Selasa, 28 Juli 2015

Taubat dan sabar



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang
Taubat dan sabar merupakan upaya yang harus dilakukan oleh manusia agar manusia selamat dunia dan akhirat. Dengan bertaubat berarti kita menyesali semua dosa yang telah kita perbuat, baik yang kita sengaja atau tidak kita sengaja karena sebagai manusia kita pasti tidak lepas dari yang namanya dosa, baik dosa kepada sang pencipta yaitu Allah SWT atau dengan sesama manusia. Taubat itu merupakan solusi dan setelah bertaubay kita diharapkan untuk tidak melakukan kesalahan-kesalahan yang dulu pernah kita lakukan dan menuju pada pribadi yang lebih baik karena telah bersih dari dosa-dosa.
Sabar adalah sifat yang harus dimiliki oleh setiap manusia agar ia selalu merasa cukup dan selalu syukur terhadap apa yang Allah takdirkan kepadanya. Dengan melalui pintu sabar maka akan terbuka pintu-pintu yang lain seperti tabah, baik hati, berprasangka baik dan sebagainya. Makadari itu kita sebagai manusia harus selalu menumbuh kembangkan sifat sabar. Dan dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai taubat dan sabar.
1.2.   Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan taubat  dan sabar ?
2.      Apa saja alasan seseorang harus bertaubat ?
3.      Bagaimana pendidikan taubat  dan sabar? 
4.      Apa saja macam- macam sabar?
5.      Apa saja tingkatan-tingkatan sabar?
1.3.   Tujuan
1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan taubat dan sabar.
2.      Mengetahui beberapa alasan seseorang harus bertaubat.
3.      Mengetahui bagaiman pendidikan taubat dan sabar.
4.      Mengetahui macam-macam sabar.
5.      Mengetahui tingkatan-tingkatan sabar.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    TAUBAT
A.1 Pengertian
Tobat  merupakan ungkapan penyesalan seseoarang atas dosa-dosa yang telah ia kerjakan, disertai tekad yang kuat untuk tidak mengulanginya.[1] Kebanyakan sufi menjadikan tobat sebagai perhentian awal dijalan menuju Allah SWT. Pada tingkat terendah, tobat menyangkut dosa yang dilakukan jasad atau anggota-anggota badan. Pada tingkat menengah, di samping menyangkut dosa yang dilakukan jasad, tobat menyangkut pula pangkal-pangkal dosa, seperti dengki, sombong, dan riya’. Pada tingkat yang lebih tinggi, tobat menyangkut usaha menjauhkan bujukan setan dan menyadarkan jiwa akan rasa bersalah. Adapun pada tingkat terakhir, tobat berarti penyesalan atau kelengahan pikiran dalam mengingat Allah SWT. Tobat pada tingkat ini adalah penolakan terhadap segala sesuatu selain yang dapat memalingkan dari jalan Allah SWT.[2]
Dalam pembahasan tasawwuf, tobat dimaksudkan sebagai maqom pertama yang harus dilalui dan dijalani oleh seorang salik. Dikatakan, Allah SWT tidak mendekati sebelum bertobat. Karena dengan tobat, jiwa seorang salik bersih dari dosa. Tuhan dapat didekati dengan jiwa yang suci.[3]
Adapun syarat taubat itu ada tiga, jika taubatnya ingin diterima oleh Allah, yaitu : menyesali apa yang telah diperbuat dari pelanggaran-pelanggaran, dan kedua adalah berjanji untuk meninggalkan perbuatannya seketika itu juga, serta berniat untuk bersungguh-sungguh tidak kembali kepada maksiat. Ketiga syarat tersebut merupakan kewajiban bagi seseorang yang akan bertaubat dengan taubat nasuha.[4]
Taubat itu mempunyai tertib, sebab-sebab dan bagian-bagian. Yang pertama adalah adanya perhatian dari hati agar tidak lalai dan pengetahuan seorang hamba tentang keburukan dari keadaan yang dialami. Untuk sampai pada kondisi ini adalah dengan taufiq, dengan menyimak apa yang terdetik didalam hatinya tentang apa yang menjadi kendala terhadap Al Haq.
A.2 Alasan bertaubat
Paling tidak ada empat alasan yang dapat dikemukakan
1.      Manusia adalah makhluk yang sering berbuat dosa dan kesalahan, baik disengaja atau tidak. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam hadis shahih dimana Nabi Muhammad SAW.
“ Seluruh manusia itu sering berbuat dosa dan sebaik-baik mereka yang berbuat dosa adalah mereka yang mau bertaubat” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Al-Hakim)
Orang yang baik bukanlah orang yang tidak pernah berbuat dosa, tapi yang mau menyadari kesalahannya dengan bertaubat dan tidak memgulanginya dimasa yang akan datang. Perbuatan dosa yang tidak segera disertai dengan taubat akan menghalangi seseorang untuk berbuat taat dan berkhidmah kepada Allah SWT.
            “dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.”
2.      Kita yakin bahwa Allah SWT adalah Dzat Maha Mengampuni taubat hambanya. Meskipun dosa kita menumpuk Allah akan berkenan mengampuni selagi belum terlambat. Dalam hadis sahih yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, nabi SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah akan selau menerima taubat hamba-Nya, selagi nyawa belum sampai ke tenggorokan,” (HR.Ahmad, Al-Tirmidzi, Al-Hakim, Al-Baihaqi)”
3.      Dosa yang kita lakukan amat banyak, sehingga jika todak dihapus dengan air mata taubat akan menjadi noda hitam yang mengotori dan menghalangi hati dari memperoleh hidayah dan nur Ilahi. Imam Al-Ghazali menggambarka hati ibarat cermin. Jika cermin itu terkena kotoran, lalu tidak segera debersihkan, maka cermin tersebut tidak akan bisa digunakan untuk berkaca, apalagi memantulkan cahaya.
4.      Secara psikologis orang yang berbuat salah atau dosa sesungguhnya akan merasa gelisah dan tidak tenang. Oleh sebab itu, tobat sebagai salah satu pendekatan agama (religious approach), sangat penting dilakukan. Orang yang telah bertaubat jiwanya akan lapang.[5]
A.3 Bahaya menunda taubat
Menunda taubat adalah perbuatan yang sangat berbahaya, mengigat tidak ada yang mampu memberikan garansi sampai berapa tahun kita hidup didunia ini. Ketika nyawa seseorang telah lepas dari tubuhnya, sementara ia belum sempat bertaubat atas dosa-dosanya, baik dosa yang terkait dengan Allah maupun manusia, maka itu menjadi tanda bahwa ia akan celaka di akhirat nanti. Berbahagialah orang yang segera melakukan taubat, sebelun ia sekarat.
Rasulullah SAW. Pernah bersabda di hadapan para sahabat:
                 “Apakah kalian tahu siapakah orang yang bangkrut itu? Kami para sahabat) lalu menjawab: orang yang bangkrut adalah orang tidak mempunyai dirham, dinar, dan kekayaan sama sekali. Beliau SAW. Lalu mengatakan: orang yang bangkrut dari golongan umatku adalah orang yang besok datang di hari kiamat dengan membawa pahala amal shalat, puasa, zakat, akan tetapi ia sungguh telah melakukan dosa mencaci maki orang ini, pernah memukul orang ini. Maka akhirnya, orang-orang tersebut diberikan pahala dari orang yang pernah berbuat zalim. Apabila amal kebaikannya telah habis sebelum diputuskan apa yang akan menimpa padanya, maka dosa-dosa mereka yang pernah dizalimi akan ditimpakan kepadanya. Akhirnya ia pun dilemparkan ke neraka.” (HR. Imam Muslim)
Hadis diatas metupakan peringatan bagi kita sebagai umat Muhammad untuk segera bertaubat, terutama karena dosa yang terkait dengan sesame manusia. Jangan sampai kita gegabah.
            Taubat yang benar dan sungguh-sungguh akan menghapus dosa-dosa sebelumnya dan menjadikan seorang hamba akan membuka lembaran baru dalam hidupnya.
“ya Allah, semoga Engkau berkenan menjadikan kami termasuk orang-orang yang bertaubat, sehingga kami tergolong orang yang memperoleh ampunan-Mu.”[6]
A.4 Pendidikan taubat
           Pendidikan taubat dimaksudkan sebagai upaya untk menumbuh kembangkan sikap penyesalan karena telah melakukan kesalahan lalu menyatakan bertaubat dengan dara tidak akan mengulangi lagi kesalahannya.
Melakukan taubat, ditempuh dengan tiga macam cara ; yaitu dengan pengertian dan pemahaman ( bi-‘ilmin), dengan penampilan sikap ( bi- halin) dan perilaku yang nyata ( bi- fi’lin). Ketiga macam cara tersebut menjadi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik yang menjadi sasaran pendidikan dalam diri manusia.
1.      Sasaran pendidikan taubat dengan cara menumbuhkembangkan ranah kognitif pada diri manusia; yaitu mengajarkan bahwa perbuatan buruk yang dilakukannya termasuk mengandung dosa dan berdampak negative terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Serta mengajarkan pula jenis perilaku yang dinilai sebagai perbuatan buruk.
2.      Sasaran perbuatan taubat dengan cara menumbuhkembangkan ranah efektif dan psikomotorik pada diri manusia yaitu menanamkan sikap dengan penyerapan pemahaman tentang masalah taubat dalam diri manusia, sehingga dapat menghayatinya. Dengan sendirinya pemahaman taubat dan cara melakukannya menjadi bagian dalam hidupnya. Jiwanya selalu mengendalikan perilakunya untuk selalu bertaubat; baik ketika ia akan melakukan sesuatu perbuatan maupun sesudahnya.
a.       Menurut Tantawiy Juhariy dalam tafsirnya juz II halaman 21 mengatakan,  bahwa mendidik manusia bertaubat sekurang-kurangnya dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu:
1.      Menanamkan jiwa dan perasaan yang selalu terobsesi menghindari perbuatan buruk, karena takut terkena akibat buruknya, yang disebut dengan Al-Ta’lim Bil-Irhab.
2.      Menanamkan jiwa dan perasaan yang selalu terobsesi pada melakukan sesuatu yang baik dari perbuatannya yang baik pula, yang disebut dengan Al-Ta’lim Bil Rugbah Wal-Wijdan.

b.      Menurut Al-Ghazali. Bertaubat dapat dilakukan dengan tiga macam tahapan , yaitu;
1.      Thapan mengerti dan menyadari kesalahan yang dilakukannya, yang disebut “Rutbah Al-‘Ilmi”.
2.      Tahapan penyesalan “ Rutbah Al-Nadam”.
3.      Tahapan berobsesi melakukan perbuatan yang baik “ Rutbah Al=Azam”.
Setelah manusia menyadari kesalahannya, lalu meninggalkannya dan kemudian melakukan yang terbaik menurut agama maka baru tercapai tujuan sementara dari pendidika taubat yang dilaluinya. Senagkan tujuan akhir adalah pencapaian kondisi ma’rifat  dan kedekatan dengan Allah, yang disebut denagn “Al-Wusul Ila Al-Qurbi”.[7]
B.     SABAR
B.1 Pengertian
 Kaum sufi tentang sabar merupakan sisi yang penting dalam memperbaiki kendala kejiwaan, dan sabar pada hakikatnya merupakan sikap berani dalam menghadapi kesulitan-kesulitan. Kesulitan ini adakalanya merupakan hal yang bersifat mental dan juga bersifat akal. Sabar merupakan sikap utama dalam kehidupan akhlak dan akan memberikan keutamaan dalam segala bidang kehidupan, sabar dalam ibadah, sabar dalam menuntut ilmu, sabar dalam pekerjaan, sabar dalam komunikasi dengan sesama manusia, sabar dalam kesehatan dan dalam kondisi sakit, sabar dalam cinta, sabar ketika membenci, sabar dalam kenikmatan dan penderitaan, dan sesungguhnya latihan sabar untuk sabarmerupakan sumber keutamaan dalam dunia akhlak.
Orang yang sabar akan menerima penderitaan dengan penuh ketabahan dan ia melihatnya daripada sebagian kenikmatan Allah, khususnya bila kita perhatikan bahwa didalam penderitaan yang diberikan Allah kepada kita terkandung dibaliknya hikmah yang sangat besar. Hanya orang bodohlah merasa susah dan payah ketika menghadapi derita, sementara orang yang berakal adalah orang yang mengharap kebaikan dibalik penderitaaan yang dipilihkan oleh Allah kepada seseorang ternyata dibelakang kejadian tersirat kebaikan, sehingga menyesali susah dan kelesuan yang dirasakan sebelumnya.
Sesungguhnya berakhlak dengan akhlak sabar merupakan dasar utama dalam pembangunan akhlak dan mental, dan paling sedikit dari orang yang sabar akan tersenyum, sehingga dengan senyuman itu dapat menghilangkan derita dan penyakit. Sesungguhnya sabar dapat menanam ketenangan dalam jiwa, dapat memberikan kegembiraan bagi orang-orang yang menderita sakit atau gangguan kejiwaan. Sesungguhnya sifat sabar merupakan obat segala obat dan penyembuhan dari penyakit jiwa.
Al Kharraz berkata (ia adalah seorang sufi abad ke III, Hijrah): Bahwa sabar adalah sebuah isis(nama) yang mengandung makna-makna lahir dan batin. Adapun nama lahir terdiri dari tiga unsur: Pertama, Sabar dalam melaksanakan perintah-perintah Allah dalam segala kondisi, baik dalam keadaan sulit maupun mudah, atau dalam keadaan sehat maupun sakit atau dalam keadaan rela maupun terpaksa.
Selanjutnya sabar dalam menjauhi segala apa yang dilarang oleh Allah dan mencegah terhadap apa yang menjadi  kecenderungan jiwanya, yaitu dalam pekerjaan yang tidak diridhloi oleh Allah baik dalam keadaan rela maupun terpaksa.
Kedua macam sabar tersebut wajib dilakukan setiap hamba. Adapun sabar yang ketiga adalah sabar untuk melakukan sunnah dan perbuatan-perbuatan yang mengandung kebaikan yang menyebabkan seorang hamba menjadi lebih dekat kepada-Nya dan mengiring jiwanya untuk mencapai tujuan sabar dimaksud, yaitu untuk mencapai pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dalam sebuah hadist qudsi, Rasulullah SAW bersabda: “ Tidak seorang hamba mendekat kepada-Ku seperti apa yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan hamba-Ku selalu dekat dengan-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya” (HR. Bukhori).
Sabar yang keempat adalah sabar bathin, adalah sabar untuk menerima kebenaran (Al Haq) yang datang dari siapapun yang mengajakmu untuk kebaikan, lantas ia menerimanya. Sebab, kebenaran itu adalah berasal dari Allah SWT untuk hamba-Nya,  dan tidak boleh bagi seseorang untuk menolaknya. Bagi orang yang menolak kebenaran berarti ia menolak perintah Allah. Di dalam kitabnya Al-Washaya, Al Muhasibi berkata: “ jika kalian mendapatkan ujian dalam bentuk derita dan kesulitan, maka kala itu kalian wajib berjuang untuk menjadi seorang yang sabar dalam penderitaan itu, karena yang demikian itu merupakan ujian dari Allah SWT kepada seorang hamba-Nya. Jauhilah mengeluh dan tidak rela dengan qodlo’ Allah itu”. Seorang yang sabar adalah seorang menahan kemarahannya dengan kesadarannya, sebab disaat itu ia bisa marah akan tetapi ia memilih sabar, ia lebih memilih mempergunakan akalnya sehingga dapat menahan kemarahannya, seperti halnya Nabi Ya’qub. Disaat ia menahan sabar karena kehilangan Nabi Yusuf dimana menurut saudara-saudaranya Yusuf telah dimakan serigala. Sementara mata Nabi Ya’qub memutih karena derita yang diterimanya, akan tetapi ia dapat menahan kemarahannya.
Seseorang yang sabar dapat menahan kemarahannya menunjukkan kekuatan untuk menahan emosinya dan menunjukkan ketahanannya dalam memikiul derita jiwanya. Sabar yang demikian bukan merupakan sikap passif, akan tetapi merupakan sikap penuh percaya diri dan merasa tenang dalam menerima ketentuan dari Allah SWT.
At Tustari berkata: “ tidak disebut dengan satu perbuatan jika tanpa sabar, dan tidak ada pahala yang lebih besar daripada sabar dan tidak ada bekal yang paling baik kecuali taqwa. Sesungguhnya seseorang tidak akan dapat melakukan itu, kecuali dapat pertolongan dari Allah SWT. Barang siapa yang tidak sabar, ia tidak beramal”. Orang yang sabar adalah orang yang kuat bersama Allah, dari Allah, didalam Allah dan karena Allah dan kuat karena pertolongan Allah dalam melawan musuh-musuhnya.
Allah SWT berfirman:
Artinya : “ jika ada duapuluh orang yang sabar diantara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan duaratus orang musuh, dan jika ada duaratus orang yang sabar diantara kamu akan mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir”. ( Al Anfal:65)
Sabar merupakan media ampuh dalam mengobati penyakit kejiwaan. Sabar merupakan proses pengosongan jiwa dan pemenuhan dengan sifat sifat baik dengan bimbingan Rabbani dan Ar Rahman. Sabar merupakan proses pengosongan jiwa dari sifat “permusuhan” dan “ketertarikan” daripada kecenderungan-kecenderungan syahwat. Sabar jauh dari penyakit dan godaan jiwa, sehingga dengan demikian seorang yang sabar akan memperoleh ketenangan jiwa yang diharapkan oleh setiap insan. Adapun puncak dari kesabaran adalah sifat tawakkal.[8]
Betapa pentingnya sikap sabar, sehingga Al-Qur’an menyebutnya lebih dari Sembilan puluh empat kali. Tentanf keutamaan dan pentingnya sabar Allah SWT berfirman:
Musa berkata kepada kaumnya: “ mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS.Al-A’raf: 128)[9]
B.1 Macam-Macam Sabar
Berdasarkan konteksnya, sabar dapat dibagi menjadi tiga bagian:
1.      Sabar dalam ketaatan (al-shabru ‘ala al-tha’ah).
2.      Sabar meninggalkan maksiat
3.      Sabar ketika ditimpa musibah
B.2 Tingkatan Orang Sabar
Menurut Ibnu ‘Ajibah, orang sabar jika diklasifikasikan berdasarkan tingkatannya dapat dibagi menjadi tiga:
1.      Sabar tingkatan awwam.
2.      Sabar tingkatan orang khusus (khawash).
3.      Sabar tingkat khawashul khawas.
B.3 Pendidikan Sabar
            Pendidikan sabar merupakan upaya menumbuh kembangkan sikap yang mampu menerima beban moral, sanggup menerima sesuatu yang tidak disenanginya, dan mampu menahan diri dari kecenderungan hawa nafsunya dengan hati yang tabah. Dengan demikian, pembagian sabar menjadi tiga macam, yaitu:
1.      Ketabahan menerima perintah Allah dan melaksanakannya yang disebut “sabar ‘ala al-ta’ah”.
2.      Ketabahan menerima cobaan Allah yang sering menimpa dirinya, keluarganya dan harta kekayaannya yang disebut “ sabar ‘ala al-musibah”.
3.      Ketabahan meninggalkan maksiat, baik yang akan dihadapinya maupun yang sedang dikerjakannya yang disebut “ sabar ‘ala al-ma;siyah”.
Mendidik diri untk sabar, dimulai dari pemahaman bahwa seluruh cobaan diberikan oleh Allah kepada kita, pasti mempunyai hikmah yang sangat dalam, bisa bermaksud menegur hamba yang sudah lupa pada-Nya, bisa bermaksud menguji dan sebagainya. Lalu memahami lagi bahwa cobaan itu pasti ada batasnya, dan diberi pahala bagi orang yang sanggup menerimanya dengan ketabahan.
             Kemudian manusia tidak boleh terlalu mencintai sesuatu melebihi dari kecintaannya kepada Allah, karena seseorang tidak bisa bersabar kalau sesuatu yang dicintainya dicabut kembali oleh Allah. Semakin sering ditimpa cobaan, semakin kuat menerimanya. Semakin kuat menerima cobaan, semakin kuat kesabarannya. Maka cobaan yang menimpa manusia dapat dijadikan sebagai latihan pendidikan hati untuk menperkuat kesabaran kita.[10]

DAFTAR PUSTAKA

Abrori, Hasan. 2004, Ilmu Jiwa Dalam Tasawwuf, Jakarta Selatan: Pustaka Azzam.
Anwar, Rosihon. 2010, Ahklak Tasawwuf, Bandung: CV Pustaka Setia.
Ghazali, Al. Ihya’ Ulum Ad-Din. Beirut: Dar Al-Ma’rifah, t.t.
Syakir, Muhammad. Wasaya Al-Abai li Al-Abnai, Surabaya: Al-Hidayah
Mahjudin. 2000,  Pendidikan hati, Jakarta Pusat. Klam Mulia.
Abdul Mustaqim. 2007. Akhlaq Tasawuf. Yogyakarta: CV. Kreasi Wacana.


[1] Abdul Mustaqim. Akhlaq Tasawuf. Yogyakarta: CV. Kreasi Wacana. 2007. hlm. 57.
[2] Al-Ghazali, Ihya’ Ulum Ad-Din, Jilid IV, hlm 10-11.
[3] Prof. Dr. Rosihon Anwar, Akhlak Tasawwuf, hlm 199-200
[4] Muhammad Syakir, Wasaya Al-Abai li Al-Abnai, hlm 51
[5] Abdul Mustaqim. Akhlaq Tasawuf. Yogyakarta: CV. Kreasi Wacana. 2007. hlm. 59.
[6]Abdul Mustaqim. Akhlaq Tasawuf. Yogyakarta: CV. Kreasi Wacana. 2007. hlm. 69.

[7] Mahjudin. Pendidikan hati .( Jakarta Pusat. Klam Mulia. 2000). Hal. 49.

[8]  Drs. Hasan Abrori. Ilmu Jiwa Dalam Tasawwuf, (Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2004), hal 241-243.
[9] Abdul Mustaqim. Akhlaq Tasawuf. Yogyakarta: CV. Kreasi Wacana. 2007. hlm. 72.
[10] Mahjudin. Pendidikan hati .( Jakarta Pusat. Klam Mulia. 2000). Hal. 46.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar