BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Al-Qur’an Karim memperkenalkan dirinya dengan
berbagai ciri dan sifat. Salah satu di antaranya adalah bahwa al-Qur’an
merupakan kitab yang keotentikannya dijamin oleh Allah Swt dan ia adalah kitab
yang yang selalu dipelihara (Q.S. al-Hijr/15: 9). Dengan jaminan ayat tersebut,
setiap muslim percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya sebagai al-Qur’an
saat ini tidak berbeda sedikitpun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah
Saw dan yang didengar serta dibaca oleh para sahabat. Al-Qur’an juga menjadi
bukti kebenaran Rasulullah Saw. Bukti kebenaran tersebut dikemukakan dalam
tantangan yang sifatnya bertahap.
Al-Quran sebagai diketahui terdiri dari 114
surat, yang di awali dengan beberapa macam pembukaan (fawatih al-suwar)
. Tentang fawatih al-suwar ini, ada yang berusaha menafsirkan makna huruf-huruf
tersebut, namun sebagian besar menyerahkan sepenuhnya kepada Allah Swt yang
mengetahui.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Apa pengertian fawatih al-suwar?
1.2.2
Apa saja bentuk-bentuk redaksi fawatih
al-suwar?
1.2.3
Bagaimana pandangan Ulama tentang fawatih al-suwar?
1.3
Tujuan
1.3.1
Menjelaskan pengertian fawatih al-suwar
1.3.2
Menjelaskan bentuk-bentuk redaksi fawatih
al-suwar
1.3.3
Menjelaskan tentang pandangan Ulama tentang
fawatih al-suwar
1.4
Manfaat
1.4.1
Mengetahui pengertian fawatih al-suwar
1.4.2
Mengetahui bentuk-bentuk redaksi fawatih
al-suwar
1.4.3
Mengetahui tentang pandangan Ulama tentang
fawatih al-suwar
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
fawatih al-suwar
Fawatih al-suwar adalah kalimat-kalimat yang dipakai
untuk pembukaan surah, ia merupakan bagian dari ayat Mutasyabihat. Karena ia
bersifat mujmal, mu’awwal, dan musykil. Di dalam al-Qur’an terdapat
huruf-huruf awalan dalam pembuka surah dalam bentuk yang berbeda-beda. Hal ini
merupakan salah satu ciri kebesaran Allah dan kemahatahuan-Nya, sehingga kita
terpanggil untuk menggali ayat-ayat tersebut. Dengan adanya suatu keyakinan
bahwa semakin dikaji ayat al-Qur’an itu, maka semakin luas pengetahuan kita.
Hal ini dapat dibuktikan dengan perkembangan ilmu tafsir yang kita lihat hingga
sekarang ini.[1]
2. 2 Bentuk-bentuk
redaksi fawatih al-suwar
Diantara sekian ayat-ayat al-Qur’an yang
telah banyak memicu diskusi dan refleksi dalam sejarah pemikiran islam adalah Huruf
muqatta’ah yang menjadi pembuka surah (Fawatih al-suwar) yang
terdapat di 29 surah dari 114 surah yang ada dalam al-Qur’an, yeng
bentuk redaksinya dapat dijelaskan dalam gambar tabel berikut:
اسم السورة
|
الاية
|
رقم السورة
|
الرقم
|
البقرة
|
الم
|
2
|
1
|
ال عمرا ن
|
الم
|
3
|
2
|
الاعر ف
|
المص
|
7
|
3
|
يونس
|
الر
|
10
|
4
|
هود
|
الر
|
11
|
5
|
يوسف
|
الر
|
12
|
6
|
الرعد
|
الر
|
13
|
7
|
ابرهيم
|
الر
|
14
|
8
|
حجر
|
الر
|
15
|
9
|
مريم
|
كهيعص
|
19
|
10
|
طه
|
طه
|
20
|
11
|
الشعراء
|
طسم
|
26
|
12
|
النمل
|
طس
|
27
|
13
|
القصص
|
طسم
|
28
|
14
|
العنكبو ت
|
الم
|
29
|
15
|
الروم
|
الم
|
30
|
16
|
لقما ن
|
الم
|
31
|
17
|
السجد ة
|
الم
|
32
|
18
|
يس
|
يس
|
36
|
19
|
ص
|
ص
|
38
|
20
|
غا فر
|
حم
|
40
|
21
|
فصلت
|
حم
|
41
|
22
|
الشورى
|
حم
|
42
|
23
|
الزخرف
|
حم
|
43
|
24
|
الدخان
|
حم
|
44
|
25
|
الجا ثية
|
حم
|
45
|
26
|
الاحقا ف
|
حم
|
46
|
27
|
ق
|
ق
|
50
|
28
|
القلم
|
ن
|
68
|
29
|
Adapun jumlah banyaknya fawatih
al-suwar dapat dilihat dalam tabel berikut:
JUMLAH HURUF
|
NAMA HURUF
|
BANYAKNYA
HURUF
|
NO
|
1
|
ن، ق، ص
|
3
|
1
|
2
|
حم (7)، طه، طس، يس
|
10
|
2
|
3
|
الم (6)، الر(5)، طسم (2)
|
13
|
3
|
4
|
المص، المر
|
2
|
4
|
5
|
كهيعص
|
1
|
5
|
2.3 Pandangan ulama terhadap fawatih al-suwar
Ketika akan membicarakan fenomena potongan huruf-huruf
hijaiyah yang terdapat dalam al-Qur’an, dapat dikatakan bahwa tidak ditemukan
orang Arab yang mengenal ataupun menggunakan gaya bahasa seperti itu dalam
permulaan ucapan mereka. Begitu juga kita tidak menemukan satu makna pun bagi
huruf-huruf tersebut selain penyebutannya dalam huruf-huruf hijaiyah. Bahkan
tak ditemukan satu pun hadis yang diriwayatkan oleh Rasulullah Saw mengenai
tafsir huruf-huruf tersebut yang dapat dijadikan pegangan.[2] Barangkali
inilah yang menjadi pemicu banyaknya pendapat para ulama dan perbedaan sudut
pandang di antara mereka tentang penafsiran huruf-huruf tersebut.
Secara ringkas,
pendapat para ulama dapat dikemukakan ke dalam 2 sudut pandang utama, yakni:
1. Penafsiran yang
memandang huruf-huruf tersebut masuk ke dalam kategori ayat-ayat mutasyabihat
yang maknanya hanya diketahui oleh Allah SWT.
2. Penafsiran yang
memandang huruf muqatta’ah yang terdapat pada fawatih al-suwar adalah
huruf-huruf yang dapat ditafsiri maknanya.
Pandangan kelompok pertama yang diwakili oleh
imam Al-suyuti, dalam menyikapi huruf-huruf hijaiyah yang terletak pada awal
surah sebagai ayat-ayat mutasyabihat. Sekelompok Ulama yang termasuk mayoritas muhadditsin
me-mauquf-kan maknanya kepada Allah dengan pernyataan “Allah a’lam”,
hanya Allah yang maha mengetahui.[3]
Mereka meyakini bahwa huruf-huruf yang menjadi pembuka surah (fawatih
al-suwar) tersebut merupakan rahasia yang hanya diketahui oleh Allah dan
tidak dapat diterka oleh akal manusia. Demikian pula ahli-ahli hadis menukilkan dari Ibnu Mas’ud
(w. 32 H./6523 M.) dan empat Khulafa al-Rasyidin, bahwa mereka berkata:
إنَّ هَذِهِ الْحُرُوْفِ عِلْمٌ مَسْتُوْرٌ وَسِرٌّ مَحْجُوْبٌ
اِسْتَأْثَرَهُ اللهُ بِهِ
“Sesungguhnya
huruf-huruf ini, adalah ilmu yang tersembunyi dan rahasia yang terdinding, yang
hanya Allah sendiri yang mengetahuinya”.[4]
Karenanya, ulama-ulama yang memaknakan fawatih al-suwar ini, tidak berani
memberikan pendapat secara pasti, mereka hanya menyerahkan penafsirannya yang
hakiki kepada Allah Swt.
Kelompok kedua, yang memandang huruf-huruf hijaiyah pada fawatih al-suwar itu
sebagai simbol yang mewakili tempat-tempat keluarnya huruf (makhararij
al-huruf), seperti alif tempat keluarnya adalah kerongkongan, lam
tempat keluarnya adalah lidah, dan mim tempat keluarnya adalah dengan
mempertemukan antara bibir atas dan bawah. Dengan demikian alif, lam dan
mim adalah huruf-huruf yang makhraj-nya berada diawal, tengah dan akhir
yang dapat diartikan bahwasannya sepatutnya awal, tengah dan akhir dari setiap
manusia adalah dzikir kepada Allah.[5]
Di samping ulama yang berusaha mengungkapkan hikmah yang terkandung di dalam
huruf-huruf tersebut, ada pula yang lebih jauh dari itu, yakni mencoba
menafsirkan huruf demi huruf karena bagi mereka mustahil Allah Swt menurunkan
ayat yang tidak dapat dimengerti artinya.[6]
Misalnya, dengan menurut pandapat ibnu Abbas, huruf-huruf yang terdapat di awal
surah al-Baqarah (الم) ditafsiri dengan “انا الله اعلم” atau alif ditafsiri “الله” lam ditafsiri “جبريل” dan mim ditafsir “محمّد” jadi الم berarti القران مُنَزَّلٌ مِن
اللهِ بِلسَانٍ جبريل [7]على محمّد . Demikian juga dengan huruf-huruf yang
terdapat di awal surah-surah yang lain dalam al-Qur’an. Seperti (الر) yang terdapat disurah yunus: 1, Hud: 1,
Yusuf: 1, Ibrahim: 1, al-Hijr: 1, diartikan dengan “انا
الله ارئ”. (المر) yang terdapat dalam
surah al-Ra’d: 1, ditafsiri dengan “انا الله اعلم وارى”
demikian juga dengan “المص” yang terdapat di
surah al-A’raf: 1 ditafsiri dengan “انا الله اعلم
وافصل”.[8]
Ada pula ulama yang berpendapat bahwa huruf muqattha’ah tersebut merupakan
kunci dari Asma’ Allah (nama-nama Allah). Sehingga berdasarkan pandangan
ini maka (كهيعص) yang terdapat dalam
surah Maryam: 1, ditafsiri dengan “انا الله الكريم
الهادى الحكيم العليم الصادق”, (ق)
ditafsiri dengan (القاهر/القادر) dan (ن) ditafsiri dengan (الناصر/النور).[9]
Gagasan pemikiran yang dilontarkan oleh kelompok kedua ini mendapat tantangan
keras dari para mutakallimin. Mereka menegaskan bahwa merupakan sesuatu
yang mustahil apabila ada kalimat dalam al-Qur’an yang tidak dapat
dipahami maknanya. Untuk menguatkan pendapatnya mereka berargumentasi dari
beberapa ayat al-Qur’an diantaranya:
افلا يَتَدَ بَّرون القرانَ اَم علَى قلوب اقفا لها (محمّد:
24)
افلا يتد برون القران ولو كان مِن عندِ غير الله لَوَجَدوا فيه
اختِلا فا كثيرا (النساء: 127)
Disamping ayat tersebut, mereka juga
mengemukakan argumentasi logis yaitu: “Seandainya ada ayat al-Qur’an yang
tidak dapat dimengerti maksudnya, maka mengungkapkan ayat tersebut merupakan
pengungkapan sia-sia, yang hal itu tidak mungkin dilakukan oleh Allah Swt.[10]
Namun demikian Argumentasi yang
dikemukakan oleh kelompok mutakallimin ini juga ditentang oleh pendukung
kelompok kedua diatas. Penolakan mereka terhadap pandangan para mutakallimin
didasarkan pada firman Allah yang terdapat didalam surah Ali ‘imran ayat 7.
...
وما يعلم تاءويله الا الله والرا سخون فى العلم يقولون امنّا به كل من عند
ربّنا...
Didalam membaca ayat tersebut mereka
mewajibkan waqaf setelah lafadz al-jalalah “الا
الله” sebab seandainya “والرا سخون فى العلم”
di ‘atafkan kepada “الا الله”
maka niscaya “يقولون امنّا به” menjadi kalimat yang
terputus dengan kalimat sebelumnya . hal ini tidak boleh terjadi sebab “يقولون امنّا به” akan menjadi jumlah yang tidak berfaedah.[11]
Adapun argumentasi logis yang mereka kemukakan adalah bahwasanya segala
perbuatan (ibadah) yang diperintahkan Allah kepada manusia terbagi dua: pertama,
sesuatu yang secara global hikmahnya dapat dipahami oleh rasionalitas manusia.[12]
Sedangkan yang kedua adalah sesuatu yang hikmahnya tidak dapat diterka oleh
manusia yang penuh dengan keterbatasan.[13]
Taat dengan beribadah dalam kategori yang pertama belum bisa membuktikan adanya
ketundukan yang sempurna kepada sang Maha pencipta. Sebab memungkinkan adanya
tendesi lain yang berupa pencapaian kemaslahatan yang dapat dimengerti oleh
rasionalitas manusia. Sedangkan taat dengan melakukan perintah dalam kategori
yang kedua, dapat membuktikan adanya ketundukan yang sempurna. Sebab dengan
tanpa mengetahui hikmah yang jelas dari ibadah yang dilakukan, maka tidak aka
nada pretense lain dari ketaatan itu kecuali kepatuhan dan penghambaan secara
totalitas kepada yang Maha Mengetahui hikmah.[14]
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Fawatih al-suwari adalah kalimat-kalimat yang
dipakai untuk pembukaan surah, ia merupakan bagian dari ayat Mutasyabihat.
Karena ia bersifat mujmal, mu’awwal, dan musykil. Di dalam al-Qur’an terdapat
huruf-huruf awalan dalam pembuka surah dalam bentuk yang berbeda-beda. Hal ini
merupakan salah satu ciri kebesaran Allah dan kemahatahuan-Nya, sehingga kita
terpanggil untuk menggali ayat-ayat tersebut.
2.
Fawatih al-suwar adalah huruf-huruf hijaiyah yang dibaca
sendiri-sendiri sesuai dengan hurufnya, yang menempati awal surah dari 29 surah
yang terdapat dalam al-Qur’an. Ada 13 bentuk fawatih al-suwar yakni: كهيعص، طسم، المص، المر، الر، الم، يس، حم، طس، طه،ص، ن، ق
3.
Terdapat berbagai pandangan ulama tentang fawatih al-suwar
tersebut, namun secara garis besar dapat dilihat dari 3 sudut pandang utama
yakni; a. Penafsiran
yang memandang huruf-huruf tersebut masuk ke dalam kategori ayat-ayat
mutasyabihat yang maknanya hanya diketahui oleh Allah SWT dan tidak dapat
diterka oleh akal manusia b. Penafsiran yang memandang huruf muqatta’ah yang
terdapat pada fawatih al-suwar adalah huruf-huruf yang dapat ditafsiri
maknanya.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Abu, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar (Cet III.,
Jakarta: Amzah, 2009).
Arifin,
Abdullah syamsul, Studi al-Qur’an, (Jember: Buku Pena Salsabila 2011).
Al-Baghawy,
Abu Muhammad bin Hasan, tafsir al-Baghawiy, Vol.1 (Bairut: Dar al-kutub al-ilmiyah, 1993).
Al-Baidlawi, Anwar al-Tanzil wa asrar al-Ta’wil, Vol. 1
(Bairut: Dar al-kitab al-ilmiyah, 1998).
Al-Barusiy,
Isma’il haqqiy, Tafsir Ruh al-Ma’aniy, Vol. 1 (Bairut: Dar al-Fikr,
t.t.).
Hakim , Muhammad Baqir, Ulum al-Qur’an, diterjemahkan oleh Nashirul
Haq, et. al. dengan judul Ulumul Qur’an (Cet. III; Jakarta: Al-Huda, 2006), 652.
http://salamsejahteracintadamai.blogspot.com/2011/02/fawatih-al-suwar.html diakses 27 mei
2014.
http://muhyi414.blogspot.com/2012/03/makalah-fawatih-al-suwar.html diakses 27 mei 2014.
Al-Shiddieqy, T.M. Hasbi, Ilmu-ilmu Alqur’an:
Media-Media Pokok dalam menafsirkan al-Qur’an, Cet.II; Jakarta: PT. Bulan Bintang,
1998.
[1]Abu Anwar, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar
(Cet III., Jakarta: Amzah, 2009), 89.
[2] Lihat: Muhammad Baqir Hakim, Ulum al-Qur’an,
diterjemahkan oleh Nashirul Haq, et. al. dengan judul Ulumul Qur’an
(Cet. III; Jakarta: Al-Huda, 2006), 652.
[3] Lihat: Abu
Muhammad bin Hasan al-Baghawy, tafsir al-Baghawiy, Vol.1 (Bairut: Dar
al-kutub al-ilmiyah, 1993), 17.
[4] Lihat; T.M. Hasbi Al-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu
Alqur’an: Media-Media Pokok dalam Menafsirkan Alqur’an (Cet. II; Jakarta:
PT. Bulan Bintang, 1998), 128.
[5] Lihat:
Al-Baidlawi, Anwar al-Tanzil wa asrar al-Ta’wil, Vol. 1 (Bairut: Dar
al-kitab al-ilmiyah, 1998) 14.
[6] Abi Hayyan
al-Andalusiy, Tafsir al-Bahr al-Muhit, 157-158
[7] Al-Baidlawi, anwar
al-tanzil, 15.
[8] Al-Baghawy, tafsir
al-Baghawiy, Vol. 1, 17.
[9] Isma’il haqqiy
al-Barusiy, Tafsir Ruh al-Ma’aniy, Vol. 1 (Bairut: Dar al-Fikr, t.t.)
28.
[11] Ibid, 5.
[12] Mereka
mengemukakan bahwa ibadah yang dapat dipahami hikmahnya secara gambling antara
lain: shalat, zakat dan puasa. Diantara hikmah shalat adalah untuk merendahkan
diri secara tulus kepada sang pencipta, diantara hikmah zakat adalah untuk
memenuhi sebagaian dari kebutuhan fakir miskin, sedangkan puasa dimaksudkan
upaya melatih diri untuk memerangi hawa nafsu.
[13] Yang termasuk
dalam kelompok ini antara lain amal-amal badaniyah yang terdapat didalam ibadah
haji, sperti melempar jumrah, sa’I, tawaf, dan sebagainya.
izin copy.....Makalahnya bagus dan sangat membantu memahami al-qur'an
BalasHapusterima kasih, silahkan
Hapus