BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang wajib kita pelajari dan kita
ketahui, karena al-Qur’an adalah petunjuk bagi umat Islam. Jika kita ingin
menuju jalan yang lurus dan benar, maka kita harus menggunakan petunjuk dengan
cara belajar.
Al-Qur’an adalah salah satu sumber dan dalil hukum, juga merupakan
sumber dari segala ilmu pengetahuan. Sebagaimana kita ketahui bahwasannya
pendidikan itu sangatlah penting, agar akhlak, sifat, perilaku dan pikiran kita
menjadi lebih baik.
Pada zaman sekarang, banyak umat Islam yang sudah tidak
menghiraukan perintah dan larangan dari Allah SWT. Maka dari itu kami disini
akan mencoba menerangkan sebuah ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan
atau pendidikan, yaitu ayat keenam dari surat at-Tahrim. Dalam ayat ini
menjelaskan tentang keharusan bagi seseorang agar memelihara dirinya, keluarga
serta kerabatnya dari api neraka yang mana disebabkan karena tidak mematuhi
akan perintah dan larangan dari Allah SWT. Maka setiap manusia perlu adanya
sebuah pendidikan yang akan mengantarkannya kepada jalan yang benar supaya ia
tidak terjerumus dalam jalan kesesatan.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1.
Apakah pengertian yang terkandung dalam surat at-Tahrim: 6?
1.2.2.
Pelajaran apa yang bisa diambil dari surat at-Tahrim: 6?
1.2.3.
Siapakah objek yang dituju dalam surat at-Tahrim: 6?
1.3
Tujuan
1.3.1.
Mengetahui pengertian yang terkandung dalam surat at-Tahrim: 6.
1.3.2.
Mengetahui pelajaran yang bisa di ambil dari surat at-Tahrim: 6.
1.3.3.
Mengetahui objek yang dituju dalam surat at-Tahrim: 6.
BAB II
KAJIAN AYAT
2.1
Ayat dan Terjemahnya
يأيّهاالذين
امنوا قواانفسكم واهليكم نارا وقود ها الناس والحجارة عليها ملائكةغلاظ شداد لا
يعصون الله ما امرهم ويفعلون مايؤمرون.
Artinya :
“Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
2.2
Mufrodat
1.
Qu
anfusakum : jadilah dirimu itu pelindung dari
api neraka, dengan meninggalkan maksiat.
2.
Wa
ahlikum : membawa keluargamu kepada hal itu dengan
nasihat dan pengajaran.
3.
Al-waqud
: kayu bakar
4.
Al-hijarah : berhala-berhala yang di sembah, berdasarkan firman
Allah Ta’la:
انكم وما تعبدون من دون الله حصب جهنم
“sesungguhnya
kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan jahannam” (Al- Anbiya’,21:98).
5.
Malaikah : para penjaga neraka yang sembilan belas orang.
6.
Ghilazh
: kesat hati dan tidak mau mengasihi apabila mereka dimintai belas kasihan.
7.
Syidad
: kuat badan
2.3
Munasabah atau Asbab An-Nuzul
Setelah pada ayat-ayat yang lalu Allah SWT memerintahkan sebagian
dan isteri-isteri Nabi supaya bertaubat kepada Allah, menjelaskan kepada
mereka, bahwa Allah-lah yang melindungi Nabi dan menolongnya. Kerjasama mereka
tidak akan membahayakan Nabi, kemudian Allah memperingatkan mereka supaya
perbuatan mereka yang menyusahkan Nabi jangan sampai berlarut-larut yang dapat
mengakibatkan mereka ditalak lalu diganti dengan isteri-isteri yang lebih baik,
patuh, tekun beribadah,dan lainnya. Maka pada ayat-ayat berikut ini Allah SWT
memerintahkan orang mukmin secara keseluruhan supaya menjaga dirinya dan
keluarganya dari api neraka yang kayu bakarnya terdiri dari manusia dan batu.
Allah memerintahkan agar manusia mencegah dirinya dari perbuatan dosa, serta
bertaubat dengan taubat nasuha.
Dalam ayat 6 ini firman Allah ditujukan kepada orang-orang
yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, yaitu memerintahkan supaya mereka,
menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan
batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah, dan mengajarkan kepada
keluarganya supaya taat dan patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan meraka
dari api neraka.
Diantara cara menyelamatkan diri dari api neraka itu ialah
mendirikan salat dan bersabar, sebagaimana firman Allah SWT.
وأمراهلك
بالصلاة واصطبرعليها
Artinya :
"Dan
perintahkanlahkepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu
mengerjakannya 123).
Dan dijelaskan pula dengan firman-Nya".
وانذرعشيرتك
الاقربين
Artinya :
"Dan berilah
peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat" 124).
Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke 6 ini turun, Umar berkata: “wahai
Rasulallah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?”
Rasulullah saw menjawab: “larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang
mengerjakannya dan perintahkanlah mereka melakukan apa yang Allah memerintahkan
kepadamu melakukannya. Begitulah caranya meluputkan mereka dari api neraka.
Neraka itu dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang pemimpinnya berjumlah
sembilan belas malaikat, mereka dikuasakan mengadakan penyiksaan di dalam
neraka, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang dipeintahkan-Nya kepada
mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan Allah.
2.4
Tafsir Tekstual
يايهاالذين امنوا قواانفسكم واهليكم نارا وقود ها الناس والحجارة
Wahai
orang-orang yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya hendaklah sebagian dari
kamu memberitahukan kepada sebagian yang lain, apa yang dapat menjaga dirimu
dari api neraka dan menjauhkan kamu dari padanya, yaitu ketaatan kepada Allah
Ta’ala dan menuruti segala perintah-Nya. Dan hendaklah kamu mengajarkan kepada
keluargamu perbuatan yang dengannya mereka dapat menjaga diri mereka dari api
neraka. Dan bawalah mereka kepada yang demikian ini melalui nasihat dan
pengajaran.
Semakna
dengan ayat ini ialah firman-Nya:
وامراهلك بلصلواة واصطبر عليها
Artinya : “Dan
perintahkanlah kepada keluargamu untuk mendirikan sholat dan bersabarlah kamu
dalam mengerjakannya.” (Thaha,
20:132).
وانذر عشيرتك الاقربين
Artinya : “Dan
berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,” (Asy-Syu’ara’, 26:24)
Telah
diriwayatkan, bahwa Umar berkata ketika turun ayat itu: “Wahai Rasulullah, kita
menjaga diri kita sendiri. Tetapi bagaiman kita menjaga keluarga kita?”
Rasulullah Saw menjawab “ kamu larang mereka mengerjakan apa yang dilarang
Allah untukmu, dan kamu perintahkan kepada mereka apa yang diperintahkan Allah
kepadamu. Itulah penjagaan antara diri mereka dengan neraka”.
Telah
dikeluarkan oleh ibnu ‘I-Mundzir dan Al-Hakim didalam jama’ah Akharin, dari Ali
Karrama ‘I-Lahu wajhah, bahwa dia mengatakan tentang ayat itu, “Ajarilah dirimu
dan keluargamu kebaikan dan didiklah mereka”.
Yang
dimaksud dengan al-ahl (keluarga) disini mencakup istri, anak, budak laki-laki
dan budak perempuan.
Didalam
ayat ini terdapat isyarat mengenai kewajiban seorang suami mempelajari
fardhu-fardhu agama yang diwajibkan baginya dan mengajarkannya kepada mereka.
Termuat didalam
hadits :
رحم الله رجلا قال يا اهلاه : صلاتكم صيامكم, زكاتكم مسكينكم يتيمكم
جيرانكم لعل الله يجمعكم معهم في الجنتي
Artinya :
“Allah mengasihi seorang lelaki yang mengatakan: Wahai keluargaku, jagalah
shalatmu, puasamu, zakatmu, orang miskinmu, orang yatimmu dan tetanggamu.
Semoga Allah mengumpulkan kamu dengan mereka didalam syurga”.
عليها ملائكة
Malaikat-malaikat
itu diserahi neraka untuk mengurusnya dan menyiksa para penghuninya. Mereka ada
sembilan belas orang malaikat penjaga neraka yang akan disebutkan dalam surat
Al-Muddatsir di dalam firman_Nya:
ساءصليه سقر.
وما ادراك ما سقر, لا تبقى ولا تذر لواحة للبشر, عليها تسعةعشر
Artinya : “ Aku akan memasukkannya kedalam
(neraka) Saqar. Tahukah kamu apakah (neraka) Saqar itu? Saqar tidak
meninggalkan dan tidak membiarkan. (neraka saqar) adalah pembakar kulit
manusia. Diatasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). “(Al-Muddatsir,
74:26-30).
غلاظ شداد
Mereka keras dan kasar terhadap para
penghuni neraka itu.
Kemudian, Allah menjelaskan besarnya ketaatan
mereka kepada Tuhan mereka. Firman_Nya:
لا يعصون الله
ما امرهم ويفعلون مايؤمرون
Mereka tidak menyalahi perintah-Nya,
tetapi mereka menjalankan apa yang diperintahkan kepada mereka pada waktu itu
juga tanpa selang. Mereka tidak mendahului dan tidak menunda perintah-Nya.
Kalimat pertama menunjukkan penafian,
penentangan dan kesombongan dari mereka, seperti difirmankan-Nya:
لا يستكبرون عن
عبادته
Sedang kalimat kedua menunjukkan penafian
kemalasan dari mereka, seperti difirmankan-Nya:
ولا يستحسرون
Ringkasnya: mereka mengikuti perintah dan tidak
enggan untuk melaksanakannya, tetapi mereka menunaikannya tanpa rasa berat dan
tidak ditunda-tunda.
2.5
Tafsir Kontekstual
Sesudah Allah memberikan beberapa bimbingan tentang rumah tangga Rasulullah SAW, maka Tuhan pun menghadapkan seruan-Nya kepada orang-orang yang beriman bagaimana pula sikap mereka dalam
menegakkan rumah tangga.
“Wahai
orang-orang yang beriman! Peliharalah diri-diri kamu dan keluarga-keluarga kamu
dari api neraka.” (pangkal ayat 6). Di pangkal ayat ini jelas bahwa semata-mata
mengakui beriman saja belumlah cukup. Iman mestilah dipelihara dan dipupuk,
terutama sekali dengan dasar iman hendaklah orang menjaga keselamatan diri dan
seisi rumah tangga dari api neraka. “yang alat penyalanya
ialah manusia dan batu.” Batu-batu ialah barang yang tidak berharga yang
tercampak dan tersebar di mana-mana. Pada bukit-bukit dan munggu-munggu yang bertebaran
di padang pasir terdapatlah beronggok-onggok batu. Batu itulah yang akan
dipergunakan untuk jadi kayu api penyalakan api neraka. Manusia yang durhaka
kepada Tuhan, yang hidup di dunia ini tiada bernilai karena telah dipenuhi oleh
dosa, sudah samalah keadaannya dengan batu-batu yang berserak-serak di tengah
pasir, di munggu-munggu dan di bukit-bukit atau di sungai-sungai yang mengalir
itu. Gunanya hanyalah untuk menyalakan api ; “Yang di atasnya ialah
malaikat-malaikat yang kasar lagi keras sikap.” Disebut di atasnya karena Allah
memberikan kekuasaan kepada malaikat-malaikat itu menjaga dan mengawal neraka
itu, agar apinya selalu bernyala, agar alat penyalanya selalu sedia, baik batu
ataupun manusia. Sikap malaikat-malaikat pengawal dan penjaga neraka mesti
kasar, tidak ada lemah lembutnya, keras sikapnya, tidak ada
tenggang-menenggang. Karena itulah sikap yang sesuai dengan suasana api neraka
sebagai tempat yang disediakan Allah buat menghukum orang yang bersalah. “Tidak
mendurhakai Allah pada apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan mereka
kerjakan apa yang disuruhkan.” (ujung ayat 6).
Ujung ayat menunjukkan bagaimana keras
disiplin dan peraturan yang dijalankan dan dijaga oleh malaikat-malaikat itu.
Nampaklah bahwa mereka semuanya hanya semata-mata menjalankan perintah Allah
dengan patuh dan setia, tidak membantah dan tidak merubah sedikit pun.
Itulah
yang diperingatkan kepada orang yang beriman. Bahwa mengakui beriman saja
tidaklah cukup kalau tidak memelihara diri janganlah sampai esok masuk ke dalam
neraka yang sangat panas dan siksa yang sangat besar itu, diserta jadi penyala
dari api neraka.
Dari
rumahtangga itulah dimulai menanamkan iman dan memupuk islam. Karena dari
rumahtangga itulah akan terbentuk ummat. Dan dalam ummat itulah akan tegak
masyarakat islam. Masyarakat islam ialah suatu masyarakat yang bersamaan
pandangan hidup, bersamaan penilaian terhadap alam.
Oleh
sebab itu maka seseorang yang beriman tidak bolehlah pasip, artinya berdiam
diri enunggu-nunggu saja. Nabi sudah menjelaskan tanggungjawab dalam menegakkan
iman menurut hadis shahih yang dirawikan oleh Bukhari dan Muslim.
Yang
mula-mula sekali diperingatkan ialah supaya memelihara diri sendiri lebih
dahulu supaya jangan masuk neraka. Setelah itu memelihara seluruh isi rumahtangga,
isteri dan anak-anak.
Dengan
ayat ini dijelaskan bahwa Imam itu mula ditumbuhkan ialah pada diri pribadi.
Kemudian diri pribadi tadi dianjurkan mendirikan rumahtangga. Diperintahkan
nikah kawin menurut peraturan yang telah tertentu. Seorang laki-laki dan
seorang perempuan dipertalikan, diikatkan oleh aqad nikah, atau ijab dan kabul.
Di dalam Surat 30, ar-Rum ayat 21 diterangkanlah bahwa salah satu dari
tanda-tanda (ayat) kebesaran Allah ialah bahwa diciptakan Tuhan untuk kamu
isteri-isteri kamu, supaya kamu merasa tenteram dengan isteri itu, dan
dijadikan oleh Tuhan di antara kamu berdua mawaddah yang berarti cinta dan
rahmah yang berarti kasih sayang, yaitu dipadukan hati dimesrakan hidup suami
isteri. Dan dalam pergaulan itulah Allah mengurniakan anak-anak, laki-laki dan
perempuan, sebagaimana tersebut pada Surat 4, an-Nisa’, ayat 1. Sampai
bertebaranlah manusia, laki-laki dan perempuan di muka bumi ini.
“Tiap-tiap kamu itu ialah penggembala dan
tiap-tiap kamu akan ditanyai tentang apa yang digembalakannya. Imam yang
mengimami orang banyak adalah penggembala, dan dia akan ditanyai tentang
orang-orang yang digembalakannya itu. Dan seorang laki-laki adalah penggembala
terhadap keluarganya, dan dia pun akan ditanyai tentang penggembalaannya. Dan
seorang perempuan adalah penggembala dalam rumah suaminya, dan dia pun akan
ditanyai tentang yang digembalakannya.”
Dalam
hadis yang shahih ini nyatalah tanggung jawab yang terletak di atas pundak
tiap-tiap orang menurut ukuran apa yang ditanggung jawabinya, akan ditanya
tentang penggembalaannya terhadap ahlinya, yaitu isteri dan anak-anaknya.
Karena yang disebut ahli itu ialah seisi rumah yang terletak dalam
tanggungjawab. Kadang-kadang seseorang memikul tanggung jawab sampai dua tiga.
Jika ia imam dalam satu masyarakat dan dia pun suami dalam satu rumah, maka
keduanya pun di bawah tanggungjawabnya.
Supaya
diri seseorang mempunyai pengaruh, berwibawa, disegani, hendaklah perangai dan
tingkah lakunya dapat dijadikan contoh oleh anak dan isterinya. Dapatlah
hendaknya dia jadi kebanggaan dan
kemegahan bagi keluarga. Dan itu belum cukup, maka hendaklah dia membimbing
isterinya, menuntunnya;
ãA%y`Ìh9$# cqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# … ÇÌÍÈ
“Laki-laki adalah memimpin bagi perempuan-perempuan.”
Lantaran
itu maka sejak masa mencari jodoh, hal ini sudah patut diperhatikan. Sebab itu
maka salah seorang imam ikutan ummat, yaitu Imam Malik menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan peraturan kafa’ah atau kufu’ tentang mencari pasangan suami
isteri, bagi beliau ialah agama. Kalau seorang laki-laki hendak mencari calon
isteri utamakanlah dari keluarga yang menghormati nilai-nilai agama.
Dengan
sebab sekufu’, yaitu sama pandangan keagamaan, mudahlah bagi si suami memimpin
isterinya, terutama dalam pegangan hidup beragama.
Nabi
bersabda;
تَخَيَّروا لِنُطَفِكُمْ وَانْكِحُوا
اْلاَكْفاَءَ وَاَنْكِحُوْا إِلَيْهِمْ
“Pilih-pilihlah tempat
mencurahkan nuthfah kamu dan nikahilah perempuan yang sekufu’ dan nikahkanlah
kepada laki-laki yang sekufu’ pula.” (Riwayat Bukhari, Ibnu Majah dan Imam
Ahmad bin Hanbal)
Setelah
ayat perintah agar seorang mu’min memelihara diri dan ahlinya dari nyala api
neraka ini turun, bertanyalah Sayyidina Umar bin Khathab kepada Rasulullah
s.a.w.; Kita telah memelihara diri sendiri dari api neraka, dan bagaimana pula
caranya kita memelihara ahli kita dari neraka?”
Rasulullah
s.a.w. menjawab;
“Kamu laranglah mereka dari segala perbuatan
yang dilarang Allah dan kamu suruhkanlah mereka mengerjakan apa yang
diperintahkan Allah.”
(Riwayat al-Qusyairi, dalam tafsir
al-Qurthubi)
Berdasarkan
kepada yang demikian maka hendaklah dianjurkan, dipimpin dan diajak dan diajar
isteri-isteri itu sembahyang, puasa, dan adab sopan santun agama yang lain
Dalam
sebuah hadis yang dirawikan oleh Imam
Bukhori ada disebutkan bahwa kalau Nabi akan mengerjakan shalat witir (tahajud
yang diakhiri dengan witir), beliau bangunkan pula isterinya. Dicatat oleh
Bukhori ucapan beliau yang dirawikan oleh Aisyah;
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ
حَدَّثَنَا يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي
وَأَنَا رَاقِدَةٌ مُعْتَرِضَةً عَلَى فِرَاشِهِ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يُوتِرَ
أَيْقَظَنِي فَأَوْتَرْتُ
Telah menceritakan kepada
kami Musaddad berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya berkata, telah
menceritakan kepada kami Hisyam berkata, telah menceritakan kepadaku Bapakku
dari 'Aisyah berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah
berdiri shalat malam sedangkan aku berbaring membentang di atas tikarnya.
Apabila akan melaksanakan shalat witir, beliau membangunkan aku hingga aku pun mengerjakan shalat witir."
“Bangunlah dan berwitirlah Aisyah”
Seakan-akan
terlihat oleh kita bagaimana Nabi s.a.w. yang bersikap halus dan lemah lembut,
dengan isterinya itu membangunkan Aisyah yang usianya masih muda, untuk
sama-sama mengerjakan tahajjud, rasa-rasa terihat oleh kita Aisyah menguap
melawan matanya yang mengantuk, namun dia terus juga mengambil wudhu’ untuk
sembahyang atau mandi janabat lebih dahulu, lalu berwitir pula.
Dan ada sabda Nabi pula yang dirawikan oleh an-Nasa’i;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا قَامَ مِنْ
اللَّيْلِ فَصَلَّى ثُمَّ أَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ
فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ وَرَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنْ اللَّيْلِ
فَصَلَّتْ ثُمَّ أَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي
وَجْهِهِ الْمَاء.
“Rahmat Allahlah atas seseorang yang bangun
pada sebahagian malam lalu sembahyang. Lalu dibangunkannya pula ahlinya
(keluarganya). Kalau dia tidak mau bangun lalu dipercikkan air di mukanya! Dan
rahmat Allah pula bagi seorang perempuan yang bangun di sebahagian malam
sembahyang, lalu dibangunkannya pula suaminya, dan kalau tidak mau bangun
dipercikkannya pula air di mukanya.”
Meskipun
siram menyiram atau percik memercikkan air, bukanlah karena memaksa. Karena
kita pun maklum bahwa sembahyang tahajjud dan sembahyang witir tidaklah
sembahyang wajib. Kalau mereka percik memercikkan air suami isteri bukanlah
karena memaksa, melainkan karena mendalamnya kasih-sayang. Kalau bukanlah
karena mendalamnya kasih-sayang, tidaklah Rasulullah s.a.w. akan mengatakan
dalam permulaan ucapannya ”Rahimallahu”, rahmat Allah atas laki-laki dan
seterusnya itu.
Selanjutnya
bilamana kedua suami isteri dianugerahi oleh Allah anak, maka menjadi kewajiban
pulalah bagi si ayah memilihkan nama yang baik buat dia, mengajarnya menulis
dan membaca, dan jika telah datang waktunya, lekas peristerikan jika laki-laki
dan lekas persuamikan jika perempuan.
Dan
dianjurkan pulalah menyembelihkan ‘aqiqah buat anak itu jika usianya sampai
tujuh hari. Tetapi kalau telah lepas tujuh hari perbelanjaan buat ‘aqiqah belum
ada, ‘aqiqahkanlah di mana ada waktu kelapangan. Dan bersabda Rasulullah
s.a.w.;
عنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا أَوْلَادَكُمْ
بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ
أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Perintahkanlah anak-anakmu sembahyang jika usianya
sudah tujuh tahun dan pukullah jika sembahyang itu ditinggalkannya kalau
usianya sudah sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat-tempat tidur di
antara mereka.” (Riwayat Abu Daud)
Memang sudah menjadi fitrah bagi setiap manusia yang sudah
berkeluarga mendambakan seorang anak.
Anak yang lahir akan disambut penuh bahagia dan suka cita. Kebahagiaan
ini akan bertambah jika tumbuh kembang sang anak sehat dan menunjukkan prestasi
yang sesuai dengan harapan ayah dan ibunya. Anak adalah asset bagi orang tua
dan di tangan orang tua lah anak-anak menemukan jalan-jalannya. Banyak orang
tua yang salah asuh kepada anak-anaknya sehingga perkembangan fisik yang cepat
di era globalisasi ini tidak diiringi dengan perkembangan mental dan spiritual
yang benar kepada anak sehingga banyak perilaku kenakalan-kenakalan remaja.
Dalam lima tahun pertama seorang anak mempunyai potensi yang sangat
besar untuk berkembang. Pada usia ini 90% dari fisik dan otak anak sudah
terbentuk. Karena itu, di masa-masa inilah seorang anak seharusnya mulai
diarahkan , karena masa keemasan tidak akan terjadi dua kali. Dan tahapan
selanjutnya adalah ketika anak memasuki masa selanjutnya yaitu 5-9 tahun, pada
usia ini seharusnya orang tua mengajari anak kedisiplinan, tata pergaulan,
rajin sholat dan mengaji, mengajari tata karma, dan ilmu-ilmu terapan lainnya,
karena pada masa ini otak kanan seorang anak mulai berfungsi dan baru mampu
membedakan antara yang boleh dan tidak, serta yang baik dan buruk.
Ketika menginjak usia remaja hal tersebut akan sulit dilakukan, tak
jarang ditemukan anak yang membangkang kepada orang tuanya. Pepatah mengatakan
bahwasannya belajar diwaktu kecil bagai mengukir diatas batu dan masuknya ilmu
semudah masuknya sesuatu kedalam air, belajar diwaktu dewasa bagai mengukir
diatas air dan masuknya ilmu sesulit mengukir diatas batu. Dan inilah
pentingnya pendidikan islam sejak dini yang sering diremehkan oleh para orang
tua saat ini.
Sebagaimana
telah kita katakan sejak semula tadi, dari rumahtangga, atau dari gabungan
hidup suami isteri itulah ummat akan dibentuk. Suami isteri mendirikan
rumahtangga, menurunkan anak-anak dan cucu, diiringkan oleh para pembantu dan
pelayan. Dari sini akan bergabung menjadi kampung, teratak dan dusun, kota dan
negeri, akhirnya sampai pada suatu negara dan umumnya ialah masyarakat. Anak
laki-laki dari suatu keluarga akan dikawinkan dengan anak perempuan dari
keluarga yang lain.
Maka
dapatlah kita maklumi betapa hebat dan besarnya gelombang perusak masyarakat
islam itu yang kita hadapi di zaman kita ini. Pemuda dan pemudi bebas bergaul,
sedang orang tuanya, ibu dan bapaknya sudah sangat lemah bahkan ada yang telah
padam semangat beragama itu pada dirinya. Dalam zaman sebagai sekarang kin
banyak laki-laki yang tidak memperdulikan lagi sembahyang lima waktu dan
isterinya pun tidak lagi mengetahui perbedaan mandi biasa dengan mandi janabat,
kehidupan kebendaan, yang hanya terpukau kepada kemegahan yang dangkal menyebabkan
rumahtangga tidak bercorak islam lagi, dan anak-anak dari hasil pergaulan
seperti itu menjadi kosong. Mudah saja mereka berpindah agama karena ingin
kawin. Dan setelah perkawinan dilangsungkan sari cinta dan belas kasihan yang
murni sudah habis. Keislaman sudah hanya tinggal dalam catatan kartu penduduk
saja.
Inilah
yang diancam degan api neraka, yang akan dinyalakan dengan manusia dan
batu-batu, dijaga dan dikawal oleh malaikat-malaikat yang kasar dan keras
sikapnya, tidak perah merubah apa yang diperintahkan Allah dan patut melaksanakan
apa yang diperintahkan.
2.6 Makna
Pendidikan dalam Ayat
Ø Perintah dalam penjagaan terhadap diri sendiri dan keluarga dari
api neraka yang penyebabnya adalah perbuatan maksiat dan perbuatan-perbuatan
yang menjadikannya dosa.
Ø Peringatan kepada manusia bahwasannya bahan bakar api neraka itu
adalah manusia dan batu. Maka janganlah sekali-kali melalaikan perintah Allah
dan melakukan perbuatan yang dilarang oleh- Nya.
Ø Seorang pendidik harus mampu mengajarkan dan mengajak kepada
kebaikan kepada peserta didiknya dan mengingatkannya ketika ia melakukan
kesalahan, karena peserta didik adalah sebagai generasi penerus dari gurunya untuk
membawa kemajuan dan masa keemasan zaman, karena kemajuan suatu bangsa akan
dicapai jika umat manusia patuh kepada Allah sehingga Ia memberikan ridlo-Nya
kepada ummat-Nya.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1.
Pengertian
yang terkandung dalam surat at-Tahrim:6 ini adalah keharusan bagi seseorang
agar memelihara dirinya, keluarga serta kerabatnya dari api neraka yang mana
disebabkan karena tidak mematuhi akan perintah dan larangan dari Allah SWT. Di
dalam neraka terdapat para malaikat yang keras dan kuat, mereka selalu mematuhi
terhadap apa-apa yang diperintahkan Allah SWT, maka sepatutnya kita mencontoh
para malaikat-Nya.
2.
Pelajaran
yang dapat kita ambil dari ayat tersebut adalah:
·
Taqwa
kepada Allah SWT dan berdakwah.
·
Anjuran
memelihara diri dan keluarga serta kerabat dari api neraka.
·
Pentingnya
pendidikan islam sejak dini.
·
Keimanan
kepada para malaikat Allah SWT.
3.
Objek
yang dituju pada ayat di atas adalah Rasulullah SAW dan para ummatnya yaitu
manusia.
DAFTAR
PUSTAKA
Dahlan, Zaini,
dkk. 1990. Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid III Juz 7-8-9. Yogyakarta: PT .
Dana Bhakti Prima Yasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar