bersifat umum yang diangkat dari GBPP, yaitu tujuan kurikuler dan tujuan instruktusional umum. Sedangkan tujuan instruktusional khusus disebut sebagai sasaran belajar peserta didik, sebab rumusan tujuan tersebut diorientasikan bagi kepentingan peserta didik. Pemberlakuan Kurikulum tahun 2004 di sekolah menengah memang mengganti beberapa terminologi, namun secara umum makana dan esensinya tidak terlalu berbeda. Demikian pula dengan pemberlakuan kurikulum tahun 2006 (KTSP) yang mencoba lebih menajamkan arah pengajaran pada tingkat satuan pelajaran.
            Pengajar harus merumuskan dengan jelas tujuan apa yang ingin dicapai oleh pelajaran itu. Tujuan ini tidak hanya mengenai bahan yang harus dikuasai, akan tetapi juga keterampilan, tujuan emosional, dan sosial. Tujuan belajar untuk memenuhi kebutuhan di kemudian hari sangat penting artinya bagi peserta didik. Misalnya, peserta didik mempunyai semangat yang kuat untuk belajar dengan harapan dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya, atau peserta didik lainnya berharap setelah tamat dapat diterima bekerja untuk memenuhi nafkah hidupnya. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa peserta didik belajar karena didorong oleh keingintahuan dan keinginan untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan tujuan mengajar pada prinsipnya untuk mengadakan perubahan yang dikehendaki dalam tingkah laku sebagai hasil belajar bagi peserta didik. Pengajaran dapat membuat seorang peserta didik menjadi orang lain, dalam hal apa yang ia lakukan dan apa yang dapat dicapainya. Perubahan ini biasanya dilakukan oleh pengajar dengan menerapkan strategi penggunaan pendekatan belajar, metode mengajar, media pengajaran, dan kelengkapan pengajaran lainnya yang memungkinkan dapat dilakukan.
            Dalam pengembangan kurikulum dan perencanaan pengajaran dibedakan antara tujuan-tujuan instruktusional umum dan tujuan-tujuan instruktusional khusus. Salah satu langkah penting yang perlu dilakukan pengajar dalam kegiatan perencanaan pengajaran ialah menetapkan dan merumuskan TIK. TIU dapat dilihat di dalam GBPP, sedangkan TIK harus dirumuskan sendiri oleh pengajar mata pelajaran yang bersangkutan. TIU berisi sejumlah kemampuan yang lebih spesifik yang dijabarkan dalam bahan atau materi ajar dari dan untuk menunjang pencapaian kemampuan yang terkandung dalam TIU.
            Susunan kemampuan-kemampuan yang tercantum dalam rumusan TIK yang dijabarkan dari TIU mengandung beberapa sifat antara lain:
(1)   bertingkat atau hierarkis, artinya kemampuan-kemampuan tersebut tersususn dari yang lebih sederhana atau mudah ke yang lebih kompleks atau sulit , dan pada umumnya kemampuan yang lebih sederhana merupakan prasyarat untuk menguasai kemampuan yang lebih kompleks, misalnya pengertian tentang penjumlahan merupakan prasyarat untuk mempelajari dan memahami perkalian;
(2)   setara, atau merupakan kelompok (cluster), artinya kemampuan-kemampuan tersebut mencakup hal-hal yang sejenis tanpa mengandung hubungan prasyarat’
(3)   berurutan atau prosedural, artinya kemampuan yang satu merupakan kelanjutan dari kemampuan yang lain secara berurutan, tetapi tidak merupakan prasyarat; dan
(4)   kombinasi dari dua atau lebih sifat tersebut di atas.
Adanya sifat bertingkat, setara, dan berurutan dalam susunan kemampuan yang terkandung dalam rumusan tujuan khusus perlu diperhatikan, baik dalam rumusan tujuan khusus, dalam menetapkan tata ruang tujuan khusus, maupun proses belajar untuk mencapainya. Kemampuan-kemampuan yang dijabarkan dari tujuan umum dan tujuan khusus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
(1)   spesifik atau khusus, dalam arti bahwa perilaku yang terkandung di dalamnya sudah dibatasi lingkupnya;
(2)   operasional, dalam arti bahwa perilaku yang terkandung di dalamnya kongkrit dan dapat diamati; dan
(3)   dapat diukur, dalam arti bahwa terwujud tidaknya perilaku yang dimaksud dalam diri peserta didik dapat diukur melalui alat ukur yang ada.
Langkah pertama yang harus dibuat pengajar dalam merencanakan pengajaran untuk suatu pokok bahasan dalam kurikulum adalah merumuskan tujuan khusus yang menjabarkan dari tujuan umum yang ingin dicapai melalui pokok bahasan yang bersangkutan. Mengingat tujuan umum adalah tujuan yang penting untuk dicapai oleh para peserta didik, maka perlu diupayakan agar tujuan khusus yang dijabarkan betul-betul mencerminkan apa yang dimaksud oleh tujuan umum tersebut. Untuk itu, dalam menjabarkan tujuan khusus dari tujuan umum perlu ditempuh prosedur kerja sebagai berikut: menelaah tujuan umum, menentkan sub kemampuan, dan merumuskan tujuan khusus. Penting tidaknya suatu kemampuan serta perilaku awal peserta didik dipertimbangkan dalam perumusan tujuan khusus.
b.      Pokok Bahasan
Dalam membuat perencanaan pembelajaran untuk setiap pokok bahasan, pengajar dapat memilih cara mengajar berdasarkan teori-teori belajar yang sesuai dengan materi pelajaran yang tertuang dalam pokok bahasan. Sebelum menuliskan dalam perencanaan pembelajaran, terlebih dulu dipertimbangkan apakah cara itu cocok untuk mengajarkan pokok bahasan tersebut. Pokok atau satuan bahasan menunjukkan judul materi pelajaran yang akan dipelajari atau diajarkan dalam satu semester tertentu. Pokok bahasan tersebut diambil dari GBPP tanpa atau dengan beberapa penyesuaian dan pengaturan kembali oleh pengajar yang bersangkutan. Pokok bahasan ini dielaborasi sedemikian rupa menjadi bahan ajar yang disusun dalam bentuk materi pelajaran diuraikan, yang mengacu pada alokasi waktu yang tersedia.
Dengan demikian, pokok bahasan menjadi dasar pengajaran dan menggambarkan ruang lingkupnya. Pokok bahasan untuk SD, biasanya lebih sederhana atau lingkupnya tidak terlalu luas dibandingkan SMP dan sekolah menengah. Perencanaan pengajaran menyusun pokok bahasan dan sub pokok bahasan dalam satu semester, dilakukan dengan perhitungan dapat dipenuhi dalam satu semester serta memiliki kualitas yang dipersyaratkan. Pada jenjang pendidikan tertentu dan kelas tertentu ada yang memadukan berbagai disiplin ilmu seperti bahasa Inggris dengan seni, sosiologi dan ekonomi, hukum dan politik, kimia dan biologi, dan sebagainya. Penyusunan perencanaan pengajaran pokok bahasan campuran tersebut perlu dibuat bersama para pakar yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Dalam hal ini mereka akan mempertimbangkan berapa banyak pokok bahasan yang akan diajarkan, sejauh mana luas lingkup dan kedalamannya. Sudah tentu pokok bahasan itu disesuaikan dengan jenis sekolah, kelas, waktu, karakteristik peserta didik, keterbatasan biaya, fasilitas, sumber pengajaran, tenaga administrasi dan hubungannya dengan pelajaran lain.
c.       Metode Mengajar
Sekalipun masih bersifat tentatif atau sementara, dalam perencanaan pembelajaran program satu semester hendaknya dicantumkan pula metode-metode mengajar yang direncanakan akan digunakan dalam mengajarkan setiap pokok bahasan yang telah ditetapkan. Metode pengajaran banyak ditentukan oleh tujuan yang dirumuskan oleh pengajar. Bila topik yang akan dibahas itu luas, maka mungkin berbagai ragam metode akan perlu digunakan. Biasanya metode mengandung unsur-unsur berikut:
(1)   uraian tentang apa yang akan dipelajari;
(2)   diskusi dan pertukaran pikiran;
(3)   kegiatan-kegiatan yang menggunakan berbagai alat instruktusional, laboratorium, dan lain-lain;
(4)   kegiatan-kegiatan dalam lingkungan sekitar sekolah seperti kunjungan, kerja lapangan, eksplorasi, dan penelitian;
(5)   kegiatan-kegiatan dengan menggunakan berbagai sumber belajar seperti buku perpustakaan, alat audio visual, dan lain-lain; dan
(6)   kegiatan kreatif seperti drama, seni rupa, musik, pekerjaan tangan dan sebagainya.
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa metode mengajar adalah cara yang digunakan oleh pengajar dalam mengorganisasikan kelas pada umumnya atau dalam menyajikan bahan pelajaran pada khususnya. Dalam berbagai kegiatan dalam metodologi pembelajaran itu peserta didik berlatih untik mengadakan observasi yang sistematis, membuat catatan, dan membuat laporan tertulis. Para peserta didk dapat pula belajar menggunakan berbagai alat audio visual, menggunakan perpustakaan, mengadakan wawancara dengan menggunakan tape recorder, menggunakan kamera untuk Media dan Sumber Belajar, serta melengkapi observasi dan laporan.
Media pendidikan lazim disebut sebagai alat-alat belajar atau mengajar. Metode yang tepat untuk bahan pelajaran tertentu dapat lebih efektif jika disertai dengan media pendidikan yang tepat pula. Pada dasarnya sesuai dengan perkembangan peserta didik, pengajaran lebih mengutamakan sifat kongkrit, sehingga alat mengajar pun dimulai pemilihannya mulai dari yang paling abstrak sampai yang paling nyata.
Dalam menggunakan media pendidikan perlu diupayakan pengadaan media yang paling kongkrit karena sesuai dengan keadaan di lapangan. Kelemahan umum pengajaran di Indonesia adalah dalam merancang sebuah kegiatan dengan media yang tidak kongkrit. Sebagai contoh, sebuah pengajaran bahasa Indonesia yang dirancang menggunakan sebuah prasarana multimedia yang lengkap, namun pada kenyataannya, hanya memiliki sebuah tape recorder. Artinya, media tape recorder tersebut lebih baik dimaksimalkan penggunaannya daripada merancang pengajaran dengan media yang tidak pasti keberadaannya.
Pendidikan yang disertai media yang tepat, selain memudahkan peserta didik dalam mengalami, memahami, mengerti, merencanakan, dan melakukan juga menimbulkan motivasi yang lebih kuat ketimbang menggunakan kata-kata yang abstrak. Dalam merencanakan pengajaran,
di samping menentukan media pendukung yang akan digunakan, juga menentukan teknik penggunaan alat pengajaran yang akan dipakai.
Untuk setiap pokok bahasan, dicantumkan pula media, alat bantu, dan buku sumber yang digunakan dalam pembelajaran. Pencantuman buku sumber meliputi judul buku, ide dan topik bahasan buku, nama penulis, tahun terbit, dan juga penerbit. Dalam perencanaannya pengajar dapat menjelaskan bagian-bagian yang digunakan dalam pembelajaran sesuai pokok bahasan yang dipilih. Pengajar dan lembaga pendidikan biasanya mencari media yang murah dan ekonomis, sehinggan media terbaru tetapi mahal, jarang digunakan.
d.      Evaluasi Pengajaran
Dalam perencanaan pengajaran yang tertuang dalam satuan pelajaran, evaluasi selalu memegang peranan penting sebagai bentuk pengajaran yang efektif. Melalui evaluasi diperoleh balikan atau feedback yang dipakai untuk memperbaiki dan merevisi bahan atau metode pengajaran, atau untuk menyesuaikan bahan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Pengajar menilai sampa sejauh mana pengetahuan yang diperoleh dan transformasi dapat dimanfaatkan untuk memahami hasil belajar. Dalam program semester tersebut sebaiknya dapat dilihat kegiatan-kegiatan evaluasi belajar yang dilaksanakan di luar pokok bahasan masing-masing seperti tes sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi pengajaran berguna untuk mengetahui sampai sejauh mana peserta didik telah mencapai tujuan-tujuan pelajaran yang telah ditentukan dalam perencanaan pembelajaran.
e. alokasi waktu
untuk setiap pokok bahasan dan kegiatan evaluasi dalam satu semester bersangkutan, perlu dicantumkan jumlah waktu yang dialokasikan, sehingga sejak awal sudah dapat diketahui apakah program semester yang dibuat itudapat diselesaikan pada waktunya. Jika melebihi waktu yang tersedia, maka perlu diadakan penyesuaian-penyesuaian dalam materi maupun alokasi waktu. Isi dan alokasi waktu setiap satuan pelajaran terganung pada luas dan sempitnya pokok bahasan yang dicakupnya.
            Sebuah pelajaran mungkin selesai diajarkan dalam satu pertemuan saja. Pokok bahasan yang lain mungkin membutuhkan dua pertemuan penyajian, demikian seterusnya.
            Pada bagian awal format pembelajaransebaiknya dituliskan judul program, semester, kelas, sekolah, dan nama mata pelajaran. Perencanaan program pembelajaran suatu semester tersebut dapat disusun seperti berbentuk matriks sesuai ketentuan yang diberikan oleh instansi pendidikan pengajar yang bersangkuatan. Program semester dijadikan pegangan untuk mengajar di kelas, program semester ini masih perlu dijabarkan dalam program jangka pendek yang jumlah pertemuannya merujuk pada pokok bahasan yang ditetapkan sebelumnya. Perencanaan program ini pada dasarnya memuat kegiatan mingguan dan harian dalam program satuan pelajaran.
2.7 Perencanaan Materi dan Bahan-Bahan Pengajaran
Pemanfaatan alat dan bahan pengajaran sebaiknya mempertimbangkan hal-hal berikut:
1.      Ada pemeriksaan awal, artinya, bahan pengajaran yang akan digunakan harus diperiksa terlebih dahulu supaya pengajar dapat menentukan apakah bahan tersebut dapat berguna bagi peserta didik dalam mencapai tujuan.
2.      Persiapan lingkungan, artinya, di manapun penyajian bahan pengajaran akan berlangsung, semua perlengkapan harus ditempatkan pada tempat yang baik dan benar.
3.      Persiapan peserta didik, artinya, apa yang dapat dipelajari sangat tergantung dari bagaimana para peserta didik dipersiapkan untuk menerima bahan dan materi pelajaran yang disajikan. Dari segi pendidikan, pengajar harus mempunyai pandangan yang luas tentang bahan yang diajarkan dan bagaimana cara mengajarkan bahan tersebut. Topik harus rasional dan perlu ditukjukkan motif pembelajaran itu. Bagaimana peserta didik tetap merasa tertarik dan selalu memusatkan perhatian kepada bahan yang disajikan oleh pengajar.
4.      Penyajian bahan pengajaran, artinya, hal yang harus dipersiapkan oleh pengajar dan ia harus mampu melaksanakannya, ialah menyajikan bahan pelajaran, bagaimana pengajar harus memperhatikan penguasaan terhadap bahan dan materi pelajaran yang ia sajikan, Metode yang digunakan, keterampilan memanfaatkan media sampai kepada penggunaan bahasa yang baik dan benar. Materi dan bahan pelajaran dirumuskan setelah penentuan tujuan pengajaran, serta penyusunan alat evaluasi belajar.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menetapkan materi pelajaran, yaitu:
1.      Materi pelajaran hendaknya sesuai dengan kurikulum sehingga dapat menunjang tercapainya tujuan intruksional.
2.      Materi pelajaran hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan dan perkembangan peserta didik pada umumnya.
3.      Materi pelajaran hendaknya terorganisasi secara sistematik dan berkesinambungan.
4.      Materi pelajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat faktual maupun konseptual. Materi dan bahan pengajaran ditetapkan dengan merujuk pada tujuan-tujuan intruksional yang ingin dicapai. Materi yang diberikan bermakana bagi para peserta didik, dan merupakan bahan yang betul-betul penting, baik dilihat dari tujuan yang ingin dicapai maupun fungsinya untuk mempelajari bahan berikutnya.
Pengajaran dapat didekati dengan pendekatan sistem. Dengan pendekatan ini, masukan (input) ditetapkan berdasarkan tujuan. Melalui bahan pelajaran, meode, teknik, dan alat pelajaran yang digunakan, maka input mengalami proses. Pada akhirnya diperoleh output, yaitu peserta didik yang memiliki karakteristik sesuai tujuan. Untuk mengetahui kadar pencapaian pengajaran tujuan diperlukan sebuah evaluasi. Hasil evaluasi ini dapat digunakan sebagai umpan balik untuk perbaikan. Jadi, pengajaran mempunyai sejumlah komponen yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan. Komponen sistem pengajaran meliputi bahan pelajaran, metode, alat dan evaluasi. Keseluruhan komponen itu saling berinteraksi, berkoherensi, berhubungan, dan bersinergi untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, dalam menganalisis sistem pengajaran, kita dihadapakan pada pertanyaan sebagai berikut:
1)      Tujuan apa yang hendak dicapai?
2)      Bahan pelajaran apa yang dipelajari peserta didik agar dapat mencapai tujuan?
3)      Metode mengajar apa yang efektif untuk mengantarkan peserta didik mencapai tujuan?
4)      Alat pengajaran apa yang relevan untuk membantu proses pencapaian tujuan?
5)      Bagaimana melakukan evaluasi untuk menilai keberhasilan pencapaian tujuan?
Pemahaman tentang sistem pengajaran ini menurut Gagne dan Brigs (dalam Ali, 2002), bermanfaat dalam rangka mendesain dan mengembangkan model. Pengembangan dan desain sistem pengajaran mempunyai hubungan arti yang erat. Desain pengajaran dapat diterapkan untuk jangka pendek dan jangka panjang. Desain untuk jangka pendek (immediate range instructional design) berhubungan dengan persiapan mengajar. Sedangkan untuk jangka panjang (long range) berhubungan dengan sejumlah topik atau bahan pelajaran yang akan disampaikan dalam jangka waktu yang lebih lama.
Menurut Kemp (1997), materi pelajaran atau bahan pelajaran (subject content) dalam hubungannya dengan proses menyusun rancanagan pengajaran merupakan gabungan antara pengetahuan fakta dan informasi yang terperinci, keterampilan (langkah-langkah, prosedur, keadaan, syarat-syarat) dan faktor sikap. Sedangkan Merrill membedakan isi materi menjadi empat, yaitu fakta, konsep, prosedur dan prinsip. Suatu materi pelajaran yang lengkap akan mengandung keempat hal tersebut yang biasanya terkait dengan rumusan TIK atau kompetensi dasar, dan rumusan TIK memberi isyarat apakah materi yang dikehendaki berupa fakta, konsep, prosedur atau prinsip. Misalnya, apanila di dalam TIK verbanya berbunyi menyebutkan, maka berarti peserta didik berhubungan dengan fakta dan dapat mengidentifikasi konsep tertentu. Penyusunan TIK akan berhubungan dengan penyusunan materi pelajaran. Jadi, TIK sebaiknya diurut dari hal-hal yang kongkrit, dan dilanjutkan dengan konsep, prinsip-prinsip untuk mempermudah pengorganisasian materi pelajaran. Sebaiknya materi ini disediakan lebih banyak dari yang diperkirakan supaya dalam pelaksanaan pengajaran tidak kekurangan bahan. Selain itu, mengurangi bahan biasanya lebih mudah dari pada menambah bahan ajar.
Langkah-langkah berikut dapat dijadikan pegangan dalam menyusun materi:
  1. Mengidentifikasi nama unit atau topik yang akan diajarkan
  2. Mengidentifikasi generalisasi dan konsep yang dipakai dalam tiap unit atau topik
  3. Mengidentifikasi konsep-konsep dan subkonsep yang meliputi generalisasi
  4. Menyusun generalisasi dan konsep berdasarka urutan logis
  5. Mengembangkan kerangaka rencana untuk setiap unit pelajaran
Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Ali (2002), mengajar harus mengikuti prinsip psikologis tentang belajar, jadi bahan pelajaran harus disusun secara gradual, yaitu:
1)      Dari sederhana menuju yang kompleks
2)      Dari kongkrit menuju yang abstrak
3)      Dari umum menuju yang kompleks
4)      Dari yang sudah diketahui/factual menuju konsep yang bersifat abstrak
5)      Dari prinsip induksi menuju deduksi atau sebaliknya
Di dalam upaya menyusun dan mengembangkan materi pelajaran ini perlu dipertimbangkan kriteria berikut:
1)      Materi atau bahan itu tepat (valid) untuk pencapaian tujuan pengajaran.
2)      Bahan ajar bermanfaat, artinya disesuaikan kebutuhan nyata dan tingkatan pedidikan peserta didik.
3)      Materi atau bahan pelajaran harus menarik.
4)      Materi atau bahan harus berada dalam batas kemampuan peserta didik.
Dengan demikian, penentuan atau pemilihan materi pelajaran yang tepat sangat penting karena tanpa materi yang tepat sesuai tujuan, seluruh perencanaan dan kegiatan pelaksanaan pengajaran di depan kelas akan tidak mencapai tujuan optimal

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.      Tujuan kognitif : Beberapa ahli psikologi dan ahli pendidikan berpendapat bahwa konsep-konsep tentang pelajaran yang telah dikenal, ternyata tidak satupun yang mempersoalkan proses-proses kognitif  yang terjadi selama belajar.
2.      Tujuan afektif : Menurut Krathwohl, Bloom, dan manusia (dalam sagala, 2003), domain afektif berlandaskan pada lima kategori.
3.      Tujuan psikomotor : Ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.
4.      Perencanaan Alat dan Media Pengajaran : Dalam membahas kedudukan media pembelajaran dalam perencanaan pengajaran, diperlukan pengetahuan tentang bagaimana merumuskan dan menganalisis tujuan pengajaran, menetapkan prosedur, jenis dan alat penilaian.
5.      Perencanaan Evaluasi Pengajaran : Evaluasi dilakukan sebelum, selama dan sesudah suatu proses pembelajaran.
6.      Penyusunan Satuan Pelajaran : Satuan pelajaran adalah program pembelajaran dalam satuan terkecil yang memuat tujuan instruktusional, bahan pelajaran, kegiatan pembelajaran, metode dan alat bantu mengajar, serta evaluasi kemajuan hasil belajar.
7.      Perencanaan Materi dan Bahan-Bahan Pengajaran : Pemanfaatan alat dan bahan pengajaran sebaiknya mempertimbangkan hal-hal yang telah ditentukan.



DAFTAR PUSTAKA

Iskandarwassid dan Dadang Suhendar. 2013. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar