Rabu, 29 Juli 2015

Belajar dan Kesulitan Belajar



BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Belajar dan Kesulitan Belajar
Menurut Drs. Tadjab, M.A. dalam bukunya Ilmu Jiwa Pendidikan, belajar bisa didefinisikan “berubahnya kemampuan seseorang untuk melihat, berfikir, merasakan, mengerjakalan sesuatu, melalui berbagai pengalaman-pengalaman yang sebagiannya bersifat perseptual, sebagiannya bersifat intelektual, emosional maupun motorik.”
Dalam keadaan di mana anak didik/siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan “kesulitan belajar”.[1] Kesulitan belajar yang dimaksud disini ialah kesukaran yang dialami siswa dalam menerima atau menyerap pelajaran, kesulitan belajar yang dihadapi siswa ini terjadi pada waktu mengikuti pelajaran yang disampaikan/ditugaskan oleh seorang guru.[2]  Dalam definisi lain dikatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi di mana anak didik tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan ataupun gangguan dalam belajar.[3]
Anak-anak yang mengalami kesulitan belajar itu biasa dikenal dengan sebutan prestasi rendah/kurang (under achiever). Anak ini tergolong memiliki IQ tinggi tetapi prestasi belajarnya rendah (di bawah rata-rata kelas).[4]
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik benang merahnya  bahwa  kesulitan belajar ialah suatu keadaan dimana anak didik tidak dapat menyerap pelajaran dengan sebagaimana mestinya. Dengan kata lain ia mengalami kesulitan untuk menyerap pelajaran tersebut, baik kesulitan itu datang dari dirinya sendiri, dari sekitarnya ataupun karena faktor-faktor lain yang menjadi pemicunya. Dalam hal ini, kesulitan belajar ini akan membawa pengaruh negatif terhadap hasil belajarnya. Jika kadang kita beranggapan bahwa hasil belajar yang baik itu diperoleh oleh anak didik yang memiliki inteligensi di atas rata-rata, namun sebenarnya terkadang bukan inteligensi yang menjadi satu-satunya tolak ukur prestasi belajar. Justru terkadang kesulitan belajar ini juga turut berperan dalam mempengaruhi hasil belajar anak didik.
2.2 Macam-macam Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar siswa dapat ditunjukkan oleh adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan tersebut dapat bersifat psikologis, sosiologis maupun fisiologis. Hambatan tersebut menyebabkan prestasi belajar siswa yang dicapai berada di bawah semestinya.
Macam kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang sangat luas, diantaranya:
1)      Learning disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya.
2)      Learning disfunction adalah gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat indra, atau gangguan psikologis lainnya.
3)      Underachiever merupakan siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.
4)      Slow learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5)      Learning disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya. Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di atas akan tampak dari berbagai gejala.[5]

2.3  Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Menurut faktor anak didik meliputi gangguan atau kekurang mampuan psiko-fisik anak didik, yakni berikut ini.
1.      Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi anak didik.
2.      Yang bersifat efktif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap.
3.      Yang bersifat psikomotorik (ranah karsa),  antara lain seperti terganggunya alat, alat indra penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga).

Sedangkan faktor ekstern anak didik meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar anak didik. Faktor lingkungan ini meliputi:   
1.      Lingkungan keluarga, contohnya ketidakharmonisan hubungan antar ayah dengan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
2.      Lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya wilayah perkampungan kumuh dan teman sepermainan yang nakal.
3.      Lingkungan sekolah, contohnya; kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.
Selain faktor-faktor yang bersifat umum diatas, ada pula faktor-faktor lain yang juga menimbulkan kesulitan belajar anak didik.  Faktor-faktor ini di pandang sebagai faktor khusus. Misalnya sindrom psikologis berupa learning disability (ketidak mampuan belajar). Sindrom (syndrome) berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar anak didik. Sindrom itu misalnya disleksia yaitu ketidak mampuan belajar membaca, disgrafia yaitu ketidakmampuan belajar menulis, diskalkulia yaitu ketidakmampuan belajar matematika.
Anak didik yang mempunyai sindrom-sindrom diatas secara umum sebenarnya memiliki IQ yang normal dan bahkan diantaranya adanya yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata.
Jika sudut pandang diarahkan pada aspek lainnya, maka faktor-faktor penyebab kesulitan belajar anak didik dapat dibagi menjadi faktor anak didik, sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar.
1.      Faktor Anak Didik
Anak didik adalah subjek yang belajar. Dialah yang merasakan langsung penderitaan akibat kesulitan belajar. Karena dialah orang yang belajar, bukan guru yang belajar. Guru hanya mengajar dan mendidik dengan membelajarkan anak didik agar giat belajar. Kesulitan belajar  yang di derita anak didik  tidak hanya yang bersifat menetap, tetapi juga yang bisa dihilangkan dengan usaha-usaha tertentu. Faktor intelegensi adalah kesulitan anak didik yang bersifat menetap. Sedangkan kesehatan yang kurang baik atau sakit, kebiasaan belajar yang tidak baik dan sebagainya adalah faktor non-intelektual yang bisa dihilangkan.
            Untuk mendapatkan gambaran faktor-faktor apa saja yang dapat menjadi penyebab kesulitan belajar anak didik, maka akan dikemukakan seperti berikut:
a.       Intelegensi (IQ) yang kurang baik.
b.      Bakat yang kurang atau tidak sesuai dengan bahan pelajaran yang dipelajari atau yang diberikan oleh guru.
c.       Faktor emosional yang kurang stabil.
d.      Aktivitas belajar yang kurang.
e.       Kebiasaan belajar yang kurang baik.
f.       Penyesesuaian sosial yang sulit.
g.      Latar belakang pengalaman yang pahit.
h.      Cita-cita yang tidak relevan (tidak sesuai dengan bahan pelajaran yang dipelajari)
i.        Latar belakang pendidikan yang dimasuki dengan sistem sosial dan kegiatan belajar mengajar dikelas yang kurang baik.
j.        Ketahanan belajar (lama belajar) tidak sesuai dengan tuntutan waktu belajarnya.
k.      Keadaan fisik yang kurang menunjang.
l.        Kesehatan yang kurang baik.
m.    Seks atau pernikahan yang tak terkendali.
n.      Pengetahuan dan keterampilan dasar yang kurang memadai (kurang mendukung) atas bahan yang dipelajari.
o.      Tidak ada motivasi dalam belajar.

2.      Faktor Sekolah
Sekolah adalah lembaga pendidikan formal tempat pengabdian guru dan rumah rehabilitasi anak didik. Ditempat inilah anak didik menimba ilmu pengetahuan dengan bantuan guru yang berhati mulia, karena memang pribadi seorang guru kurang baik. Kenyamanan dan ketenangan anak didik dalam belajar akan ditentukan sampai jauh mana kondisi dan sistem sosial di sekolah dalam menyediakan lingkungan yang kondusif dan kreatif. Sarana dan prasarana sudahkah mampu dibangun dan memberikan layanan yang memuaskan bagi anak didik yang berinteraksi dan hidup didalamnya.[6]
Bila tidak, maka sekolah ikut terlibat menimbulkan kesulitan belajar bagi anak didik. Maka wajarlah bermunculan anak didik yang berkesulitan belajar. Kalau begitu faktor-faktor apa saja dari lingkungan sekolah yang dianggap dapat menimbulkan kesulitan belajar bagi anak didik? Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Pribadi guru yang kurang baik.
b.      Guru tidak berkualitas, baik dalam pengambilan metode yang digunakan ataupun dalam penguasaan mata pelajaran yang dipegangnya.
c.       Hubungan guru dan anak didik kurang harmonis.
d.      Guru menuntut standar pelajaran diatas kemampuan anak.
e.       Guru tidak memiliki kecakapan dalam usaha mendiagnosis kesulitan belajar anak didik.
f.       Cara guru mengajar yang kurang baik.
g.      Alat/media yang kurang memadai.
h.      Perpustakaan sekolah kurang memadai dan kurang merangsang penggunaannya oleh anak didik.
i.        Fasilitas fisik sekolah yang tak memenuhi syarat kesehatan dan tak terpelihara dengan baik.
j.        Suasana sekolah yang kurang menyenangkan.
k.      Bimbingan dan penyuluhan yang tidak berfungsi.
l.        Kepemimpinan dan administrasi.
m.    Waktu sekolah dan disiplin yang kurang.

3.      Faktor Keluarga.
Keluarga adalah lembaga pendidikan informal (luar sekolah) yang diakui keberadaannya dalam dunia pendidikan. Perananya tidak kalah pentingnya dari lembaga formal dan non-formal.
Walaupun anak sudah masuk sekolah, tetapi harapan masih digantungkan kepada keluarga untuk memberikan pendidikan dan memberikan suasana sejuk dan menyenangkan bagi belajar anak dalam belajar di rumah.
Ketika orang tua tidak memperhatikan pendidikan anak. Ketika orang tidak memberikan suasana sejuk dan menyenangkan bagi belajar anak. Ketika keharmonisan keluarga tak tercipta. Maka lingkungan keluarga yang demikian ikut terlibat menyebabkan kesulitan belajar anak. Oleh karena itu ada beberapa faktor dalam keluarga yang menjadi penyebab kesulitan belajar anak didik sebagai berikut.
a.       Kurangnya kelengkapan alat-alat belajar bagi anak di rumah, sehingga kebutuhan belajar yang diperlukan itu, tidak ada, maka kegiatan belajar anak pun tertenti untuk beberapa waktu.
b.      Kurangnya biaya pendidikan yang disediakan orang tua sehingga anak harus memikirkan bagaimana mencari uang untuk biaya sekolah hingga tamat.
c.       Anak tidak mempunyai ruang dan tempat belajar yang khusus dirumah.
d.      Ekonomi keluarga yang terlalu lemah atau tinggi yang membuat anak berlebih lebihan.
e.       Kesehatan keluarga yang kurang baik, misalnya orang tua yang sakit-sakitan.
f.       Perhatian orang tua yang tidak memadai.
g.      Kebiasaan keluarga yang tidak menunjang.
h.      Kedudukan anak dalam keluarga yang menyedihkan. Orang tua pilih kasih dalam mengayomi anak.
i.        Anak terlalu banyak membantu orang tua.   

4.      Faktor Masyarakat Sekitar
Jika keluarga anggota masyarakat terkecil, maka masyarakat adalah komunitas masyarakat dalam kehidupan sosial yang tersebar. Dalam masyarakat, terpatri strata sosial yang merupakan penjelmaan dari suku, ras, agama, antar golongan, pendidikan, jabatan, status, dan sebagainya. Pergaulan yang terkadang kurang bersahabat sering memicu konflik sosial.
Perilaku negatif di atas sungguh naib dan siapa pun tak sanggup melawannya apalagi menghilangkannya dari pentas kehidupan. Apalagi di kaitkan dengan masalah hak asasi manusia atau HAM yang digembar-gemborkan sebagai wadah “ suka insan”.
Filter jiwa sudah saatnya dikemas sebagai jaring pengaman dari wabah epidemi barat. Sebab bila tidak, maka kejahiliyahan modern akan bergema dalam spektrum yang lebih luas. Jiwa jiwa anak bangsa yang labil akan terkontaminasi dan terbuai dalam budaya barat.
Anak  didik hidup dalam komunitas masyarakat yang heterogen adalah suatu kenyataan yang harus diakui. Kegaduhan, kebisingan, keributan, pertengkaran, kemalingan, perkelahian, dan sebagainya. Sudah merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat yang heterogen. Kondisi dan suasana lingkungan masyarakat seperti di atas sering dilihat dan di dengar.
Anak didik tidak dapat berharap banyak kepada lingkungan masyarakat. Hidup masyarakat yang tidak terpelajar cenderung menimbulkan masalah bagi anak didik. Mungkin di dalamnya sering terjadi keributan, lingkungan sekelilingnya yang kotor dan segala ketidakteraturannya dalam menata lingkungan hidup. Lingkungan masyarakat yang seperti ini adalah lingkungan yang kurang bersahabat pada anak didik, karena anak didik tidak mungkin dapat belajar dengan tenang.
Kesulitan belajar anak didik tidak hanya bersumber dari obat-obat terlarang dan lingkungan masyarakat yang buruk, tetapi juga dapat bersumber dari media cetak dan media elektronik. Media elektronik seperti televisi yang seharusnya berfungsi sebagai media pendidikan, sebagai media informasi, dan sebagai media hiburan, ternyata sangat mengecewakan. Kepentingan bisnis sampai hati melantarkan aspek moral, etika, dan susila.
Kelompok gengster yang menjadi teman anak didik di masyarakat juga sisi lain dari anak-anak yang dapat menyulitkan anak didik dalam belajar. Kelompok ini diidentikkan dengan keburukan perilaku dalam masyarakat. Gengster adalah manusia kanibalisme yang wajib dijauhi oleh anak didik kini dan hari esok.
2.4  Gejala-gejala Kesulitan Belajar
Gejala-gejala kesulitan belajar sangat bervariasi dan tergantung pada usia anak. Pada Usia Pra-Sekolah:
1.      Keterlambatan berbicara jika dibandingkan dengan anak seusianya.
2.      Adanya kesulitan dalam pengucapan kata.
3.      Kemampuan penguasaan jumlah kata yang minim.
4.      Seringkali tidak mampu menemukan kata yang sesuai untuk suatu kalimat.
5.      Kesulitan untuk mempelajari dan mengenali angka, huruf dan nama-nama hari.
6.      Mengalami kesulitan dalam menghubung-hubungkan kata dalam suatu kalimat.
7.      Kegelisahan yang sangat ekstrim dan mudah teralih perhatiannya.
8.      Kesulitan berintaraksi dengan anak seusianya.
9.      Menunjukkan kesulitan dalam mengikuti suatu petunjuk atau rutinitas tertentu.
10.  Menghindari pekerjaan tertentu seperti menggunting dan menggambar.

Pada Usia Sekolah:
1.      Daya ingatnya (relatif) kurang baik.
2.      Sering melakukan kesalahan yang konsisten dalam mengeja dan membaca. Misalnya huruf b dibaca d, huruf w dibaca m (buku dibaca duku).
3.      Lambat untuk mempelajari hubungan antara huruf dengan bunyi pengucapannya.
4.      Bingung dengan operasionalisasi tanda-tanda dalam pelajaran matematika, misalnya tidak dapat membedakan antara tanda – (minus) dengan +(plus), tanda +(plus) dengan ×(kali), dan lain-lain.
5.      Sulit dalam mempelajari keterampilan baru, terutama yang membutuhkan kemampuan daya ingat.
6.      Sangat aktif dan tidak mampu menyelesaikan satu tugas atau kegiatan tertentu dengan tuntas.
7.      Impulsif (bertindak sebelum berfikir).
8.      Sulit konsentrasi atau perhatiannya mudah teralihkan.
9.      Sering melakukan pelanggaran baik di sekolah atau di rumah.
10.  Tidak bertanggung jawab terhadap kewajibannya.
11.  Tidak mampu merencanakan kegiatan sehari-harinya.
12.  Problem emosinal seperti mengasingkan diri, pemurung, mudah tersinggung atau acuh terhadap lingkungannya.
13.  Menolak bersekolah.
14.  Mengalami kesulitan dalam mengikuti petunjuk atau rutinitas tertentu.
15.  Ketidakstabilan dalam menggenggam pensil/pen.
16.  Kesulitan dalam mempelajari pengertian tentang hari dan waktu pada usia remaja dan dewasa.
17.  Membuat kesalahan dalam mengeja berlanjut hingga dewasa.
18.  Sering menghindar dari tugas membaca dan menulis.
19.  Kesulitan dalam menyimpulkan suatu bacaan.
20.  Kesulitan menjawab suatu pertanyaan yang membutuhkan penjelasan lisan atau tulisan.
21.  Kemampuan daya ingat lemah.
22.  Kesulitan dalam menyerap konsep yang abstrak.
23.  Bekerja lamban.
24.  Bisa kurang perhatian pada hal-hal yang rinci atau bisa juga terlalu fokus kepada hal-hal yang rinci.
25.  Bisa salah dalam membaca informasi Individu.[7]

2.5  Langkah untuk Mengatasi Kesulitan Belajar
Dalam mengatasi kesulitan belajar tidak bisa diabaikan dengan kegiatan mencari faktor-faktor yang diduga sebagai penyebabnya. Karena itu, mencari penyebab-penyebab utama dan sumber-sumber penyebab penyerta lainnya mutlak dilakukan secara akurat, efektif, dan efisisen.
Secara garis besar, langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam rangka usaha mengatasi kesulitan belajar anak didik, dapat dilakukan melalui enam tahap, yaitu pengumpulan data, pengolahan data, diagnosis, treatment, dan evaluasi. Berikut penjelasannya :
1.      Pengumpulan Data
Untuk menemukan sumber penyebab kesulitan belajar diperlukan banyak informasi. Untuk memperoleh informasi perlu diadakan pengamatan langsung terhadap obyek yang bermasalah. Teknik interview(wawancara) ataupun teknik dokumentasi dapat dipakai untuk mengumpulkan data. Baik teknik ovbservasi dan interview maupun dokumentasi, ketiganya saling melengkapi dalam rangka keakuratan data. Usaha lain yang dapat dilakukan dalam pengumpulan data bisa melalui kegiatan sebagai berikut :
a.       Kunjungan rumah
b.      Case study
c.       Case history
d.      Daftar pribadi
e.       Meneliti pekerjaan anak
f.       Meneliti tugas kelompok
g.      Melaksanakan tes, baik tes IQ maupun tes prestasi
Dalam pelaksanaannya, semua metode tersebut tidak mesti digunakan secara bersama-sama atau keseluruhan, tetapi tergantung pada masalah yang dihadapi, kompleks atau tidak.
2.      Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul tidak akan ada artinya jika tidak diolah secara cermat. Adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam rangka pengolahan data adalah sebgai berikut :
a.       Identifikasi kasus
b.      Membandingkan antar kasus
c.       Membandingkan dengan hasil tes
d.      Menarik kesimpulan
3.      Diagnosis
Diagnosis adalah keputusan (penentuan) mengenai hasil dari pengolahan data. Tentu saja keputusan yang diambil itu setelah dilakukan analisis terhadap data yang diolah itu. Diagnosis dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
a.       Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar yang dihadapi yaitu berat atau ringannya tingkat kesulitan yang dirasakan.
b.      Keputusan mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi sumber penyebab kesulitan belajar anak didik.
c.       Keputusan mengenai faktor utama yang menjadi sumber penyebab kesulitan belajar anak didik.
Dalam mendiagnosis hendaknya didampingi atau meminta bantuan tenaga yang ahli dalam bidangnya. Dalam hal ini kaitannya dengan psikis anak didik, sehingga tenaga ahli yang dibutuhkan adalah seorang psikiater dan psikolog.
4.      Prognosis
Dalam prognosis dilakukan kegiatan penyusunan program dan penetapan ramalan mengenai bantuan yang harus diberikan kepada anak untuk membantunya keluar dari kesulitan belajar.
Dalam penyusunan program tersebut dapat diajukan pertanyaan-pertanyaan dengan menggunakan rumus 5W + 1H.
a.       Who    : Siapakah yang memberikan bantuan kepada anak? Siapakah yang harus mendapat bantuan?
b.      What   : Materi apa yang diperlukan? Alat bantu apa yang harus dipersiapkan? Pendekatan dan metode apa yang digunakan dalam memberikan bantuan kepada anak?
c.       When   : kapan pemberian bantuan itu diberikan kepada anak? Bulan yang ke berapa? Minggu yang ke berapa?
d.      Where  : dimana pemberian itu dilaksanakan?
e.       Which  : anak didik yang mana diprioritaskan mendapatkan bantuan lebih dahulu?
f.       How    : bagaimana pemberian bantuan itu dilaksanakan? Dengan cara pendekatan individual ataukah pendekatan kelompok? Bentuk treatment yang bagaimana yang mungkin diberikan kepada anak?
5.      Treatment
Treatment adalah perlakuan. Maksudnya adalah pemberian bantuan kepada anak didik yang mengalami kesulitan belajar sesuai dengan program yang telah disusun pada tahap prognosis. Bentuk treatment yang mungkin dapat diberikan adalah :
a.       Melalui bimbingan belajar individual
b.      Melalui bimbingan belajar kelompok
c.       Melalui remidial teaching untuk mata pelajaran tertentu
d.      Melalui bimbingan orang tua di rumah
e.       Pemberian bimbingan mengenai cara belajar yang baik secara umum
f.       Pemberian bimbingan mengenai cara belajar yang baik sesuai dengan karakteristik setiap mata pelajaran.
6.      Evaluasi
Evaluasi disini dimaksudkan untuk mengetahui apakah treatment yang telah diberikan berhasil dengan baik. Artinya ada kemajuan, yaitu anak dapat dibantu keluar dari lingkaran masalah kesulitan belajar, atau malah tidak berhasil atau gagal. Evaluasi ini bisa dilakukan dengan cara memberi soal kepada peserta didik dan sejauh mana keberhasilan peserta didik dalam menjawab soal-soal tersebut dengan benar.[8]
2.6 Manfaat Mempelajari Diagnosis Keulitan Belajar
Manfaat dalam mempelajari diagnosis kesulitan belajar adalah sebagai berikut:
1.      Bagi pendidik
Dengan mengetahui kesulitan belajar pada anak, maka pendidik dapat menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak. Pendidik lebih mudah mengatur ruangan kelas yang disesuaikan dengan kondisi anak yang mengalami kesulitan belajar. Dengan lebih memahami peserta didik/siswa yang mengalami kesulitan belajar, maka pendidik bisa membantu orang tua dalam dalam memantau perkembangan kegiatan belajar anak, dan bisa memberi motivasi eksternal bagi anak didik.
2.      Bagi orang tua
Dapat membantu anak dalam mengatasi masalah yang menyebabkannya mengalami kesulitan dalam belajar. Membantu orang tua dalam perkembangan psikologi anak, jika masalah kesulitan belajar terkait dengan perkembangan psikologi anak.


[1]  Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta,1991),74.
[2]  Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), 88.
[3] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), 235.
[4]  Ibid, 89.
[5] Ratna yudhawati & Dany Haryanto. Teori-Teori Dasar Psikologi Pendidikan. (Jakarta: Prestasi Pustaka Karya.2011) hlm. 144
[6] Irham, Muhammad. 2013. Psikologi Pendidikan. Jogjakarta: Ar-ruzz Media. H: 266

[7] Mochlis Sholichin, Psikologi Belajar: Aplikasi Teori Belajar dalam Pembelajaran, Surabaya: Salsabila, 2013, hal.242-244
[8] Syaiful Bahri Djamarah. Psikologi Pendidikan.(Jakarta: PT. Rineka Cipta.2002) hlm. 215

Tidak ada komentar:

Posting Komentar