Senin, 27 Juli 2015

Perkembangan Model Pendekatan dalam Studi Islam



BAB 1
PENDAHULUAN
1.1    LATAR BELAKANG

            Sejalan dengan pembidangan ilmu dalam studi Islam,pendekatan studi Islam pun mengalami perkembangan,sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.Pada bab ini dijelaskan sejumlah pendekatanyang dapat digunakan dalam studi Islam.Untuk mempermudah pembahasan,setelah pendahuluan diteruskan dengan uraian beberapa istilah dalam pendekatan.
            Islam sebagai agama yang rahmatun lil ‘alamin tidak hanya berorientasi pada hubungan vertical melainkan juga horizontal.Sebab kesalihan manusia tidak hanya ditunjukkan oleh hubungan vertikal dengan Allah tetapi juga hubungan horizontal individu lain.Bahkan dalam Al-Qur’an sendiri lebih banyak dijelaskan hubungan antara sesame manusia daripada dengan Tuhannya(Tauhid).Maka disinilah pentingnya mempelajari ilmu social dalam memahami Islam khususnya studi islam.
1.2RUMUSAN MASALAH
            1.2.1 Bagaimana Perkembangan Model Pendekatan dalam Studi Islam?
            1.2.2 Bagaimana Peran Ilmu Sosial dalam Memahami Islam?
1.3TUJUAN
            1.3.1 Menjelaskan Perkembagan Model Pendekatan dalam Studi Islam
            1.3.2 Menjelaskan Peran Ilmu Sosial dalam Memahami Islam
1.4 MANFAAT
           1.4.1 Mengetahui Perkembangan Model Pendekatan dalam Studi Islam
           1.4.2 Mengetahui Peran Ilmu Sosial dalam Memahami Islam

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian pendekatan
Pada bab ini kami akan mengkaji berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami agama.Hal demikian perlu dilakukan,karena melalui pendekatan tersebutlah kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya.Sebaliknya tanpa mengetahui tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut,maka tidak mustahil agama menjadi sulit dipahami oleh masyarakat,tidak fungsional dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama,dan hal ini tidak boleh terjadi.
            Berbagai pendekatan tersebut meliputi pendekatan sosiologis,antropologis,psikologis,historis,kebudyaan,dan pendekatan filosofis.Adapun yang dimaksud dengan pendekatan disini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam  suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.Dalam hubungan ini,Jalaluddin  Rahmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma.Realitas keagamaan yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya.Karena itu,tidak ada persoalan apakah penelitian agama itu penelitian ilmu sosial,penelitian legalistik atau penelitian filosofis.[1]
            Untuk lebih jelasnya berbagai pendekatan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.
A. PENDEKATAN SOSIOLOGIS
            Sosiologis dalam pengertian secara luas adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat dan gejala sosial yang terjadi di masyarakat.Sosiologi sebagai anak kandung modernitas lahir dalam rangka memahami ajaran agama karena banyak dari kajian agama yang hanya dapat dipahami secara proporsional dan tepat digunakan apabila menggunakan pendekatan sosiologis.
Dalam buku “Islam Alternatif” karangan Jalaluddin Rahmat,dikemukakan bahwa islam  begitu memperhatikan masalah sosial,yang dibuktikan dalam hal-hal berikut
Pertama,Al Qur’an sebagai sumber hukum Islam,antara ayay-ayat yang berkaitan dengan ibadah dan ayat-ayat yang menyangkut kehidupan social adalah bagaikan 1:100 (satu berbanding seratus).
Kedua, ditekankannya masalah muamalah (social) dalam islam adalah adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah waktunya bersamaan dengan urusan muamalah, maka muamalah lebih di pentingkan. Akan tetapi bukan berarti ibadah ditinggalkan.
Ketiga, Ibadah yang mengandung seggi kemasyarakatan ganjarannya lebih besar dari pada ibadah yang bersifat perorangan.Contohnya saja shalat berjamaah yang lebih banyak ganjarannya 27 derajat.
Keempat,dalam Islam bila dalam urusan ibadah itu dilanggar atau tidak sempurna maka dendanya adalah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah social.Misalnya ialah apabila tidak kuat puasa maka menggantinya dengan member makan beberapa fakir miskin.Bila suami istri bercampur siang hari di bulan ramadhan atau ketika istri dalam keadaan haid, mak tebusannya adalah member makan kepada orang miskin. Dalam hadis qudsi dinyatakan bahwa salah satu tanda orang yang diterima shalatnya ialah orang yang menyantuni orang-orang yang lemah,menyayangi orang miskin,anak yatim,janda dan yang mendapat musibah.
Kelima,dalam islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar dari pada ibadah sunnah.Dalam hubungan ini kita misalnya membaca hadis yang artinya sebagai berikut.
“Orang yang bekerja keras untuk menyantuni janda dan orang miskin, adalah seperti pejuang di jalan Allah (atau aku kira beliau berkata) dan seperti orang yang terus menerus shalat malam dan terus menerus berpuasa”(H.R Bukhari dan Muslim)
            Dalam hadisnya yang lain, Rasulullah SAW menyatakan sebagai berikut.
“Maukah kamu aku beritahukan derajat apa yang lebih utama dari pada shalat, puasa dan shadaqoh (sahabat menjawab): Tentu. Yaitu mendsmaikan dua belah pihak yang bertengkar.”(H.R Abu Daud, TUrmudzi dan Ibnu Hibban).
            Berdasarkan pemaparan di atas, maka pendekatan sosiolpgis merupakan alat yang cukup efisien dalam memahami dan mempelajari studi Islam.Adapun yang perlu diperhatikan dalam mempelajari studi Islam melalui pendekatan sosiologis terletak pada fungsinya di dalam masyarakat. Dilihat dari fungsinya dalam kehidupan manusia , agama dituntut untuk dapat merumuskan kembali, agama dituntut untuk dapat merumuskan kembali (rekonstruksi) pemikiran-pemikirannya secara jelas dan sistematis agr dapat memanusiakan manusia agar lebih terarah.
            Secara kuantitas setiap pemeluk agama Islam dituntut untuk mempunyai kesadaran sendiri untuk menentukan atau memilih agama yang dianutnya, yaitu dengan cara terlebih dahulu menentukan analisa dan kajian terhadap agama yang menjadi pilihannya. Tetapi kenyataan itu hanya dilakukan oleh kaum intelektual saja sedangkan kaum awam hanya  sebagian kecil yang mempunyai kesanggupan tersebut. Hal ini dapat disimpulkan bahwa agam Islam mempunyai kualitas yang bagus tetapi penganutnya kurang atau bahkan tiidak mempunyai kualitas.Cukup mengenaskan bukan?
            Qleh karena itu, studi Islam dalm pendekatan sosiologs dipandang sangat penting untuk tercapainya pemahaman secara luas dan menyeluruh (kafah) terhadap studi Islam.Hal ini khususnya agar masyarakat awam juga dapat menerapkan sudi Islam dengan berkulitas.
B. PENDEKATAN ANTROPOLOGIS
            Antropologi secara sederhana dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang masyarakat dan kebudayaan.Kebudayaan itu sendiri adalah hasil kegiatan dan
 penciptaan batin manusia.
            Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktek keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama Nampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama.
            Antropologi sebagai pendekatan dalam mempelajari Islam dapat diklarifikasikan menjadi beberapa bagian, diantaranya:
1. Pendekatan antropologis fenomenologis, pendekatan ini dapat melihat hubungan antara agama dan Negara (state and religion). Topik ini juga tidak pernah kering dikupas oleh para peneliti.Akan selalu menarik melihat fenomena Negara agama seperti vatikan dalam bandingannya dengan Negara-negara sekuler di sekelilingnya di Eropa Barat.Juga melihat kenyataan Negara Turki modern yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tetapi konstitusi Negaranya menyebut sekularisme sebagai prinsip dasar kenegaraan yang tidak dapat ditawar-tawar.Belum ,agi meneliti dan membandingkan Kerajaan Saudi Arabia dan Negara Republik Iran yang berdasarkan Islam. Orang akan bertanya apa sebenarnya yang menyebabkan kedua system pemerintahan tersebut sangat berbeda, yaitu kerajaan dan republic, tetapi jika di bandingkan dengan Negara kesatuan Republik Indonesia, yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tetapi menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal.
2. Pendekatan antropologis yang katannya antara agama dengan psikoterapi. Sigmun freud (1856-1939) pernah mengaitkan agama dengan Oedipus komplek, yakni pengalaman infantile seorang anak yang tidak berdaya di hadapan kekuatan dan kekuasaan bapaknya. Agama dinilainya sebagai neurosis.Dalam psikoanalisanya, dia mengungkapkan hubungan antara Id, Ego dan superego.Meskipun hasil penelitian Freud berakhir dengan kurang simpati terhadap realita keberagamaan manusia, tetapi temuannya ini cukup memberi peringatan terhadap beberapa kasus keberagamaan tertentu yang lebih terkait dengan patologi social maupun kejiwaan.Jika Freud oleh beberapa kalangan dilihat terlalu minor melihatfenomena keberagamaan manusia, lain halnya dengan psikoanalisa yang dikemukakan C.G Jung. Jung malah menemukan hasil temuan psikoanalisanya yang berbalik arah dari apa yang ditemukan oleh Freud. Menurutnya, ada korelasi yang sangat positif antara agama dan kesehatan mental.
            Pendidikan antropologis seperti itu diperlukan adanya, sebab banyak berbagai hal yang dibicarakan agama hanya bias dijelaskan dengan tuntasmelalui pendekatan antropologis. Dalam al-Qur’an al-Karim, sebagai sumber utama ajaran Islam misalnya kita memperoleh informasi tentang kapal Nabi Nuh di gunung Arafat, kisan Ashabul Kahfi yang dapat bertahan hidup dalam gua lebih dari tiga ratus tahun lamanya. Dimana kira-kira bangkai kapal Nabi Nuh itu, dan dimana kira-kira gua itu dan bagaimana pula bias terjadi hal yang menakjubkan itu, ataukah hal yang demikian merupakan kisah fiktif dan tentu masih banyak lagi contoh lain yang hanya dapat dijelaskan dengan bantuan ahli geografi dan arkeologi.
3. Pendekatan antropologis yang kaitannya antara agama dengan mekanisme pengorganisasian (socialorganization) juga tidak kalah menarikuntuk diketahui oleh para peneliti social keagamaan. Kasus di Indonesia, peneliti Clifford Gertz dalam karyanya The Religion of Java dapat dijadikan contoh yang baik dalam bidang ini. Geertz melihat adanya klasifikasi social dalam masyarakat muslim di Jawa, antara santri, priyayi, dan abangan. Sungguhpun hasil penelitian antropologis di Jawa Timur ini mendapat sanggahan dari berbagai ilmuwan social yang lain, namun konstruksi stratifikasi social yang dikemukakannya cukup membuat orang berpikir ulang untuk mengecek ulang keabsahannya.
          Dalam pengklarifikasian di atas, jelas bahwa agama sangat erat kaitannya dengan cabang-cabang ilmu antropologi, sehingga dalam hal ini agama dapat melakukan hubungan secara fungsional dangan berbagai fenomena kehidupan manusia.
          Melalui pendekatan antropologi dapat diketahui bahwa doktrin-doktrin dan fenomena-fenomena keagamaan ternyata tidak pernah berdiri sendiri, antropologi berupaya untuk dapat melihat hubungan antara agama dengan berbagai fenomena sosial yang terjadi di masyarakat.Dalam berbagai pendekatan penelitian antropologi agama dapat ditemukan adanya hubungan yang positif antara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik.
          Adapun metode yang digunakan melalui pendekatan antropologi adalah metode holistic, artinyta dalam melihat suatu fenomena sosial harus diteliti dalam konteks totalitas kebudayaan masyarakat yang dikaji.Sedangkan teknik pengumpulan datanya menggunakan metode observasi dan wawancara mendalam (terjun langsung ke dalam masyarakat).

C. PENDEKATAN PSIKOLOGIS
          Psikologi atau Ilmu Jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya. Menurut  Zakiyah Daradjat,[2] bahwa perilaku seseorang yang Nampak lahiriyah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Seseorang ketuka berjumpa saling mengucapkan salam, hormat pada kedua orang tua, kepada guru, menutup aurat, rela berkorban untuk kebenaran dan sebagainya adalah merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Ilmu jiwa agama sebagaimana dikemukakan Zakiyah Daradjat tidak akan mempersoalkan benar tidaknya agama yang dianut seseorang, melainkan yang dipentingkan adalah bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya.
          Dalam ajaran agama, banyak kita jumpai istilah-istilah menggambarkan sikap batin seseorang, misalnya sikap beriman dan bertaqwa kepada Allah, sebagai orang yang saleh, orang yang berbuat baik, orang yang jujur dan sebagainya. Semua itu adalah gejala-gejala kejiwaan yang berkaitan dengan agama.
          Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain akan mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan diamalkan seseorang, juga dapat digunakan sebagai alt unyuk memasukkan agama kedalam jiwa seseorang, sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan ilmu ini agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk menanamkannya.
          Kita misalnya dapat mengetahui pengaruh dari shalat, puasa, zakat, haji dan ibadah lainnya dengan melalui ilmu jiwa.Dengan pengetahuan ini, maka dapat disusun langkah-langkah baru yang lebih efisien lagi dalam menanamkan ajaran agama.Itulah sebabnya ilmu jiwa ini banyak digunakan sebagai alat untuk menjelaskan gejala atau sikap keagamaan seseorang.

D. PENDEKATAN HISTORIS
          Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsure tempat, waktu, obyek, latar belakang, dan pelaku dari perstiwa tersebut. Menurut ilmu ini segala peristiwa alam dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.[3]
          Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak menukik dari alam idealis kea alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis.
          Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan.
          Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini , maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya, karena pemahaman demikian itu akan menyesatkan orang yang memahaminya.Sseseorang yang ingin memahami al-Qur’an secara benar, misalnya yang bersangkutan harus mempelajari sejarah turunnya al-Qur’an atu kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya al-Qur’an yang selanjutnya disebut sebagai ilmu Asbab an-Nuzul (ilmu tentang sebab-sebab turunnya ayat al-Qur’an) yang pada intinya berisi sejarah turunnya ayat al-Qur’an. Dengan ilmu Asbabun Nuzul ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hokum tertentu, dan ditujukan untuk memelihara syari’at dari kekeliuran memahaminya.

E. PENDEKATAN KEBUDAYAAN
            Dalam Kamus Besar Umum Bahasa Indonesia,kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat, dan berarti pula kegiatan (usaha) batin (akal sebagainya) untuk menciptakan sesuatu yang termasuk hasil kebudayaan.[4]Sementara itu Sutan Takdir Alisjahbana mengatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat dan segala kecakapan lain, yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.[5]
            Dengan demikian, kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan mengerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya.Di dalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat dan sebagainya.Kesemuanya itu selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan atau blue print oleh seseorang dalam menjawab berbagai masalah yang dihadapinya.Dengan demikian kebudayaan tampil sebagai pranata yang secara terus menerus dipelihara oleh para pembentuknya dan generasi selanjutnya yang diwarisi kebudayaan tersebut.
            Kebudayaan yang demikian selanjutnya dapat pula digunakan untuk memahami agama yang terdapat pada dataran empiriknyaatau  agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala di masyarakat. Pengalaman agama yang terdapat di masyarakat tersebut diproses oleh penganutnya dari sumber agama yaitu wahyu melalui penalaran. Kita misalnya membaca kitab fiqh, maka fiqh yang merupakan pelaksanaan dari nash al-Qur’an maupun hadis sudah melibatkan unsure penalaran dan kemampuan manusia. Dengan demikian agama menjadi membudaya atau membumi di tengah-tengah masyarakat.Agama yang tampil dalam bentuknya yang demikian itu berkaitan dengan kebudayaan yang berkembang. Dengan melalui pemahaman terhadap kebudayaan tersebut seseorang akan dapat mengamalkan ajaran agama.
            Kita misalnya menjumpai kebudayaan berpakaian, bergaul, bermasyarakat dan sebagainya.Di dalam produk kebudayaan tersebut unsure agama ikut berintegrasi.Dalam pakaian model jilbab, kebaya atau lainnya dapat dijumpai dalam pengamalan agama. Sebaliknya tanpa adanya unsure budaya, maka agama akan sulit dilihat sosoknya secara jelas.

F. PENDEKATAN FILOSOFIS
            Secara harfiyah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu dan hikmah.Selain itu filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.[6]Filsafat pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada dibalik obyek formalnya.
            Berpikir secara filosofis dapat digunakan dalam memahami ajaran agama, ddengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara seksama. Pendekatan filosofis yang demikian  itu sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh para ahli. Kita misalnya membaca buku berjudul Hikmah al-Tasyri’ wa Falsafatuhu  yang ditulis oleh Muhammad al-Jurjawi. Dalam buku tersebut al-Jurjawi berupaya mengungkapkan hikmah yang terdapat di balik ajaran-ajaran agama Islam.Dalam agama misalnya mengajarkan agar melaksanakan shalat berjama’ah. Tujuannya antara lain agar seseorang merasakan hikmahnya hidup secara berdampingan dengan orang lain.
            Islam sebagai agama yang banyak menyuruh penganutnya mempergunakan akal pikiran sudah dapat dipastikan sangat memerlukan pendekatan filosofis dalam memahami ajaran agamanya, yang contohya telah dikemukakan di atas. Namun demikian pendekatan seperti ini masih belum diterima secara merata terutama oleh kaum tradisionais formalistis yang cenderung memahami agama terbatas pada ketepatan melaksanakan aturan-aturan formalistik dan pengalaman .
            Dari uraian diatas kita melihat ternyata agama dapat dipahami melalui berbagai pendekatan.Dengan pendekatan itu semua orang akan sampai pada agama. Seorang teolog, antropolog,sejarawan, ahli illmu jiwa dan budayawan akan sampai pada pemahaman agama yang benar. Disini kita melihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teolog dan normatif belaka, melainkan agama dapat dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupan yang dimilikinya. Dari keadaan demikian seseorangakan memiliki kepuasan dari agama, karena seluruh persoalan hidupnya  mendapat bimbingan dari agama. 
2.2 Peran ilmu sosial dalam study islam
            Manusia  hidup memiliki dua peran sekaligus,yaitu sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial. Kata “individu” berasal dari kata in dan devided . Dalam bahasa inggris in salah satunya mengandung pengertian tidak,sedangkan devided  artinya terbagi. Jadi individu artinya  tidak terbagi,atau satu kesatuan. Dalam bahasa latin individu berasal dari kata individium yang berarti yang takterbagi,jadi merupakan suatu sebutan yg dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yg paling kecil dan tak terbatas. Sementara itu sebagai makhluk sosial,manusia tidak bisa hidup sendiri,ia selalu membutuhkan bantuan orang lain.
            Agama akan dapat dipahami dengan mudah karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial. Dalam al-Qur’an misalnya kita menjumpai ayat-ayat berkenaan dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya, sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kemakmuran suatu bangsa dan sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kesengsaraan. Semua itu jelas baru dapat dijelaskan apabila yang memahaminya mengetahui sejarah sosial pada saat ajaran agama itu diturunkan.

BAB III
                                                                  PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
          Pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.
         Berbagai pendekatan tersebut meliputi pendekatan sosiologis, antropologis, psikologis, historis, kebudayaan dan pendekatan filosofis.
Agama akan dapat dipahami dengan mudah karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial.

                                                        DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin. 1998.Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nasution, Khoiruddin. 2010. Pendekatan Studi Islam.     : ACA demiA+TAZZAPA
Abdullah, Amin. 2010. Mencari islam: Yogya: PT. Tiara Wacana.



[1] Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (Ed.), Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar (Yogyakarta:Tiara Wacana Yogyakarta,1990), cet.II, hlm.92.
[2]Zakiah Dradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang,1987), cet.I. hlm. 76.
[3]Lihat Taufik Abdullah (Ed.), Sejarah dan Masyrakat, (Jakarta: Pustaka Firdaus,1987), hlm. 105.
[4]W.J.S. Poerwadarminta, kamus umum bahasa indonesia, op. Cit., hlm. 156.
[5]Sutan Takbir Alisjahbana,Antropologi baru, (jakarta: Dian Rakyat,1986), cet.III, hlm. 207.
[6]Omar  Mohammad al-Toumy al-syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (terj.) Hasan Langgulung dari judul asli Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah,(Jakarta: Bulan Bintang,1979), cet. I, hlm. 25.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar