Rabu, 29 Juli 2015

Teori belajar



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1     Apa pengertian dari teori belajar?
1.2.2     Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi teori belajar?
1.2.3     Bagaimana teori belajar dalam pandangan aliran behavioristik?
1.2.4     Bagaimana teori belajar menurut aliran kognitif?
1.3  Tujuan
1.3.1     Untuk mengetahui pengertian dari teori belajar
1.3.2     Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi teori belajar
1.3.3     Untuk mengetahui teori belajar dalam pandangan aliran behavioristic
1.3.4     Untuk mengetahui teori belajar menurut aliran kognitif
 BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Belajar
Pengertian teori menurut beberapa ahli yaitu :
a.    Jonathan H. Turner
Teori adalah sebuah proses mengembangkan ide-ide yang membantu kita menjelaskan bagaimana dan mengapa suatu peristiwa terjadi.
b.   Little John & Karen Foss
Teori merupakan sebuah sistem konsep yang abstrak dan hubungan-hubungan konsep tersebut yang membantu kita untuk memahami sebuah fenomena.
c.    Kerlinger
Teori adalah konsep-konsep yang berhubungan satu sama lainnya yang mengandung suatu pandangan sistematis dari suatu fenomena.
d.   Nazir
Teori adalah pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa atau kejadian.
e.    Stevens
Teori adalah suatu pernyataan yang isinya menyebabkan atau mengkarakteristikkan beberapa fenomena.
Teori merupakan kumpulan prinsip-prinsip (principles) yang disusun secara sistematis. Prinsip tersebut berusaha menjelaskan hubungan-hubungan antara fenomena-fenomena yang ada. Setiap teori akan mengembangkan konsep-konsep yang digunakan sebagai simbol fenomena tertentu.
Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang mengindikasikan adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga bisa dikatakan bahwa suatu teori adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk mengatur pengetahuan dan menyediakan suatu cetak baru untuk melakukan beberapa tindakan selanjutnya.
Pengertian belajar menurut para ahli yaitu:
a.    Witherington
Belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan.
b.   Hilgard
Belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi.
c.    Di Vesta dan Thompson
Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman.
d.   Gage & Berliner
Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul karena pengalaman.
e.    James O. Whittaker
Belajar adalah Proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
Secara umum belajar adalah sebuah proses perubahan dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan kemampuan-kemampuan yang lain.
Teori belajar merupakan suatu kegiatan seseorang untuk mengubah perilaku mereka. Seluruh kegiatan belajar selalu diikuti oleh perubahan yang meliputi kecakapan, keterampilan dan sikap, pengertian dan harga diri, watak, minat, penyesuaian diri dan lain sebagainya.Perubahan tersebut meliputi perubahan kognitif, perubahan afektif, dan perubahan psikomotorik.
2.2 Faktor-Faktor  yang Mempengaruhi Teori Belajar
a. Faktor Internal Siswa
1)      Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan denan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam.Pertama, keadaan tonus jasmani.Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan  belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.
Cara untuk menjaga kesehatan Jasmani antara lain adalah:
1. Menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh, karena kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan tubuh cepat lelah, lesu, dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk belajar.
2. Rajin berolahraga agar tubuh selalu bugar dan sehat, dan
3. Istirahat yang cukup dan sehat.
Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama panca indera. Panca indera yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula.
2)      Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi  proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama memengaruhi proses belajar adalah sebagai berikut:
a)      Kecerdasan / Inetelegensi Siswa
Pada umumnya, kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh lainnya.Akan tetapi, peran otak yang berkaitan dengan kecerdasan (intelegensi) manusia lebih menonjol daripada peran organ-organ lainnya, lantaran otak merupakan “menara pengontrol” hamper seluruh aktivitas manusia.
Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.Semakin tinggi kemampuan intelegensi siswa, maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses.Begitu juga sebaliknya.
b)      Motif
Motif merupakan hal yang penting dalam manusia bertindak. Dengan motif yang kuat, individu akan berusaha untuk menghadapi tugas yang telah ditentukan. Apabila anak mempunyai motif yang cukup kuat untuk belajar maka ia akan berusaha agar dapat belajar dengan sebaik-baiknya. Motif ini akan cukup kuat apabila individu mempunyai kesadaran akan makna dan tujuan dari apa yang dilakukannya. Oleh karena itu harus ditanamkan kepada anak apa kegunaan belajar.
c)      Bakat
Secara umum,  bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorangyang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kernungkinan besar ia akan berhasil.Misalnya, siswa yang berbakat di bidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa lain selain bahasanya sendiri.
d)     Minat
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.Minat dapat memengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang studi tertentu. Umpamanya, seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap matematika akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya. Kemudian karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa tadiuntuk belajar lebih giat, dan akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan.
e)      Sikap
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon (response tendency) dengan cara yang relative tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya., baik secara positif ataupun negatif. Sikap (attitude) siswa yang positif, pertanda yang baik bagi proses belajar siswa tersebut.
f)       Motivasi
Motivasi adalah keadaan internal organisme (baik manusia ataupun hewan) yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu.Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah.
Motivasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar.Termasuk dalam motivasi intrinsik siswa adalah perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut.Adapun motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar.Seperti pujian dan hadiah, peraturan sekolah, suri teladan orangtua dan guru.
b.      Faktor Eksternal Siswa
1)      Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial sekolah seperti guru, para tenaga kependidikan (kepala sekolah dan wakil-wakilnya) dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi semangat belajar seorang siswa.Selanjutnya, yang termasuk lingkungan sosial siswaadalah masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut.Namun lingkungan sosial yang banyak memengaruhi kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri.
2)      Lingkungan Nonsosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa.Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.
3)      Faktor Pendekatan Belajar
Pendekatan belajar berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan proses pembelajaran seseorang. Selain pendekatan, gaya belajar termasuk ke dalam faktor struktural. Setiap orang memiliki gaya belajar yang unik. Gaya ini yang khas sebagaimana tanda tangan.[1]
2.3 Aliran dalam Teori Belajar
(1)   Aliran Behavioristik
Beberapa teori belajar dari psikologi behavioristik dikemukakan oleh para psikologi behavioristik.Mereka ini sering kali disebut “contemporary behaviorists” atau juga disebut “S-R psychologists”.Mereka berpendapat, bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan.Dengan demikian, dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behaviorial dengan stimulasinya.
Guru-guru yang menganut pandangan ini berpendapat, bahwa tingkah laku murid-murid merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang, dan mengetahui segenap tingkah laku adalah merupakan hasil belajar.Kita dapat menganalisis kejadian tingkah laku dengan jalan mempelajari latar belakang penguatan (reinforment) terhadap tingkah laku tersebut.
a.       Teori-Teori yang Mengawali Perkembangan Psikologi Behavioristik
Psikologi aliran behavioristik mulai mengalami perkembangan dengan lahirnya teori-teori tentang belajar yang dipelopori oleh Thomdike, Paviov, Wabon, dan Ghutrie.Mereka masing-masing telah mengadakan penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang berharga mengenai hal belajar.
Pada mulanya, pendidikan dan pengajaran di Amerika Sekirat didominasi oleh pengaruh dari Thomdike (1874-1949). Teori belajar Thomdike disebut “connectionsm”, karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respon. Teori ini sering pula disebut “trial-and error learning” Induvidu yang belajar melakukan kegiantan melalui proses “trial-and-error” dalam rangka memilih respon yang tepat bagi stimulus tertentu.
Thomdike mendasarkan teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku berbagai binatang antara lain kucing, tingkah laku anak-anak dan orang dewasa.
Objek penelitian dihadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan membiarkan objek melakukan berbagai aktivitas untuk merespon situasi itu. Dalam hal itu, objek mencoba berbagai cara bereaksi sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi suatu reaksi dengan stimulasinya. Ciri-ciri belajar dengan “trial-and-error” yaitu:
(1)    ada motif pendorong aktivitas;
(2)    ada berbagai respon terhadap situasi;
(3)    ada elimenasi respon-respon yang gagal/salah; dan
(4)    ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.
Dari penelitiannya itu, Thomdike menemukan hukum-hukum:
1)      Law of rediness”, jika reaksi terhadap stimulus didukung oleh kesiapan untuk bertindak atau bereaksi itu, maka reaksi menjadi memuaskan.
2)      Law ot exercise”, makin banyak dipraktekkan atau digunakannya hubungan stimulus respon, makin kuat hubungan itu. Praktek perlu disertai dengan “reward
3)      Law of effect”; bilamana terjadi hubungan antara stimulus dan respon, dan dibarengi dengan “ state of affairs” yang memuaskan, maka hubungan itu menjadi lebih kuat. Bilamana hubungan dibarengi “ state of affairs” yang mengganggu, maka kekuatan hubungan menjadi berkurang.
Sementara Thomdike mengadakan penelitiannya, di Rusia Ivan Palvov (1849-1936) juga menghasilkan teori belajar yang disebut “classical conditioning” atau “stimulus substitution”.
b.      Skinner’s Operant Conditioning
Seperti halnya Thomdike, Skinner menganggap “reward” atau “reinforment” sebagai faktor terpenting dalam proses belajar. Skinner berpendapat,  bahwa tujuan psikologi adalah meramal dan mengontrol tingkah laku.
Skinner membagi dua jenis respon dalam belajar, yakni:
1)      Respondents : respon yang terjadi karena stimuli khusus misalnya Palvov.
2)      Operants : respon yang terjadi karena situasi random.
Perbedaan penting antara Palvov’s classical conditioningdan  Skinner’soperant conditioning ialah dalam classical conditioning, akibat-akibat suatu tingkah laku itu. Reinforment tidak diperlukan karena stimulinya menimbulkan respons yang diinginkan.
Operants conditioning, suatu situasi belajar dimana suatu respons di buat lebih kuat akibat reinforment langsung.
Dalam pengajaran, operants conditioning menjamin respon-respon terhadap stimuli.Apabila murid tidak menunjukkan reaksi-reaksi terhadap stimuli, guru tidak mungkin dapat membimbing tingkah lakunya kearah tujuan behavior. Guru berperanan penting didalam kelas untuk mengontrol dan mengarahkan kegiatan belajar kea rah tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.
Jenis-Jenis Stimuli :
1)      Positive reinforment: penyajian stimuli yang meningkatkan probabilitas suatu respons.
2)      Negative reinforment: pembatasan stimuli yang tidak menyenangkan, yang jika dihentikan akan mengakibatkan probabilitas respon.
3)      Hukuman: pemberian stimulus yang tidak menyenangkan misalnya “contraction or reprimand.” Bentuk hukuman lain berupa penangguhan stimulus yang menyenangkan (removing a pleasant or reinforcing stimulus).
4)      Primary reinforment: stimuli pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fisiologis.
5)      Secondary or learned reinforment.
6)      Modifikasi tingkah laku guru: perlakuan guru terhadap murid-murid berdasarkan minat dan kesenangan mereka.
Penjadwalan Reinforment
Jadwal reinforment menguraikan tentang kapan dan bagaimana suatu respon diberbuat? Ada empat cara penjadwalan reinforment:
1.   Fixed-ratio schedule”; Yang di dasarkan pada penyajian bahan pelajaran, yang mana pemberi reinforment baru memberikan penguatan respons setelah terjadi jumlah tertentu dari respon.
2.   Variabel ratio schedule”; yang didasarkan atas penyajian bahan pelajaran dengan penguat setelah jumlah rata-rata respon.
3.   Fixed-interval schedule”; yang didasarkan atas satuan waktu tetap diantara “reinforments”.
4.   Variabel interval schedule”; pemberian reinforment menurut respon betul yang pertama setelah terjadi kesalahan-kesalahan respon.
(2)   Aliran Kognitif
Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan  proses belajar daripada hasil belajar. Belajar bukan sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon tetapi juga memerlukan proses berpikir yang kompleks. Pada masa-masa awal perkembangan teori kognitif, para pendukung teori ini  berusaha menjelaskan bagaimana peserta didik mengolah stimulus sehingga dapat memberikan respon tertentu. Dalam hal ini, pengaruh teori tingkah laku masih ikut  berperan. Namun lambat laun, pengaruh tersebut bergeser dan lebih terpusat pada  proses bagaimana suatu pengetahuan dan keterampilan yang baru dapat berasimilasi dengan pengetahuan sebelumnya yang telah dimiliki oleh peserta didik.
Menurut teori belajar kognitif, ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang individu terbangun melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan dengan terpisah-pisah melainkan berlangsung melalui proses yang terus-menerus dan menyeluruh. Ibarat seseorang yang memainkan musik, ia tidak memahami not-not balok yang terpampang di partitur sebagai informasi yang saling lepas berdiri sendiri, tetapi sebagai satu kesatuan yang secara utuh masuk ke pikiran dan perasaannya.
1.      Piaget
Menurut Jean Piaget menyatakan bahwa proses belajar terdiri dari tiga tahapan, yakni (1) asimilasi (2) akomodasi (3) equilibrasi (penyeimbangan). Asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah  proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Sedangkan proses equilibrasi merupakan penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Agar peserta didik dapat mengembangkan pemahamannya sekaligus menjaga stabilitas mentalnya, maka diperlukan proses penyeimbangan.
2.      Ausubel
Menurut Ausubel (1968). Siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut “pengatur kemajuan (belajar)” (Advance Organizers) didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa.
Ausubel percaya bahwa “advance organizers” dapat memberikan tiga macam manfaat, yakni:
a)      Dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan dipelajari oleh siswa
b)      Dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipelajari siswa “saat ini” dengan apa yang “akan” dipelajari siswa sedemikian rupa sehingga
c)      Mampu membantu siswa untuk memahami bahan belajar
Oleh karena itu, pengetahuan guru terhadap isi mata pelajaran harus baik. Hanya dengan demikian seorang pendidik akan mampu menemukan informasi yang menurut Ausubel sangat “abstrak, umum, dan inklusif”, yang mewadahi apa yang akan diajarkan itu. Selain itu, logika berpikir guru juga dituntut sebaik mungkin. Tanpa logika berpikir yang baik, guru akan kesulitan memilah-milah materi, merumuskannya dengan singkat dan padat, serta menyajikan materi demi materi itu ke dalam struktur urutan yang logis dan mudah dipahami.
3.      Bruner
Brunner mengusulkan suatu teori yang disebut free discovery learning. Menurut teori ini, proses belajar akan dapat berlangsung dengan baik dan kreatif, efektif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan termasuk konsep, teori, definisi, dsan sebagainya melalui contoh-contoh yang menggambarkan atau mewakili aturan yang menjadi sumbernya. Dengan kata lain, siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum. Untuk memahami konsep kejujuran, misalnya, siswa pertama-tama tidak menghafal definisi kata kejujuran, tetapi mempelajari contoh-contoh konkret tentang kejujuran.Dari contoh-contoh itulah siswa dibimbing untuk mendefinisikan kata “kejujuran”.
Lawan dari pendekatan ini disebut “belajar ekspositori” (belajar dengan cara menjelaskan). Dalam hal ini, siswa disodori sebuah informasi umum dan diminta untuk menjelaskan informasi ini melalui contoh-contoh khusus dan konkret.Dalam contoh di atas, maka siswa pertama-tama diberi definisi tentang kejujuran, dan dari definisi itulah siswa diminta untuk mencari contoh-contoh konkret yang dapat menggambarkan makna kata tersebut. Proses belajar ini jelas berjalan secara deduktif.[2]
2.4  Aplikasi Teori Belajar
a.       Aplikasi Teori Belajar Behavioristik
Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.Teori behavioristik dengan modal hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respons atau perilaku tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila berikan reinforcemnt, dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Istilah-istilah seperti hubungan stimulus-respon, individu atau siswa pasif, perilakusebagai hasil belajar yang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yanag sangat penting dalam pembelajarn di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyalenggaran pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok bermain, Taman Kanak-kanak, Sekolah-Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.
Apabila teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dai beberapa hal seperti; tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tidak berubah.Pengetahuan telah tersetruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedang mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau siswa. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melaluai proses berfikir yang dapat dianalisis dan dipilih, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berfikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.
Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada didunia nyata telah terstruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dahulu secara ketat.Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikatagorikan sebagai kesalahan yang perlu diukum, dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikatagorikan sebagai bentuk  prilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar.Siswa atau peserta didik adalah objek yang harus diperilakukan sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar dari siswa.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedang belajar sebagai aktivitas “mimetic”, yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampilan yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian keseluruhan.Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut.Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut satu jawaban benar.Maksudnya, bila siswa menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran.Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual.


b.      Aplikasi Teori Belajar Kognitif
Aplikasi teori belajar kognitif:
1)             Keterlibatan siswa secara aktif amat dipentingkan
2)             Untuk meningkatkan minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.
3)             Materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks.
4)             Perbedaan individu pada siswa perlu diperhatikan karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilanbelajar.
BAB III
KESIMPULAN
1.      Teori belajar merupakan suatu kegiatan seseorang untuk mengubah perilaku mereka. Seluruh kegiatan belajar selalu diikuti oleh perubahan yang meliputi kecakapan, keterampilan dan sikap, pengertian dan harga diri, watak, minat, penyesuaian diri dan lain sebagainya. Perubahan tersebut meliputi perubahan kognitif, perubahan afektif, dan perubahan psikomotorik.
2.      Faktor-faktor yang memengaruhi teori belajar ada dua, yaitu faktor internal siswa (meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis) dan faktor eksternal siswa (meliputi lingkungan sosial, lingkungan nonsosial, dan faktor pendekatan belajar).
3.      Para psikologi behavioristik berpendapat, bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian, dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behaviorial dengan stimulasinya.
4.      Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan  proses belajar daripada hasil belajar. Belajar bukan sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon tetapi juga memerlukan proses berpikir yang kompleks.Menurut teori belajar kognitif, ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang individu terbangun melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan dengan terpisah-pisah melainkan berlangsung melalui proses yang terus-menerus dan menyeluruh.

DAFTAR PUSTAKA

Mahmud. 2010. PSIKOLOGI PENDIDIKAN. Bandung: CV Pustaka Setia
Uno, Hamzah B. 2006. orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara



[1] Dr. H. Mahmud, M.Si. PSIKOLOGI PENDIDIKAN. (Bandung: CV Pustaka Setia. 2010), hal. 102
[2]Dr. Hamzah B. Uno, M.Pd. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), Hlm. 10-13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar