BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Taubat dan sabar merupakan upaya yang harus dilakukan oleh manusia agar
manusia selamat dunia dan akhirat. Dengan bertaubat berarti kita menyesali semua
dosa yang telah kita perbuat, baik yang kita sengaja atau tidak kita sengaja
karena sebagai manusia kita pasti tidak lepas dari yang namanya dosa, baik dosa
kepada sang pencipta yaitu Allah SWT atau dengan sesama manusia. Taubat itu
merupakan solusi dan setelah bertaubay kita diharapkan untuk tidak melakukan
kesalahan-kesalahan yang dulu pernah kita lakukan dan menuju pada pribadi yang
lebih baik karena telah bersih dari dosa-dosa.
Sabar adalah sifat yang harus dimiliki oleh setiap manusia agar ia
selalu merasa cukup dan selalu syukur terhadap apa yang Allah takdirkan
kepadanya. Dengan melalui pintu sabar maka akan terbuka pintu-pintu yang lain
seperti tabah, baik hati, berprasangka baik dan sebagainya. Makadari itu kita
sebagai manusia harus selalu menumbuh kembangkan sifat sabar. Dan dalam makalah
ini akan dijelaskan mengenai taubat dan sabar.
1.2.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan taubat dan sabar ?
2.
Apa
saja alasan seseorang harus bertaubat ?
3.
Bagaimana
pendidikan taubat dan sabar?
4.
Apa
saja macam- macam sabar?
5.
Apa
saja tingkatan-tingkatan sabar?
1.3.
Tujuan
1.
Mengetahui
apa yang dimaksud dengan taubat dan sabar.
2.
Mengetahui
beberapa alasan seseorang harus bertaubat.
3.
Mengetahui
bagaiman pendidikan taubat dan sabar.
4.
Mengetahui
macam-macam sabar.
5.
Mengetahui
tingkatan-tingkatan sabar.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
TAUBAT
A.1 Pengertian
Tobat merupakan ungkapan penyesalan seseoarang atas
dosa-dosa yang telah ia kerjakan, disertai tekad yang kuat untuk tidak
mengulanginya.[1] Kebanyakan
sufi menjadikan tobat sebagai perhentian awal dijalan menuju Allah SWT. Pada
tingkat terendah, tobat menyangkut dosa yang dilakukan jasad atau
anggota-anggota badan. Pada tingkat menengah, di samping menyangkut dosa yang
dilakukan jasad, tobat menyangkut pula pangkal-pangkal dosa, seperti dengki, sombong,
dan riya’. Pada tingkat yang lebih tinggi, tobat menyangkut usaha menjauhkan
bujukan setan dan menyadarkan jiwa akan rasa bersalah. Adapun pada tingkat
terakhir, tobat berarti penyesalan atau kelengahan pikiran dalam mengingat
Allah SWT. Tobat pada tingkat ini adalah penolakan terhadap segala sesuatu
selain yang dapat memalingkan dari jalan Allah SWT.[2]
Dalam pembahasan tasawwuf, tobat dimaksudkan sebagai maqom pertama
yang harus dilalui dan dijalani oleh seorang salik. Dikatakan, Allah SWT tidak
mendekati sebelum bertobat. Karena dengan tobat, jiwa seorang salik bersih dari
dosa. Tuhan dapat didekati dengan jiwa yang suci.[3]
Adapun syarat taubat itu ada tiga, jika taubatnya ingin diterima
oleh Allah, yaitu : menyesali apa yang telah diperbuat dari pelanggaran-pelanggaran,
dan kedua adalah berjanji untuk meninggalkan perbuatannya seketika itu juga,
serta berniat untuk bersungguh-sungguh tidak kembali kepada maksiat. Ketiga
syarat tersebut merupakan kewajiban bagi seseorang yang akan bertaubat dengan
taubat nasuha.[4]
Taubat itu mempunyai tertib, sebab-sebab dan bagian-bagian. Yang
pertama adalah adanya perhatian dari hati agar tidak lalai dan pengetahuan
seorang hamba tentang keburukan dari keadaan yang dialami. Untuk sampai pada
kondisi ini adalah dengan taufiq, dengan menyimak apa yang terdetik didalam
hatinya tentang apa yang menjadi kendala terhadap Al Haq.
A.2 Alasan bertaubat
Paling tidak ada empat alasan yang dapat dikemukakan
1.
Manusia
adalah makhluk yang sering berbuat dosa dan kesalahan, baik disengaja atau tidak.
Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam hadis shahih dimana Nabi Muhammad SAW.
“ Seluruh manusia itu sering berbuat
dosa dan sebaik-baik mereka yang berbuat dosa adalah mereka yang mau bertaubat” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Al-Hakim)
Orang yang baik
bukanlah orang yang tidak pernah berbuat dosa, tapi yang mau menyadari
kesalahannya dengan bertaubat dan tidak memgulanginya dimasa yang akan datang.
Perbuatan dosa yang tidak segera disertai dengan taubat akan menghalangi
seseorang untuk berbuat taat dan berkhidmah kepada Allah SWT.
“dan bersegeralah
kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit
dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.”
2.
Kita
yakin bahwa Allah SWT adalah Dzat Maha Mengampuni taubat hambanya. Meskipun
dosa kita menumpuk Allah akan berkenan mengampuni selagi belum terlambat. Dalam
hadis sahih yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, nabi SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah akan selau
menerima taubat hamba-Nya, selagi nyawa belum sampai ke tenggorokan,” (HR.Ahmad, Al-Tirmidzi, Al-Hakim, Al-Baihaqi)”
3.
Dosa
yang kita lakukan amat banyak, sehingga jika todak dihapus dengan air mata
taubat akan menjadi noda hitam yang mengotori dan menghalangi hati dari
memperoleh hidayah dan nur Ilahi. Imam Al-Ghazali menggambarka hati ibarat
cermin. Jika cermin itu terkena kotoran, lalu tidak segera debersihkan, maka
cermin tersebut tidak akan bisa digunakan untuk berkaca, apalagi memantulkan
cahaya.
4.
Secara
psikologis orang yang berbuat salah atau dosa sesungguhnya akan merasa gelisah
dan tidak tenang. Oleh sebab itu, tobat sebagai salah satu pendekatan agama (religious
approach), sangat penting dilakukan. Orang yang telah bertaubat jiwanya
akan lapang.[5]
A.3 Bahaya menunda taubat
Menunda taubat
adalah perbuatan yang sangat berbahaya, mengigat tidak ada yang mampu
memberikan garansi sampai berapa tahun kita hidup didunia ini. Ketika nyawa
seseorang telah lepas dari tubuhnya, sementara ia belum sempat bertaubat atas
dosa-dosanya, baik dosa yang terkait dengan Allah maupun manusia, maka itu
menjadi tanda bahwa ia akan celaka di akhirat nanti. Berbahagialah orang yang
segera melakukan taubat, sebelun ia sekarat.
Rasulullah SAW. Pernah bersabda di
hadapan para sahabat:
“Apakah kalian tahu siapakah
orang yang bangkrut itu? Kami para sahabat) lalu menjawab: orang yang bangkrut
adalah orang tidak mempunyai dirham, dinar, dan kekayaan sama sekali. Beliau
SAW. Lalu mengatakan: orang yang bangkrut dari golongan umatku adalah orang
yang besok datang di hari kiamat dengan membawa pahala amal shalat, puasa,
zakat, akan tetapi ia sungguh telah melakukan dosa mencaci maki orang ini,
pernah memukul orang ini. Maka akhirnya, orang-orang tersebut diberikan pahala
dari orang yang pernah berbuat zalim. Apabila amal kebaikannya telah habis
sebelum diputuskan apa yang akan menimpa padanya, maka dosa-dosa mereka yang
pernah dizalimi akan ditimpakan kepadanya. Akhirnya ia pun dilemparkan ke
neraka.” (HR. Imam Muslim)
Hadis diatas
metupakan peringatan bagi kita sebagai umat Muhammad untuk segera bertaubat,
terutama karena dosa yang terkait dengan sesame manusia. Jangan sampai kita
gegabah.
Taubat yang benar
dan sungguh-sungguh akan menghapus dosa-dosa sebelumnya dan menjadikan seorang
hamba akan membuka lembaran baru dalam hidupnya.
“ya Allah, semoga Engkau berkenan menjadikan kami termasuk
orang-orang yang bertaubat, sehingga kami tergolong orang yang memperoleh
ampunan-Mu.”[6]
A.4
Pendidikan taubat
Pendidikan
taubat dimaksudkan sebagai upaya untk menumbuh kembangkan sikap penyesalan
karena telah melakukan kesalahan lalu menyatakan bertaubat dengan dara tidak
akan mengulangi lagi kesalahannya.
Melakukan
taubat, ditempuh dengan tiga macam cara ; yaitu dengan pengertian dan pemahaman
( bi-‘ilmin), dengan penampilan sikap ( bi- halin) dan perilaku yang nyata (
bi- fi’lin). Ketiga macam cara tersebut menjadi ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik yang menjadi sasaran pendidikan dalam diri manusia.
1.
Sasaran
pendidikan taubat dengan cara menumbuhkembangkan ranah kognitif pada diri
manusia; yaitu mengajarkan bahwa perbuatan buruk yang dilakukannya termasuk
mengandung dosa dan berdampak negative terhadap dirinya sendiri dan orang lain.
Serta mengajarkan pula jenis perilaku yang dinilai sebagai perbuatan buruk.
2.
Sasaran
perbuatan taubat dengan cara menumbuhkembangkan ranah efektif dan psikomotorik
pada diri manusia yaitu menanamkan sikap dengan penyerapan pemahaman tentang
masalah taubat dalam diri manusia, sehingga dapat menghayatinya. Dengan
sendirinya pemahaman taubat dan cara melakukannya menjadi bagian dalam
hidupnya. Jiwanya selalu mengendalikan perilakunya untuk selalu bertaubat; baik
ketika ia akan melakukan sesuatu perbuatan maupun sesudahnya.
a.
Menurut
Tantawiy Juhariy dalam tafsirnya juz II halaman 21 mengatakan, bahwa mendidik manusia bertaubat sekurang-kurangnya
dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu:
1.
Menanamkan
jiwa dan perasaan yang selalu terobsesi menghindari perbuatan buruk, karena
takut terkena akibat buruknya, yang disebut dengan Al-Ta’lim Bil-Irhab.
2.
Menanamkan
jiwa dan perasaan yang selalu terobsesi pada melakukan sesuatu yang baik dari
perbuatannya yang baik pula, yang disebut dengan Al-Ta’lim Bil Rugbah
Wal-Wijdan.
b.
Menurut
Al-Ghazali. Bertaubat dapat dilakukan dengan tiga macam tahapan , yaitu;
1.
Thapan
mengerti dan menyadari kesalahan yang dilakukannya, yang disebut “Rutbah
Al-‘Ilmi”.
2.
Tahapan
penyesalan “ Rutbah Al-Nadam”.
3.
Tahapan
berobsesi melakukan perbuatan yang baik “ Rutbah Al=Azam”.
Setelah manusia menyadari kesalahannya, lalu meninggalkannya dan
kemudian melakukan yang terbaik menurut agama maka baru tercapai tujuan
sementara dari pendidika taubat yang dilaluinya.
Senagkan tujuan akhir adalah pencapaian kondisi ma’rifat dan kedekatan dengan Allah, yang disebut
denagn “Al-Wusul Ila Al-Qurbi”.[7]
B.
SABAR
B.1 Pengertian
Kaum sufi tentang sabar
merupakan sisi yang penting dalam memperbaiki kendala kejiwaan, dan sabar pada
hakikatnya merupakan sikap berani dalam menghadapi kesulitan-kesulitan.
Kesulitan ini adakalanya merupakan hal yang bersifat mental dan juga bersifat
akal. Sabar merupakan sikap utama dalam kehidupan akhlak dan akan memberikan
keutamaan dalam segala bidang kehidupan, sabar dalam ibadah, sabar dalam
menuntut ilmu, sabar dalam pekerjaan, sabar dalam komunikasi dengan sesama
manusia, sabar dalam kesehatan dan dalam kondisi sakit, sabar dalam cinta,
sabar ketika membenci, sabar dalam kenikmatan dan penderitaan, dan sesungguhnya
latihan sabar untuk sabarmerupakan sumber keutamaan dalam dunia akhlak.
Orang yang sabar akan menerima penderitaan dengan penuh ketabahan
dan ia melihatnya daripada sebagian kenikmatan Allah, khususnya bila kita
perhatikan bahwa didalam penderitaan yang diberikan Allah kepada kita
terkandung dibaliknya hikmah yang sangat besar. Hanya orang bodohlah merasa
susah dan payah ketika menghadapi derita, sementara orang yang berakal adalah
orang yang mengharap kebaikan dibalik penderitaaan yang dipilihkan oleh Allah
kepada seseorang ternyata dibelakang kejadian tersirat kebaikan, sehingga
menyesali susah dan kelesuan yang dirasakan sebelumnya.
Sesungguhnya berakhlak dengan akhlak sabar merupakan dasar utama
dalam pembangunan akhlak dan mental, dan paling sedikit dari orang yang sabar
akan tersenyum, sehingga dengan senyuman itu dapat menghilangkan derita dan
penyakit. Sesungguhnya sabar dapat menanam ketenangan dalam jiwa, dapat
memberikan kegembiraan bagi orang-orang yang menderita sakit atau gangguan
kejiwaan. Sesungguhnya sifat sabar merupakan obat segala obat dan penyembuhan
dari penyakit jiwa.
Al Kharraz berkata (ia adalah seorang sufi abad ke III, Hijrah):
Bahwa sabar adalah sebuah isis(nama) yang mengandung makna-makna lahir dan
batin. Adapun nama lahir terdiri dari tiga unsur: Pertama, Sabar dalam
melaksanakan perintah-perintah Allah dalam segala kondisi, baik dalam keadaan
sulit maupun mudah, atau dalam keadaan sehat maupun sakit atau dalam keadaan
rela maupun terpaksa.
Selanjutnya sabar dalam menjauhi segala apa yang dilarang oleh
Allah dan mencegah terhadap apa yang menjadi
kecenderungan jiwanya, yaitu dalam pekerjaan yang tidak diridhloi oleh Allah
baik dalam keadaan rela maupun terpaksa.
Kedua macam sabar tersebut wajib dilakukan setiap hamba. Adapun
sabar yang ketiga adalah sabar untuk melakukan sunnah dan perbuatan-perbuatan
yang mengandung kebaikan yang menyebabkan seorang hamba menjadi lebih dekat
kepada-Nya dan mengiring jiwanya untuk mencapai tujuan sabar dimaksud, yaitu
untuk mencapai pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dalam sebuah hadist qudsi, Rasulullah SAW bersabda: “ Tidak seorang
hamba mendekat kepada-Ku seperti apa yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan
hamba-Ku selalu dekat dengan-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku
mencintainya” (HR. Bukhori).
Sabar yang keempat adalah sabar bathin, adalah sabar untuk menerima
kebenaran (Al Haq) yang datang dari siapapun yang mengajakmu untuk kebaikan,
lantas ia menerimanya. Sebab, kebenaran itu adalah berasal dari Allah SWT untuk
hamba-Nya, dan tidak boleh bagi
seseorang untuk menolaknya. Bagi orang yang menolak kebenaran berarti ia
menolak perintah Allah. Di dalam kitabnya Al-Washaya, Al Muhasibi berkata: “
jika kalian mendapatkan ujian dalam bentuk derita dan kesulitan, maka kala itu
kalian wajib berjuang untuk menjadi seorang yang sabar dalam penderitaan itu,
karena yang demikian itu merupakan ujian dari Allah SWT kepada seorang hamba-Nya.
Jauhilah mengeluh dan tidak rela dengan qodlo’ Allah itu”. Seorang yang sabar
adalah seorang menahan kemarahannya dengan kesadarannya, sebab disaat itu ia
bisa marah akan tetapi ia memilih sabar, ia lebih memilih mempergunakan akalnya
sehingga dapat menahan kemarahannya, seperti halnya Nabi Ya’qub. Disaat ia
menahan sabar karena kehilangan Nabi Yusuf dimana menurut saudara-saudaranya
Yusuf telah dimakan serigala. Sementara mata Nabi Ya’qub memutih karena derita
yang diterimanya, akan tetapi ia dapat menahan kemarahannya.
Seseorang yang sabar dapat menahan kemarahannya menunjukkan
kekuatan untuk menahan emosinya dan menunjukkan ketahanannya dalam memikiul
derita jiwanya. Sabar yang demikian bukan merupakan sikap passif, akan tetapi
merupakan sikap penuh percaya diri dan merasa tenang dalam menerima ketentuan
dari Allah SWT.
At Tustari berkata: “ tidak disebut dengan satu perbuatan jika
tanpa sabar, dan tidak ada pahala yang lebih besar daripada sabar dan tidak ada
bekal yang paling baik kecuali taqwa. Sesungguhnya seseorang tidak akan dapat
melakukan itu, kecuali dapat pertolongan dari Allah SWT. Barang siapa yang
tidak sabar, ia tidak beramal”. Orang yang sabar adalah orang yang kuat bersama
Allah, dari Allah, didalam Allah dan karena Allah dan kuat karena pertolongan
Allah dalam melawan musuh-musuhnya.
Allah SWT berfirman:
Artinya
: “ jika ada duapuluh orang yang sabar diantara kamu, niscaya mereka dapat
mengalahkan duaratus orang musuh, dan jika ada duaratus orang yang sabar
diantara kamu akan mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir”. ( Al Anfal:65)
Sabar merupakan media ampuh dalam mengobati penyakit kejiwaan.
Sabar merupakan proses pengosongan jiwa dan pemenuhan dengan sifat sifat baik
dengan bimbingan Rabbani dan Ar Rahman. Sabar merupakan proses pengosongan jiwa
dari sifat “permusuhan” dan “ketertarikan” daripada kecenderungan-kecenderungan
syahwat. Sabar jauh dari penyakit dan godaan jiwa, sehingga dengan demikian
seorang yang sabar akan memperoleh ketenangan jiwa yang diharapkan oleh setiap
insan. Adapun puncak dari kesabaran adalah sifat tawakkal.[8]
Betapa pentingnya sikap sabar, sehingga Al-Qur’an menyebutnya lebih
dari Sembilan puluh empat kali. Tentanf keutamaan dan pentingnya sabar Allah
SWT berfirman:
Musa berkata kepada kaumnya: “ mohonlah pertolongan kepada Allah
dan bersabarlah; sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya
kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik
adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS.Al-A’raf: 128)[9]
B.1 Macam-Macam
Sabar
Berdasarkan konteksnya, sabar dapat dibagi menjadi tiga bagian:
1.
Sabar
dalam ketaatan (al-shabru ‘ala al-tha’ah).
2.
Sabar
meninggalkan maksiat
3.
Sabar
ketika ditimpa musibah
B.2 Tingkatan
Orang Sabar
Menurut Ibnu ‘Ajibah, orang sabar jika diklasifikasikan berdasarkan
tingkatannya dapat dibagi menjadi tiga:
1.
Sabar
tingkatan awwam.
2.
Sabar
tingkatan orang khusus (khawash).
3.
Sabar
tingkat khawashul khawas.
B.3 Pendidikan
Sabar
Pendidikan sabar
merupakan upaya menumbuh kembangkan sikap yang mampu menerima beban moral,
sanggup menerima sesuatu yang tidak disenanginya, dan mampu menahan diri dari
kecenderungan hawa nafsunya dengan hati yang tabah. Dengan demikian, pembagian
sabar menjadi tiga macam, yaitu:
1.
Ketabahan
menerima perintah Allah dan melaksanakannya yang disebut “sabar ‘ala
al-ta’ah”.
2.
Ketabahan
menerima cobaan Allah yang sering menimpa dirinya, keluarganya dan harta
kekayaannya yang disebut “ sabar ‘ala al-musibah”.
3.
Ketabahan
meninggalkan maksiat, baik yang akan dihadapinya maupun yang sedang
dikerjakannya yang disebut “ sabar ‘ala al-ma;siyah”.
Mendidik diri
untk sabar, dimulai dari pemahaman bahwa seluruh cobaan diberikan oleh Allah
kepada kita, pasti mempunyai hikmah yang sangat dalam, bisa bermaksud menegur
hamba yang sudah lupa pada-Nya, bisa bermaksud menguji dan sebagainya. Lalu
memahami lagi bahwa cobaan itu pasti ada batasnya, dan diberi pahala bagi orang
yang sanggup menerimanya dengan ketabahan.
Kemudian manusia tidak boleh terlalu mencintai
sesuatu melebihi dari kecintaannya kepada Allah, karena seseorang tidak bisa
bersabar kalau sesuatu yang dicintainya dicabut kembali oleh Allah. Semakin
sering ditimpa cobaan, semakin kuat menerimanya. Semakin kuat menerima cobaan,
semakin kuat kesabarannya. Maka cobaan yang menimpa manusia dapat dijadikan
sebagai latihan pendidikan hati untuk menperkuat kesabaran kita.[10]
DAFTAR PUSTAKA
Abrori, Hasan. 2004, Ilmu
Jiwa Dalam Tasawwuf, Jakarta Selatan: Pustaka Azzam.
Anwar, Rosihon. 2010, Ahklak
Tasawwuf, Bandung: CV Pustaka Setia.
Ghazali, Al. Ihya’ Ulum
Ad-Din. Beirut: Dar Al-Ma’rifah, t.t.
Syakir, Muhammad. Wasaya
Al-Abai li Al-Abnai, Surabaya: Al-Hidayah
Mahjudin. 2000, Pendidikan hati, Jakarta Pusat. Klam Mulia.
Abdul Mustaqim. 2007. Akhlaq Tasawuf. Yogyakarta: CV. Kreasi Wacana.
[2] Al-Ghazali, Ihya’ Ulum Ad-Din, Jilid IV, hlm 10-11.
[3] Prof. Dr. Rosihon Anwar,
Akhlak Tasawwuf, hlm 199-200
[4] Muhammad Syakir, Wasaya
Al-Abai li Al-Abnai, hlm 51
[6]Abdul Mustaqim.
Akhlaq Tasawuf. Yogyakarta: CV. Kreasi Wacana. 2007. hlm. 69.
[8] Drs. Hasan Abrori. Ilmu Jiwa
Dalam Tasawwuf, (Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2004), hal 241-243.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar