BAB I
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Pencapaian
belajar merupakan muara dari seluruh aktivitas pembelajaran. Agar tujuan
belajar dapat dicapai, maka guru hendaknya memperhatikan secara cermat
berbagai faktor yang dapat mempengaruhi atau menentukan tercapainya tujuan
belajar, sehingga potensi yang ada dapat didayakan secara optimal untuk
mendukung tercapainya tujuan.
Salah
satu faktor penting yang harus diperhatikan guru adalah berkenaan dengan
prinsip-prinsip belajar dan asas-asas pembelajaran. Pemahaman dan ketrampilan
menerapkan prinsip-prinsip belajar dan asas pembelajaran akan membentuk guru
untuk mampu mengelola proses pembelajaran secara tepat, sesuai dengan
karakteristik siswa dan tujuan pembelajaran.
II. RUMUSAN
MASALAH
A. Apa saja
perbedaan pembelajaran dan mengajar?
B.
Bagaimana
Pengertian Asas-asas Pembelajaran?
C.
apa saja
macam-macam kompetensi guru?
D. Apa saja sistem pendekatan belajar mengajar?
E. Apa saja 4 pilar pendidikan?
III. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH
A. Untuk
mengetahui Beda Pembelajaran dan Mengajar.
B.
Untuk mengetahui Pengertian Asas-asas
Pembelajaran.
C.
Untuk mengetahui apa saja macam-macam kompetensi
guru.
D. Untuk
mengetahui Apa saja sistem pendekatan belajar mengajar.
E. Untuk
mengetahui Apa saja 4 pilar pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mengajar
Istilah “mengajar”
sudah dikenal sejak lama, bahkan sejak disadari pentingnya pendidikan dan
persekolahan. Demikian juga konsep pengajaran dikaitkan dalam kerangka sistem
pendidikan nasional.
Konsep mengajar sering
ditafsirkan berbeda-beda karna senantiasa dilandasi oleh teori belajar
tertentu, sedangkan tafsiran tentang belajarjuga banyak ragamnya. Ada yang
merumuskan mengajar adalah mewariskan kebudayaan nenek moyangmasa lampaukepada
generasi baru secara turun menurun sehingga terjadi konverensi kebudayaan.
Rumusan yang lain bahwa mengajar adalah aktivitas mengorganisasikan atau
mengatur linkungan dengan sebaik-baiknya menciptakan kesempatan bagi anak untuk
melakukan proses belajar secara efektif. Berkat proses interaksi antara
pengajar dan siswa maka terjadi perubahan tingkah laku sebagaimana yang
diharapkan.
Oleh sebab itu ada ahli
yang lebih menegaskan bahwa belajar adalah proses perubahan prilaku, yang
meliputi pengetahuan, kecakapan, pengertian, sikap, keterampilan, dan
sebagainya. Perubahan prilaku tersebut telah dirancang. Demikian pula proses
belajar-mengajar disusun secara sistematis , terarah, dan dilandasi oleh
nilai-nilai etik dan norma-norma tertentu.
B. Asas-asas Pembelajaran
a. Pengertian Asas-asas Pembelajaran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Asas adalah
hukum dasar; suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar. Sedangkan
prinsip adalah asas atau dasar yang dijadikan pokok berpikir, bertindak,
dan sebagainya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa asas dan prinsip sebenarnya
adalah sama, karena menjadi pokok dasar baik bertindak maupun berpikir.
Pembelajaran (instruction) adalah suat
usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suat kegiatan untuk
membelajarkan peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan upaya
menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan belajar. Dalam pengertian lain, pembelajaran
adalah usaha-usaha yang terencana dalam manipulasi sumber-sumber belajar agar
terjadi proses belajar dalam diri peserta didik. Pembelajaran disebut juga
kegiatan pembelajaran (instruksional) adalah usaha mengelola lingkungan dengan
sengaja agar seseorang membentuk diri secara positif dalam kondisi tertentu.
Dengan demikian inti dari pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh
pendidik agar terjadi proses belajar pada peserta didik. Kegiatan pembelajaran
tidak akan berarti jika tidak menghasilkan kegiatan belajar pada para peserta
didiknya.
Dalam UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20, pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran
berlangsung melalui lima alat indra kita, yaitu: penglihatan (visual): melihat
kejadian sesuatu peristiwa. Pendengaran (auditori) mendengar sesuatu bunyi.
Pembauan (olfactory): bau makanan menbuat kita merasa lapar. Rasa atau
pengecapan ( taste ): lidah kita merasa dan dapat membedakan antra asin dan
masam. Sentuhan (tactile): kulit kita merasa sentuhan dan dapat membedakan
antara permukaan licin dan permukaan kasar.
Dalam proses
pembelajaran tidak hanya melibatkan penguasaan fakta atau konsep sesuatu bidang
ilmu saja, tetapi juga melibatkan perasaan-perasaan yang berkaitan dengan
emosi, kasih sayang, benci, hasrat dengki dan kerohanian. Pembelajaran tidak
terbatas pada apa yang kita rancangkan saja, tetapi juga melibatkan pengalaman
yang di luar kesadaran penuh kita, seperti peristiwa kemalangan atau seorang
yang jatuh cinta pada pandangan pertama.
Secara umum,
pembelajaran merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang di peroleh
melalui pengalaman individu yang bersangkutan. Tumpuhan perhatian ahli
pesikologi pembelajaran adalah mengkaji mengapa, bagaimana proses pembelajaran
berlaku.
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang
melibatkan proses mental dan fisik melalui kontraksi para peserta didik,
peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam rangka
mencapai kompetisi dasar.
Kegiatan belajar hanya bisa berhasil
jika peserta didik belajar secara aktif mengalami sendiri proses belajar.
Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi peserta didik jika
dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi peserta
didik.
Jadi, asas-asas
pembelajaran adalah prinsip-prinsip umum yang harus dikuasai oleh guru dalam
melakukan kegiatan belajar mengajar atau dengan kata lain asas-asas
pembelajaran adalah suatu yang dijadikan dasar berpikir dan bertindak untuk
menciptakan proses belajar.
b. Macam-macam Asas Pembelajaran
1. Peragaan
Peragaan ialah suatu
cara yang dilakukan oleh guru dengan maksud memberikan kejelasan secara realita
terhadap pesan yang disampaikan sehingga dapat dimengerti dan dipahami oleh
para siswa. Dengan peragaan diharapkan proses pengajaran terhindar dari
verbalisme, yaitu siswa hanya tahu kata-kata yang diucapkan oleh guru
tetapi tidak mengerti maksudnya. Untuk itu sangat diperlukan peragaan dalam
pengajaran terutama terhadap siswa pada tingkat dasar.
Peragaan meliputi
semua pekerjaan indera yang bertujuan untuk mencapai pengertian tentang sesuatu
hal secara tepat. Agar peragaan berkesan secara nyata, anak tidak hanya
mengamati benda atau model yang diperagakan terbatas pada luarnya saja, tetapi
harus mencapai berbagai segi,dianalisis, disusun, dan dibanding-bandingkan
untuk memperoleh gambaran yang jelas dan lengkap.
2. Minat dan Perhatian
Perhatian mempunyai
peranan penting dalam kegiatan belajar, tanpa adanya perhatian tidak mungkin
akan terjadi belajar, perhatian akan timbul dari siswa apabila bahan pelajaran
sesuai dengan kebutuhanya.
Minat dan perhatian merupakan gejala
jiwa yang selalu berkaitan, seorang siswa yang berminat dalam belajar akan
timbul perhatiannya terhadap pelajaran tersebut. Akan tetapi terkadang
perhatian siswa akan hilang jika tidak ada minat dalam pelajaran yang
diajarkan, oleh karena itu diperlukan kecakapan seorang guru untuk membangkitkan
minat dan perhatian peserta didik.
3. Motivasi
Motivasi bersal dari
bahasa latin “movere”, yang berarti menggerakkan. Berdasarkan pengertian ini,
makna motivasi menjadi berkembang. Wlodkowski (1985) menjelaskan motivasi
sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan
yang memberi arah serta ketahanan pada tingkah laku tersebut. Sedangkan Imron
(1996) menjelaskan, bahwa motivasi berasal dari bahasa inggris motivation, yang
berarti dorongan pengalasan dan motivasi. Motivasi adalah dorongan bagi
seseorang untuk kekuatan melakukan sesuatu dengan penuh semangat, yang berasal
dari diri sendiri disebut motivasi instrinsik, kemudian dorongan dari luar
disebut motivasi ekstrinsik.
4. Apersepsi
Apersepsi berasal dari
kata apperception (Inggris), yang berarti menafsirkan buah pikiran,
menyatukan dan mengasimilasikan suat pengamatan dengan pengalaman yang telah
dimiliki dan dengan demikian memahami dan menafsirkanya.
Ahli psikologi
mendenifisikan apersepsi adalah bersatunya memori yang lama dengan yang baru
pada saat tertentu.
5. Korelasi dan Konsentrasi
Yang dimaksud dengan korelasi disini adalah
hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya yang berfungsi
untuk menguatkan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, juga dapat menimbulkan
minat dan perhatian siswa. Hendaknya guru juga menghubungkan pelajaran dengan
realita sehari-hari.
6. Kooperasi
Model pembelajaran kooperatif adalah konsep
yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang
dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Kooperatif menggambarkan makna
yang lebih luas, yaitu menggambarkan keseluruhan proses sosial dalam belajar
dan mencangkup pula pengertian kolaborasi.
Adapun pengelompokan kelompok itu biasanya
didasarkan pada: a. adanya alat pelajaran yang tidak mencukupi jumlahnya, b.
kemampuan belajar siswa, c. memperbesar partisipasi siswa, d. pembagian tugas
dan kerja sama.
Yang dimaksud dengan kooperasi di sini adalah
belajar atau bekerja sama (kelompok). Hal ini dianggap penting untuk menjalin
hubungan sosial antara siswa yang satu dengan yang lainnya, juga hubungan guru
dengan siswa.
Pembelajaran kooperatif merupakan proses atau
metode yang tidak hanya mengutamakan tercapainya kualitas siswa yang
kognitif melainkan untuk mengembangkan kemampuan lainnya seperti kesadaran
siswa menyadari hakikat dirinya sendiri, hakikat hubungannya dengan orang lain
dan lingkungan.
7. Individualisme
Asas individualitas pada hakikatnya bukan lawan
dari kooperasi. Asas ini dilatarbelakangi oleh perbedaan siswa baik dalam
menerima, memahami, menghayati, menganalisis dan kecepatan mereka
menerima pelajaran yang disampaikan oleh seorang guru. Di samping itu para
siswa juga berbeda dalam bentuk fisik ataupun mental , oleh karena itu dalam
proses belajar mengajar guru menyesuaikan kondisi siswa dengan materi yang
diajarkan. Untuk menyesuaikan kondisi siswa dapat dilakukan pengelompokan. Guru
membuat pengelompokan siswa atas dasar kemampuan yang relatif sama, menerapakan
cara belajar tuntas, mengembangkan proses belajar mandiri.
8. Evaluasi
Yang dimaksud
evaluasi di sini adalah penilaian guru terhadap proses kegiatan
belajar-mengajar. Penilaian tersebut untuk mengetahui sejauh mana tujuan
pengajaran sudah tercapai, selain itu pula untuk mengetahui hambatan-hambatan
yang terjadi. Evaluasi tidak hanya dilaksanakan pada akhir semester saja tetapi
setiap jam juga bisa karena akan berguna untuk mengetahui kemajuan hasil
belajar. Pelaksanaan evaluasi berkenaan dengan dua aspek yaitu aspek guru dan
aspek belajar siswa.
C. Kompetensi Guru
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan
sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi yakni kemampuan atau kecakapan.
Kompetensi menurut Abdul Majid
(2005) adalah seperangkat tindakan intelegen penuh taggung jawab yang harus
dimilki seseorang sebagi syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas
dalam bidang tertentu.
Sedangkan guru adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi
pertolongan pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar
mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat
kedewasaannya, mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai khalifah dan hamba
Allah SWT dan mampu sebagai makhluk sosial dan sebagai makhlk hidup yang
mandiri (Muhaimin & Abdul Mujib, 1993).
Jadi, kompetensi guru merupakan kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan
kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Kompetensi yang
dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam mengajar.
Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan
profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Artinya, guru bukan saja
harus pintar, tetapi juga harus pandai mentransfer ilmunya kepada peserta
didik.
Sebagai seorang pendidik, guru bertugas mengajar dan menanamkan nilai-nilai
dan sikap kepada siswanya. Untuk melaksanakan tugasnya tersebut, diperlukan
berbagai kemampuan serta kepribadian. Sebab, guru juga dianggap sebagai contoh
oleh siswa sehingga ia harus memiliki kepribadian yang baik sebagai seorang
guru.
Dalam Undang-undang nomor 14 tahun 2005, kompetensi guru meliputi 4
kriteria yaitu :
1. Kompetensi pedagogik,
diantaranya mencakup kemampuan merangcang kegiatan pembelajaran, disipilin
dalam penyelenggaraan pembelajaran dan menguasai media atau teknologi
pembelajaran.
2. Kompetensi profesional,
diantaranya mencakup penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam.
3. Kompetensi sosial,
seperti kemampuan membina suasana kelas da kerja.
4. Kompetensi
kepribadian,yaitu memiliki komitmen dan
kode etik profesional guru.
Di samping itu,
sebagaimana yang dikutip dalam buku Dasar-Dasar
Proses Belajar Mengajar karya Nana
Sudjana (1991), Glasser menyebutkan ada empat hal yang harus
dikuasai oleh guru, yakni :
1.
Menguasai bahan pengajaran
2.
Kemampuan mendiagnosa tingkah laku siswa
3.
Kemampuan melaksanakan proses pengajaran
4.
Kemampuan mengukur hasil belajar siswa
Selain menguasai
materi, seorang guru juga harus menguasai ilmu mendidik. Tanpa penguasaan ilmu
mendidik, pembelajaran tidak akan bermakna.
Beberapa hal yang
termasuk dalam kawasan ilmu mendidik yang harus dikuasai oleh seorang guru,
berikut ini :
·
Ilmu tentang dasar-dasar pendidikan
·
Ilmu tentang metode mengajar
·
Ilmu tentang media
·
Ilmu mengelola kelas
·
Ilmu manajemen waktu
·
Ilmu tentang karakteristik peserta didik
·
Ilmu tentang strategi belajar mengajar.
D. Macam Pendekatan Sistem
Belajar Mengajar
Banyak
pendekatan belajar yang dapat diajarkan kepada siswa untuk mempelajari bidang
studi atau materi pelajaran yang sedang mereka tekuni, dari yang paling klasik
sampai yang paling modern.
Beberapa macam pendekatan sistem
belajar mengajar adalah sebagai berikut :
- Ekspository learning , Pendekati ini di latar belakangi anggapan terhadap siswa bahwa mereka masih kosong dengan ilmu .Pendekatan ini sangat cocok di terapkan pada materi ketauhidan dalam pendekatan ini guru berfungsi sebagai desainer dan sebagai aktor.
- Enquiry learning, merupakan belajar mencari dan menemukan sendiri . Dalam sistem belajar mengajar ini guru menyajikan bahan pelajaran tidak dalam bentuk yang final , tetapi anak didik di beri peluang untuk mencari dan menemukannya sendiri dengan mempergunakan teknik pendekatan pemecahan masalah.
- Mastery Learning, Dalam situasi belajar terdapat aneka macam kecepatan individu sebagai peserta belajar .Ada murid yang cepat menguasai pelajarannya sehingga ia dapat berpartisipasi penuh dalam proses interaksi kelas.selain itu ada juga murid yang lamban sehingga tingkat prestasinya rendah.mereka yang lambat ini dalam proses belajar mengajar akan mengalami kesukaran dalam mengikuti kecepatan belajar yang digunakan guru di sekolah.
- Humanity Education , Adalah sebuah sistem klasik yang bersifat global , tetapi beberapa prinsip dasarnya diambil oleh para ahli pendidikan sebagai sebuah sistem pendekatan PBM.Dalam sistem ini pengembagan ranah rasa merupakan hal penting dan perlu di integrasikan dengan proses belajar pengembangan ranah cipta.Pendidikan Humanistic juga menitip beratkan pada upaya membantu siswa agar dapat mencapai perwujudan dirinya sesuai dengan kemampuan dasar dan ke husussan yang ada pada diri siswa.
Kemudia Diantara
pendekatan-pendekatan belajar yang dipandang representatif (mewakili) yang
klasik dan yang modern itu lahir:
1.
Pendekatan Hukum Jost
Menurut Reber
(1988), salah satu asumsi penting yang mendasari Hukum Jost (Jost’s Law) adalah
siswa yang lebih sering mempraktikkan materi pelajaran akan lebih mudah
memanggil kembali memori lama yang berhubungan dengan materi yang sedang ia
tekuni. Selanjutnya, berdasarkan asumsi Hukum Jost itu maka belajar dengan kiat
5 x 3 adalah lebih baik daripada 3 x 5 walaupun hasil perkalian kedua kiat
tersebut sama. Maksutnya, mempelajari sebuah materi atau bidang studi, seperti
bahasa Inggris, dengan alokasi waktu 3 jam per hari selama 5 hari akan lebih
efektif daripada mempelajari materi tersebut dengan alokasi waktu 5 jam per
hari tetapi hanya selama 3 hari. Perumpamaan pendekatan belajar dengan cara
mencicil seperti contoh diatas hingga kini masih dipandang cukup berhasil
terutama untuk materi-materi yang bersifat hafalan.[1]
2.
Pendekatan Ballard dan Clanchy
Menurut Ballard
dan Clanchy (1990), pendekatan belajar siswa pada umunya dipengaruhi oleh sikap
terhadap ilmu pengetahuan (attitude of knowledge). Ada dua macam siswa
dalam menyikapi ilmu pengetahuan, yaitu: sikap melestarikan apa yang sudah ada
(conserving) dan sikap memperluas (extending).
Siswa yang
bersifat conserving pada umumnya menggunakan pendekatan belajar “reproduktif”
bersifat menghasilkan kembali fakta dan informasi. Sedangkan siswa yang
bersifat extending biasanya menggunakan pendekatan belajar “analitis” (berdasarkan pemilihan dan
interpretasi fakta dan informasi). Bahkan diantara mereka yanag bersikap extending
cukup banyak yang menggunakan pendekatan belajar yang lebih ideal yaitu
pendekatan spekulatif, yang bukan saja bertujuan menyerap pengetahuan melainkan
juga pengembangannya.
Perbandingan Pendekatan
Belajar Ballard dan Clanchy
Ragam Pendekatan Belajar dan ciri Khasnya
|
||
Reproduktif
|
Analitis
|
Spekulatif
|
Strateginya:
-
Menghafal
-
Meniru
-
Menjelaskan
-
Meringkas
Pertanyaannya:
-
Apa?
Tujuannya:
Penyebutan
kembali
|
Strateginya:
-
Berpikir kritis
-
Mempertanyakan
-
Menimbang
-
Berargumen
Pertanyaannya:
-
Mengapa?
-
Bagaimana?
-
Apa betul?
-
Apa penting?
Tujuannya:
Pembentukan
kembali materi ke dalam pola baru/berbeda
|
Strateginya:
-
sengaja mencari
-
kemungkinan
-
berspekulasi
-
membuat hipotesis
Pertanyaannya:
-
bagaimana kalau?
Tujuannya:
Menciptakan
pengetahuan baru
|
3.
Pendekatan Biggs
Menurut hasil
penelitian Biggs (1985), pendekatan belajar siswa dapat dikelompokkan ke dalam
tiga prototipe (bentuk dasar), yaitu:
a.
Pendekatan surface (permukaan / bersifat lahiriyah)
b.
Pendekatan deep (mendalam)
c.
Pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi)
John B. Biggs,
seorang profesor kognitif yang sejak tahun 1987 sebagai kepala jurusan
pendidikan Universitas Hongkong itu menyimpulkan bahwa prototipe-prototipe
pendekatan belajar tadi pada umumnya digunakan para siswa berdasarkan motifnya,
bukan karena sikapnya terhadap pengetahuan. Namun, antara motif siswa dengan
sikapnya pengetahuan ada keterkaitan.
Siswa yang
menggunakan pendekatan surface misalnya, mau belajar karena dorongan
dari luar (ekstrinsik) antara lain takut tidak lulus yang mengakibatkan dia
malu. Oleh karena itu, gaya belajarnya santai, asal hafal, dan tidak
mementingkan pemahaman yang mendalam.
Sebaliknya,
siswa yang menggunakan deep biasanya mempelajari materi karena dia
tertarik dan merasa membutuhkan (intrinsik). Oleh karena itu, gaya belajarnya
serius dan berusaha memahami materi secara mendalam serta memikirkan cara
mengaplikasikannya. Bagi siswa ini, lulus dengan nilai baik adalah penting,
tetapi yang lebih penting adalah memiliki pengetahuan yang cukup banyak dan
bermanfaat bagi kehidupannya.
Sementara itu
siswa yang menggunakan pendekatan achieving pada umumnya dilandasi oleh
motif ekstrinsik yang berciri khusus yang disebut “ego-enhancement”
yaitu ambisi pribadi yang besar dalam meningkatkan prestasi keakuan dirinya
dengan cara meraih indeks prestasi setinggi-tingginya. Gaya belajar ini lebih
serius daripada siswa-siswa yang memakai pendekatan-pendekatan lainnya..[2]
Perbandingan Prototipe Pendekatan
Biggs
Pendekatan Belajar
|
Motif dan Ciri
|
Strategi
|
Surface approach (pendekatan
permukaan)
Deep approach
(pendekatan mendalam)
Achieving approach
(pendekatan mencapai prestasi tinggi)
|
Ekstrinsik
dengan ciri menghindari keggagalan tapi tidak belajar keras
Intrinsik
dengan ciri berusaha memuaskan keingintahuan terhadap isi materi
Ego-enhancement
dengan ciri bersaing untuk meraih nilai prestasi tertinggi
|
Memusatkan
pada rincian materi dan mereproduksi secara persis
Memaksimalkan
pemahaman dengan berpikir, banyak membaca dan diskusi
Mengoptimalkan
pengaturan waktu dan usaha (study skills)
|
E. Empat Pilar Pendidikan
Menurut UNESCO
Pendidikan menurut
Unesco meliputi empat pilar, yaitu;
A. Learning to know (belajar mengetahui)
Pendidikan pada
hakikatnya merupakan usaha untuk mencari agar mengetahui informasi yang
dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan. Belajar untuk mengetahui (learning to
know) dalam prosesnya tidak sekedar mengetahui apa yang bermakna tetapi juga
sekaligus mengetahui apa yang tidak bermanfaat bagi kehidupannya.
Untuk
mengimplementasikan “learning to know” (belajar untuk mengetahui), Guru harus
mampu menempatkan dirinya sebagai fasilitator. Di samping itu guru dituntut
untuk dapat berperan ganda sebagai kawan berdialog bagi siswanya dalam rangka
mengembangkan penguasaan pengetahuan siswa.
B. Learning to be (belajar melakukan sesuatu)
Pendidikan juga
merupakan proses belajar untuk bisa melakukan sesuatu (learning to do). Proses
belajar menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif, peningkatan kompetensi,
serta pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap, penghargaan,
perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau merespon suatu stimulus. Pendidikan
membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk
terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang
bermakna bagi kehidupan.
Sekolah sebagai wadah
masyarakat belajar seyogjanya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan
keterampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do”
(belajar untuk melakukan sesuatu) dapat terrealisasi. Walau sesungguhnya bakat
dan minat anak dipengaruhi faktor keturunan namun tumbuh dan berkembangnya
bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan. Seperti kita ketahui bersama
bahwa keterampilan merupakan sarana untuk menopang kehidupan seseorang bahkan
keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan semata
C. Learning to be (belajar menjadi sesuatu)
Penguasaan pengetahuan
dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to
be). Hali ini erat sekali kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik,
kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Misal : bagi siswa
yang agresif, akan menemukan jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas
untuk berkreasi. Dan sebaliknya bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai
kompas penunjuk arah sekaligus menjadi fasilitator sangat diperlukan untuk
menumbuhkembangkan potensi diri siswa secara utuh dan maksimal.
Menjadi diri sendiri
diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar
berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar
menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapaian
aktualisasi diri.
D. Learning to live together (belajar hidup bersama)
pada pilar keempat ini,
kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu
dikembangkan disekolah. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan tumbuhnya
sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama
Dengan kemampuan yang
dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal
untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, dan
sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang
peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam
bersosialisasi di masyarakat (learning to live together).
Untuk itu semua,
pendidikan di Indonesia harus diarahkan pada peningkatan kualitas kemampuan
intelektual dan profesional serta sikap, kepribadian dan moral. Dengan
kemampuan dan sikap manusia Indonesia yang demikian maka pada gilirannya akan
menjadikan masyarakat Indonesia masyarakat yang bermartabat di mata masyarakat
dunia.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
A. Pengertian Mengajar
Istilah “mengajar”
sudah dikenal sejak lama, bahkan sejak disadari pentingnya pendidikan dan
persekolahan. Demikian juga konsep pengajaran dikaitkan dalam kerangka sistem
pendidikan nasional.
B. Asas-asas Pembelajaran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Asas adalah
hukum dasar; suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar. Sedangkan
prinsip adalah asas atau dasar yang dijadikan pokok berpikir, bertindak,
dan sebagainya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa asas dan prinsip sebenarnya
adalah sama, karena menjadi pokok dasar baik bertindak maupun berpikir.
C. Kompetensi Guru
Kompetensi menurut Abdul Majid (2005) adalah seperangkat
tindakan intelegen penuh taggung jawab yang harus dimilki seseorang sebagi
syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang tertentu.
D. Macam Pendekatan Sistem
Belajar Mengajar
·
Ekspository
learning , Pendekati ini di latar belakangi anggapan terhadap
siswa bahwa mereka masih kosong dengan ilmu
·
Enquiry
learning, merupakan belajar mencari dan menemukan sendiri
·
Mastery
Learning, Dalam situasi belajar terdapat aneka macam kecepatan
individu sebagai peserta belajar
·
Humanity
Education , Adalah sebuah sistem klasik yang bersifat global ,
tetapi beberapa prinsip dasarnya diambil oleh para ahli pendidikan sebagai
sebuah sistem pendekatan PBM
E. Empat Pilar Pendidikan
Menurut UNESCO
A. Learning to know
(belajar mengetahui)
B. Learning to be (belajar
melakukan sesuatu)
C. Learning to be (belajar
menjadi sesuatu)
D. Learning to live
together (belajar hidup bersama)
DAFTAR PUSTAKA
Asrori,
Muhammad. 2007. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.
Oemar, Hamalik.
2010. Psikologi belajar dan menngajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Islamuddin,
Haryu. 2012. Psikologi Pendidikan. Jember: STAIN Press.
Syah, Muhibbin.
2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar