BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Macam-macam
Keragaman Individu
Berhadapan dengan peserta didik yang
memiliki kecepatan belajar dan memiliki ciri-ciri kepribadian yang positif,
guru mungkin akan menganggap seolah-olah tidak ada hambatan. Namun ketika
berhadapan dengan peserta didik yang lambat dalam belajar atau ciri-ciri
kepribadian yang negatif, adakalanya guru dibuat frustrasi. Ujung-ujungnya dia
langsung saja akan menyimpulkan bahwa peserta didiklah yang salah. Peserta
didik dianggap kurang rajin, bodoh, malas, kurang sungguh-sungguh dan
sebagainya.
Jika saja guru tersebut dapat
memahami tentang keragaman individu, belum tentu dia akan langsung menarik
kesimpulan bahwa peserta didiklah yang salah. Terlebih dahulu mungkin dia akan
mempelajari latar belakang sosio-psikologis peserta didiknya, sehingga akan
diketahui secara akurat kenapa peserta didik itu lambat dalam belajar,
selanjutnya dia berusaha untuk menemukan solusinya dan menetukan tindakan apa
yang paling mungkin bisa dilakukan agar peserta didik tersebut dapat
mengembangkan perilaku dan pribadinya secara optimal.
Membicarakan tentang keragaman
individu secara luas dan mendalam sebetulnya sudah merupakan kajian tersendiri
yaitu dalam bidang Psikologi Diferensial. Untuk kepentingan pengetahuan
guru dalam memahami peserta didiknya, di bawah ini akan diuraikan dua jenis
keragaman individu yaitu keragaman dalam kecakapan dan kepribadian.
a. Keragaman
Individu dalam Kecakapan
Kecakapan
individu dapat dibagi dalam dua bagian yaitu kecakapan nyata (actual ability)
dan kecakapan potensial (potential ability).
Kecakapan
nyata (actual ability) yaitu kecakapan yang diperoleh melalui belajar (achivement
atau prestasi), yang dapat segera didemonstrasikan dan diuji sekarang.
Misalkan, setelah selesai mengikuti proses perkuliahan (kegiatan tatap muka di
kelas), pada akhir perkuliahan mahasiswa diuji oleh dosen tentang materi yang
disampaikannya (tes formatif). Ketika mahasiswa mampu menjawab dengan baik
tentang pertanyaan dosen, maka kemampuan tersebut merupakan atau kecakapan
nyata (achievement).
Sedangkan
kecakapan potensial merupakan aspek kecakapan yang masih terkandung dalam diri
individu dan diperoleh dari faktor keturunan (herediter). Kecakapan
potensial dapat dibagi ke dalam dua bagian yaitu kecakapan dasar umum (inteligensi
atau kecerdasan) dan kecakapan dasar khusus (bakat atau aptitudes).
C.P.
Chaplin (1975) memberikan pengertian inteligensi sebagai kemampuan
menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan
efektif.
Selanjutnya,
Thurstone (1938) mengemukakan teori “Primary Mental Abilities”, bahwa
inteligensi merupakan penjelmaan dari kemampuan primer, yaitu : (1) kemampuan
berbahasa (verbal comprehension); (2) kemampuan mengingat (memory);
(3) kemampuan nalar atau berfikir (reasoning); (4) kemampuan tilikan
ruangan (spatial factor); (5) kemampuan bilangan (numerical ability);
(6) kemampuan menggunakan kata-kata (word fluency); dan (7) kemampuan
mengamati dengan cepat dan cermat (perceptual speed).
Sementara
itu, J.P. Guilford mengemukakan bahwa inteligensi dapat dilihat dari tiga
kategori dasar atau “faces of intellect”, yaitu:
a. Operasi Mental (Proses Befikir)
1) Cognition (menyimpan informasi yang lama dan menemukan informasi yang
baru).
2) Memory Retention (ingatan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari).
3) Memory Recording (ingatan yang segera).
4) Divergent Production (berfikir melebar=banyak kemungkinan jawaban/ alternatif).
5) Convergent Production (berfikir memusat= hanya satu kemungkinan
jawaban/alternatif).
6) Evaluation (mengambil keputusan tentang apakah suatu itu baik, akurat,
atau memadai).
b.
Content (Isi yang Dipikirkan)
1) Visual (bentuk konkret atau gambaran).
2) Auditory.
3) Word Meaning (semantic).
4) Symbolic (informasi dalam bentuk lambang, kata-kata atau angka
dan notasi musik).
5) Behavioral (interaksi non verbal yang diperoleh melalui penginderaan,
ekspresi muka atau suara).
c.
Product (Hasil Berfikir)
1) Unit (item tunggal informasi).
2) Kelas (kelompok item yang memiliki sifat-sifat yang sama).
3) Relasi (keterkaitan antar informasi).
4) Sistem (kompleksitas bagian saling berhubungan).
5) Transformasi (perubahan, modifikasi, atau redefinisi
informasi).
6) Implikasi (informasi yang merupakan saran dari informasi
item lain).
Belakangan
ini banyak orang menggugat tentang kecerdasan intelektual (unidimensional),
yang konon dianggap sebagai anugerah yang dapat mengantarkan kesuksesan hidup
seseorang. Pertanyaan muncul, bagaimana dengan tokoh-tokoh dunia, seperti
Mozart dan Bethoven dengan karya-karya musiknya yang mengagumkan, atau Maradona
dan Pele sang legenda sepakbola dunia,. Apakah mereka termasuk juga orang-orang
yang genius atau cerdas ? Dalam teori kecerdasan tunggal (uni-dimensional),
kemampuan mereka yang demikian hebat ternyata tidak terakomodasikan. Maka
muncullah, teori inteligensi yang berusaha mengakomodir kemampuan-kemampuan
individu yang tidak hanya berkenaan dengan aspek intelektual saja. Dalam hal
ini, Howard Gardner (1993), mengemukakan teori Multiple Inteligence,
dengan aspek-aspeknya sebagai tampak dalam tabel di bawah ini :
INTELIGENSI
|
KEMAMPUAN INTI
|
1. Logical – Mathematical
|
Kepekaan dan kemampuan untuk
mengamati pola-pola logis dan bilangan serta kemampuan untuk berfikir
rasional.
|
2. Linguistic
|
Kepekaan terhadap suara, ritme,
makna kata-kata, dan keragaman fungsi-fungsi bahasa.
|
3. Musical
|
Kemampuan untuk menghasilkan dan
mengapresiasikan ritme. Nada dan bentuk-bentuk ekspresi musik.
|
4. Spatial
|
Kemampuan mempersepsi dunia
ruang-visual secara akurat dan melakukan tranformasi persepsi tersebut.
|
5. Bodily Kinesthetic
|
Kemampuan untuk mengontrol gerakan
tubuh dan mengenai objek-objek secara terampil.
|
6. Interpersonal
|
Kemampuan untuk mengamati dan
merespons suasana hati, temperamen, dan motivasi orang lain.
|
7. Intrapersonal
|
Kemampuan untuk memahami perasaan,
kekuatan dan kelemahan serta inteligensi sendiri.
|
b. Keragaman
Individu dalam Kepribadian
Para ahli tampaknya masih sangat
beragam dalam memberikan rumusan tentang kepribadian, tergantung sudut pandang
masing-masing. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W.
Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi
tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya,
akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih
lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis
dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang
unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari
pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider (1964)
mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang
bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan
dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara
keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik
bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu
dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur
psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi
kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga
menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam
berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk menjelaskan tentang
kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak
dikenal, diantaranya: teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, teori Analitik
dari Carl Gustav Jung, teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan
Sullivan, teori Personologi dari Murray, teori Medan dari Kurt Lewin, teori
Psikologi Individual dari Allport, teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull,
Watson, teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya.
Sementara itu, Abin Syamsuddin
(2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang didalamnya mencakup :
a. Karakter;
yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam
memegang pendirian atau pendapat.
b. Temperamen;
yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap
rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
c. Sikap;
sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen
d. Stabilitas
emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari
lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih, atau putus asa
e. Responsibilitas
(tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan
yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau
melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
f. Sosiabilitas;
yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti :
sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan
orang lain.
Setiap
individu memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri, mulai dari yang menunjukkan
ciri-ciri kepribadian yang sehat sampai dengan ciri-ciri kepribadian yang tidak
sehat. Dalam hal ini, Elizabeth Hurlock (Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan
ciri-ciri kepribadian yang sehat atau tidak sehat, sebagai berikut :
KEPRIBADIAN YANG SEHAT
|
KEPRIBADIAN YANG TIDAK SEHAT
|
1. Mampu menilai diri sendiri secara realistik
2. Mampu
menilai situasi secara realistik
3. Mampu
menilai prestasi yang diperoleh secara realistik
4. Menerima
tanggung jawab
5. Kemandirian
6. Dapat
mengontrol emosi
7. Berorientasi
tujuan
8. Berorientasi
keluar (ekstrovert)
9. Penerimaan
sosial
10. Memiliki
filsafat hidup
11. Berbahagia
|
1. Mudah marah
2. Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan
3. Sering merasa tertekan (stress atau depresi)
4. Bersikap kejam
5. Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang
6. Kebiasaan berbohong
7. Hiperaktif
8. Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas
9. Senang mengkritik/ mencemooh
10. Sulit tidur
11. Kurang rasa tanggung jawab
12. Sering mengalami pusing kepala
13. Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama
14. Pesimis
15. Kurang bergairah
|
Berdasarkan
uraian diatas kita dapat memahami bahwa ketika seorang guru berhadapan dengan
peserta didiknya di kelas, dia dihadapkan dengan sejumlah keragaman kecakapan
dan kepribadian yang dimiliki para peserta didiknya. Oleh karena itu,
seyogyanya guru dapat memperlakukan peserta didik dan mengembangkan strategi
pembelajaran, dengan memperhatikan aspek perbedaan atau keragaman kecakapan dan
kepribadian yang dimiliki peserta didiknya. Sehingga peserta didik dapat
mengembangkan diri sesuai dengan kecepatan belajar dan karakteristik perilaku
dan kepribadiannya masing-masing.
2.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Keragaman dalam Kecakapan dan
Kepribadian
Timbulnya keragaman dalam kecakapan
dan kepribadian dipengaruhi oleh bebagai faktor. Kendati demikian, para ahli
sepakat bahwa pada dasarnya keragaman dalam kecakapan dan kepribadian
dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu :
a. Herediter;
pembawaan sejak lahir atau berdasarkan keturunan yang bersifat kodrati, seperti:
konstitusi dan struktur fisik, kecakapan potensial (bakat dan kecerdasan).
Seberapa kuat pengaruh keturunan sangat bergantung pada
besarnya kualitas gen yang dimiliki oleh orang tuanya (ayah atau ibu).
Berdasarkan percobaannya dengan cara mengawinkan bunga merah dengan bunga
putih, Gregor Mendel mengemukakan pandangannya, bahwa : (1) tiap-tiap sifat (traits)
makhluk hidup itu dikendalikan oleh keturunan; (2) tiap-tiap pasangan faktor
keturunan menentukan bentuk alternatif sesamanya, dan satu dari pada pasangan
alternatif itu memegang pengaruh besar; dan (3) pada waktu proses pembentukan
sel-sel kelamin, pasangan faktor keturunan itu memisah, dan tiap-tiap sel
kelaminnya menerima salah satu faktor dari pasangan keturunan itu. Hasil
percobaan Mendel ini menjelaskan kepada kita bahwa faktor keturunan memegang
peranan penting bagi perilaku dan pribadi individu.
Beberapa asas tentang keturunan di
bawah ini akan memberikan gambaran pembanding kepada kita tentang apa-apa yang
diturunkan dari orang tua kepada anaknya :
1) Asas Reproduksi
Menurut asas ini bahwa kecakapan (achievement) dari
masing-masing ayah atau ibunya tidak dapat diturunkan kepada anak-anaknya.
Sifat-sifat atau ciri-ciri perilaku yang diturunkan orang tua kepada anaknya
hanyalah bersifat reproduksi, yaitu memunculkan kembali mengenai apa yang sudah
ada pada hasil perpaduan benih saja, dan bukan didasarkan pada perilaku orang
tua yang diperolehnya melalui hasil belajar atau hasil berinteraksi dengan
lingkungannya.
2) Asas
Variasi
Bahwa penurunan sifat pembawaan dari orang tua kepada
anak-anaknya akan bervariasi, baik mengenai kuantitas maupun kualitasnya. Hal
ini disebabkan karena pada waktu terjadinya pembuahan komposisi gen berbeda-beda,
baik yang berasal dari ayah maupun ibu. Oleh karena itu, akan didapati beberapa
perbedaan sifat dan ciri-ciri perilaku individu dari orang yang bersaudara,
walaupun berasal dari ayah dan ibu yang sama, sehingga mungkin saja kakaknya
lebih banyak menyerupai sifat dan ciri-ciri perilaku ayahnya sedangkan adiknya
lebih banyak menyerupai sifat dan ciri-ciri perilaku ibunya atau sebaliknya.
3) Asas
Regresi Filial
Terjadi pensurutan sifat atau ciri perilaku dari kedua
orangtua pada anaknya yang disebabkan oleh gaya tarik-menarik dalam perpaduan
pembawaan ayah dan ibunya, sehingga akan didapati sebagian kecil dari
sifat-sifat ayahnya dan sebagian kecil pula dari sifat-sifat ibunya. Sedangkan
perbandingannya mana yang lebih besar antara sifat-sifat ayah dan ibunya ini
sangat tergantung kepada daya kekuatan tarik menarik dari pada masing-masing
sifat keturunan tersebut.
4) Asas
Jenis Menyilang
Menurut asas ini bahwa apa yang diturunkan oleh
masing-masing orang tua kepada anak-anaknya mempunyai sasaran menyilang jenis.
Seorang anak perempuan akan lebih banyak memilki sifat-sifat dan tingkah laku
ayahnya, sedangkan bagi anak laki-laki akan lebih banyak memilki sifat pada
ibunya.
5) Asas
konformitas
Berdasarkan asas konformitas ini bahwa seorang anak akan lebih
banyak memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri tingkah laku yang diturunkan oleh
kelompok rasnya atau suku bangsanya. Misalnya, orang Eropa akan menyerupai
sifat-sifat dan ciri-ciri tingkah laku seperti orang-orang Eropa lainnya
dibandingkan dengan orang-orang Asia.
b. Environment;
lingkungan tempat di mana individu itu berada dan berinteraksi, baik lingkungan
fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, termasuk didalamnya adalah belajar.
Terhadap faktor lingkungan ini ada
pula yang menyebutnya sebagai empirik yang berarti pengalaman, karena dengan
lingkungan itu individu mulai mengalami dan mengecap alam sekitarnya. Manusia
tidak bisa melepaskan diri secara mutlak dari pada pengaruh lingkungan itu,
karena lingkungan itu senantiasa tersedia di sekitarnya.
Sejauh mana pengaruh lingkungan itu
bagi diri individu, dapat kita ikuti pada uraian berikut :
1) Lingkungan membuat individu sebagai makhluk sosial
Yang dimaksud dengan lingkungan pada uraian ini hanya
meliputi orang-orang atau manusia-manusia lain yang dapat memberikan pengaruh
dan dapat dipengaruhi, sehingga kenyataannya akan menuntut suatu keharusan
sebagai makhluk sosial yang dalam keadaan bergaul satu dengan yang lainnya.
Terputusnya hubungan manusia dengan masyarakat manusia pada
tahun-tahun permulaan perkembangannya, akan mengakibatkan berubahnya tabiat
manusia sebagai manusia. Berubahnya tabiat manusia sebagai manusia dalam arti
bahwa ia tidak akan mampu bergaul dan bertingkah laku dengan sesamanya.
Dapat kita bayangkan andaikata seorang anak manusia yang
sejak lahirnya dipisahkan dari pergaulan manusia sampai kira-kira berusia 10
tahun saja, walaupun diberinya cukup makanan dan minuman, akan tetapi serentak
dia dihadapkan kepada pergaulan manusia, maka sudah dapat dipastikan bahwa dia
tidak akan mampu berbicara dengan bahasa yang biasa, canggung pemalu dan
lain-lain. Sehingga kalaupun dia kemudian dididik, maka penyesuaian dirinya itu
akan berlangsung sangat lambat sekali.
2) Lingkungan
membuat wajah budaya bagi individu
Lingkungan dengan aneka ragam kekayaannya merupakan sumber
inspirasi dan daya cipta untuk diolah menjadi kekayaan budaya bagi dirinya.
Lingkungan dapat membentuk pribadi seseorang, karena manusia hidup adalah
manusia yang berfikir dan serba ingin tahu serta mencoba-coba terhadap segala
apa yang tersedia di alam sekitarnya.
Lingkungan
memiliki peranan bagi individu, sebagai :
a) Alat
untuk kepentingan dan kelangsungan hidup individu dan menjadi alat pergaulan
sosial individu. Contoh: air dapat dipergunakan untuk minum atau menjamu teman
ketika berkunjung ke rumah.
b) Tantangan
bagi individu dan individu berusaha untuk dapat menundukkannya. Contoh: air
banjir pada musim hujan mendorong manusia untuk mencari cara-cara untuk
mengatasinya.
c) Sesuatu
yang diikuti individu. Lingkungan yang beraneka ragam senantiasa memberikan
rangsangan kepada individu untuk berpartisipasi dan mengikutinya serta berupaya
untuk meniru dan mengidentifikasinya, apabila dianggap sesuai dengan dirinya.
Contoh : seorang anak yang senantiasa bergaul dengan temannya yang rajin
belajar, sedikit banyaknya sifat rajin dari temannya akan diikutinya sehingga
lama kelamaan dia pun berubah menjadi anak yang rajin.
d) Obyek
penyesuaian diri bagi individu, baik secara alloplastis maupun autoplastis.
Penyesuaian diri alloplastis artinya individu itu berusaha untuk merubah
lingkungannya. Contoh: dalam keadaan cuaca panas individu memasang kipas angin
sehingga dikamarnya menjadi sejuk. Dalam hal ini, individu melakukan manipulation
yaitu mengadakan usaha untuk memalsukan lingkungan panas menjadi sejuk sehingga
sesuai dengan dirinya. Sedangkan penyesuaian diri autoplastis, penyesusian diri
yang dilakukan individu agar dirinya sesuai dengan lingkungannya. Contoh :
seorang juru rawat di rumah sakit, pada awalnya dia merasa mual karena bau
obat-obatan, namun lama-kelamaan dia menjadi terbiasa dan tidak menjadi
gangguan lagi, karena dirinya telah sesuai dengan lingkungannya.
c. Maturity;
kematangan yang mengacu pada tahap-tahap atau fase-fase perkembangan yang
dijalani individu. Kematangan pada awalnya merupakan hasil dari adanya
perubahan-perubahan tertentu dan penyesuaian struktural pada diri individu,
seperti adanya kematangan jaringan-jaringan tubuh, otot, syaraf dan kelenjar.
Kematangan seperti ini disebut kematangan biologis. Kematangan
terjadi pula pada aspek-aspek psikis, seperti : kemampuan berfikir, emosi,
sosial, moral, dan kepribadian, religius. Kematangan aspek psikis ini
diperlukan adanya latihan dan belajar tertentu.
Ketiga faktor tersebut di atas dapat dibuat formulasi
sebagai berikut :
p
= f(H.E.M)
P= Pribadi atau perilaku
f = fungsi
H= Herediter (pembawaan)
E=Environment (lingkungan, termasuk belajar)
M=Maturity (tingkat kematangan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar