BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Belajar dan Kesulitan Belajar
Menurut Drs. Tadjab, M.A. dalam bukunya Ilmu
Jiwa Pendidikan, belajar bisa didefinisikan “berubahnya kemampuan seseorang
untuk melihat, berfikir, merasakan, mengerjakalan sesuatu, melalui berbagai
pengalaman-pengalaman yang sebagiannya bersifat perseptual, sebagiannya
bersifat intelektual, emosional maupun motorik.”
Dalam
keadaan di mana anak didik/siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya,
itulah yang disebut dengan “kesulitan belajar”.[1] Kesulitan belajar
yang dimaksud disini ialah kesukaran yang dialami siswa dalam menerima atau
menyerap pelajaran, kesulitan belajar yang dihadapi siswa ini terjadi pada
waktu mengikuti pelajaran yang disampaikan/ditugaskan oleh seorang guru.[2] Dalam
definisi lain dikatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi di mana
anak didik tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman,
hambatan ataupun gangguan dalam belajar.[3]
Anak-anak
yang mengalami kesulitan belajar itu biasa dikenal dengan sebutan prestasi
rendah/kurang (under achiever). Anak
ini tergolong memiliki IQ tinggi tetapi prestasi belajarnya rendah (di bawah
rata-rata kelas).[4]
Dari
beberapa pendapat di atas dapat ditarik benang merahnya bahwa kesulitan belajar ialah suatu keadaan dimana
anak didik tidak dapat menyerap pelajaran dengan sebagaimana mestinya. Dengan
kata lain ia mengalami kesulitan untuk menyerap pelajaran tersebut, baik
kesulitan itu datang dari dirinya sendiri, dari sekitarnya ataupun karena
faktor-faktor lain yang menjadi pemicunya. Dalam hal ini, kesulitan belajar ini
akan membawa pengaruh negatif terhadap hasil belajarnya. Jika kadang kita
beranggapan bahwa hasil belajar yang baik itu diperoleh oleh anak didik yang
memiliki inteligensi di atas rata-rata, namun sebenarnya terkadang bukan
inteligensi yang menjadi satu-satunya tolak ukur prestasi belajar. Justru
terkadang kesulitan belajar ini juga turut berperan dalam mempengaruhi hasil
belajar anak didik.
2.2 Macam-macam
Kesulitan Belajar
Kesulitan
belajar siswa dapat ditunjukkan oleh adanya hambatan tertentu untuk mencapai
hasil belajar. Hambatan tersebut dapat bersifat psikologis, sosiologis maupun
fisiologis. Hambatan tersebut menyebabkan prestasi belajar siswa yang dicapai
berada di bawah semestinya.
1) Learning
disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana
proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan.
Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak
dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya
respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih
rendah dari potensi yang dimilikinya.
2) Learning
disfunction adalah gejala
dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik,
meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas
mental, gangguan alat indra, atau gangguan psikologis lainnya.
3) Underachiever merupakan siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi
intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong
rendah.
4) Slow
learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat
dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama
dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang
sama.
5) Learning
disabilities atau
ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar
atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi
intelektualnya. Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam
pengertian di atas akan tampak dari berbagai gejala.[5]
2.3
Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Menurut
faktor anak didik meliputi gangguan atau kekurang mampuan psiko-fisik anak
didik, yakni berikut ini.
1.
Yang
bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas
intelektual/intelegensi anak didik.
2.
Yang
bersifat efktif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap.
3.
Yang
bersifat psikomotorik (ranah karsa),
antara lain seperti terganggunya alat, alat indra penglihatan dan
pendengaran (mata dan telinga).
Sedangkan faktor ekstern anak didik
meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung
aktivitas belajar anak didik. Faktor lingkungan ini meliputi:
1.
Lingkungan
keluarga, contohnya ketidakharmonisan hubungan antar ayah dengan ibu, dan
rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
2.
Lingkungan
perkampungan/masyarakat, contohnya wilayah perkampungan kumuh dan teman
sepermainan yang nakal.
3.
Lingkungan
sekolah, contohnya; kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti pasar,
kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.
Selain
faktor-faktor yang bersifat umum diatas, ada pula faktor-faktor lain yang juga
menimbulkan kesulitan belajar anak didik.
Faktor-faktor ini di pandang sebagai faktor khusus. Misalnya sindrom
psikologis berupa learning disability (ketidak mampuan belajar). Sindrom
(syndrome) berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya
keabnormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar anak didik. Sindrom itu
misalnya disleksia yaitu ketidak mampuan belajar membaca, disgrafia yaitu
ketidakmampuan belajar menulis, diskalkulia yaitu ketidakmampuan belajar
matematika.
Anak didik yang
mempunyai sindrom-sindrom diatas secara umum sebenarnya memiliki IQ yang normal
dan bahkan diantaranya adanya yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata.
Jika sudut
pandang diarahkan pada aspek lainnya, maka faktor-faktor penyebab kesulitan
belajar anak didik dapat dibagi menjadi faktor anak didik, sekolah, keluarga,
dan masyarakat sekitar.
1.
Faktor
Anak Didik
Anak
didik adalah subjek yang belajar. Dialah yang merasakan langsung penderitaan
akibat kesulitan belajar. Karena dialah orang yang belajar, bukan guru yang
belajar. Guru hanya mengajar dan mendidik dengan membelajarkan anak didik agar
giat belajar. Kesulitan belajar yang di
derita anak didik tidak hanya yang
bersifat menetap, tetapi juga yang bisa dihilangkan dengan usaha-usaha
tertentu. Faktor intelegensi adalah kesulitan anak didik yang bersifat menetap.
Sedangkan kesehatan yang kurang baik atau sakit, kebiasaan belajar yang tidak
baik dan sebagainya adalah faktor non-intelektual yang bisa dihilangkan.
Untuk
mendapatkan gambaran faktor-faktor apa saja yang dapat menjadi penyebab
kesulitan belajar anak didik, maka akan dikemukakan seperti berikut:
a.
Intelegensi
(IQ) yang kurang baik.
b.
Bakat
yang kurang atau tidak sesuai dengan bahan pelajaran yang dipelajari atau yang
diberikan oleh guru.
c.
Faktor
emosional yang kurang stabil.
d.
Aktivitas
belajar yang kurang.
e.
Kebiasaan
belajar yang kurang baik.
f.
Penyesesuaian
sosial yang sulit.
g.
Latar
belakang pengalaman yang pahit.
h.
Cita-cita
yang tidak relevan (tidak sesuai dengan bahan pelajaran yang dipelajari)
i.
Latar
belakang pendidikan yang dimasuki dengan sistem sosial dan kegiatan belajar
mengajar dikelas yang kurang baik.
j.
Ketahanan
belajar (lama belajar) tidak sesuai dengan tuntutan waktu belajarnya.
k.
Keadaan
fisik yang kurang menunjang.
l.
Kesehatan
yang kurang baik.
m.
Seks
atau pernikahan yang tak terkendali.
n.
Pengetahuan
dan keterampilan dasar yang kurang memadai (kurang mendukung) atas bahan yang
dipelajari.
o.
Tidak
ada motivasi dalam belajar.
2.
Faktor
Sekolah
Sekolah
adalah lembaga pendidikan formal tempat pengabdian guru dan rumah rehabilitasi
anak didik. Ditempat inilah anak didik menimba ilmu pengetahuan dengan bantuan
guru yang berhati mulia, karena memang pribadi seorang guru kurang baik.
Kenyamanan dan ketenangan anak didik dalam belajar akan ditentukan sampai jauh
mana kondisi dan sistem sosial di sekolah dalam menyediakan lingkungan yang
kondusif dan kreatif. Sarana dan prasarana sudahkah mampu dibangun dan
memberikan layanan yang memuaskan bagi anak didik yang berinteraksi dan hidup
didalamnya.[6]
Bila
tidak, maka sekolah ikut terlibat menimbulkan kesulitan belajar bagi anak
didik. Maka wajarlah bermunculan anak didik yang berkesulitan belajar. Kalau
begitu faktor-faktor apa saja dari lingkungan sekolah yang dianggap dapat
menimbulkan kesulitan belajar bagi anak didik? Faktor-faktor tersebut adalah
sebagai berikut:
a.
Pribadi
guru yang kurang baik.
b.
Guru
tidak berkualitas, baik dalam pengambilan metode yang digunakan ataupun dalam
penguasaan mata pelajaran yang dipegangnya.
c.
Hubungan
guru dan anak didik kurang harmonis.
d.
Guru
menuntut standar pelajaran diatas kemampuan anak.
e.
Guru
tidak memiliki kecakapan dalam usaha mendiagnosis kesulitan belajar anak didik.
f.
Cara
guru mengajar yang kurang baik.
g.
Alat/media
yang kurang memadai.
h.
Perpustakaan
sekolah kurang memadai dan kurang merangsang penggunaannya oleh anak didik.
i.
Fasilitas
fisik sekolah yang tak memenuhi syarat kesehatan dan tak terpelihara dengan
baik.
j.
Suasana
sekolah yang kurang menyenangkan.
k.
Bimbingan
dan penyuluhan yang tidak berfungsi.
l.
Kepemimpinan
dan administrasi.
m.
Waktu
sekolah dan disiplin yang kurang.
3.
Faktor
Keluarga.
Keluarga
adalah lembaga pendidikan informal (luar sekolah) yang diakui keberadaannya dalam
dunia pendidikan. Perananya tidak kalah pentingnya dari lembaga formal dan
non-formal.
Walaupun
anak sudah masuk sekolah, tetapi harapan masih digantungkan kepada keluarga
untuk memberikan pendidikan dan memberikan suasana sejuk dan menyenangkan bagi
belajar anak dalam belajar di rumah.
Ketika
orang tua tidak memperhatikan pendidikan anak. Ketika orang tidak memberikan
suasana sejuk dan menyenangkan bagi belajar anak. Ketika keharmonisan keluarga
tak tercipta. Maka lingkungan keluarga yang demikian ikut terlibat menyebabkan
kesulitan belajar anak. Oleh karena itu ada beberapa faktor dalam keluarga yang
menjadi penyebab kesulitan belajar anak didik sebagai berikut.
a.
Kurangnya
kelengkapan alat-alat belajar bagi anak di rumah, sehingga kebutuhan belajar
yang diperlukan itu, tidak ada, maka kegiatan belajar anak pun tertenti untuk
beberapa waktu.
b.
Kurangnya
biaya pendidikan yang disediakan orang tua sehingga anak harus memikirkan
bagaimana mencari uang untuk biaya sekolah hingga tamat.
c.
Anak
tidak mempunyai ruang dan tempat belajar yang khusus dirumah.
d.
Ekonomi
keluarga yang terlalu lemah atau tinggi yang membuat anak berlebih lebihan.
e.
Kesehatan
keluarga yang kurang baik, misalnya orang tua yang sakit-sakitan.
f.
Perhatian
orang tua yang tidak memadai.
g.
Kebiasaan
keluarga yang tidak menunjang.
h.
Kedudukan
anak dalam keluarga yang menyedihkan. Orang tua pilih kasih dalam mengayomi
anak.
i.
Anak
terlalu banyak membantu orang tua.
4.
Faktor
Masyarakat Sekitar
Jika
keluarga anggota masyarakat terkecil, maka masyarakat adalah komunitas
masyarakat dalam kehidupan sosial yang tersebar. Dalam masyarakat, terpatri
strata sosial yang merupakan penjelmaan dari suku, ras, agama, antar golongan,
pendidikan, jabatan, status, dan sebagainya. Pergaulan yang terkadang kurang
bersahabat sering memicu konflik sosial.
Perilaku
negatif di atas sungguh naib dan siapa pun tak sanggup melawannya apalagi
menghilangkannya dari pentas kehidupan. Apalagi di kaitkan dengan masalah hak
asasi manusia atau HAM yang digembar-gemborkan sebagai wadah “ suka insan”.
Filter
jiwa sudah saatnya dikemas sebagai jaring pengaman dari wabah epidemi barat.
Sebab bila tidak, maka kejahiliyahan modern akan bergema dalam spektrum yang
lebih luas. Jiwa jiwa anak bangsa yang labil akan terkontaminasi dan terbuai
dalam budaya barat.
Anak didik hidup dalam komunitas masyarakat yang
heterogen adalah suatu kenyataan yang harus diakui. Kegaduhan, kebisingan,
keributan, pertengkaran, kemalingan, perkelahian, dan sebagainya. Sudah
merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat yang heterogen.
Kondisi dan suasana lingkungan masyarakat seperti di atas sering dilihat dan di
dengar.
Anak
didik tidak dapat berharap banyak kepada lingkungan masyarakat. Hidup
masyarakat yang tidak terpelajar cenderung menimbulkan masalah bagi anak didik.
Mungkin di dalamnya sering terjadi keributan, lingkungan sekelilingnya yang
kotor dan segala ketidakteraturannya dalam menata lingkungan hidup. Lingkungan
masyarakat yang seperti ini adalah lingkungan yang kurang bersahabat pada anak
didik, karena anak didik tidak mungkin dapat belajar dengan tenang.
Kesulitan
belajar anak didik tidak hanya bersumber dari obat-obat terlarang dan
lingkungan masyarakat yang buruk, tetapi juga dapat bersumber dari media cetak
dan media elektronik. Media elektronik seperti televisi yang seharusnya
berfungsi sebagai media pendidikan, sebagai media informasi, dan sebagai media
hiburan, ternyata sangat mengecewakan. Kepentingan bisnis sampai hati
melantarkan aspek moral, etika, dan susila.
Kelompok
gengster yang menjadi teman anak didik di masyarakat juga sisi lain dari
anak-anak yang dapat menyulitkan anak didik dalam belajar. Kelompok ini
diidentikkan dengan keburukan perilaku dalam masyarakat. Gengster adalah
manusia kanibalisme yang wajib dijauhi oleh anak didik kini dan hari esok.
2.4
Gejala-gejala Kesulitan Belajar
Gejala-gejala
kesulitan belajar sangat bervariasi dan tergantung pada usia anak. Pada Usia
Pra-Sekolah:
1.
Keterlambatan
berbicara jika dibandingkan dengan anak seusianya.
2.
Adanya
kesulitan dalam pengucapan kata.
3.
Kemampuan
penguasaan jumlah kata yang minim.
4.
Seringkali
tidak mampu menemukan kata yang sesuai untuk suatu kalimat.
5.
Kesulitan
untuk mempelajari dan mengenali angka, huruf dan nama-nama hari.
6.
Mengalami
kesulitan dalam menghubung-hubungkan kata dalam suatu kalimat.
7.
Kegelisahan
yang sangat ekstrim dan mudah teralih perhatiannya.
8.
Kesulitan
berintaraksi dengan anak seusianya.
9.
Menunjukkan
kesulitan dalam mengikuti suatu petunjuk atau rutinitas tertentu.
10.
Menghindari
pekerjaan tertentu seperti menggunting dan menggambar.
Pada Usia Sekolah:
1.
Daya
ingatnya (relatif) kurang baik.
2.
Sering
melakukan kesalahan yang konsisten dalam mengeja dan membaca. Misalnya huruf b
dibaca d, huruf w dibaca m (buku dibaca duku).
3.
Lambat
untuk mempelajari hubungan antara huruf dengan bunyi pengucapannya.
4.
Bingung
dengan operasionalisasi tanda-tanda dalam pelajaran matematika, misalnya tidak
dapat membedakan antara tanda – (minus) dengan +(plus), tanda +(plus) dengan
×(kali), dan lain-lain.
5.
Sulit
dalam mempelajari keterampilan baru, terutama yang membutuhkan kemampuan daya
ingat.
6.
Sangat
aktif dan tidak mampu menyelesaikan satu tugas atau kegiatan tertentu dengan
tuntas.
7.
Impulsif
(bertindak sebelum berfikir).
8.
Sulit
konsentrasi atau perhatiannya mudah teralihkan.
9.
Sering
melakukan pelanggaran baik di sekolah atau di rumah.
10.
Tidak
bertanggung jawab terhadap kewajibannya.
11.
Tidak
mampu merencanakan kegiatan sehari-harinya.
12.
Problem
emosinal seperti mengasingkan diri, pemurung, mudah tersinggung atau acuh
terhadap lingkungannya.
13.
Menolak
bersekolah.
14.
Mengalami
kesulitan dalam mengikuti petunjuk atau rutinitas tertentu.
15.
Ketidakstabilan
dalam menggenggam pensil/pen.
16.
Kesulitan
dalam mempelajari pengertian tentang hari dan waktu pada usia remaja dan
dewasa.
17.
Membuat
kesalahan dalam mengeja berlanjut hingga dewasa.
18.
Sering
menghindar dari tugas membaca dan menulis.
19.
Kesulitan
dalam menyimpulkan suatu bacaan.
20.
Kesulitan
menjawab suatu pertanyaan yang membutuhkan penjelasan lisan atau tulisan.
21.
Kemampuan
daya ingat lemah.
22.
Kesulitan
dalam menyerap konsep yang abstrak.
23.
Bekerja
lamban.
24.
Bisa
kurang perhatian pada hal-hal yang rinci atau bisa juga terlalu fokus kepada
hal-hal yang rinci.
25.
Bisa
salah dalam membaca informasi Individu.[7]
2.5 Langkah
untuk Mengatasi Kesulitan Belajar
Dalam mengatasi kesulitan belajar tidak bisa diabaikan dengan kegiatan
mencari faktor-faktor yang diduga sebagai penyebabnya. Karena itu, mencari
penyebab-penyebab utama dan sumber-sumber penyebab penyerta lainnya mutlak
dilakukan secara akurat, efektif, dan efisisen.
Secara garis besar, langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam rangka usaha
mengatasi kesulitan belajar anak didik, dapat dilakukan melalui enam tahap,
yaitu pengumpulan data, pengolahan data, diagnosis, treatment, dan evaluasi.
Berikut penjelasannya :
1. Pengumpulan Data
Untuk menemukan sumber penyebab kesulitan belajar diperlukan banyak
informasi. Untuk memperoleh informasi perlu diadakan pengamatan langsung
terhadap obyek yang bermasalah. Teknik interview(wawancara) ataupun teknik
dokumentasi dapat dipakai untuk mengumpulkan data. Baik teknik ovbservasi dan
interview maupun dokumentasi, ketiganya saling melengkapi dalam rangka
keakuratan data. Usaha lain yang dapat dilakukan dalam pengumpulan data bisa
melalui kegiatan sebagai berikut :
a. Kunjungan rumah
b. Case study
c. Case history
d. Daftar pribadi
e. Meneliti pekerjaan anak
f. Meneliti tugas kelompok
g. Melaksanakan tes, baik
tes IQ maupun tes prestasi
Dalam pelaksanaannya,
semua metode tersebut tidak mesti digunakan secara bersama-sama atau
keseluruhan, tetapi tergantung pada masalah yang dihadapi, kompleks atau tidak.
2. Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul tidak akan ada artinya jika tidak diolah secara
cermat. Adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam rangka pengolahan data
adalah sebgai berikut :
a. Identifikasi kasus
b. Membandingkan antar kasus
c. Membandingkan dengan
hasil tes
d. Menarik kesimpulan
3. Diagnosis
Diagnosis adalah keputusan (penentuan) mengenai hasil dari pengolahan data.
Tentu saja keputusan yang diambil itu setelah dilakukan analisis terhadap data
yang diolah itu. Diagnosis dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
a. Keputusan mengenai jenis
kesulitan belajar yang dihadapi yaitu berat atau ringannya tingkat kesulitan
yang dirasakan.
b. Keputusan mengenai
faktor-faktor yang ikut menjadi sumber penyebab kesulitan belajar anak didik.
c. Keputusan mengenai faktor
utama yang menjadi sumber penyebab kesulitan belajar anak didik.
Dalam mendiagnosis
hendaknya didampingi atau meminta bantuan tenaga yang ahli dalam bidangnya.
Dalam hal ini kaitannya dengan psikis anak didik, sehingga tenaga ahli yang
dibutuhkan adalah seorang psikiater dan psikolog.
4. Prognosis
Dalam prognosis dilakukan kegiatan penyusunan program dan penetapan ramalan
mengenai bantuan yang harus diberikan kepada anak untuk membantunya keluar dari
kesulitan belajar.
Dalam penyusunan program tersebut dapat diajukan pertanyaan-pertanyaan
dengan menggunakan rumus 5W + 1H.
a. Who : Siapakah yang memberikan bantuan kepada
anak? Siapakah yang harus mendapat bantuan?
b. What : Materi apa yang diperlukan? Alat bantu apa
yang harus dipersiapkan? Pendekatan dan metode apa yang digunakan dalam
memberikan bantuan kepada anak?
c. When : kapan pemberian bantuan itu diberikan
kepada anak? Bulan yang ke berapa? Minggu yang ke berapa?
d. Where : dimana pemberian itu dilaksanakan?
e. Which : anak didik yang mana diprioritaskan
mendapatkan bantuan lebih dahulu?
f. How : bagaimana pemberian bantuan itu
dilaksanakan? Dengan cara pendekatan individual ataukah pendekatan kelompok?
Bentuk treatment yang bagaimana yang mungkin diberikan kepada anak?
5. Treatment
Treatment adalah perlakuan. Maksudnya adalah pemberian bantuan kepada anak
didik yang mengalami kesulitan belajar sesuai dengan program yang telah disusun
pada tahap prognosis. Bentuk treatment yang mungkin dapat diberikan adalah :
a. Melalui bimbingan belajar
individual
b. Melalui bimbingan belajar
kelompok
c. Melalui remidial teaching
untuk mata pelajaran tertentu
d. Melalui bimbingan orang
tua di rumah
e. Pemberian bimbingan
mengenai cara belajar yang baik secara umum
f. Pemberian bimbingan
mengenai cara belajar yang baik sesuai dengan karakteristik setiap mata
pelajaran.
6. Evaluasi
Evaluasi disini dimaksudkan untuk mengetahui apakah treatment yang telah
diberikan berhasil dengan baik. Artinya ada kemajuan, yaitu anak dapat dibantu
keluar dari lingkaran masalah kesulitan belajar, atau malah tidak berhasil atau
gagal. Evaluasi ini bisa dilakukan dengan cara memberi soal kepada peserta
didik dan sejauh mana keberhasilan peserta didik dalam menjawab soal-soal
tersebut dengan benar.[8]
2.6 Manfaat
Mempelajari Diagnosis Keulitan Belajar
Manfaat
dalam mempelajari diagnosis kesulitan belajar adalah sebagai berikut:
1.
Bagi
pendidik
Dengan
mengetahui kesulitan belajar pada anak, maka pendidik dapat menerapkan metode
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak. Pendidik lebih mudah mengatur
ruangan kelas yang disesuaikan dengan kondisi anak yang mengalami kesulitan
belajar. Dengan lebih memahami peserta didik/siswa yang mengalami kesulitan
belajar, maka pendidik bisa membantu orang tua dalam dalam memantau
perkembangan kegiatan belajar anak, dan bisa memberi motivasi eksternal bagi
anak didik.
2.
Bagi
orang tua
Dapat membantu
anak dalam mengatasi masalah yang menyebabkannya mengalami kesulitan dalam belajar.
Membantu orang tua dalam perkembangan psikologi anak, jika masalah kesulitan
belajar terkait dengan perkembangan psikologi anak.
[5] Ratna yudhawati &
Dany Haryanto. Teori-Teori Dasar
Psikologi Pendidikan. (Jakarta: Prestasi Pustaka Karya.2011) hlm. 144
[6]
Irham, Muhammad. 2013. Psikologi
Pendidikan. Jogjakarta: Ar-ruzz Media. H: 266
[7] Mochlis
Sholichin, Psikologi Belajar: Aplikasi Teori Belajar dalam Pembelajaran, Surabaya:
Salsabila, 2013, hal.242-244
Tidak ada komentar:
Posting Komentar