Senin, 27 Juli 2015

syari’ah, fiqih dan ushul fiqh



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Syariah
1.      Pengertian
Syari’ah islam adalah hukum dan aturan islam yang mengtur seluruh sendi kehidupan umat islam . selain berisi tentang hokum dan aturan , syari’ah juga berisi seluruh penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini . syari’ah islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini . Dasarnya adalah firman  Allah SWT dalam surat Al-Jatsiyah(45)
Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syari’at (peraturan ) dari urusan(agama itu) maka ikutilah syari’at itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yag tidak mengetahui .(QS Al-Jatsiyah(45) : 18 )
Syari’ah menurut istilah aturan atau undang-undang Allah yang berisi tata cara pengaturan perilaku manusia dalam melakukan hubungan dengan allah , sesame manusia, dan alam sekitarnya untuk mencapai keridhaan Allah yaitu keselamatan dunia dan akhirat .
Terkait dengan susunan tertib syari’ah QS AL-azhab (33) ayat 36 mengajarkan  bahwa sekiranya Allah dan Rasul-Nya sudah memutuskan suatu perkara ,maka umat islam tidah boleh melakukan ketuntuan lain . oleh sebab itu , secara implisit dapat dipahami bahwa jika terjadi suatu perkara yang Allah dan Rasul-Nya belum menetapkan hukumnya , maka umat islam menentukan sendiri ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung oleh ayat dalam surah Al-Maidah (5)ayat101 menyatakan hal-hal yang bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah dmaafkan oleh Allah .
Dengan demikian perkara yang dihadapi umat islam dalam menjalani hidup beribadahnya kepada Allah itu dapat disederhanakan menjadi : apa yang disebut dengan kategori asa syara’ dan perkara dalam ketegori asas furu syara’

·         Asas Syara’
Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al-qur’an dah Hadis . Kedudukannya sebagai pokok syari’at  dalam islam dimana Al-Qur’an itu asas pertama syara’ dan Hadis itu syara' kedua . Sifatnya , pada dasarnya mengikat umat islam seluruh dunia dimana pun berada sejak zaman Rasulullah sampai akhir zaman , kecuali dalam keadaan darurat .Keadaan darurat dalam istilah agama islam dapat diartikan suatu keadaan dimana umat islam itu tidak mentaati syari’at islam , ialah suatu keadaan terpaksa atau dalam keadaan membahayakan diri secara lahir dan batin dan keadaan tersebut tidak terduga sebelumnya ,demikian pula dalam memanfaatkan keadaan tersebut tidak berlebihan . jika keadaan darurat tersebut berakhir maka segeralah kembali pada syari’at.
·         Asas Furu’ Syara’
yaitu perkara yang belum ada atau belum jelas ketentuannya pada Al-Qur’an dan Hadis . Kedudukannya sebagai cabang dari syariah islam . Sifatnya pada dasarnya tidak mengikat seluruh umat manusia kecuali diterima ulil amri setempat menerima sebagai peraturan atau perundang-undangan yang berlaku dalam wilayah kekuasaannya.
2.      Tujuan Mempelajari Syariah
Tujuan utama mempelajari syariah adalah untuk memberikan kesejahteraan, kedamaian, ketenangan , dan kebahagiaan hidup manusia , baik di dunia maupun di akhirat. Dalam kajian fiqih dan ushul fiqih , tujuan utama yang hendak dicapai ketika mempelajari kaduanya adalah untuk mengetahui hukum syara’ (syari’at) yang berkaitan dengan perbuatan manusia mukallaf (yang dibebani hukum) sehingga diperoleh ketentuan apakah perbuatan itu dikehendaki diperbolehkan atau tidak atau bagaimana suatu perbuatan bisa dibilang sah atau tidak .
Upaya untuk mengidentifikasi hukum syari’at yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Sunnah senantiasa berkembang , meskipun sumber utama yang digali itu tidak bertambah lagi hingga akhir zaman . Ini tidak akan menjadi masalah karena dalam Al-Qur’an  , di samping terdapat ayat yang bermakna jelas dan pasti serta terperinci , namun tidak sedikit aya yang bersifat umum dan global . Jenis ayat yang terkhir inilah yang menjadi “ladang” ijtihad para intelektual muslim. Di lain pihak , dalam ayat-ayat lain diserukan kepad manusia untuk senantiasa menggunkan daya pikirnya dan nalarnya untuk mengkaji dan meneliti ayat-ayat Al-Qur’an.
3.      Dasar-dasar Penetapan syariah Islam
·         Ibadah Khusus atau Ibadah Mahdlah
Yaitu ibadah yang pelaksanaannya telah dicontohkn langsung oleh Nabi Muhammad SAW , seperti  shalat ,puasa , dan haji . Dalam ibadah seperti ini , seorang muslim tidak boleh mengurai atau menambah-nambah dari ap saja yang telah diperintahkan Allah dan dicontohkan oleh Rasullah . Oleh karena itu, melakukan peribadatan yang bersifat khusus ini harus mengikuti contoh Rasulullah yang diperbolehkan melalui  ketentuan yang dimuat dalam hadis-hadis sahih . Satu kaidah yang sangat penting dalam pelaksanaan ibadah ini adalah “semua haram , kecuali yang diperintahkan oleh Allah dan dicontohkan Oleh Rasulullah” . Pekerjaan-pekerjaan diluar ketentuan-ketentuan itu dianggap tidak sah atau batal atau dikenal dengan nama bid’ah.
·          Ibadah Umum atau Ibadah Mu’amalah
Yaitu bentuk peribadatan yang bersifat umum dan dan pelaksanaannya tidak seluruhnya dicontohkan oleh Nabi SAW . Belau hanya meletakkan prinsip-prinsip dasar , sadangkan pengembangannya diserahkan kepada kemampuan dan daya jangkau pikir umat.
kaidah umum menyebutkan , “semua diperbolehkan , kecuali yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya “ . Ibadah umum mencakup aturan-aturan keprdataan , seperti hubugan yang menyangkut ekonomi, bisnis , utang piutang, pebankan, perkawinan, pewarisan dan sebagainya.  Juga aturan publik ,seperti pidana, tata negara dll


B.Fiqih
1.      Pengertian
Kata fiqih berasal dari kata faqaha yang artinya paham yang mendalam.Menurut ulama syafi’iyyah mendefinisikan fiqih sebagai ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat praktis dari dalili-dalilnya yang terperinci,yang mencakup empat kategori,yakni al-‘ibadat,al-mu’amalat,al-munakahat, dan al’uqubat.[1]
Menurut ulama salaf fiqih terdiri dari enam bagian sebagai berikut.
a.       Bagian ibadah, yaitu suatu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang dipakai untuk mendekatkan diri kepada allah swt danuntuk mengagungkan kebesaran-Nya.
b.      Bagian ahwal syakhshiyah yaitu suatu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang berhubungan dengan pembentukan dan pengaturan keluargan dan segala akibatnya.
c.       Bagian muamalah yaitu suatu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang mengatur harta benda hak milik, akad ,kerjasama sesama orang ,ijarah,gadai,syirksh dan kekuasaan.
d.      Bagian hukum pidana yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan kejahatan,pelanggaran,dan akibat-akibat hukumnya.
e.       Bagian hukum acara yaitu hukum-hukum yang mengatur cara mengajukan perkara.
f.       Bagian hukum perang yaitu hukum-hukum yang mengatur peperangan antar bangsa,mengatur perdamain,piagam perjanjian,dokumen-dokumen dan hunungan umat islam dengan umat lainnya.
Jadi ,fiqih adalah konsepsi-konsepsi yang diperlukan oleh umat islam untuk mengatur kepentingan hidup mereka dalam segala segi,memberikan dasar-dasar terhadap tata administrasi,perdagangan,politik,dan peradaban.
C. Ushul Fiqh
1. Pengertian               
            Untuk mengetahui pengertian ushul fiqh, akan ditinjau dari dua segi, yakni pengertian secara bahasa dan secara istilah. Kata ushl fiqh merupakan gabungan dari dua kata, yakni ushul berarti pokok, dasar, fondasi. Yang kedua adalah fiqh yang berarti paham yang mendalam(senagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya). Kata ushul yang merupakan jamak dari kata ashal secara etimologi berarti sesuatu yang menjadi dasar bagi yang lainnya. Arti etimologi ini tidak jauh dari definitif dari kata ashal tersebut karena ilmu ushul fiqh itu adalah suatu ilmu yangkepadanya didasarkan fiqh. Dengan demikian, secara istilah dapat diartikan sebagai ilmu tenteng kaidah-kaidah yang membawa kepada usaha merumuskan hukm syara’ dari dalilnya yang terperinci atau dalam artian sederhana adalah kaidah-kaidah yang menjelaskan cara-cara mengeluarkan hukum-hukum dari dalil-dalilnya.[2]
            Selain itu ada definisi ushul fiqh yang cukup komprehensif  yang dikemukakan oleh Abdullah bin Umar al-Baidawi, seorang ahli pengetahuan tentang dalil-dalil fiqh secara global, cara menggali atau menarik hukum dari dalil-dalil itu, dan tentang hal ikhwal pelaku istinbath.[3] Adapun perbedaan nyata antara fiqh dan ushul fiqh adalah bahwa ushul fiqh merupakan metode (cara) yang harus ditempuh olehahli fiqh dalam menetapkan hukum-hukum syar’i berdasarkan dalil-dalil syar’i, sedangkan fiqh adalah hasil hukum-hukum syar’i berdasarkan metode-metode tersebut.
2. Objek Ushul Fiqh
            Beradasarkan definisi yang diungkapkan oleh Abdullah bin Umar al-Badawi maka dapat diartikan kesimpulan bahwa sebenarnya ushul fiqh itu membahas hal-hal sebagai berikut:
a.       Tentang dalil-dalil fiqh secara global
Dalil dalam hal ini adalah sesuatu yang memberi petunjuk kepada suatu hal yang lain atau sesuatu yang bilamana dipikirkan secara benar akan menyampaikan seseorang kepada kesimpulan yang dicari. Dalil itu sendiri dibagi menjadi dua macam, yakni dali ijmali(dalil global) dan dalil tafsili(terperinci).


b.      Tentang cara mengambil atau menarik hukum ( istinbath) dari dalil-dalilnya.
Metode istinbath yang dibahas dalam bagian ini adalah bagian dari metode-metode istinbath secara keseluruhan. Karena, sebagian besar dari metode istinbath telah tercakup dalam bagian pertama di atas. Bagian ini khuus membicarakan tentang metode istinbath bilamana dalam pandangan mujtahid terjadi pertentangan antara satu dalil dengan dalil yang lain. Atau dikenal dengan ta’arud al-dalilah(dalil-dalil yang bertentangan) dan metode tarjih(cara mengetahui mana dalil yang lebih kuat sehingga harus didahulukan)
c.       Tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan melakukan ijtihad, tentang ijtihad itu sendiri dan hal-hal yang menjadi lapangannya.
Meskipun fiqh dan ushul fiqh sama-sama membahas dalil-dalil syara’, namun memiliki objek yang dapat dibedakan. Objek fiqh adalah hukum yang berhubungan dengan perbuatan manusia beserta dalil-dalilnya yang terperinci, sedangkan objek uhul fiqh adalah mengenai metodologi penetapan hukm-hukum tersebut. Pembahasan ushul fiwh bermuara pada hukum syara’ ditinjau dari segi hakikatnya, kriterianya, dan macam-macamnya.
Objek ushul fiqh dapt diperinci menjadi empat[4] bagian yaitu sebagai berikut:
1.      Pembahasan mengenai hukum syara’ dan yang berhubungan dengannya, seperti hakim.
2.      Pembahasan tentang sumber-sumber dan dalil-dalil hukum.
3.      Pembahsan tentang cara menggali dan menarik hukum dari sumber-sumber dan dalil-dalil itu.
4.      Pembahasan tentang ijtihad.
3. Manfaat Mempelajari Ushul Fiqh
            Tujuan ushuk fiqh menurut Abdul Wahab Khallaf adalah menetapkan kaidah-kaidahnya dan teori-teorinya terhadap dalil-dalil yang rinci untuk menghasilkan hukum syara’ yang ditunjuki dalil itu. Mempelajari ushul fiqh mempunyai manfaat sebagai berikut:
1.      Seorang muslim akan mengetahui dalil-dalil hukum syar’i dan cara mengambil ketentuan-ketentuan hukum dari padanya. Dengan demikian, seorang Muslim akan mampu melakukan sendiri mengambil kesimpulan-kesimpulan hukum syara’ dari sumber asli, yakni Al-qur’an dan Sunnah Rasul.
2.      Seseorang dapat mengembalikan kesimpulan-kesimpulan hukum syara’ yang dijumpai pada sumber-sumber pengambilannya. Dengan demikian, orang tersebut akan dapat mengamalkan hukum syara’ tidak hanya sebagai orang yang bertaqlid kepada orang lain tanpa mengetahui sumber pengambilannya.
3.      Memungkinkan mengetahui dasar-dasar mujtahid masa silam dalam membentuk pendapt fiqihnya. Dengan demikian, akan dapat mengerti betul secara mendalam sehingga dengan itu dapat diketahui sejauh mana kebenaran pendapat-pendapat yang berkembang di dunia Islam. Pengetahuan ini akan mengantarkan kepada ketenangan mengamalkan pendapat-pendapat mereka. Bahkan, para ulama mazhab melarang seseorang bertaqlid buta kepada mereka.
Ushul fiqh ini dibentuk dan berisikn metode-metode yang didasarkan pada apa yang telah dilakukan generasi sebelumnya, yakni generasi sahabat, dalam menetapkan hukum.


D. PENGERTIAN KAIDAH FIQIH
    Kaidah secara bahasa dijelaskan oleh Ahmad Warson Munawwir, adalah alasas (dasar, asas, dan fondasi), al-qonun (peraturan dan qaidah dasar), al-mabda’ (prinsip), al-nasaq (metode atau cara)[5]. Al-Syaikh Ahmad bin al-Syaikh Muhammad al-zarqa , Menjelaskan bahwa arti kaidah secara bahasa adalah al asas[6]. Baik sebagai asa konkret (inderawi) maupun yang abstrak (inderawi).[7] Diantara arti kaidah yang menunjukkan arti asa yang kokret  adalah firman Allah:
وا ذ يرفع ابراهيم القواعد من البيت و ا سما عيل ربنا تقبل من انك انت السميع العليم (البقرة :127 )
Dan (ingatlah), ketika ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar baitullah bersama ismail (seraya berdo’a): “Ya Tuhan kami,terimalah amalan kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
   فأ تى ا لله بينهم من القواعد...(النحل:26)    
....Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya....
Dua ayat Al-aqur’an diatas menunjukkan salah satu arti dari kaidah, yaitu al-asas atau fondasi. Ulama berbeda dalam meredaksikan definisi kaidah secara istilah. Paling tidak, ulama ahli nahw berbeda pendapat dengan ulama’ ahli fiqih dan ahli usul dalam menentukan redaksi definisi secara istilah. Ulama ahli nahw berpendapat bahwa kaidah semakna dengan al-dhabtib, yaitu;[8]
قضية كلية منطبقة علي جميع جز ئياتهما
‘’Aturan-aturan uum yang mencakup semua bagiannya’’
Ulama usul berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kaidah adalah:[9]
 حكم كلي علي جميع جزئياته لتعريف احكامهامنه                                                                            
‘’peraturan umum yang mencakup pada semua bagiannya supaya diketahui hukum-hukumnya berdasarkan aturan umum tersebut’’
            Sedangkan ulama fiqih berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kaidah adalah;[10]
حكم اغلبي او اكثر ي ينظبق علي معظم جزئيته لتعريف احكامها منها 
‘’Aturan pada umumnya atau kebanyakan yang membawahi bagian-bagiannya umtuk mengetahui hukum-hukum yang dicakupnya berdasarkan aturan umum tersebut’.
Pengertian fiqih kaidah fiqihsecara istilah adalah;[11]
حكم شرعي في قضية اغلبية يتعرف منها احكام ما دخل تحتها.                                                        
‘’Patokan hukum dalam aturan yang bersifat padaumumnya;dari aturan tersebut dapat diketahui hukum-hukum sesuatu yang berada dibawah cakupannya’’.
مجموعة الأحكام المتشابهة التي ترجع الي قياس واحديجمعها                                                            
‘’kumpulan hukum-hukum yang serupa yang kembali pada qiyas yang mengumpulknnya’’
Dari pengertian di atas, dapat diketahui hal-hal sebagai berikut;
1.kaidah adalah ugeran atau patokan umum yang dijadikan dasar untuk emnentukan hukum bagi persoalan-persoalan yang belum diketahui hukumnya.
2.kaidah bersifat aglabiyat, aktsariyat atau pada umumnya. Oleh karena itu, setiap kaidah mempunyai pengecualian-pengecualian (al-mustasnayat).
3.tujuan pembentukan kaidah fiqihadalah agar ulama, hakim (qadbi), dan mufti, memperoleh kemudahan dalam menyelesaikan suatu sengketa atau kasus-kasus di masyarakat.
E. Perbedaan Antara Syariah, Fiqh, dan Ushul Fiqh
            Asaf A.A. Fyzee menguraikan perbedaan antara syariah dengan fiqh adalah sebagai berikut:
1.      Syariah mempunyai ruang lingkup yang lebih luas meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Sementara fiqh memiliki cakupan lebih sempit, yakni hanya menyangkut hal-hal yang pada umumnya dipahami sebagai aturan-aturan hukum.
2.      Syariah selalu mengingatkan kita kepada wahyu dan hanya diperoleh lewat Al-Qurandan hadist. Sementara fiqh lebih menekankan pada kemampuan penalaran.
3.      Garis syariah ditentukan oleh Tuhan dan Nabi-Nya, edangkan fiqh didirikan atas usaha manusia.
4.      Dalam fiqh suatu perbuatan langsung diberikan kualifikasi sah atau tidak sah, boleh atau tidak boleh, sementara dalam syariah terdapat tingkatan-tingkatan yang bervariasi mengenai diperbolehkan atau tidaknya.
5.      Fiqh adalah terminologi tentang hukum sebagai suatu ilmu, sementara syariah lebih merupakan perintah Ilahi yang harus diikuti.[12]
Sementara itu, dari perspektif lain, Noel J. Coulson merumuskan perbedaan anatara syariah dan fiqh sebagai berikut:
1.      Syariah diturunkan oleh Allah (sebagai al-syari’) berupa wahyu sehingga bersifat mutlak (absolut), sedangkan fiqh merupakan produk dari kajian para mujtahud atau fuqaha melalui intervensi rasio sehingga kebenarannya bersifat nisbi(relatif).
2.      Syariah mencerminkan keseragaman sedangkan fiqh mencerminkan keberagaman.
3.      Syariah bersifat otoritatif, sedangkan fiqh brsifat liberal.
4.      Syariah bersifat stabil (tidak mengalami perubahan), sedangkan fiqh mengalami perubahan perbandingan lurus dengan perubahan spasial dan temporal.
5.      Syariah bercorak idealistis sedangkan fiqh bercorak realistis.[13]
F. Persamaan  antara syari’ah,fiqih dan ushul fiqh
            Untuk mencari bagaimana persamaan antara fiqih,syari’ah dan ushul fiqh ,terlebih dahulu perlu digaaris bawahi poin pokok dari pengertian masing-masing.Arti menyeluruhnya ialah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh allah swt tentang tingkah laku manusia untuk mencapai kebahagian dunia akhirat.

BAB III
PENUTUP

  1. KESIMPULAN
Dari pembahasan pada makalah ini disimpulkan bahwa syari’ah adalah hukum dan aturan islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat manusia dan bersumber dari nash yang qar’i.Fiqih adalah aturan hukum islam yang bersumber dari nash yang zanini,sedangkan ushul fiqh adalah metode yang harus ditempuh oleh ahli fiqh dalam menetapkan hukum-hukum berdasarkan dalili-dalil.
  1. SARAN
Dari makalah yang Kami buat semoga menjadikan manfaat bagi kita semua. Namun, penulis menyadari pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaaan,masih banyak  terdapat kesalahan-kesalahan,baik dalam bahasanya,materi dan penyusunannya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun penulisan makalah ini.

                                                                                     


DAFTAR PUSAKA

  1. Suyatno.2011.Dasar-Dasar Ilmu Fiqih & Ushul Fiqih.Jogjakarta:Ar-Ruzz Media.
  2. Mukniah.2011.Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum.Jogjakarta:Ar-Ruzz Media.
  3. Ham, Mushadi.2000.Evolusi konsep sunnah.semarang:Aneka Ilmu.
  4. Zein, Satria Effendi M.2005.Ushul Fiqih.Jakarta:Kencana.
  5. Fzee, Asaf A.A.1981.Outlunes of Muhammad Law.Edisi IV.Bombay:Oxford University Press.
  6. Coulson, Noel J.1969.Conflict and tension in ISLAMIC Yurisprudence.Chicago:The University Of Chicago Press



[1] Musahadi Ham,Evolusi Konsep Sunnah(Semarang:Aneka Ilmu,2000),hlm.55-56
[2] Ibid, hlm. 41.
[3] Satria Effendi M. Zein, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 5.
[4] Ibid, hlm. 11
[5] Ahmad Warson Munawwir al-munawwir; kamus bahasa arab indonesia, (yogyakarta: pesantren al-Munawwir, 1984), hlm.1224
[6] Mustafa Ahmad al-zarqga “lamhat tarikhiyyat ‘an al-qawa’id alfiqhiyyat al-kulliyyat “dalam al-ayaikh Ahmad ibn al-syaikh Muhammad al-Zarqa, syarb al-qawa’id al-fiqhiyyat, (Damaskus; Dar al-Qalam, 1989), hlm.33.
[7] Muhammad shidqi Ibn al-bunru, al-Wajiz fi zidbab al-fiqh al-kulliyyat, (berikut:muassasah al-Risalah, 1983), hlm 13; dan lihat pula Ali Ahmad al-nadawi, al-Qawa’id al muhimmatuba,tatabiqatuba, (Damaskus:Dar al-Qalam, 1994), hlm.39.
[8] Ibid. Hlm.40.
[9] Muhammad shidqi Ibn Ahmad al-Burnu,loc.cit.
[10] Ibid, hlm.14.
[11] Ali Ahmad al-Nadawi, op.cit., hlm.43.
[12] Asaf A.A. Fzee, Outlines of Muhammadan Law, Edisi IV (Bombay: Oxford University Press, 1981). Hlm. 23-24, sebagaiman dikutip oleh Musahadi Ham, Evolusi Konsep. Hlm. 57.
[13] Noel J. Coulson, Conflict and Tension in ISLAMIC Yurisprudence (Chicago: The University of Chicago Press, 1969), HLM. 3-116, sebagaimana dikutip oleh Musahadi Ham, Evolusi Konsep. Hlm. 58.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar