BAB II
PEMBAHASAN
A. Syariah
1. Pengertian
Syari’ah islam adalah hukum
dan aturan islam yang mengtur seluruh sendi kehidupan umat islam . selain
berisi tentang hokum dan aturan , syari’ah juga berisi seluruh penyelesaian
masalah seluruh kehidupan ini . syari’ah islam merupakan panduan menyeluruh dan
sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini . Dasarnya
adalah firman Allah SWT dalam surat
Al-Jatsiyah(45)
Kemudian kami
jadikan kamu berada di atas suatu syari’at (peraturan ) dari urusan(agama itu)
maka ikutilah syari’at itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yag
tidak mengetahui .(QS Al-Jatsiyah(45) : 18 )
Syari’ah menurut istilah aturan atau undang-undang
Allah yang berisi tata cara pengaturan perilaku manusia dalam melakukan
hubungan dengan allah , sesame manusia, dan alam sekitarnya untuk mencapai
keridhaan Allah yaitu keselamatan dunia dan akhirat .
Terkait dengan susunan tertib syari’ah QS AL-azhab
(33) ayat 36 mengajarkan bahwa sekiranya
Allah dan Rasul-Nya sudah memutuskan suatu perkara ,maka umat islam tidah boleh
melakukan ketuntuan lain . oleh sebab itu , secara implisit dapat dipahami
bahwa jika terjadi suatu perkara yang Allah dan Rasul-Nya belum menetapkan
hukumnya , maka umat islam menentukan sendiri ketetapannya itu. Pemahaman makna
ini didukung oleh ayat dalam surah Al-Maidah (5)ayat101 menyatakan hal-hal yang
bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah dmaafkan oleh Allah .
Dengan demikian perkara yang dihadapi umat islam
dalam menjalani hidup beribadahnya kepada Allah itu dapat disederhanakan
menjadi : apa yang disebut dengan kategori asa syara’ dan perkara dalam
ketegori asas furu syara’
·
Asas
Syara’
Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya
dalam Al-qur’an dah Hadis . Kedudukannya sebagai pokok syari’at dalam islam dimana Al-Qur’an itu asas pertama
syara’ dan Hadis itu syara' kedua . Sifatnya , pada dasarnya mengikat umat
islam seluruh dunia dimana pun berada sejak zaman Rasulullah sampai akhir zaman
, kecuali dalam keadaan darurat .Keadaan darurat dalam istilah agama islam
dapat diartikan suatu keadaan dimana umat islam itu tidak mentaati syari’at
islam , ialah suatu keadaan terpaksa atau dalam keadaan membahayakan diri
secara lahir dan batin dan keadaan tersebut tidak terduga sebelumnya ,demikian
pula dalam memanfaatkan keadaan tersebut tidak berlebihan . jika keadaan
darurat tersebut berakhir maka segeralah kembali pada syari’at.
·
Asas Furu’ Syara’
yaitu perkara yang belum ada atau belum jelas
ketentuannya pada Al-Qur’an dan Hadis . Kedudukannya sebagai cabang dari
syariah islam . Sifatnya pada dasarnya tidak mengikat seluruh umat manusia
kecuali diterima ulil amri setempat menerima sebagai peraturan atau
perundang-undangan yang berlaku dalam wilayah kekuasaannya.
2. Tujuan
Mempelajari Syariah
Tujuan utama mempelajari syariah adalah untuk memberikan kesejahteraan,
kedamaian, ketenangan , dan kebahagiaan hidup manusia , baik di dunia maupun di
akhirat. Dalam kajian fiqih dan ushul fiqih , tujuan utama yang hendak dicapai
ketika mempelajari kaduanya adalah untuk mengetahui hukum syara’ (syari’at)
yang berkaitan dengan perbuatan manusia mukallaf (yang dibebani hukum) sehingga
diperoleh ketentuan apakah perbuatan itu dikehendaki diperbolehkan atau tidak
atau bagaimana suatu perbuatan bisa dibilang sah atau tidak .
Upaya untuk mengidentifikasi hukum syari’at
yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Sunnah senantiasa berkembang , meskipun
sumber utama yang digali itu tidak bertambah lagi hingga akhir zaman . Ini
tidak akan menjadi masalah karena dalam Al-Qur’an , di samping terdapat ayat yang bermakna
jelas dan pasti serta terperinci , namun tidak sedikit aya yang bersifat umum
dan global . Jenis ayat yang terkhir inilah yang menjadi “ladang” ijtihad para
intelektual muslim. Di lain pihak , dalam ayat-ayat lain diserukan kepad
manusia untuk senantiasa menggunkan daya pikirnya dan nalarnya untuk mengkaji
dan meneliti ayat-ayat Al-Qur’an.
3. Dasar-dasar Penetapan syariah Islam
·
Ibadah Khusus atau Ibadah Mahdlah
Yaitu ibadah yang pelaksanaannya telah
dicontohkn langsung oleh Nabi Muhammad SAW , seperti shalat ,puasa , dan haji . Dalam ibadah
seperti ini , seorang muslim tidak boleh mengurai atau menambah-nambah dari ap
saja yang telah diperintahkan Allah dan dicontohkan oleh Rasullah . Oleh karena
itu, melakukan peribadatan yang bersifat khusus ini harus mengikuti contoh
Rasulullah yang diperbolehkan melalui
ketentuan yang dimuat dalam hadis-hadis sahih . Satu kaidah yang sangat
penting dalam pelaksanaan ibadah ini adalah “semua haram , kecuali yang
diperintahkan oleh Allah dan dicontohkan Oleh Rasulullah” . Pekerjaan-pekerjaan
diluar ketentuan-ketentuan itu dianggap tidak sah atau batal atau dikenal
dengan nama bid’ah.
·
Ibadah
Umum atau Ibadah Mu’amalah
Yaitu bentuk peribadatan yang bersifat umum
dan dan pelaksanaannya tidak seluruhnya dicontohkan oleh Nabi SAW . Belau hanya
meletakkan prinsip-prinsip dasar , sadangkan pengembangannya diserahkan kepada
kemampuan dan daya jangkau pikir umat.
kaidah umum menyebutkan , “semua diperbolehkan , kecuali yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya “ . Ibadah umum mencakup aturan-aturan keprdataan , seperti hubugan yang menyangkut ekonomi, bisnis , utang piutang, pebankan, perkawinan, pewarisan dan sebagainya. Juga aturan publik ,seperti pidana, tata negara dll
kaidah umum menyebutkan , “semua diperbolehkan , kecuali yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya “ . Ibadah umum mencakup aturan-aturan keprdataan , seperti hubugan yang menyangkut ekonomi, bisnis , utang piutang, pebankan, perkawinan, pewarisan dan sebagainya. Juga aturan publik ,seperti pidana, tata negara dll
B.Fiqih
1. Pengertian
Kata fiqih berasal dari kata faqaha yang artinya paham
yang mendalam.Menurut ulama syafi’iyyah mendefinisikan fiqih sebagai ilmu
tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat praktis dari dalili-dalilnya yang
terperinci,yang mencakup empat kategori,yakni
al-‘ibadat,al-mu’amalat,al-munakahat, dan al’uqubat.[1]
Menurut ulama salaf fiqih terdiri dari enam bagian
sebagai berikut.
a. Bagian ibadah, yaitu suatu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang
dipakai untuk mendekatkan diri kepada allah swt danuntuk mengagungkan
kebesaran-Nya.
b. Bagian ahwal syakhshiyah yaitu suatu bagian yang membicarakan hukum-hukum
yang berhubungan dengan pembentukan dan pengaturan keluargan dan segala
akibatnya.
c. Bagian muamalah yaitu suatu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang mengatur
harta benda hak milik, akad ,kerjasama sesama orang ,ijarah,gadai,syirksh dan
kekuasaan.
d. Bagian hukum pidana yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan
kejahatan,pelanggaran,dan akibat-akibat hukumnya.
e. Bagian hukum acara yaitu hukum-hukum yang mengatur cara mengajukan perkara.
f. Bagian hukum perang yaitu hukum-hukum yang mengatur peperangan antar
bangsa,mengatur perdamain,piagam perjanjian,dokumen-dokumen dan hunungan umat
islam dengan umat lainnya.
Jadi ,fiqih adalah konsepsi-konsepsi yang
diperlukan oleh umat islam untuk mengatur kepentingan hidup mereka dalam segala
segi,memberikan dasar-dasar terhadap tata administrasi,perdagangan,politik,dan
peradaban.
C. Ushul
Fiqh
1. Pengertian
Untuk mengetahui
pengertian ushul fiqh, akan ditinjau dari dua segi, yakni pengertian secara
bahasa dan secara istilah. Kata ushl fiqh merupakan gabungan dari dua kata,
yakni ushul berarti pokok, dasar, fondasi. Yang kedua adalah fiqh yang berarti
paham yang mendalam(senagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya).
Kata ushul yang merupakan jamak dari kata ashal secara etimologi berarti
sesuatu yang menjadi dasar bagi yang lainnya. Arti etimologi ini tidak jauh
dari definitif dari kata ashal tersebut karena ilmu ushul fiqh itu adalah suatu
ilmu yangkepadanya didasarkan fiqh. Dengan demikian, secara istilah dapat
diartikan sebagai ilmu tenteng kaidah-kaidah yang membawa kepada usaha
merumuskan hukm syara’ dari dalilnya yang terperinci atau dalam artian
sederhana adalah kaidah-kaidah yang menjelaskan cara-cara mengeluarkan
hukum-hukum dari dalil-dalilnya.[2]
Selain itu ada definisi ushul fiqh
yang cukup komprehensif yang dikemukakan
oleh Abdullah bin Umar al-Baidawi, seorang ahli pengetahuan tentang dalil-dalil
fiqh secara global, cara menggali atau menarik hukum dari dalil-dalil itu, dan
tentang hal ikhwal pelaku istinbath.[3]
Adapun perbedaan nyata antara fiqh dan ushul fiqh adalah bahwa ushul fiqh
merupakan metode (cara) yang harus ditempuh olehahli fiqh dalam menetapkan
hukum-hukum syar’i berdasarkan dalil-dalil syar’i, sedangkan fiqh adalah hasil
hukum-hukum syar’i berdasarkan metode-metode tersebut.
2.
Objek Ushul Fiqh
Beradasarkan definisi yang
diungkapkan oleh Abdullah bin Umar al-Badawi maka dapat diartikan kesimpulan
bahwa sebenarnya ushul fiqh itu membahas hal-hal sebagai berikut:
a. Tentang
dalil-dalil fiqh secara global
Dalil
dalam hal ini adalah sesuatu yang memberi petunjuk kepada suatu hal yang lain
atau sesuatu yang bilamana dipikirkan secara benar akan menyampaikan seseorang
kepada kesimpulan yang dicari. Dalil itu sendiri dibagi menjadi dua macam,
yakni dali ijmali(dalil global) dan dalil tafsili(terperinci).
b. Tentang
cara mengambil atau menarik hukum ( istinbath) dari dalil-dalilnya.
Metode
istinbath yang dibahas dalam bagian ini adalah bagian dari metode-metode
istinbath secara keseluruhan. Karena, sebagian besar dari metode istinbath
telah tercakup dalam bagian pertama di atas. Bagian ini khuus membicarakan
tentang metode istinbath bilamana dalam pandangan mujtahid terjadi pertentangan
antara satu dalil dengan dalil yang lain. Atau dikenal dengan ta’arud
al-dalilah(dalil-dalil yang bertentangan) dan metode tarjih(cara mengetahui
mana dalil yang lebih kuat sehingga harus didahulukan)
c. Tentang
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan melakukan ijtihad,
tentang ijtihad itu sendiri dan hal-hal yang menjadi lapangannya.
Meskipun fiqh dan ushul fiqh sama-sama membahas
dalil-dalil syara’, namun memiliki objek yang dapat dibedakan. Objek fiqh
adalah hukum yang berhubungan dengan perbuatan manusia beserta dalil-dalilnya
yang terperinci, sedangkan objek uhul fiqh adalah mengenai metodologi penetapan
hukm-hukum tersebut. Pembahasan ushul fiwh bermuara pada hukum syara’ ditinjau
dari segi hakikatnya, kriterianya, dan macam-macamnya.
Objek ushul fiqh dapt diperinci menjadi empat[4]
bagian yaitu sebagai berikut:
1. Pembahasan
mengenai hukum syara’ dan yang berhubungan dengannya, seperti hakim.
2. Pembahasan
tentang sumber-sumber dan dalil-dalil hukum.
3. Pembahsan
tentang cara menggali dan menarik hukum dari sumber-sumber dan dalil-dalil itu.
4. Pembahasan
tentang ijtihad.
3.
Manfaat Mempelajari Ushul Fiqh
Tujuan ushuk fiqh menurut Abdul Wahab Khallaf adalah
menetapkan kaidah-kaidahnya dan teori-teorinya terhadap dalil-dalil yang rinci
untuk menghasilkan hukum syara’ yang ditunjuki dalil itu. Mempelajari ushul
fiqh mempunyai manfaat sebagai berikut:
1.
Seorang muslim
akan mengetahui dalil-dalil hukum syar’i dan cara mengambil ketentuan-ketentuan
hukum dari padanya. Dengan
demikian, seorang Muslim akan mampu melakukan sendiri mengambil
kesimpulan-kesimpulan hukum syara’ dari sumber asli, yakni Al-qur’an dan Sunnah
Rasul.
2.
Seseorang dapat
mengembalikan kesimpulan-kesimpulan hukum syara’ yang dijumpai pada
sumber-sumber pengambilannya. Dengan demikian, orang tersebut akan dapat
mengamalkan hukum syara’ tidak hanya sebagai orang yang bertaqlid kepada orang
lain tanpa mengetahui sumber pengambilannya.
3.
Memungkinkan
mengetahui dasar-dasar mujtahid masa silam dalam membentuk pendapt fiqihnya.
Dengan demikian, akan dapat mengerti betul secara mendalam sehingga dengan itu
dapat diketahui sejauh mana kebenaran pendapat-pendapat yang berkembang di
dunia Islam. Pengetahuan ini akan mengantarkan kepada ketenangan mengamalkan
pendapat-pendapat mereka. Bahkan, para ulama mazhab melarang seseorang
bertaqlid buta kepada mereka.
Ushul
fiqh ini dibentuk dan berisikn metode-metode yang didasarkan pada apa yang
telah dilakukan generasi sebelumnya, yakni generasi sahabat, dalam menetapkan
hukum.
D. PENGERTIAN KAIDAH FIQIH
Kaidah secara bahasa dijelaskan oleh Ahmad Warson Munawwir, adalah alasas
(dasar, asas, dan fondasi), al-qonun (peraturan dan qaidah dasar), al-mabda’
(prinsip), al-nasaq (metode atau cara)[5]. Al-Syaikh
Ahmad bin al-Syaikh Muhammad al-zarqa , Menjelaskan bahwa arti kaidah
secara bahasa adalah al asas[6].
Baik sebagai asa konkret (inderawi) maupun yang abstrak (inderawi).[7]
Diantara arti kaidah yang menunjukkan arti asa yang kokret adalah firman Allah:
وا ذ يرفع
ابراهيم القواعد من البيت و ا سما عيل ربنا تقبل من انك انت السميع العليم (البقرة
:127 )
Dan (ingatlah), ketika ibrahim
meninggikan (membina) dasar-dasar baitullah bersama ismail (seraya berdo’a):
“Ya Tuhan kami,terimalah amalan kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan
Maha Mengetahui.
فأ تى ا لله بينهم من
القواعد...(النحل:26)
....Allah menghancurkan
rumah-rumah mereka dari fondasinya....
Dua ayat Al-aqur’an diatas
menunjukkan salah satu arti dari kaidah, yaitu al-asas atau fondasi. Ulama
berbeda dalam meredaksikan definisi kaidah secara istilah. Paling tidak, ulama
ahli nahw berbeda pendapat dengan ulama’ ahli fiqih dan ahli usul dalam
menentukan redaksi definisi secara istilah. Ulama ahli nahw berpendapat bahwa
kaidah semakna dengan al-dhabtib, yaitu;[8]
قضية
كلية منطبقة علي جميع جز ئياتهما
‘’Aturan-aturan uum yang
mencakup semua bagiannya’’
Ulama usul
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kaidah adalah:[9]
حكم كلي علي جميع جزئياته
لتعريف احكامهامنه
‘’peraturan umum yang mencakup pada semua bagiannya supaya
diketahui hukum-hukumnya berdasarkan aturan umum tersebut’’
Sedangkan ulama
fiqih berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kaidah adalah;[10]
حكم اغلبي او اكثر ي ينظبق علي معظم جزئيته لتعريف احكامها منها
‘’Aturan pada umumnya atau kebanyakan yang membawahi
bagian-bagiannya umtuk mengetahui hukum-hukum yang dicakupnya berdasarkan
aturan umum tersebut’.
Pengertian fiqih kaidah fiqihsecara istilah adalah;[11]
حكم شرعي في قضية اغلبية يتعرف منها احكام ما دخل تحتها.
‘’Patokan hukum dalam aturan yang bersifat padaumumnya;dari
aturan tersebut dapat diketahui hukum-hukum sesuatu yang berada dibawah
cakupannya’’.
مجموعة الأحكام المتشابهة التي ترجع الي قياس واحديجمعها
‘’kumpulan hukum-hukum yang serupa yang kembali pada qiyas yang
mengumpulknnya’’
Dari pengertian di atas, dapat diketahui hal-hal sebagai berikut;
1.kaidah adalah ugeran atau patokan umum yang dijadikan dasar untuk
emnentukan hukum bagi persoalan-persoalan yang belum diketahui hukumnya.
2.kaidah bersifat aglabiyat, aktsariyat atau pada umumnya. Oleh
karena itu, setiap kaidah mempunyai pengecualian-pengecualian (al-mustasnayat).
3.tujuan pembentukan kaidah fiqihadalah agar ulama, hakim (qadbi),
dan mufti, memperoleh kemudahan dalam menyelesaikan suatu sengketa atau
kasus-kasus di masyarakat.
E. Perbedaan Antara Syariah, Fiqh,
dan Ushul Fiqh
Asaf A.A. Fyzee menguraikan
perbedaan antara syariah dengan fiqh adalah sebagai berikut:
1.
Syariah
mempunyai ruang lingkup yang lebih luas meliputi seluruh aspek kehidupan
manusia. Sementara fiqh memiliki cakupan lebih sempit, yakni hanya menyangkut
hal-hal yang pada umumnya dipahami sebagai aturan-aturan hukum.
2.
Syariah selalu
mengingatkan kita kepada wahyu dan hanya diperoleh lewat Al-Qurandan hadist.
Sementara fiqh lebih menekankan pada kemampuan penalaran.
3.
Garis syariah
ditentukan oleh Tuhan dan Nabi-Nya, edangkan fiqh didirikan atas usaha manusia.
4.
Dalam fiqh suatu
perbuatan langsung diberikan kualifikasi sah atau tidak sah, boleh atau tidak
boleh, sementara dalam syariah terdapat tingkatan-tingkatan yang bervariasi
mengenai diperbolehkan atau tidaknya.
5.
Fiqh adalah
terminologi tentang hukum sebagai suatu ilmu, sementara syariah lebih merupakan
perintah Ilahi yang harus diikuti.[12]
Sementara
itu, dari perspektif lain, Noel J. Coulson merumuskan perbedaan anatara syariah
dan fiqh sebagai berikut:
1.
Syariah
diturunkan oleh Allah (sebagai al-syari’) berupa wahyu sehingga bersifat mutlak
(absolut), sedangkan fiqh merupakan produk dari kajian para mujtahud atau
fuqaha melalui intervensi rasio sehingga kebenarannya bersifat nisbi(relatif).
2.
Syariah
mencerminkan keseragaman sedangkan fiqh mencerminkan keberagaman.
3.
Syariah bersifat
otoritatif, sedangkan fiqh brsifat liberal.
4.
Syariah bersifat
stabil (tidak mengalami perubahan), sedangkan fiqh mengalami perubahan
perbandingan lurus dengan perubahan spasial dan temporal.
5.
Syariah bercorak
idealistis sedangkan fiqh bercorak realistis.[13]
F. Persamaan antara syari’ah,fiqih dan ushul fiqh
Untuk
mencari bagaimana persamaan antara fiqih,syari’ah dan ushul fiqh ,terlebih
dahulu perlu digaaris bawahi poin pokok dari pengertian masing-masing.Arti
menyeluruhnya ialah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh allah swt tentang
tingkah laku manusia untuk mencapai kebahagian dunia akhirat.
BAB III
PENUTUP
- KESIMPULAN
Dari
pembahasan pada makalah ini disimpulkan bahwa syari’ah adalah hukum dan aturan
islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat manusia dan bersumber dari
nash yang qar’i.Fiqih adalah aturan hukum islam yang bersumber dari nash yang
zanini,sedangkan ushul fiqh adalah metode yang harus ditempuh oleh ahli fiqh
dalam menetapkan hukum-hukum berdasarkan dalili-dalil.
- SARAN
Dari makalah yang Kami buat
semoga menjadikan manfaat bagi kita semua. Namun, penulis menyadari pembuatan
makalah ini masih
jauh dari kesempurnaaan,masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan,baik dalam bahasanya,materi dan penyusunannya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun penulisan makalah ini.
DAFTAR PUSAKA
- Suyatno.2011.Dasar-Dasar Ilmu Fiqih & Ushul Fiqih.Jogjakarta:Ar-Ruzz Media.
- Mukniah.2011.Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum.Jogjakarta:Ar-Ruzz Media.
- Ham, Mushadi.2000.Evolusi konsep sunnah.semarang:Aneka Ilmu.
- Zein, Satria Effendi M.2005.Ushul Fiqih.Jakarta:Kencana.
- Fzee, Asaf A.A.1981.Outlunes of Muhammad Law.Edisi IV.Bombay:Oxford University Press.
- Coulson, Noel J.1969.Conflict and tension in ISLAMIC Yurisprudence.Chicago:The University Of Chicago Press
[1]
Musahadi Ham,Evolusi Konsep
Sunnah(Semarang:Aneka Ilmu,2000),hlm.55-56
[2]
Ibid, hlm. 41.
[3]
Satria Effendi M. Zein, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 5.
[4]
Ibid, hlm. 11
[5]
Ahmad Warson Munawwir al-munawwir; kamus bahasa arab indonesia, (yogyakarta:
pesantren al-Munawwir, 1984), hlm.1224
[6]
Mustafa Ahmad al-zarqga “lamhat tarikhiyyat ‘an al-qawa’id alfiqhiyyat
al-kulliyyat “dalam al-ayaikh Ahmad ibn al-syaikh Muhammad al-Zarqa, syarb
al-qawa’id al-fiqhiyyat, (Damaskus; Dar al-Qalam, 1989), hlm.33.
[7]
Muhammad shidqi Ibn al-bunru, al-Wajiz fi zidbab al-fiqh al-kulliyyat,
(berikut:muassasah al-Risalah, 1983), hlm 13; dan lihat pula Ali Ahmad
al-nadawi, al-Qawa’id al muhimmatuba,tatabiqatuba, (Damaskus:Dar al-Qalam,
1994), hlm.39.
[8]
Ibid. Hlm.40.
[9]
Muhammad shidqi Ibn Ahmad al-Burnu,loc.cit.
[10]
Ibid, hlm.14.
[11]
Ali Ahmad al-Nadawi, op.cit., hlm.43.
[12]
Asaf A.A. Fzee, Outlines of Muhammadan Law, Edisi IV (Bombay: Oxford University
Press, 1981). Hlm. 23-24, sebagaiman dikutip oleh Musahadi Ham, Evolusi Konsep.
Hlm. 57.
[13]
Noel J. Coulson, Conflict and Tension in ISLAMIC Yurisprudence (Chicago: The
University of Chicago Press, 1969), HLM. 3-116, sebagaimana dikutip oleh
Musahadi Ham, Evolusi Konsep. Hlm. 58.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar