BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Apa
pengertian dari teori belajar?
1.2.2
Apa
saja faktor-faktor yang memengaruhi teori belajar?
1.2.3
Bagaimana
teori belajar dalam pandangan aliran behavioristik?
1.2.4
Bagaimana
teori belajar menurut aliran kognitif?
1.3
Tujuan
1.3.1
Untuk
mengetahui pengertian dari teori belajar
1.3.2
Untuk
mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi teori belajar
1.3.3
Untuk
mengetahui teori belajar dalam pandangan aliran behavioristic
1.3.4
Untuk
mengetahui teori belajar menurut aliran kognitif
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Teori Belajar
Pengertian teori menurut beberapa ahli yaitu :
a. Jonathan H.
Turner
Teori adalah sebuah proses mengembangkan
ide-ide yang membantu kita menjelaskan bagaimana dan mengapa suatu peristiwa
terjadi.
b. Little John
& Karen Foss
Teori merupakan sebuah sistem konsep yang
abstrak dan hubungan-hubungan konsep tersebut yang membantu kita untuk memahami
sebuah fenomena.
c. Kerlinger
Teori adalah konsep-konsep yang berhubungan
satu sama lainnya yang mengandung suatu pandangan sistematis dari suatu
fenomena.
d. Nazir
Teori adalah pendapat yang dikemukakan sebagai
keterangan mengenai suatu peristiwa atau kejadian.
e. Stevens
Teori adalah suatu pernyataan yang isinya
menyebabkan atau mengkarakteristikkan beberapa fenomena.
Teori merupakan
kumpulan prinsip-prinsip (principles) yang disusun secara sistematis. Prinsip
tersebut berusaha menjelaskan hubungan-hubungan antara fenomena-fenomena yang
ada. Setiap teori akan mengembangkan konsep-konsep yang digunakan sebagai
simbol fenomena tertentu.
Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep
abstrak yang mengindikasikan adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut
yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga bisa dikatakan bahwa
suatu teori adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk mengatur pengetahuan
dan menyediakan suatu cetak baru untuk melakukan beberapa tindakan selanjutnya.
Pengertian belajar
menurut para ahli yaitu:
a.
Witherington
Belajar
merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola
respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan
kecakapan.
b.
Hilgard
Belajar adalah
proses dimana suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap
sesuatu situasi.
c.
Di Vesta dan Thompson
Belajar adalah
perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman.
d.
Gage & Berliner
Belajar adalah
suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul karena pengalaman.
e.
James O. Whittaker
Belajar
adalah Proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau
pengalaman.
Secara
umum belajar adalah sebuah proses
perubahan dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam
bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan
kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir,
dan kemampuan-kemampuan yang lain.
Teori belajar merupakan suatu kegiatan seseorang untuk mengubah
perilaku mereka. Seluruh kegiatan belajar selalu diikuti oleh perubahan yang
meliputi kecakapan, keterampilan dan sikap, pengertian dan harga diri, watak,
minat, penyesuaian diri dan lain sebagainya.Perubahan tersebut meliputi
perubahan kognitif, perubahan afektif, dan perubahan psikomotorik.
2.2 Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Teori Belajar
a. Faktor Internal Siswa
1)
Faktor
Fisiologis
Faktor
fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan denan kondisi fisik individu. Faktor-faktor
ini dibedakan menjadi dua macam.Pertama, keadaan tonus jasmani.Keadaan tonus
jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi
fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan
belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan
menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena keadaan tonus
jasmani sangat memengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha untuk menjaga
kesehatan jasmani.
Cara untuk menjaga kesehatan Jasmani antara
lain adalah:
1. Menjaga pola makan yang sehat dengan
memerhatikan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh, karena kekurangan gizi atau
nutrisi akan mengakibatkan tubuh cepat lelah, lesu, dan mengantuk, sehingga
tidak ada gairah untuk belajar.
2.
Rajin berolahraga agar tubuh selalu bugar dan sehat, dan
3.
Istirahat yang cukup dan sehat.
Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis.
Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh manusia
sangat memengaruhi hasil belajar, terutama panca indera. Panca indera yang
berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula.
2)
Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan
psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Beberapa
faktor psikologis yang utama memengaruhi proses belajar adalah sebagai berikut:
a)
Kecerdasan / Inetelegensi Siswa
Pada umumnya, kecerdasan diartikan sebagai
kemampuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsangan atau menyesuaikan diri
dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya
berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh lainnya.Akan
tetapi, peran otak yang berkaitan dengan kecerdasan (intelegensi) manusia lebih
menonjol daripada peran organ-organ lainnya, lantaran otak merupakan “menara
pengontrol” hamper seluruh aktivitas manusia.
Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) sangat
menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.Semakin tinggi kemampuan
intelegensi siswa, maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses.Begitu
juga sebaliknya.
b)
Motif
Motif
merupakan hal yang penting dalam manusia bertindak. Dengan motif yang kuat,
individu akan berusaha untuk menghadapi tugas yang telah ditentukan. Apabila
anak mempunyai motif yang cukup kuat untuk belajar maka ia akan berusaha agar
dapat belajar dengan sebaik-baiknya. Motif ini akan cukup kuat apabila individu
mempunyai kesadaran akan makna dan tujuan dari apa yang dilakukannya. Oleh
karena itu harus ditanamkan kepada anak apa kegunaan belajar.
c)
Bakat
Secara umum, bakat (aptitude)
didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2003). Berkaitan dengan
belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang
dimiliki seorang siswa untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan
seseorangyang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar
seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang
dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga
kernungkinan besar ia akan berhasil.Misalnya, siswa yang berbakat di bidang
bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa lain selain bahasanya
sendiri.
d)
Minat
Secara sederhana, minat (interest) berarti
kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap
sesuatu.Minat dapat memengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam
bidang-bidang studi tertentu. Umpamanya, seorang siswa yang menaruh minat besar
terhadap matematika akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa
lainnya. Kemudian karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi
itulah yang memungkinkan siswa tadiuntuk belajar lebih giat, dan akhirnya
mencapai prestasi yang diinginkan.
e)
Sikap
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi
afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon (response tendency)
dengan cara yang relative tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya.,
baik secara positif ataupun negatif. Sikap (attitude) siswa yang
positif, pertanda yang baik bagi proses belajar siswa tersebut.
f)
Motivasi
Motivasi adalah keadaan internal organisme
(baik manusia ataupun hewan) yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu.Dalam
pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk
bertingkah laku secara terarah.
Motivasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu
motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.Motivasi intrinsik adalah hal dan
keadaan yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat mendorongnya melakukan
tindakan belajar.Termasuk dalam motivasi intrinsik siswa adalah perasaan
menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut.Adapun motivasi
ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang
juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar.Seperti pujian dan hadiah,
peraturan sekolah, suri teladan orangtua dan guru.
b.
Faktor Eksternal Siswa
1)
Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial sekolah seperti guru, para
tenaga kependidikan (kepala sekolah dan wakil-wakilnya) dan teman-teman sekelas
dapat memengaruhi semangat belajar seorang siswa.Selanjutnya, yang termasuk
lingkungan sosial siswaadalah masyarakat dan tetangga juga teman-teman
sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut.Namun lingkungan sosial yang
banyak memengaruhi kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu
sendiri.
2)
Lingkungan Nonsosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan
nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga
siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang
digunakan siswa.Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat
keberhasilan belajar siswa.
3)
Faktor Pendekatan Belajar
Pendekatan belajar berpengaruh terhadap tingkat
keberhasilan proses pembelajaran seseorang. Selain pendekatan, gaya belajar
termasuk ke dalam faktor struktural. Setiap orang memiliki gaya belajar yang
unik. Gaya ini yang khas sebagaimana tanda tangan.[1]
2.3 Aliran dalam Teori Belajar
(1)
Aliran
Behavioristik
Beberapa
teori belajar dari psikologi behavioristik dikemukakan oleh para psikologi
behavioristik.Mereka ini sering kali disebut “contemporary behaviorists” atau
juga disebut “S-R psychologists”.Mereka berpendapat, bahwa tingkah laku manusia
itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement)
dari lingkungan.Dengan demikian, dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan
yang erat antara reaksi-reaksi behaviorial dengan stimulasinya.
Guru-guru
yang menganut pandangan ini berpendapat, bahwa tingkah laku murid-murid
merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa
sekarang, dan mengetahui segenap tingkah laku adalah merupakan hasil
belajar.Kita dapat menganalisis kejadian tingkah laku dengan jalan mempelajari
latar belakang penguatan (reinforment) terhadap tingkah laku tersebut.
a.
Teori-Teori
yang Mengawali Perkembangan Psikologi Behavioristik
Psikologi
aliran behavioristik mulai mengalami perkembangan dengan lahirnya teori-teori
tentang belajar yang dipelopori oleh Thomdike, Paviov, Wabon, dan
Ghutrie.Mereka masing-masing telah mengadakan penelitian yang menghasilkan
penemuan-penemuan yang berharga mengenai hal belajar.
Pada
mulanya, pendidikan dan pengajaran di Amerika Sekirat didominasi oleh pengaruh
dari Thomdike (1874-1949). Teori belajar Thomdike disebut “connectionsm”,
karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan
respon. Teori ini sering pula disebut “trial-and error learning”
Induvidu yang belajar melakukan kegiantan melalui proses “trial-and-error”
dalam rangka memilih respon yang tepat bagi stimulus tertentu.
Thomdike
mendasarkan teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku
berbagai binatang antara lain kucing, tingkah laku anak-anak dan orang dewasa.
Objek
penelitian dihadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan membiarkan
objek melakukan berbagai aktivitas untuk merespon situasi itu. Dalam hal itu,
objek mencoba berbagai cara bereaksi sehingga menemukan keberhasilan dalam
membuat koneksi suatu reaksi dengan stimulasinya. Ciri-ciri belajar dengan “trial-and-error”
yaitu:
(1)
ada
motif pendorong aktivitas;
(2)
ada
berbagai respon terhadap situasi;
(3)
ada
elimenasi respon-respon yang gagal/salah; dan
(4)
ada
kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.
Dari
penelitiannya itu, Thomdike menemukan hukum-hukum:
1)
“Law
of rediness”, jika reaksi terhadap stimulus didukung oleh kesiapan untuk
bertindak atau bereaksi itu, maka reaksi menjadi memuaskan.
2)
“ Law
ot exercise”, makin banyak dipraktekkan atau digunakannya hubungan stimulus
respon, makin kuat hubungan itu. Praktek perlu disertai dengan “reward”
3)
“Law
of effect”; bilamana terjadi hubungan antara stimulus dan respon, dan
dibarengi dengan “ state of affairs” yang memuaskan, maka hubungan itu
menjadi lebih kuat. Bilamana hubungan dibarengi “ state of affairs” yang
mengganggu, maka kekuatan hubungan menjadi berkurang.
Sementara
Thomdike mengadakan penelitiannya, di Rusia Ivan Palvov (1849-1936) juga
menghasilkan teori belajar yang disebut “classical conditioning” atau “stimulus
substitution”.
b.
Skinner’s
Operant Conditioning
Seperti
halnya Thomdike, Skinner menganggap “reward” atau “reinforment”
sebagai faktor terpenting dalam proses belajar. Skinner berpendapat, bahwa tujuan psikologi adalah meramal dan
mengontrol tingkah laku.
Skinner
membagi dua jenis respon dalam belajar, yakni:
1)
Respondents : respon yang terjadi karena stimuli khusus misalnya Palvov.
2)
Operants
: respon yang terjadi karena situasi random.
Perbedaan
penting antara Palvov’s classical conditioningdan Skinner’soperant conditioning ialah
dalam classical conditioning, akibat-akibat suatu tingkah laku itu. Reinforment
tidak diperlukan karena stimulinya menimbulkan respons yang diinginkan.
Operants conditioning,
suatu situasi belajar dimana suatu respons di buat lebih kuat akibat reinforment
langsung.
Dalam
pengajaran, operants conditioning menjamin respon-respon terhadap
stimuli.Apabila murid tidak menunjukkan reaksi-reaksi terhadap stimuli, guru
tidak mungkin dapat membimbing tingkah lakunya kearah tujuan behavior. Guru
berperanan penting didalam kelas untuk mengontrol dan mengarahkan kegiatan
belajar kea rah tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.
Jenis-Jenis
Stimuli :
1)
Positive
reinforment: penyajian
stimuli yang meningkatkan probabilitas suatu respons.
2)
Negative
reinforment: pembatasan
stimuli yang tidak menyenangkan, yang jika dihentikan akan mengakibatkan
probabilitas respon.
3)
Hukuman: pemberian stimulus yang tidak menyenangkan misalnya “contraction
or reprimand.” Bentuk hukuman lain berupa penangguhan stimulus yang
menyenangkan (removing a pleasant or reinforcing stimulus).
4)
Primary
reinforment: stimuli
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fisiologis.
5)
Secondary
or learned reinforment.
6)
Modifikasi
tingkah laku guru: perlakuan
guru terhadap murid-murid berdasarkan minat dan kesenangan mereka.
Penjadwalan Reinforment
Jadwal
reinforment menguraikan tentang kapan dan bagaimana suatu respon
diberbuat? Ada empat cara penjadwalan reinforment:
1.
“ Fixed-ratio
schedule”; Yang di dasarkan pada penyajian bahan pelajaran, yang mana
pemberi reinforment baru memberikan penguatan respons setelah terjadi jumlah
tertentu dari respon.
2.
“Variabel
ratio schedule”; yang didasarkan atas penyajian bahan pelajaran dengan
penguat setelah jumlah rata-rata respon.
3.
“Fixed-interval
schedule”; yang didasarkan atas satuan waktu tetap diantara “reinforments”.
4.
“Variabel
interval schedule”; pemberian reinforment menurut respon betul yang pertama
setelah terjadi kesalahan-kesalahan respon.
(2)
Aliran Kognitif
Teori
belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan
proses belajar daripada hasil belajar. Belajar bukan sekedar melibatkan hubungan
antara stimulus dan respon tetapi juga memerlukan proses berpikir yang
kompleks. Pada masa-masa awal perkembangan teori kognitif, para pendukung teori
ini berusaha menjelaskan bagaimana peserta didik mengolah stimulus
sehingga dapat memberikan respon tertentu. Dalam hal ini, pengaruh teori
tingkah laku masih ikut berperan. Namun lambat laun, pengaruh tersebut
bergeser dan lebih terpusat pada proses bagaimana suatu pengetahuan dan
keterampilan yang baru dapat berasimilasi dengan pengetahuan sebelumnya yang
telah dimiliki oleh peserta didik.
Menurut
teori belajar kognitif, ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang individu
terbangun melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan.
Proses ini tidak berjalan dengan terpisah-pisah melainkan berlangsung melalui
proses yang terus-menerus dan menyeluruh. Ibarat seseorang yang memainkan
musik, ia tidak memahami not-not balok yang terpampang di partitur sebagai
informasi yang saling lepas berdiri sendiri, tetapi sebagai satu kesatuan yang
secara utuh masuk ke pikiran dan perasaannya.
1.
Piaget
Menurut Jean Piaget menyatakan bahwa proses
belajar terdiri dari tiga tahapan, yakni (1) asimilasi (2) akomodasi (3)
equilibrasi (penyeimbangan). Asimilasi adalah proses penyatuan
(pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam
benak siswa. Akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif ke
dalam situasi yang baru. Sedangkan proses equilibrasi merupakan penyesuaian
yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Agar peserta didik dapat
mengembangkan pemahamannya sekaligus menjaga stabilitas mentalnya, maka diperlukan
proses penyeimbangan.
2.
Ausubel
Menurut Ausubel
(1968). Siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut “pengatur kemajuan
(belajar)” (Advance Organizers) didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik
dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi
umum yang mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada
siswa.
Ausubel percaya
bahwa “advance organizers” dapat memberikan tiga macam manfaat, yakni:
a)
Dapat
menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan dipelajari
oleh siswa
b)
Dapat
berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipelajari
siswa “saat ini” dengan apa yang “akan” dipelajari siswa sedemikian rupa
sehingga
c)
Mampu
membantu siswa untuk memahami bahan belajar
Oleh karena itu, pengetahuan guru terhadap isi
mata pelajaran harus baik. Hanya dengan demikian seorang pendidik akan mampu
menemukan informasi yang menurut Ausubel sangat “abstrak, umum, dan inklusif”,
yang mewadahi apa yang akan diajarkan itu. Selain itu, logika berpikir guru
juga dituntut sebaik mungkin. Tanpa logika berpikir yang baik, guru akan
kesulitan memilah-milah materi, merumuskannya dengan singkat dan padat, serta
menyajikan materi demi materi itu ke dalam struktur urutan yang logis dan mudah
dipahami.
3.
Bruner
Brunner mengusulkan suatu teori yang disebut free
discovery learning. Menurut teori ini, proses belajar akan dapat berlangsung
dengan baik dan kreatif, efektif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan suatu aturan termasuk konsep, teori, definisi, dsan sebagainya
melalui contoh-contoh yang menggambarkan atau mewakili aturan yang menjadi
sumbernya. Dengan kata lain, siswa dibimbing secara induktif untuk memahami
suatu kebenaran umum. Untuk memahami konsep kejujuran, misalnya, siswa
pertama-tama tidak menghafal definisi kata kejujuran, tetapi mempelajari
contoh-contoh konkret tentang kejujuran.Dari contoh-contoh itulah siswa
dibimbing untuk mendefinisikan kata “kejujuran”.
Lawan dari pendekatan ini disebut “belajar
ekspositori” (belajar dengan cara menjelaskan). Dalam hal ini, siswa disodori
sebuah informasi umum dan diminta untuk menjelaskan informasi ini melalui
contoh-contoh khusus dan konkret.Dalam contoh di atas, maka siswa pertama-tama
diberi definisi tentang kejujuran, dan dari definisi itulah siswa diminta untuk
mencari contoh-contoh konkret yang dapat menggambarkan makna kata tersebut.
Proses belajar ini jelas berjalan secara deduktif.[2]
2.4
Aplikasi Teori
Belajar
a.
Aplikasi Teori Belajar Behavioristik
Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.Teori behavioristik dengan modal
hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respons atau perilaku tertentu dapat dibentuk karena dikondisi
dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila berikan reinforcemnt, dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Istilah-istilah seperti hubungan
stimulus-respon, individu atau siswa pasif, perilakusebagai hasil belajar yang
tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara ketat,
reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yanag sangat penting
dalam pembelajarn di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyalenggaran
pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok bermain, Taman
Kanak-kanak, Sekolah-Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai di Perguruan
Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement
atau hukuman masih sering dilakukan.
Apabila teori behavioristik dalam kegiatan
pembelajaran tergantung dai beberapa hal seperti; tujuan pembelajaran, sifat
materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang
tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori
behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tidak
berubah.Pengetahuan telah tersetruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedang mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang
yang belajar atau siswa. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama
terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar
atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak
struktur pengetahuan yang sudah ada melaluai proses berfikir yang dapat
dianalisis dan dipilih, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berfikir
seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.
Karena teori behavioristik memandang bahwa
sebagai sesuatu yang ada didunia nyata telah terstruktur rapi dan teratur, maka
siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas
dan ditetapkan lebih dahulu secara ketat.Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat
esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan
penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
dikatagorikan sebagai kesalahan yang perlu diukum, dan keberhasilan belajar
atau kemampuan dikatagorikan sebagai bentuk prilaku yang pantas diberi
hadiah. Demikian juga ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu
keberhasilan belajar.Siswa atau peserta didik adalah objek yang harus
diperilakukan sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang
oleh sistem yang berada di luar dari siswa.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik
ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedang belajar sebagai aktivitas
“mimetic”, yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang
sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau
materi pelajaran menekankan pada ketrampilan yang terisolasi atau akumulasi
fakta mengikuti urutan dari bagian keseluruhan.Pembelajaran mengikuti urutan
kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada
buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali
isi buku teks/buku wajib tersebut.Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada
hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif,
ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test.
Evaluasi hasil belajar menuntut satu jawaban benar.Maksudnya, bila siswa
menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa
siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.Evaluasi belajar dipandang sebagai
bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah
selesai kegiatan pembelajaran.Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan
siswa secara individual.
b.
Aplikasi Teori Belajar Kognitif
Aplikasi teori belajar kognitif:
1)
Keterlibatan siswa secara aktif amat dipentingkan
2)
Untuk meningkatkan minat dan meningkatkan
retensi belajar perlu mengaitkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang
telah dimiliki siswa.
3)
Materi pelajaran disusun dengan menggunakan
pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks.
4)
Perbedaan individu pada siswa perlu
diperhatikan karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilanbelajar.
BAB III
KESIMPULAN
1.
Teori
belajar merupakan suatu kegiatan seseorang untuk mengubah perilaku mereka.
Seluruh kegiatan belajar selalu diikuti oleh perubahan yang meliputi kecakapan,
keterampilan dan sikap, pengertian dan harga diri, watak, minat, penyesuaian
diri dan lain sebagainya. Perubahan tersebut meliputi perubahan kognitif,
perubahan afektif, dan perubahan psikomotorik.
2.
Faktor-faktor
yang memengaruhi teori belajar ada dua, yaitu faktor internal siswa (meliputi
faktor fisiologis dan faktor psikologis) dan faktor eksternal siswa (meliputi
lingkungan sosial, lingkungan nonsosial, dan faktor pendekatan belajar).
3.
Para
psikologi behavioristik berpendapat, bahwa tingkah laku manusia itu
dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement)
dari lingkungan. Dengan demikian, dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan
yang erat antara reaksi-reaksi behaviorial dengan stimulasinya.
4.
Teori belajar kognitif merupakan suatu teori
belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar.
Belajar bukan sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon tetapi
juga memerlukan proses berpikir yang kompleks.Menurut teori belajar kognitif,
ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang individu terbangun melalui proses
interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan
dengan terpisah-pisah melainkan berlangsung melalui proses yang terus-menerus
dan menyeluruh.
DAFTAR PUSTAKA
Mahmud.
2010. PSIKOLOGI PENDIDIKAN. Bandung: CV Pustaka Setia
Uno, Hamzah B. 2006. orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar