BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Sejalan
dengan pembidangan ilmu dalam studi Islam,pendekatan studi Islam pun mengalami
perkembangan,sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.Pada bab ini dijelaskan
sejumlah pendekatanyang dapat digunakan dalam studi Islam.Untuk mempermudah
pembahasan,setelah pendahuluan diteruskan dengan uraian beberapa istilah dalam
pendekatan.
Islam
sebagai agama yang rahmatun lil ‘alamin tidak hanya berorientasi pada hubungan
vertical melainkan juga horizontal.Sebab kesalihan manusia tidak hanya
ditunjukkan oleh hubungan vertikal dengan Allah tetapi juga hubungan horizontal
individu lain.Bahkan dalam Al-Qur’an sendiri lebih banyak dijelaskan hubungan
antara sesame manusia daripada dengan Tuhannya(Tauhid).Maka disinilah
pentingnya mempelajari ilmu social dalam memahami Islam khususnya studi islam.
1.2RUMUSAN
MASALAH
1.2.1 Bagaimana
Perkembangan Model Pendekatan dalam Studi Islam?
1.2.2 Bagaimana
Peran Ilmu Sosial dalam Memahami Islam?
1.3TUJUAN
1.3.1 Menjelaskan
Perkembagan Model Pendekatan dalam Studi Islam
1.3.2 Menjelaskan
Peran Ilmu Sosial dalam Memahami Islam
1.4
MANFAAT
1.4.1 Mengetahui
Perkembangan Model Pendekatan dalam Studi Islam
1.4.2 Mengetahui
Peran Ilmu Sosial dalam Memahami Islam
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian pendekatan
Pada bab ini kami akan mengkaji berbagai pendekatan yang dapat
digunakan dalam memahami agama.Hal demikian perlu dilakukan,karena melalui
pendekatan tersebutlah kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh
penganutnya.Sebaliknya tanpa mengetahui tanpa mengetahui berbagai pendekatan
tersebut,maka tidak mustahil agama menjadi sulit dipahami oleh masyarakat,tidak
fungsional dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain
agama,dan hal ini tidak boleh terjadi.
Berbagai
pendekatan tersebut meliputi pendekatan
sosiologis,antropologis,psikologis,historis,kebudyaan,dan pendekatan
filosofis.Adapun yang dimaksud dengan pendekatan disini adalah cara pandang
atau paradigma yang terdapat dalam suatu
bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.Dalam hubungan
ini,Jalaluddin Rahmat mengatakan bahwa
agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma.Realitas keagamaan
yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka
paradigmanya.Karena itu,tidak ada persoalan apakah penelitian agama itu
penelitian ilmu sosial,penelitian legalistik atau penelitian filosofis.[1]
Untuk lebih
jelasnya berbagai pendekatan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.
A.
PENDEKATAN SOSIOLOGIS
Sosiologis dalam
pengertian secara luas adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat dan
gejala sosial yang terjadi di masyarakat.Sosiologi sebagai anak kandung
modernitas lahir dalam rangka memahami ajaran agama karena banyak dari kajian
agama yang hanya dapat dipahami secara proporsional dan tepat digunakan apabila
menggunakan pendekatan sosiologis.
Dalam buku “Islam Alternatif” karangan Jalaluddin Rahmat,dikemukakan
bahwa islam begitu memperhatikan masalah
sosial,yang dibuktikan dalam hal-hal berikut
Pertama,Al Qur’an sebagai sumber hukum Islam,antara ayay-ayat
yang berkaitan dengan ibadah dan ayat-ayat yang menyangkut kehidupan social
adalah bagaikan 1:100 (satu berbanding seratus).
Kedua, ditekankannya masalah muamalah (social) dalam islam
adalah adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah waktunya bersamaan dengan
urusan muamalah, maka muamalah lebih di pentingkan. Akan tetapi bukan berarti
ibadah ditinggalkan.
Ketiga, Ibadah yang mengandung seggi kemasyarakatan
ganjarannya lebih besar dari pada ibadah yang bersifat perorangan.Contohnya
saja shalat berjamaah yang lebih banyak ganjarannya 27 derajat.
Keempat,dalam Islam bila dalam urusan ibadah itu dilanggar
atau tidak sempurna maka dendanya adalah melakukan sesuatu yang berhubungan
dengan masalah social.Misalnya ialah apabila tidak kuat puasa maka menggantinya
dengan member makan beberapa fakir miskin.Bila suami istri bercampur siang hari
di bulan ramadhan atau ketika istri dalam keadaan haid, mak tebusannya adalah
member makan kepada orang miskin. Dalam hadis qudsi dinyatakan bahwa salah satu
tanda orang yang diterima shalatnya ialah orang yang menyantuni orang-orang
yang lemah,menyayangi orang miskin,anak yatim,janda dan yang mendapat musibah.
Kelima,dalam islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam
bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar dari pada ibadah sunnah.Dalam
hubungan ini kita misalnya membaca hadis yang artinya sebagai berikut.
“Orang yang bekerja keras untuk menyantuni
janda dan orang miskin, adalah seperti pejuang di jalan Allah (atau aku kira beliau
berkata) dan seperti orang yang terus menerus shalat malam dan terus menerus
berpuasa”(H.R Bukhari dan Muslim)
Dalam
hadisnya yang lain, Rasulullah SAW menyatakan sebagai berikut.
“Maukah kamu aku beritahukan derajat apa
yang lebih utama dari pada shalat, puasa dan shadaqoh (sahabat menjawab): Tentu.
Yaitu mendsmaikan dua belah pihak yang bertengkar.”(H.R Abu Daud, TUrmudzi dan
Ibnu Hibban).
Berdasarkan
pemaparan di atas, maka pendekatan sosiolpgis merupakan alat yang cukup efisien
dalam memahami dan mempelajari studi Islam.Adapun yang perlu diperhatikan dalam
mempelajari studi Islam melalui pendekatan sosiologis terletak pada fungsinya
di dalam masyarakat. Dilihat dari fungsinya dalam kehidupan manusia , agama
dituntut untuk dapat merumuskan kembali, agama dituntut untuk dapat merumuskan
kembali (rekonstruksi) pemikiran-pemikirannya secara jelas dan sistematis agr
dapat memanusiakan manusia agar lebih terarah.
Secara
kuantitas setiap pemeluk agama Islam dituntut untuk mempunyai kesadaran sendiri
untuk menentukan atau memilih agama yang dianutnya, yaitu dengan cara terlebih
dahulu menentukan analisa dan kajian terhadap agama yang menjadi pilihannya.
Tetapi kenyataan itu hanya dilakukan oleh kaum intelektual saja sedangkan kaum
awam hanya sebagian kecil yang mempunyai
kesanggupan tersebut. Hal ini dapat disimpulkan bahwa agam Islam mempunyai
kualitas yang bagus tetapi penganutnya kurang atau bahkan tiidak mempunyai
kualitas.Cukup mengenaskan bukan?
Qleh
karena itu, studi Islam dalm pendekatan sosiologs dipandang sangat penting
untuk tercapainya pemahaman secara luas dan menyeluruh (kafah) terhadap studi
Islam.Hal ini khususnya agar masyarakat awam juga dapat menerapkan sudi Islam
dengan berkulitas.
B. PENDEKATAN ANTROPOLOGIS
Antropologi
secara sederhana dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang
masyarakat dan kebudayaan.Kebudayaan itu sendiri adalah hasil kegiatan dan
penciptaan batin manusia.
Pendekatan
antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya
memahami agama dengan cara melihat wujud praktek keagamaan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama Nampak akrab dan
dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan
memberikan jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam
disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk
memahami agama.
Antropologi
sebagai pendekatan dalam mempelajari Islam dapat diklarifikasikan menjadi
beberapa bagian, diantaranya:
1. Pendekatan antropologis fenomenologis,
pendekatan ini dapat melihat hubungan antara agama dan Negara (state and
religion). Topik ini juga tidak pernah kering dikupas oleh para peneliti.Akan
selalu menarik melihat fenomena Negara agama seperti vatikan dalam bandingannya
dengan Negara-negara sekuler di sekelilingnya di Eropa Barat.Juga melihat
kenyataan Negara Turki modern yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tetapi
konstitusi Negaranya menyebut sekularisme sebagai prinsip dasar kenegaraan yang
tidak dapat ditawar-tawar.Belum ,agi meneliti dan membandingkan Kerajaan Saudi
Arabia dan Negara Republik Iran yang berdasarkan Islam. Orang akan bertanya apa
sebenarnya yang menyebabkan kedua system pemerintahan tersebut sangat berbeda,
yaitu kerajaan dan republic, tetapi jika di bandingkan dengan Negara kesatuan
Republik Indonesia, yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tetapi
menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal.
2. Pendekatan antropologis yang katannya
antara agama dengan psikoterapi. Sigmun freud (1856-1939) pernah mengaitkan
agama dengan Oedipus komplek, yakni pengalaman infantile seorang anak yang
tidak berdaya di hadapan kekuatan dan kekuasaan bapaknya. Agama dinilainya
sebagai neurosis.Dalam psikoanalisanya, dia mengungkapkan hubungan antara Id,
Ego dan superego.Meskipun hasil penelitian Freud berakhir dengan kurang simpati
terhadap realita keberagamaan manusia, tetapi temuannya ini cukup memberi
peringatan terhadap beberapa kasus keberagamaan tertentu yang lebih terkait
dengan patologi social maupun kejiwaan.Jika Freud oleh beberapa kalangan
dilihat terlalu minor melihatfenomena keberagamaan manusia, lain halnya dengan
psikoanalisa yang dikemukakan C.G Jung. Jung malah menemukan hasil temuan
psikoanalisanya yang berbalik arah dari apa yang ditemukan oleh Freud.
Menurutnya, ada korelasi yang sangat positif antara agama dan kesehatan mental.
Pendidikan
antropologis seperti itu diperlukan adanya, sebab banyak berbagai hal yang
dibicarakan agama hanya bias dijelaskan dengan tuntasmelalui pendekatan
antropologis. Dalam al-Qur’an al-Karim, sebagai sumber utama ajaran Islam
misalnya kita memperoleh informasi tentang kapal Nabi Nuh di gunung Arafat,
kisan Ashabul Kahfi yang dapat bertahan hidup dalam gua lebih dari tiga ratus
tahun lamanya. Dimana kira-kira bangkai kapal Nabi Nuh itu, dan dimana
kira-kira gua itu dan bagaimana pula bias terjadi hal yang menakjubkan itu,
ataukah hal yang demikian merupakan kisah fiktif dan tentu masih banyak lagi
contoh lain yang hanya dapat dijelaskan dengan bantuan ahli geografi dan
arkeologi.
3. Pendekatan antropologis yang kaitannya
antara agama dengan mekanisme pengorganisasian (socialorganization) juga tidak
kalah menarikuntuk diketahui oleh para peneliti social keagamaan. Kasus di
Indonesia, peneliti Clifford Gertz dalam karyanya The Religion of Java dapat
dijadikan contoh yang baik dalam bidang ini. Geertz melihat adanya klasifikasi
social dalam masyarakat muslim di Jawa, antara santri, priyayi, dan abangan.
Sungguhpun hasil penelitian antropologis di Jawa Timur ini mendapat sanggahan
dari berbagai ilmuwan social yang lain, namun konstruksi stratifikasi social
yang dikemukakannya cukup membuat orang berpikir ulang untuk mengecek ulang
keabsahannya.
Dalam pengklarifikasian
di atas, jelas bahwa agama sangat erat kaitannya dengan cabang-cabang ilmu
antropologi, sehingga dalam hal ini agama dapat melakukan hubungan secara
fungsional dangan berbagai fenomena kehidupan manusia.
Melalui pendekatan
antropologi dapat diketahui bahwa doktrin-doktrin dan fenomena-fenomena
keagamaan ternyata tidak pernah berdiri sendiri, antropologi berupaya untuk
dapat melihat hubungan antara agama dengan berbagai fenomena sosial yang
terjadi di masyarakat.Dalam berbagai pendekatan penelitian antropologi agama
dapat ditemukan adanya hubungan yang positif antara kepercayaan agama dengan
kondisi ekonomi dan politik.
Adapun metode yang
digunakan melalui pendekatan antropologi adalah metode holistic, artinyta dalam
melihat suatu fenomena sosial harus diteliti dalam konteks totalitas kebudayaan
masyarakat yang dikaji.Sedangkan teknik pengumpulan datanya menggunakan metode
observasi dan wawancara mendalam (terjun langsung ke dalam masyarakat).
C. PENDEKATAN PSIKOLOGIS
Psikologi atau Ilmu Jiwa
adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat
diamatinya. Menurut Zakiyah Daradjat,[2]
bahwa perilaku seseorang yang Nampak lahiriyah terjadi karena dipengaruhi oleh
keyakinan yang dianutnya. Seseorang ketuka berjumpa saling mengucapkan salam,
hormat pada kedua orang tua, kepada guru, menutup aurat, rela berkorban untuk
kebenaran dan sebagainya adalah merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat
dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Ilmu jiwa agama sebagaimana dikemukakan
Zakiyah Daradjat tidak akan mempersoalkan benar tidaknya agama yang dianut
seseorang, melainkan yang dipentingkan adalah bagaimana keyakinan agama
tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya.
Dalam ajaran agama,
banyak kita jumpai istilah-istilah menggambarkan sikap batin seseorang,
misalnya sikap beriman dan bertaqwa kepada Allah, sebagai orang yang saleh,
orang yang berbuat baik, orang yang jujur dan sebagainya. Semua itu adalah
gejala-gejala kejiwaan yang berkaitan dengan agama.
Dengan ilmu jiwa ini
seseorang selain akan mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan
diamalkan seseorang, juga dapat digunakan sebagai alt unyuk memasukkan agama
kedalam jiwa seseorang, sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan ilmu ini agama
akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk menanamkannya.
Kita misalnya dapat
mengetahui pengaruh dari shalat, puasa, zakat, haji dan ibadah lainnya dengan
melalui ilmu jiwa.Dengan pengetahuan ini, maka dapat disusun langkah-langkah
baru yang lebih efisien lagi dalam menanamkan ajaran agama.Itulah sebabnya ilmu
jiwa ini banyak digunakan sebagai alat untuk menjelaskan gejala atau sikap
keagamaan seseorang.
D. PENDEKATAN HISTORIS
Sejarah atau historis
adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan
memperhatikan unsure tempat, waktu, obyek, latar belakang, dan pelaku dari
perstiwa tersebut. Menurut ilmu ini segala peristiwa alam dapat dilacak dengan
melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana, apa sebabnya, siapa yang terlibat
dalam peristiwa tersebut.[3]
Melalui pendekatan
sejarah seseorang diajak menukik dari alam idealis kea alam yang bersifat
empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya
kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan
yang ada di alam empiris dan historis.
Pendekatan kesejarahan
ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam
situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan.
Melalui pendekatan
sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan
dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini , maka seseorang tidak akan
memahami agama keluar dari konteks historisnya, karena pemahaman demikian itu
akan menyesatkan orang yang memahaminya.Sseseorang yang ingin memahami
al-Qur’an secara benar, misalnya yang bersangkutan harus mempelajari sejarah
turunnya al-Qur’an atu kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya al-Qur’an
yang selanjutnya disebut sebagai ilmu Asbab an-Nuzul (ilmu tentang sebab-sebab
turunnya ayat al-Qur’an) yang pada intinya berisi sejarah turunnya ayat
al-Qur’an. Dengan ilmu Asbabun Nuzul ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah
yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hokum tertentu, dan
ditujukan untuk memelihara syari’at dari kekeliuran memahaminya.
E. PENDEKATAN KEBUDAYAAN
Dalam
Kamus Besar Umum Bahasa Indonesia,kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan
penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat
istiadat, dan berarti pula kegiatan (usaha) batin (akal sebagainya) untuk
menciptakan sesuatu yang termasuk hasil kebudayaan.[4]Sementara
itu Sutan Takdir Alisjahbana mengatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan
yang kompleks, yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda seperti pengetahuan,
kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat dan segala kecakapan lain, yang
diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.[5]
Dengan
demikian, kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan
mengerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya.Di dalam kebudayaan tersebut
terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat dan sebagainya.Kesemuanya
itu selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan atau blue print oleh seseorang
dalam menjawab berbagai masalah yang dihadapinya.Dengan demikian kebudayaan
tampil sebagai pranata yang secara terus menerus dipelihara oleh para
pembentuknya dan generasi selanjutnya yang diwarisi kebudayaan tersebut.
Kebudayaan
yang demikian selanjutnya dapat pula digunakan untuk memahami agama yang
terdapat pada dataran empiriknyaatau
agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala di masyarakat.
Pengalaman agama yang terdapat di masyarakat tersebut diproses oleh penganutnya
dari sumber agama yaitu wahyu melalui penalaran. Kita misalnya membaca kitab
fiqh, maka fiqh yang merupakan pelaksanaan dari nash al-Qur’an maupun hadis
sudah melibatkan unsure penalaran dan kemampuan manusia. Dengan demikian agama
menjadi membudaya atau membumi di tengah-tengah masyarakat.Agama yang tampil
dalam bentuknya yang demikian itu berkaitan dengan kebudayaan yang berkembang.
Dengan melalui pemahaman terhadap kebudayaan tersebut seseorang akan dapat
mengamalkan ajaran agama.
Kita
misalnya menjumpai kebudayaan berpakaian, bergaul, bermasyarakat dan
sebagainya.Di dalam produk kebudayaan tersebut unsure agama ikut
berintegrasi.Dalam pakaian model jilbab, kebaya atau lainnya dapat dijumpai
dalam pengamalan agama. Sebaliknya tanpa adanya unsure budaya, maka agama akan
sulit dilihat sosoknya secara jelas.
F. PENDEKATAN FILOSOFIS
Secara
harfiyah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada
kebenaran, ilmu dan hikmah.Selain itu filsafat dapat pula berarti mencari
hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menautkan
sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.[6]Filsafat
pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu
yang berada dibalik obyek formalnya.
Berpikir
secara filosofis dapat digunakan dalam memahami ajaran agama, ddengan maksud
agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami
secara seksama. Pendekatan filosofis yang demikian itu sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh
para ahli. Kita misalnya membaca buku berjudul Hikmah al-Tasyri’ wa Falsafatuhu yang ditulis oleh Muhammad al-Jurjawi. Dalam
buku tersebut al-Jurjawi berupaya mengungkapkan hikmah yang terdapat di balik
ajaran-ajaran agama Islam.Dalam agama misalnya mengajarkan agar melaksanakan
shalat berjama’ah. Tujuannya antara lain agar seseorang merasakan hikmahnya
hidup secara berdampingan dengan orang lain.
Islam
sebagai agama yang banyak menyuruh penganutnya mempergunakan akal pikiran sudah
dapat dipastikan sangat memerlukan pendekatan filosofis dalam memahami ajaran
agamanya, yang contohya telah dikemukakan di atas. Namun demikian pendekatan
seperti ini masih belum diterima secara merata terutama oleh kaum tradisionais
formalistis yang cenderung memahami agama terbatas pada ketepatan melaksanakan
aturan-aturan formalistik dan pengalaman .
Dari
uraian diatas kita melihat ternyata agama dapat dipahami melalui berbagai
pendekatan.Dengan pendekatan itu semua orang akan sampai pada agama. Seorang
teolog, antropolog,sejarawan, ahli illmu jiwa dan budayawan akan sampai pada
pemahaman agama yang benar. Disini kita melihat bahwa agama bukan hanya
monopoli kalangan teolog dan normatif belaka, melainkan agama dapat dipahami
semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupan yang dimilikinya. Dari
keadaan demikian seseorangakan memiliki kepuasan dari agama, karena seluruh
persoalan hidupnya mendapat bimbingan
dari agama.
2.2
Peran ilmu sosial dalam study islam
Manusia hidup memiliki dua peran sekaligus,yaitu
sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial. Kata “individu” berasal dari
kata in dan devided . Dalam bahasa inggris in
salah satunya mengandung pengertian tidak,sedangkan devided artinya terbagi.
Jadi individu artinya tidak terbagi,atau
satu kesatuan. Dalam bahasa latin individu berasal dari kata individium yang berarti yang
takterbagi,jadi merupakan suatu sebutan yg dapat dipakai untuk menyatakan suatu
kesatuan yg paling kecil dan tak terbatas. Sementara itu sebagai makhluk
sosial,manusia tidak bisa hidup sendiri,ia selalu membutuhkan bantuan orang
lain.
Agama akan dapat
dipahami dengan mudah karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan
sosial. Dalam al-Qur’an misalnya kita menjumpai ayat-ayat berkenaan dengan
hubungan manusia dengan manusia lainnya, sebab-sebab yang menyebabkan
terjadinya kemakmuran suatu bangsa dan sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya
kesengsaraan. Semua itu jelas baru dapat dijelaskan apabila yang memahaminya
mengetahui sejarah sosial pada saat ajaran agama itu diturunkan.
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pendekatan adalah
cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang
selanjutnya digunakan dalam memahami agama.
Berbagai pendekatan
tersebut meliputi pendekatan sosiologis, antropologis, psikologis, historis,
kebudayaan dan pendekatan filosofis.
Agama akan dapat dipahami dengan mudah karena agama itu sendiri
diturunkan untuk kepentingan sosial.
DAFTAR
PUSTAKA
Nata, Abuddin. 1998.Metodologi Studi Islam.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nasution, Khoiruddin. 2010. Pendekatan
Studi Islam. : ACA demiA+TAZZAPA
Abdullah, Amin. 2010. Mencari islam: Yogya:
PT. Tiara Wacana.
[1] Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (Ed.), Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar (Yogyakarta:Tiara
Wacana Yogyakarta,1990), cet.II, hlm.92.
[2]Zakiah Dradjat, Ilmu Jiwa Agama,
(Jakarta: Bulan Bintang,1987), cet.I. hlm. 76.
[3]Lihat Taufik Abdullah (Ed.), Sejarah
dan Masyrakat, (Jakarta: Pustaka Firdaus,1987), hlm. 105.
[4]W.J.S. Poerwadarminta, kamus umum
bahasa indonesia, op. Cit., hlm. 156.
[5]Sutan Takbir Alisjahbana,Antropologi
baru, (jakarta: Dian Rakyat,1986), cet.III, hlm. 207.
[6]Omar Mohammad al-Toumy
al-syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (terj.) Hasan Langgulung dari judul
asli Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah,(Jakarta: Bulan Bintang,1979), cet. I,
hlm. 25.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar