Rabu, 29 Juli 2015

Perbedaan pembelajaran dan mengajar



BAB I
PENDAHULUAN


1.                  LATAR BELAKANG
            Pencapaian belajar merupakan muara dari seluruh  aktivitas pembelajaran. Agar tujuan belajar dapat dicapai, maka guru hendaknya  memperhatikan secara cermat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi atau menentukan tercapainya tujuan belajar, sehingga potensi yang ada dapat didayakan secara optimal untuk mendukung tercapainya tujuan.
            Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan guru adalah berkenaan dengan prinsip-prinsip belajar dan asas-asas pembelajaran. Pemahaman dan ketrampilan menerapkan prinsip-prinsip belajar dan asas pembelajaran akan membentuk guru untuk mampu mengelola proses pembelajaran secara tepat, sesuai dengan karakteristik siswa dan tujuan pembelajaran.

II.        RUMUSAN MASALAH
A.    Apa saja perbedaan pembelajaran dan mengajar?
B.     Bagaimana Pengertian  Asas-asas Pembelajaran?
C.     apa saja macam-macam kompetensi guru?
D.    Apa saja sistem pendekatan belajar mengajar?
E.     Apa saja 4 pilar pendidikan?

III.       TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH
A.    Untuk mengetahui Beda Pembelajaran dan Mengajar.
B.     Untuk mengetahui Pengertian  Asas-asas Pembelajaran.
C.     Untuk mengetahui apa saja macam-macam kompetensi guru.
D.    Untuk mengetahui Apa saja sistem pendekatan belajar mengajar.
E.     Untuk mengetahui Apa saja 4 pilar pendidikan.
 BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Mengajar
Istilah “mengajar” sudah dikenal sejak lama, bahkan sejak disadari pentingnya pendidikan dan persekolahan. Demikian juga konsep pengajaran dikaitkan dalam kerangka sistem pendidikan nasional.
Konsep mengajar sering ditafsirkan berbeda-beda karna senantiasa dilandasi oleh teori belajar tertentu, sedangkan tafsiran tentang belajarjuga banyak ragamnya. Ada yang merumuskan mengajar adalah mewariskan kebudayaan nenek moyangmasa lampaukepada generasi baru secara turun menurun sehingga terjadi konverensi kebudayaan. Rumusan yang lain bahwa mengajar adalah aktivitas mengorganisasikan atau mengatur linkungan dengan sebaik-baiknya menciptakan kesempatan bagi anak untuk melakukan proses belajar secara efektif. Berkat proses interaksi antara pengajar dan siswa maka terjadi perubahan tingkah laku sebagaimana yang diharapkan.
Oleh sebab itu ada ahli yang lebih menegaskan bahwa belajar adalah proses perubahan prilaku, yang meliputi pengetahuan, kecakapan, pengertian, sikap, keterampilan, dan sebagainya. Perubahan prilaku tersebut telah dirancang. Demikian pula proses belajar-mengajar disusun secara sistematis , terarah, dan dilandasi oleh nilai-nilai etik dan norma-norma tertentu.
B.   Asas-asas Pembelajaran
a. Pengertian Asas-asas Pembelajaran
        Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Asas adalah hukum dasar; suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar.  Sedangkan  prinsip adalah asas atau dasar yang dijadikan pokok berpikir, bertindak, dan sebagainya.  Jadi, dapat disimpulkan bahwa asas dan prinsip sebenarnya adalah sama, karena menjadi pokok dasar baik bertindak maupun berpikir.
         Pembelajaran (instruction) adalah suat usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suat kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan upaya menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan belajar. Dalam pengertian lain, pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana dalam manipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri peserta didik. Pembelajaran disebut juga kegiatan pembelajaran (instruksional) adalah usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar seseorang membentuk diri secara positif dalam kondisi tertentu. Dengan demikian inti dari pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada peserta didik. Kegiatan pembelajaran tidak akan berarti jika tidak menghasilkan kegiatan belajar pada para peserta didiknya.
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
            Pembelajaran berlangsung melalui lima alat indra kita, yaitu: penglihatan (visual): melihat kejadian sesuatu peristiwa. Pendengaran (auditori) mendengar sesuatu bunyi. Pembauan (olfactory): bau makanan menbuat kita merasa lapar. Rasa atau pengecapan ( taste ): lidah kita merasa dan dapat membedakan antra asin dan masam. Sentuhan (tactile): kulit kita merasa sentuhan dan dapat membedakan antara permukaan licin dan permukaan kasar.
            Dalam proses pembelajaran tidak hanya melibatkan penguasaan fakta atau konsep sesuatu bidang ilmu saja, tetapi juga melibatkan perasaan-perasaan yang berkaitan dengan emosi, kasih sayang, benci, hasrat dengki dan kerohanian. Pembelajaran tidak terbatas pada apa yang kita rancangkan saja, tetapi juga melibatkan pengalaman yang di luar kesadaran penuh kita, seperti peristiwa kemalangan atau seorang yang jatuh cinta pada pandangan pertama.
Secara umum, pembelajaran merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang di peroleh melalui pengalaman individu yang bersangkutan. Tumpuhan perhatian ahli pesikologi pembelajaran adalah mengkaji mengapa, bagaimana proses pembelajaran berlaku.
            Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui kontraksi para peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam rangka mencapai kompetisi dasar.
          Kegiatan belajar hanya bisa berhasil jika peserta didik belajar secara aktif mengalami sendiri proses belajar. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi peserta didik jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi peserta didik.
Jadi, asas-asas pembelajaran adalah prinsip-prinsip umum yang harus dikuasai oleh guru dalam melakukan kegiatan belajar mengajar atau dengan kata lain asas-asas pembelajaran adalah suatu yang dijadikan dasar berpikir dan bertindak untuk menciptakan proses belajar.

b. Macam-macam Asas Pembelajaran
1. Peragaan
Peragaan ialah suatu cara yang dilakukan oleh guru dengan maksud memberikan kejelasan secara realita terhadap pesan yang disampaikan sehingga dapat dimengerti dan dipahami oleh para siswa. Dengan peragaan diharapkan proses pengajaran terhindar dari verbalisme, yaitu siswa hanya tahu kata-kata  yang diucapkan oleh guru tetapi tidak mengerti maksudnya. Untuk itu sangat diperlukan peragaan dalam pengajaran terutama terhadap siswa  pada tingkat dasar.
            Peragaan meliputi semua pekerjaan indera yang bertujuan untuk mencapai pengertian tentang sesuatu hal secara tepat. Agar peragaan berkesan secara nyata, anak tidak hanya mengamati benda atau model yang diperagakan terbatas pada luarnya saja, tetapi harus mencapai berbagai segi,dianalisis, disusun, dan dibanding-bandingkan untuk memperoleh gambaran yang jelas dan lengkap.
2. Minat dan Perhatian
Perhatian mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar, tanpa adanya perhatian tidak mungkin akan terjadi belajar, perhatian akan timbul dari siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhanya.
 Minat dan perhatian merupakan gejala jiwa yang selalu berkaitan, seorang siswa yang berminat dalam belajar akan timbul perhatiannya terhadap pelajaran tersebut. Akan tetapi terkadang perhatian siswa akan hilang jika tidak ada minat dalam pelajaran yang diajarkan, oleh karena itu diperlukan kecakapan seorang guru untuk membangkitkan minat dan perhatian peserta didik.
3. Motivasi
Motivasi bersal dari bahasa latin “movere”, yang berarti menggerakkan. Berdasarkan pengertian ini, makna motivasi menjadi berkembang. Wlodkowski (1985) menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah serta ketahanan pada tingkah laku tersebut. Sedangkan Imron (1996) menjelaskan, bahwa motivasi berasal dari bahasa inggris motivation, yang berarti dorongan pengalasan dan motivasi. Motivasi adalah dorongan bagi seseorang untuk kekuatan melakukan sesuatu dengan penuh semangat, yang berasal dari diri sendiri disebut motivasi instrinsik, kemudian dorongan dari luar disebut motivasi ekstrinsik.
4. Apersepsi
Apersepsi berasal dari kata  apperception (Inggris), yang berarti menafsirkan buah pikiran, menyatukan dan mengasimilasikan suat pengamatan dengan pengalaman yang telah dimiliki dan dengan demikian memahami dan menafsirkanya.
Ahli psikologi mendenifisikan apersepsi adalah bersatunya memori yang lama dengan yang baru pada saat tertentu.
5. Korelasi dan Konsentrasi
        Yang dimaksud dengan korelasi disini adalah hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya yang berfungsi untuk menguatkan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, juga dapat menimbulkan minat dan perhatian siswa. Hendaknya guru juga menghubungkan pelajaran dengan realita sehari-hari.
6. Kooperasi
        Model pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Kooperatif menggambarkan makna yang lebih luas, yaitu menggambarkan keseluruhan proses sosial dalam belajar dan mencangkup pula pengertian kolaborasi.
       Adapun pengelompokan kelompok itu biasanya didasarkan pada: a. adanya alat pelajaran yang tidak mencukupi jumlahnya, b. kemampuan belajar siswa, c. memperbesar partisipasi siswa, d. pembagian tugas dan kerja sama.
       Yang dimaksud dengan kooperasi di sini adalah belajar atau bekerja sama (kelompok). Hal ini dianggap penting untuk menjalin hubungan sosial antara siswa yang satu dengan yang lainnya, juga hubungan guru dengan siswa.
        Pembelajaran kooperatif merupakan proses atau metode yang tidak hanya mengutamakan  tercapainya kualitas siswa yang kognitif melainkan untuk mengembangkan kemampuan lainnya seperti kesadaran siswa menyadari hakikat dirinya sendiri, hakikat hubungannya dengan orang lain dan lingkungan.
7. Individualisme
        Asas individualitas pada hakikatnya bukan lawan dari kooperasi. Asas ini dilatarbelakangi oleh perbedaan siswa baik dalam menerima, memahami,  menghayati, menganalisis dan kecepatan mereka menerima pelajaran yang disampaikan oleh seorang guru. Di samping itu para siswa juga berbeda dalam bentuk fisik ataupun mental , oleh karena itu dalam proses belajar mengajar guru menyesuaikan kondisi siswa dengan materi yang diajarkan. Untuk menyesuaikan kondisi siswa dapat dilakukan pengelompokan. Guru membuat pengelompokan siswa atas dasar kemampuan yang relatif sama, menerapakan cara belajar tuntas, mengembangkan proses belajar mandiri.
8. Evaluasi
            Yang dimaksud evaluasi di sini adalah penilaian guru terhadap proses kegiatan belajar-mengajar. Penilaian tersebut untuk mengetahui sejauh mana tujuan pengajaran sudah tercapai, selain itu pula untuk mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi. Evaluasi tidak hanya dilaksanakan pada akhir semester saja tetapi setiap jam juga bisa karena akan berguna untuk mengetahui kemajuan hasil belajar. Pelaksanaan evaluasi berkenaan dengan dua aspek yaitu aspek guru dan aspek belajar siswa.
C.   Kompetensi Guru
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi yakni kemampuan atau kecakapan.
Kompetensi menurut Abdul Majid (2005) adalah seperangkat tindakan intelegen penuh taggung jawab yang harus dimilki seseorang sebagi syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang tertentu.
Sedangkan guru adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai khalifah dan hamba Allah SWT dan mampu sebagai makhluk sosial dan sebagai makhlk hidup yang mandiri (Muhaimin & Abdul Mujib, 1993).
Jadi, kompetensi guru merupakan kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Artinya, guru bukan saja harus pintar, tetapi juga harus pandai mentransfer ilmunya kepada peserta didik.
Sebagai seorang pendidik, guru bertugas mengajar dan menanamkan nilai-nilai dan sikap kepada siswanya. Untuk melaksanakan tugasnya tersebut, diperlukan berbagai kemampuan serta kepribadian. Sebab, guru juga dianggap sebagai contoh oleh siswa sehingga ia harus memiliki kepribadian yang baik sebagai seorang guru.
Dalam Undang-undang nomor 14 tahun 2005, kompetensi guru meliputi 4 kriteria yaitu :
1.      Kompetensi pedagogik, diantaranya mencakup kemampuan merangcang kegiatan pembelajaran, disipilin dalam penyelenggaraan pembelajaran dan menguasai media atau teknologi pembelajaran.
2.      Kompetensi profesional, diantaranya mencakup penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam.
3.      Kompetensi sosial, seperti kemampuan membina suasana kelas da kerja.
4.      Kompetensi kepribadian,yaitu  memiliki komitmen dan kode etik profesional guru.
Di samping itu, sebagaimana yang dikutip dalam buku Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar karya Nana Sudjana (1991), Glasser menyebutkan ada empat hal yang harus dikuasai oleh guru, yakni :
1.      Menguasai bahan pengajaran
2.      Kemampuan mendiagnosa tingkah laku siswa
3.      Kemampuan melaksanakan proses pengajaran
4.      Kemampuan mengukur hasil belajar siswa
Selain menguasai materi, seorang guru juga harus menguasai ilmu mendidik. Tanpa penguasaan ilmu mendidik, pembelajaran tidak akan bermakna.
Beberapa hal yang termasuk dalam kawasan ilmu mendidik yang harus dikuasai oleh seorang guru, berikut ini :
·         Ilmu tentang dasar-dasar pendidikan
·         Ilmu tentang metode mengajar
·         Ilmu tentang media
·         Ilmu mengelola kelas
·         Ilmu manajemen waktu
·         Ilmu tentang karakteristik peserta didik
·         Ilmu tentang strategi belajar mengajar.

D.    Macam Pendekatan Sistem Belajar Mengajar
Banyak pendekatan belajar yang dapat diajarkan kepada siswa untuk mempelajari bidang studi atau materi pelajaran yang sedang mereka tekuni, dari yang paling klasik sampai yang paling modern.
Beberapa macam pendekatan sistem belajar mengajar adalah sebagai berikut :
  • Ekspository learning , Pendekati ini di latar belakangi anggapan terhadap siswa bahwa mereka masih kosong dengan ilmu .Pendekatan ini sangat cocok di terapkan pada materi ketauhidan dalam pendekatan ini guru berfungsi sebagai desainer dan sebagai aktor.
  • Enquiry learning, merupakan belajar mencari dan menemukan sendiri . Dalam sistem belajar mengajar ini guru menyajikan bahan pelajaran tidak dalam bentuk yang final , tetapi anak didik di beri peluang untuk mencari dan menemukannya sendiri dengan mempergunakan teknik pendekatan pemecahan masalah.
  • Mastery Learning, Dalam situasi belajar terdapat aneka macam kecepatan individu sebagai peserta belajar .Ada murid yang cepat menguasai pelajarannya sehingga ia dapat berpartisipasi penuh dalam proses interaksi kelas.selain itu ada juga murid yang lamban sehingga tingkat prestasinya rendah.mereka yang lambat ini dalam proses belajar mengajar akan mengalami kesukaran dalam mengikuti kecepatan belajar yang digunakan guru di sekolah.
  • Humanity Education , Adalah sebuah sistem klasik yang bersifat global , tetapi beberapa prinsip dasarnya diambil oleh para ahli pendidikan sebagai sebuah sistem pendekatan PBM.Dalam sistem ini pengembagan ranah rasa merupakan hal penting dan perlu di integrasikan dengan proses belajar pengembangan ranah cipta.Pendidikan Humanistic juga menitip beratkan pada upaya membantu siswa agar dapat mencapai perwujudan dirinya sesuai dengan kemampuan dasar dan ke husussan yang ada pada diri siswa.
Kemudia Diantara pendekatan-pendekatan belajar yang dipandang representatif (mewakili) yang klasik dan yang modern itu lahir:
1.      Pendekatan Hukum Jost
Menurut Reber (1988), salah satu asumsi penting yang mendasari Hukum Jost (Jost’s Law) adalah siswa yang lebih sering mempraktikkan materi pelajaran akan lebih mudah memanggil kembali memori lama yang berhubungan dengan materi yang sedang ia tekuni. Selanjutnya, berdasarkan asumsi Hukum Jost itu maka belajar dengan kiat 5 x 3 adalah lebih baik daripada 3 x 5 walaupun hasil perkalian kedua kiat tersebut sama. Maksutnya, mempelajari sebuah materi atau bidang studi, seperti bahasa Inggris, dengan alokasi waktu 3 jam per hari selama 5 hari akan lebih efektif daripada mempelajari materi tersebut dengan alokasi waktu 5 jam per hari tetapi hanya selama 3 hari. Perumpamaan pendekatan belajar dengan cara mencicil seperti contoh diatas hingga kini masih dipandang cukup berhasil terutama untuk materi-materi yang bersifat hafalan.[1]
2.      Pendekatan Ballard dan Clanchy
Menurut Ballard dan Clanchy (1990), pendekatan belajar siswa pada umunya dipengaruhi oleh sikap terhadap ilmu pengetahuan (attitude of knowledge). Ada dua macam siswa dalam menyikapi ilmu pengetahuan, yaitu: sikap melestarikan apa yang sudah ada (conserving) dan sikap memperluas (extending).
Siswa yang bersifat conserving pada umumnya menggunakan pendekatan belajar “reproduktif” bersifat menghasilkan kembali fakta dan informasi. Sedangkan siswa yang bersifat extending biasanya menggunakan pendekatan belajar  “analitis” (berdasarkan pemilihan dan interpretasi fakta dan informasi). Bahkan diantara mereka yanag bersikap extending cukup banyak yang menggunakan pendekatan belajar yang lebih ideal yaitu pendekatan spekulatif, yang bukan saja bertujuan menyerap pengetahuan melainkan juga pengembangannya.


 Perbandingan Pendekatan Belajar Ballard dan Clanchy
Ragam Pendekatan Belajar dan ciri Khasnya
Reproduktif
Analitis
Spekulatif
Strateginya:
-          Menghafal
-          Meniru
-          Menjelaskan
-          Meringkas
Pertanyaannya:
-          Apa?


Tujuannya:
Penyebutan kembali
Strateginya:
-          Berpikir kritis
-          Mempertanyakan
-          Menimbang
-          Berargumen
Pertanyaannya:
-          Mengapa?
-          Bagaimana?
-          Apa betul?
-          Apa penting?
Tujuannya:
Pembentukan kembali materi ke dalam pola baru/berbeda
Strateginya:
-          sengaja mencari
-          kemungkinan
-          berspekulasi
-          membuat hipotesis
Pertanyaannya:
-          bagaimana kalau?


Tujuannya:
Menciptakan pengetahuan baru

3.      Pendekatan Biggs
Menurut hasil penelitian Biggs (1985), pendekatan belajar siswa dapat dikelompokkan ke dalam tiga prototipe (bentuk dasar), yaitu:
a.       Pendekatan surface (permukaan / bersifat lahiriyah)
b.      Pendekatan deep (mendalam)
c.       Pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi)
John B. Biggs, seorang profesor kognitif yang sejak tahun 1987 sebagai kepala jurusan pendidikan Universitas Hongkong itu menyimpulkan bahwa prototipe-prototipe pendekatan belajar tadi pada umumnya digunakan para siswa berdasarkan motifnya, bukan karena sikapnya terhadap pengetahuan. Namun, antara motif siswa dengan sikapnya pengetahuan ada keterkaitan.
Siswa yang menggunakan pendekatan surface misalnya, mau belajar karena dorongan dari luar (ekstrinsik) antara lain takut tidak lulus yang mengakibatkan dia malu. Oleh karena itu, gaya belajarnya santai, asal hafal, dan tidak mementingkan pemahaman yang mendalam.
Sebaliknya, siswa yang menggunakan deep biasanya mempelajari materi karena dia tertarik dan merasa membutuhkan (intrinsik). Oleh karena itu, gaya belajarnya serius dan berusaha memahami materi secara mendalam serta memikirkan cara mengaplikasikannya. Bagi siswa ini, lulus dengan nilai baik adalah penting, tetapi yang lebih penting adalah memiliki pengetahuan yang cukup banyak dan bermanfaat bagi kehidupannya.
Sementara itu siswa yang menggunakan pendekatan achieving pada umumnya dilandasi oleh motif ekstrinsik yang berciri khusus yang disebut “ego-enhancement” yaitu ambisi pribadi yang besar dalam meningkatkan prestasi keakuan dirinya dengan cara meraih indeks prestasi setinggi-tingginya. Gaya belajar ini lebih serius daripada siswa-siswa yang memakai pendekatan-pendekatan lainnya..[2]
Perbandingan Prototipe Pendekatan Biggs
Pendekatan Belajar
Motif dan Ciri
Strategi
Surface approach (pendekatan permukaan)
Deep approach (pendekatan mendalam)
Achieving approach (pendekatan mencapai prestasi tinggi)
Ekstrinsik dengan ciri menghindari keggagalan tapi tidak belajar keras
Intrinsik dengan ciri berusaha memuaskan keingintahuan terhadap isi materi
Ego-enhancement dengan ciri bersaing untuk meraih nilai prestasi tertinggi
Memusatkan pada rincian materi dan mereproduksi secara persis
Memaksimalkan pemahaman dengan berpikir, banyak membaca dan diskusi
Mengoptimalkan pengaturan waktu dan usaha (study skills)
E.   Empat Pilar Pendidikan Menurut UNESCO

Pendidikan menurut Unesco meliputi empat pilar, yaitu;
A. Learning to know (belajar mengetahui)
Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha untuk mencari agar mengetahui informasi yang dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan. Belajar untuk mengetahui (learning to know) dalam prosesnya tidak sekedar mengetahui apa yang bermakna tetapi juga sekaligus mengetahui apa yang tidak bermanfaat bagi kehidupannya.
Untuk mengimplementasikan “learning to know” (belajar untuk mengetahui), Guru harus mampu menempatkan dirinya sebagai fasilitator. Di samping itu guru dituntut untuk dapat berperan ganda sebagai kawan berdialog bagi siswanya dalam rangka mengembangkan penguasaan pengetahuan siswa.
B. Learning to be (belajar melakukan sesuatu)
Pendidikan juga merupakan proses belajar untuk bisa melakukan sesuatu (learning to do). Proses belajar menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif, peningkatan kompetensi, serta pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap, penghargaan, perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau merespon suatu stimulus. Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan.
Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar seyogjanya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do” (belajar untuk melakukan sesuatu) dapat terrealisasi. Walau sesungguhnya bakat dan minat anak dipengaruhi faktor keturunan namun tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan. Seperti kita ketahui bersama bahwa keterampilan merupakan sarana untuk menopang kehidupan seseorang bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan semata
C. Learning to be (belajar menjadi sesuatu)
Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Hali ini erat sekali kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik, kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Misal : bagi siswa yang agresif, akan menemukan jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai kompas penunjuk arah sekaligus menjadi fasilitator sangat diperlukan untuk menumbuhkembangkan potensi diri siswa secara utuh dan maksimal.
Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri.
D. Learning to live together (belajar hidup bersama)
pada pilar keempat ini, kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu dikembangkan disekolah. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan tumbuhnya sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama
Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together).
Untuk itu semua, pendidikan di Indonesia harus diarahkan pada peningkatan kualitas kemampuan intelektual dan profesional serta sikap, kepribadian dan moral. Dengan kemampuan dan sikap manusia Indonesia yang demikian maka pada gilirannya akan menjadikan masyarakat Indonesia masyarakat yang bermartabat di mata masyarakat dunia.

BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
A.   Pengertian Mengajar
Istilah “mengajar” sudah dikenal sejak lama, bahkan sejak disadari pentingnya pendidikan dan persekolahan. Demikian juga konsep pengajaran dikaitkan dalam kerangka sistem pendidikan nasional.
B.   Asas-asas Pembelajaran
        Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Asas adalah hukum dasar; suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar.  Sedangkan  prinsip adalah asas atau dasar yang dijadikan pokok berpikir, bertindak, dan sebagainya.  Jadi, dapat disimpulkan bahwa asas dan prinsip sebenarnya adalah sama, karena menjadi pokok dasar baik bertindak maupun berpikir.
C.   Kompetensi Guru
Kompetensi menurut Abdul Majid (2005) adalah seperangkat tindakan intelegen penuh taggung jawab yang harus dimilki seseorang sebagi syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang tertentu.

D.   Macam Pendekatan Sistem Belajar Mengajar
·       Ekspository learning , Pendekati ini di latar belakangi anggapan terhadap siswa bahwa mereka masih kosong dengan ilmu
·       Enquiry learning, merupakan belajar mencari dan menemukan sendiri
·       Mastery Learning, Dalam situasi belajar terdapat aneka macam kecepatan individu sebagai peserta belajar
·       Humanity Education , Adalah sebuah sistem klasik yang bersifat global , tetapi beberapa prinsip dasarnya diambil oleh para ahli pendidikan sebagai sebuah sistem pendekatan PBM
E.   Empat Pilar Pendidikan Menurut UNESCO

A.    Learning to know (belajar mengetahui)
B.     Learning to be (belajar melakukan sesuatu)
C.     Learning to be (belajar menjadi sesuatu)
D.    Learning to live together (belajar hidup bersama)

DAFTAR PUSTAKA
Asrori, Muhammad. 2007. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.
Oemar, Hamalik. 2010. Psikologi belajar dan menngajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Islamuddin, Haryu. 2012. Psikologi Pendidikan. Jember: STAIN Press.

Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.



[1]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010) hlm. 125
[2]Haryu Islamuddin, Psikologi Pendidikan, (Jember: STAIN Press, 2012) hlm. 175-178

Tidak ada komentar:

Posting Komentar