Rabu, 29 Juli 2015

Pengertian yang terkandung dalam surat at-Tahrim: 6



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang wajib kita pelajari dan kita ketahui, karena al-Qur’an adalah petunjuk bagi umat Islam. Jika kita ingin menuju jalan yang lurus dan benar, maka kita harus menggunakan petunjuk dengan cara belajar.
Al-Qur’an adalah salah satu sumber dan dalil hukum, juga merupakan sumber dari segala ilmu pengetahuan. Sebagaimana kita ketahui bahwasannya pendidikan itu sangatlah penting, agar akhlak, sifat, perilaku dan pikiran kita menjadi lebih baik.
Pada zaman sekarang, banyak umat Islam yang sudah tidak menghiraukan perintah dan larangan dari Allah SWT. Maka dari itu kami disini akan mencoba menerangkan sebuah ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan atau pendidikan, yaitu ayat keenam dari surat at-Tahrim. Dalam ayat ini menjelaskan tentang keharusan bagi seseorang agar memelihara dirinya, keluarga serta kerabatnya dari api neraka yang mana disebabkan karena tidak mematuhi akan perintah dan larangan dari Allah SWT. Maka setiap manusia perlu adanya sebuah pendidikan yang akan mengantarkannya kepada jalan yang benar supaya ia tidak terjerumus dalam jalan kesesatan.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1. Apakah pengertian yang terkandung dalam surat at-Tahrim: 6?
1.2.2. Pelajaran apa yang bisa diambil dari surat at-Tahrim: 6?
1.2.3. Siapakah objek yang dituju dalam surat at-Tahrim: 6?
1.3  Tujuan
1.3.1. Mengetahui pengertian yang terkandung dalam surat at-Tahrim: 6.
1.3.2. Mengetahui pelajaran yang bisa di ambil dari surat at-Tahrim: 6.
1.3.3. Mengetahui objek yang dituju dalam surat at-Tahrim: 6.


BAB II
KAJIAN AYAT

2.1   Ayat dan Terjemahnya
يأيّهاالذين امنوا قواانفسكم واهليكم نارا وقود ها الناس والحجارة عليها ملائكةغلاظ شداد لا يعصون الله ما امرهم ويفعلون مايؤمرون.
Artinya :
 “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
2.2  Mufrodat
1.      Qu anfusakum : jadilah dirimu itu pelindung dari api neraka, dengan meninggalkan maksiat.
2.      Wa ahlikum : membawa keluargamu kepada hal itu dengan nasihat dan pengajaran.
3.      Al-waqud : kayu bakar
4.      Al-hijarah : berhala-berhala yang di sembah, berdasarkan firman Allah Ta’la:
انكم وما تعبدون من دون الله حصب جهنم
“sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan jahannam” (Al-   Anbiya’,21:98).
5.      Malaikah : para penjaga neraka yang sembilan belas orang.
6.      Ghilazh : kesat hati dan tidak mau mengasihi apabila mereka dimintai belas kasihan.
7.      Syidad : kuat badan


2.3  Munasabah atau Asbab An-Nuzul
Setelah pada ayat-ayat yang lalu Allah SWT memerintahkan sebagian dan isteri-isteri Nabi supaya bertaubat kepada Allah, menjelaskan kepada mereka, bahwa Allah-lah yang melindungi Nabi dan menolongnya. Kerjasama mereka tidak akan membahayakan Nabi, kemudian Allah memperingatkan mereka supaya perbuatan mereka yang menyusahkan Nabi jangan sampai berlarut-larut yang dapat mengakibatkan mereka ditalak lalu diganti dengan isteri-isteri yang lebih baik, patuh, tekun beribadah,dan lainnya. Maka pada ayat-ayat berikut ini Allah SWT memerintahkan orang mukmin secara keseluruhan supaya menjaga dirinya dan keluarganya dari api neraka yang kayu bakarnya terdiri dari manusia dan batu. Allah memerintahkan agar manusia mencegah dirinya dari perbuatan dosa, serta bertaubat dengan taubat nasuha.
 Dalam ayat 6  ini firman Allah ditujukan kepada orang-orang yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, yaitu memerintahkan supaya mereka, menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah, dan mengajarkan kepada keluarganya supaya taat dan patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan meraka dari api neraka.
Diantara cara menyelamatkan diri dari api neraka itu ialah mendirikan salat dan bersabar, sebagaimana firman Allah SWT.
وأمراهلك بالصلاة واصطبرعليها
Artinya :
"Dan perintahkanlahkepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu mengerjakannya 123).
Dan dijelaskan pula dengan firman-Nya".
وانذرعشيرتك الاقربين
Artinya :
"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat"  124).
Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke 6 ini turun, Umar berkata: “wahai Rasulallah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?” Rasulullah saw menjawab: “larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya dan perintahkanlah mereka melakukan apa yang Allah memerintahkan kepadamu melakukannya. Begitulah caranya meluputkan mereka dari api neraka. Neraka itu dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang pemimpinnya berjumlah sembilan belas malaikat, mereka dikuasakan mengadakan penyiksaan di dalam neraka, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang dipeintahkan-Nya kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan Allah.
2.4  Tafsir Tekstual
يايهاالذين امنوا قواانفسكم واهليكم نارا وقود ها الناس والحجارة
Wahai orang-orang yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya hendaklah sebagian dari kamu memberitahukan kepada sebagian yang lain, apa yang dapat menjaga dirimu dari api neraka dan menjauhkan kamu dari padanya, yaitu ketaatan kepada Allah Ta’ala dan menuruti segala perintah-Nya. Dan hendaklah kamu mengajarkan kepada keluargamu perbuatan yang dengannya mereka dapat menjaga diri mereka dari api neraka. Dan bawalah mereka kepada yang demikian ini melalui nasihat dan pengajaran.
Semakna dengan ayat ini ialah firman-Nya:
وامراهلك بلصلواة واصطبر عليها
Artinya : “Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk mendirikan sholat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (Thaha, 20:132).
وانذر عشيرتك الاقربين
Artinya : “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,” (Asy-Syu’ara’, 26:24)
Telah diriwayatkan, bahwa Umar berkata ketika turun ayat itu: “Wahai Rasulullah, kita menjaga diri kita sendiri. Tetapi bagaiman kita menjaga keluarga kita?” Rasulullah Saw menjawab “ kamu larang mereka mengerjakan apa yang dilarang Allah untukmu, dan kamu perintahkan kepada mereka apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Itulah penjagaan antara diri mereka dengan neraka”.
Telah dikeluarkan oleh ibnu ‘I-Mundzir dan Al-Hakim didalam jama’ah Akharin, dari Ali Karrama ‘I-Lahu wajhah, bahwa dia mengatakan tentang ayat itu, “Ajarilah dirimu dan keluargamu kebaikan dan didiklah mereka”.
Yang dimaksud dengan al-ahl (keluarga) disini mencakup istri, anak, budak laki-laki dan budak perempuan.
Didalam ayat ini terdapat isyarat mengenai kewajiban seorang suami mempelajari fardhu-fardhu agama yang diwajibkan baginya dan mengajarkannya kepada mereka.
Termuat didalam hadits :

رحم الله رجلا قال يا اهلاه : صلاتكم صيامكم, زكاتكم مسكينكم يتيمكم جيرانكم لعل الله يجمعكم معهم في الجنتي
Artinya : “Allah mengasihi seorang lelaki yang mengatakan: Wahai keluargaku, jagalah shalatmu, puasamu, zakatmu, orang miskinmu, orang yatimmu dan tetanggamu. Semoga Allah mengumpulkan kamu dengan mereka didalam syurga”.
عليها ملائكة
Malaikat-malaikat itu diserahi neraka untuk mengurusnya dan menyiksa para penghuninya. Mereka ada sembilan belas orang malaikat penjaga neraka yang akan disebutkan dalam surat Al-Muddatsir di dalam firman_Nya:
ساءصليه سقر. وما ادراك ما سقر, لا تبقى ولا تذر لواحة للبشر, عليها تسعةعشر
Artinya : “ Aku akan memasukkannya kedalam (neraka) Saqar. Tahukah kamu apakah (neraka) Saqar itu? Saqar tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. (neraka saqar) adalah pembakar kulit manusia. Diatasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). “(Al-Muddatsir, 74:26-30).
غلاظ شداد
Mereka keras dan kasar terhadap para penghuni neraka itu.
Kemudian, Allah menjelaskan besarnya ketaatan mereka kepada Tuhan mereka. Firman_Nya:
لا يعصون الله ما امرهم ويفعلون مايؤمرون
Mereka tidak menyalahi perintah-Nya, tetapi mereka menjalankan apa yang diperintahkan kepada mereka pada waktu itu juga tanpa selang. Mereka tidak mendahului dan tidak menunda perintah-Nya.
Kalimat pertama menunjukkan penafian, penentangan dan kesombongan dari mereka, seperti difirmankan-Nya:
لا يستكبرون عن عبادته
Sedang kalimat kedua menunjukkan penafian kemalasan dari mereka, seperti difirmankan-Nya:
ولا يستحسرون
Ringkasnya: mereka mengikuti perintah dan tidak enggan untuk melaksanakannya, tetapi mereka menunaikannya tanpa rasa berat dan tidak ditunda-tunda.

2.5  Tafsir Kontekstual
Sesudah Allah memberikan beberapa bimbingan tentang rumah tangga Rasulullah SAW, maka Tuhan pun menghadapkan seruan-Nya kepada orang-orang yang beriman bagaimana pula sikap mereka dalam menegakkan rumah tangga.
            “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah diri-diri kamu dan keluarga-keluarga kamu dari api neraka.” (pangkal ayat 6). Di pangkal ayat ini jelas bahwa semata-mata mengakui beriman saja belumlah cukup. Iman mestilah dipelihara dan dipupuk, terutama sekali dengan dasar iman hendaklah orang menjaga keselamatan diri dan seisi rumah tangga dari api neraka. “yang alat penyalanya ialah manusia dan batu.” Batu-batu ialah barang yang tidak berharga yang tercampak dan tersebar di mana-mana. Pada bukit-bukit dan munggu-munggu yang bertebaran di padang pasir terdapatlah beronggok-onggok batu. Batu itulah yang akan dipergunakan untuk jadi kayu api penyalakan api neraka. Manusia yang durhaka kepada Tuhan, yang hidup di dunia ini tiada bernilai karena telah dipenuhi oleh dosa, sudah samalah keadaannya dengan batu-batu yang berserak-serak di tengah pasir, di munggu-munggu dan di bukit-bukit atau di sungai-sungai yang mengalir itu. Gunanya hanyalah untuk menyalakan api ; “Yang di atasnya ialah malaikat-malaikat yang kasar lagi keras sikap.” Disebut di atasnya karena Allah memberikan kekuasaan kepada malaikat-malaikat itu menjaga dan mengawal neraka itu, agar apinya selalu bernyala, agar alat penyalanya selalu sedia, baik batu ataupun manusia. Sikap malaikat-malaikat pengawal dan penjaga neraka mesti kasar, tidak ada lemah lembutnya, keras sikapnya, tidak ada tenggang-menenggang. Karena itulah sikap yang sesuai dengan suasana api neraka sebagai tempat yang disediakan Allah buat menghukum orang yang bersalah. “Tidak mendurhakai Allah pada apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan mereka kerjakan apa yang disuruhkan.” (ujung ayat 6).
             Ujung ayat menunjukkan bagaimana keras disiplin dan peraturan yang dijalankan dan dijaga oleh malaikat-malaikat itu. Nampaklah bahwa mereka semuanya hanya semata-mata menjalankan perintah Allah dengan patuh dan setia, tidak membantah dan tidak merubah sedikit pun.
            Itulah yang diperingatkan kepada orang yang beriman. Bahwa mengakui beriman saja tidaklah cukup kalau tidak memelihara diri janganlah sampai esok masuk ke dalam neraka yang sangat panas dan siksa yang sangat besar itu, diserta jadi penyala dari api neraka.
            Dari rumahtangga itulah dimulai menanamkan iman dan memupuk islam. Karena dari rumahtangga itulah akan terbentuk ummat. Dan dalam ummat itulah akan tegak masyarakat islam. Masyarakat islam ialah suatu masyarakat yang bersamaan pandangan hidup, bersamaan penilaian terhadap alam.
            Oleh sebab itu maka seseorang yang beriman tidak bolehlah pasip, artinya berdiam diri enunggu-nunggu saja. Nabi sudah menjelaskan tanggungjawab dalam menegakkan iman menurut hadis shahih yang dirawikan oleh Bukhari dan Muslim.
            Yang mula-mula sekali diperingatkan ialah supaya memelihara diri sendiri lebih dahulu supaya jangan masuk neraka. Setelah itu memelihara seluruh isi rumahtangga, isteri dan anak-anak.
            Dengan ayat ini dijelaskan bahwa Imam itu mula ditumbuhkan ialah pada diri pribadi. Kemudian diri pribadi tadi dianjurkan mendirikan rumahtangga. Diperintahkan nikah kawin menurut peraturan yang telah tertentu. Seorang laki-laki dan seorang perempuan dipertalikan, diikatkan oleh aqad nikah, atau ijab dan kabul. Di dalam Surat 30, ar-Rum ayat 21 diterangkanlah bahwa salah satu dari tanda-tanda (ayat) kebesaran Allah ialah bahwa diciptakan Tuhan untuk kamu isteri-isteri kamu, supaya kamu merasa tenteram dengan isteri itu, dan dijadikan oleh Tuhan di antara kamu berdua mawaddah yang berarti cinta dan rahmah yang berarti kasih sayang, yaitu dipadukan hati dimesrakan hidup suami isteri. Dan dalam pergaulan itulah Allah mengurniakan anak-anak, laki-laki dan perempuan, sebagaimana tersebut pada Surat 4, an-Nisa’, ayat 1. Sampai bertebaranlah manusia, laki-laki dan perempuan di muka bumi ini.

“Tiap-tiap kamu itu ialah penggembala dan tiap-tiap kamu akan ditanyai tentang apa yang digembalakannya. Imam yang mengimami orang banyak adalah penggembala, dan dia akan ditanyai tentang orang-orang yang digembalakannya itu. Dan seorang laki-laki adalah penggembala terhadap keluarganya, dan dia pun akan ditanyai tentang penggembalaannya. Dan seorang perempuan adalah penggembala dalam rumah suaminya, dan dia pun akan ditanyai tentang yang digembalakannya.”
            Dalam hadis yang shahih ini nyatalah tanggung jawab yang terletak di atas pundak tiap-tiap orang menurut ukuran apa yang ditanggung jawabinya, akan ditanya tentang penggembalaannya terhadap ahlinya, yaitu isteri dan anak-anaknya. Karena yang disebut ahli itu ialah seisi rumah yang terletak dalam tanggungjawab. Kadang-kadang seseorang memikul tanggung jawab sampai dua tiga. Jika ia imam dalam satu masyarakat dan dia pun suami dalam satu rumah, maka keduanya pun di bawah tanggungjawabnya.
            Supaya diri seseorang mempunyai pengaruh, berwibawa, disegani, hendaklah perangai dan tingkah lakunya dapat dijadikan contoh oleh anak dan isterinya. Dapatlah hendaknya dia jadi  kebanggaan dan kemegahan bagi keluarga. Dan itu belum cukup, maka hendaklah dia membimbing isterinya, menuntunnya;
ãA%y`Ìh9$# šcqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# ÇÌÍÈ 
“Laki-laki adalah memimpin bagi perempuan-perempuan.”
            Lantaran itu maka sejak masa mencari jodoh, hal ini sudah patut diperhatikan. Sebab itu maka salah seorang imam ikutan ummat, yaitu Imam Malik menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan peraturan kafa’ah atau kufu’ tentang mencari pasangan suami isteri, bagi beliau ialah agama. Kalau seorang laki-laki hendak mencari calon isteri utamakanlah dari keluarga yang menghormati nilai-nilai agama.
            Dengan sebab sekufu’, yaitu sama pandangan keagamaan, mudahlah bagi si suami memimpin isterinya, terutama dalam pegangan hidup beragama.
            Nabi bersabda;
تَخَيَّروا لِنُطَفِكُمْ وَانْكِحُوا اْلاَكْفاَءَ وَاَنْكِحُوْا إِلَيْهِمْ
“Pilih-pilihlah tempat mencurahkan nuthfah kamu dan nikahilah perempuan yang sekufu’ dan nikahkanlah kepada laki-laki yang sekufu’ pula.” (Riwayat Bukhari, Ibnu Majah dan Imam Ahmad bin Hanbal)
            Setelah ayat perintah agar seorang mu’min memelihara diri dan ahlinya dari nyala api neraka ini turun, bertanyalah Sayyidina Umar bin Khathab kepada Rasulullah s.a.w.; Kita telah memelihara diri sendiri dari api neraka, dan bagaimana pula caranya kita memelihara ahli kita dari neraka?”
            Rasulullah s.a.w. menjawab;
“Kamu laranglah mereka dari segala perbuatan yang dilarang Allah dan kamu suruhkanlah mereka mengerjakan apa yang diperintahkan Allah.”
(Riwayat al-Qusyairi, dalam tafsir al-Qurthubi)
            Berdasarkan kepada yang demikian maka hendaklah dianjurkan, dipimpin dan diajak dan diajar isteri-isteri itu sembahyang, puasa, dan adab sopan santun agama yang lain
            Dalam sebuah hadis yang dirawikan oleh Imam Bukhori ada disebutkan bahwa kalau Nabi akan mengerjakan shalat witir (tahajud yang diakhiri dengan witir), beliau bangunkan pula isterinya. Dicatat oleh Bukhori ucapan beliau yang dirawikan oleh Aisyah;
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي وَأَنَا رَاقِدَةٌ مُعْتَرِضَةً عَلَى فِرَاشِهِ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يُوتِرَ أَيْقَظَنِي فَأَوْتَرْتُ

Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya berkata, telah menceritakan kepada kami Hisyam berkata, telah menceritakan kepadaku Bapakku dari 'Aisyah berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdiri shalat malam sedangkan aku berbaring membentang di atas tikarnya. Apabila akan melaksanakan shalat witir, beliau membangunkan aku hingga aku pun mengerjakan shalat witir."

“Bangunlah dan berwitirlah Aisyah”
            Seakan-akan terlihat oleh kita bagaimana Nabi s.a.w. yang bersikap halus dan lemah lembut, dengan isterinya itu membangunkan Aisyah yang usianya masih muda, untuk sama-sama mengerjakan tahajjud, rasa-rasa terihat oleh kita Aisyah menguap melawan matanya yang mengantuk, namun dia terus juga mengambil wudhu’ untuk sembahyang atau mandi janabat lebih dahulu, lalu berwitir pula.
            Dan ada sabda Nabi pula yang dirawikan oleh an-Nasa’i;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ فَصَلَّى ثُمَّ أَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ وَرَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنْ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ ثُمَّ أَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاء.
“Rahmat Allahlah atas seseorang yang bangun pada sebahagian malam lalu sembahyang. Lalu dibangunkannya pula ahlinya (keluarganya). Kalau dia tidak mau bangun lalu dipercikkan air di mukanya! Dan rahmat Allah pula bagi seorang perempuan yang bangun di sebahagian malam sembahyang, lalu dibangunkannya pula suaminya, dan kalau tidak mau bangun dipercikkannya pula air di mukanya.”
            Meskipun siram menyiram atau percik memercikkan air, bukanlah karena memaksa. Karena kita pun maklum bahwa sembahyang tahajjud dan sembahyang witir tidaklah sembahyang wajib. Kalau mereka percik memercikkan air suami isteri bukanlah karena memaksa, melainkan karena mendalamnya kasih-sayang. Kalau bukanlah karena mendalamnya kasih-sayang, tidaklah Rasulullah s.a.w. akan mengatakan dalam permulaan ucapannya ”Rahimallahu”, rahmat Allah atas laki-laki dan seterusnya itu.
            Selanjutnya bilamana kedua suami isteri dianugerahi oleh Allah anak, maka menjadi kewajiban pulalah bagi si ayah memilihkan nama yang baik buat dia, mengajarnya menulis dan membaca, dan jika telah datang waktunya, lekas peristerikan jika laki-laki dan lekas persuamikan jika perempuan.
            Dan dianjurkan pulalah menyembelihkan ‘aqiqah buat anak itu jika usianya sampai tujuh hari. Tetapi kalau telah lepas tujuh hari perbelanjaan buat ‘aqiqah belum ada, ‘aqiqahkanlah di mana ada waktu kelapangan. Dan bersabda Rasulullah s.a.w.;

عنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
Perintahkanlah anak-anakmu sembahyang jika usianya sudah tujuh tahun dan pukullah jika sembahyang itu ditinggalkannya kalau usianya sudah sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat-tempat tidur di antara mereka.” (Riwayat Abu Daud)
Memang sudah menjadi fitrah bagi setiap manusia yang sudah berkeluarga mendambakan seorang anak.  Anak yang lahir akan disambut penuh bahagia dan suka cita. Kebahagiaan ini akan bertambah jika tumbuh kembang sang anak sehat dan menunjukkan prestasi yang sesuai dengan harapan ayah dan ibunya. Anak adalah asset bagi orang tua dan di tangan orang tua lah anak-anak menemukan jalan-jalannya. Banyak orang tua yang salah asuh kepada anak-anaknya sehingga perkembangan fisik yang cepat di era globalisasi ini tidak diiringi dengan perkembangan mental dan spiritual yang benar kepada anak sehingga banyak perilaku kenakalan-kenakalan remaja.
Dalam lima tahun pertama seorang anak mempunyai potensi yang sangat besar untuk berkembang. Pada usia ini 90% dari fisik dan otak anak sudah terbentuk. Karena itu, di masa-masa inilah seorang anak seharusnya mulai diarahkan , karena masa keemasan tidak akan terjadi dua kali. Dan tahapan selanjutnya adalah ketika anak memasuki masa selanjutnya yaitu 5-9 tahun, pada usia ini seharusnya orang tua mengajari anak kedisiplinan, tata pergaulan, rajin sholat dan mengaji, mengajari tata karma, dan ilmu-ilmu terapan lainnya, karena pada masa ini otak kanan seorang anak mulai berfungsi dan baru mampu membedakan antara yang boleh dan tidak, serta yang baik dan buruk.
Ketika menginjak usia remaja hal tersebut akan sulit dilakukan, tak jarang ditemukan anak yang membangkang kepada orang tuanya. Pepatah mengatakan bahwasannya belajar diwaktu kecil bagai mengukir diatas batu dan masuknya ilmu semudah masuknya sesuatu kedalam air, belajar diwaktu dewasa bagai mengukir diatas air dan masuknya ilmu sesulit mengukir diatas batu. Dan inilah pentingnya pendidikan islam sejak dini yang sering diremehkan oleh para orang tua saat ini.
            Sebagaimana telah kita katakan sejak semula tadi, dari rumahtangga, atau dari gabungan hidup suami isteri itulah ummat akan dibentuk. Suami isteri mendirikan rumahtangga, menurunkan anak-anak dan cucu, diiringkan oleh para pembantu dan pelayan. Dari sini akan bergabung menjadi kampung, teratak dan dusun, kota dan negeri, akhirnya sampai pada suatu negara dan umumnya ialah masyarakat. Anak laki-laki dari suatu keluarga akan dikawinkan dengan anak perempuan dari keluarga yang lain.
            Maka dapatlah kita maklumi betapa hebat dan besarnya gelombang perusak masyarakat islam itu yang kita hadapi di zaman kita ini. Pemuda dan pemudi bebas bergaul, sedang orang tuanya, ibu dan bapaknya sudah sangat lemah bahkan ada yang telah padam semangat beragama itu pada dirinya. Dalam zaman sebagai sekarang kin banyak laki-laki yang tidak memperdulikan lagi sembahyang lima waktu dan isterinya pun tidak lagi mengetahui perbedaan mandi biasa dengan mandi janabat, kehidupan kebendaan, yang hanya terpukau kepada kemegahan yang dangkal menyebabkan rumahtangga tidak bercorak islam lagi, dan anak-anak dari hasil pergaulan seperti itu menjadi kosong. Mudah saja mereka berpindah agama karena ingin kawin. Dan setelah perkawinan dilangsungkan sari cinta dan belas kasihan yang murni sudah habis. Keislaman sudah hanya tinggal dalam catatan kartu penduduk saja.
            Inilah yang diancam degan api neraka, yang akan dinyalakan dengan manusia dan batu-batu, dijaga dan dikawal oleh malaikat-malaikat yang kasar dan keras sikapnya, tidak perah merubah apa yang diperintahkan Allah dan patut melaksanakan apa yang diperintahkan.
2.6 Makna Pendidikan dalam Ayat

Ø  Perintah dalam penjagaan terhadap diri sendiri dan keluarga dari api neraka yang penyebabnya adalah perbuatan maksiat dan perbuatan-perbuatan yang menjadikannya dosa.
Ø  Peringatan kepada manusia bahwasannya bahan bakar api neraka itu adalah manusia dan batu. Maka janganlah sekali-kali melalaikan perintah Allah dan melakukan perbuatan yang dilarang oleh- Nya.
Ø  Seorang pendidik harus mampu mengajarkan dan mengajak kepada kebaikan kepada peserta didiknya dan mengingatkannya ketika ia melakukan kesalahan, karena peserta didik adalah sebagai generasi penerus dari gurunya untuk membawa kemajuan dan masa keemasan zaman, karena kemajuan suatu bangsa akan dicapai jika umat manusia patuh kepada Allah sehingga Ia memberikan ridlo-Nya kepada ummat-Nya.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1.      Pengertian yang terkandung dalam surat at-Tahrim:6 ini adalah keharusan bagi seseorang agar memelihara dirinya, keluarga serta kerabatnya dari api neraka yang mana disebabkan karena tidak mematuhi akan perintah dan larangan dari Allah SWT. Di dalam neraka terdapat para malaikat yang keras dan kuat, mereka selalu mematuhi terhadap apa-apa yang diperintahkan Allah SWT, maka sepatutnya kita mencontoh para malaikat-Nya.
2.      Pelajaran yang dapat kita ambil dari ayat tersebut adalah:
·         Taqwa kepada Allah SWT dan berdakwah.
·         Anjuran memelihara diri dan keluarga serta kerabat dari api neraka.
·         Pentingnya pendidikan islam sejak dini.
·         Keimanan kepada para malaikat Allah SWT.
3.      Objek yang dituju pada ayat di atas adalah Rasulullah SAW dan para ummatnya yaitu manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Dahlan, Zaini, dkk. 1990. Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid III Juz 7-8-9. Yogyakarta: PT . Dana Bhakti Prima Yasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar