BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif
di dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak
boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekadar disampikan
dalam kotbah, melainkan secara konsepsional menunjukkkan cara-cara yang paling
efektif dalam memecahkan masalah.
Mengingat pentingnya dalam
syari’at Islam yang disampaikan dalam Al-Qur’an dan Assunah, secara
komprehensif karena memerlukan penelaahan dan pengkajian ilmiah yang
sungguh-sungguh serta berkesinambungan.
Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan terhadap Tokoh-tokoh Ulama’
Fiqih mulai dari zaman Sahabat, Thabi’in, Imam-imam Madzhab, Pengikut-pengikut Imam
Madzhab sampai zaman Modern.
B. Rumusan Masalah
1.
Siapa Tokoh-tokoh Ulama Fiqih dari Sahabat ?
2.
Siapa Tokoh-tokoh Ulama Fiqih dari Thabi’in ?
3.
Siapa Tokoh-tokoh Ulama Fiqih dari Imam-imam Madzhab ?
4.
Siapa Tokoh-tokoh Ulama Fiqih dari Pengikut-pengikut Imam Madzhab ?
5.
Siapa Tokoh-tokoh Ulama Fiqih dari Zaman Modern ?
C. Tujuan Penulisan
1.
Menjelaskan Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Sahabat.
2.
Menjelaskan Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Thabi’in.
3.
Menjelaskan Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Imam-imam Madzhab.
4.
Menjelaskan Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Pengikut-pengikut
Imam Madzhab.
5.
Menjelaskan Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Zaman Modern.
D. Manfaat Penulisan
1.
Mengetahui Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Sahabat.
2.
Mengetahui Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Thabi’in.
3.
Mengetahui Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Imam-imam
Madzhab.
4.
Mengetahui Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari
Pengikut-pengikut Imam Madzhab.
5.
Mengetahui Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Zaman Modern.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Sahabat
1.
Muhammad Bin Ali
2.
Al-Juwaini
3.
Al-Gayali
4.
Ar-Razi
5.
Sadrus Syari’ah
6.
As-Sa’ati
7.
Kamal Bin Hammam
8.
As-Syatibi
9.
As-Syaukani
10. Mus’ab Bin Umair
11. Muad Bin Jabal[1]
B. Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari Thabi’in
Madinah An-Nabawiyyah, telah
menyimpan banyak kenangan bersejarah yang tidak akan terlupakan dalam sendi
kehidupan kaum muslimin. Di sanalah tonggak jihad fi sabilillah mulai
dipancangkan di bawah naungan nubuwwah dalam rangka meninggikan kalimat Allah
‘azza wajalla di muka bumi dan memadamkan api kesombongan dan keangkaramurkaan
kaum musyrikin.
Semakin tumbuh dan berkembang kota
tersebut sebagai ibukota sebuah negara Islam yang baru lahir, di bawah pimpinan
insan terbaik yang terlahir di muka bumi. Kota Madinah menjadi pusat
penggemblengan pahlawan-pahlawan Islam yang akan meneruskan tongkat estafet
jihad fi sabilillah dan para ulama yang akan menyebarkan dakwah Islam di
seluruh penjuru negeri.
Seiring dengan pergantian waktu,
namanya pun semakin bertambah harum semerbak laksana mawar yang sedang tumbuh
merekah dengan warnanya yang indah dan menawan. Halaqah-halaqah ilmu tumbuh
semarak dan berkembang dengan sangat pesatnya mewarnai kehidupan kaum muslimin.
Dengan di bawah bimbingan para ulama shahabat yang telah mendapatkan warisan
ilmu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lahirlah melalui tangan mereka,
generasi terbaik kedua umat ini, yaitu generasi Tabi’in, yang berhasil mewarisi
ilmu dari para shahabat sehingga mereka benar-benar menjadi tokoh terkemuka
dalam ilmu dan amal.
Kota Madinah pun menjadi impian,
dambaan, dan angan-angan para penuntut ilmu di seluruh penjuru negeri untuk
bisa mereguk manisnya warisan nubuwwah. Satu di antara sekian buah usaha
pendidikan dan bimbingan para sahabat, lahirlah di sana sejumlah ulama yang
dikenal dengan sebutan Al-Fuqaha’ As-Sab’ah yang mumpuni dalam hal ilmu dan
amal. Mereka itu adalah:
1.
Sa’id bin Al
Musayyib
2. ‘Urwah bin Az-Zubair bin Al-’Awwam3. Sulaiman bin Yasar
4. Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr
5. Abu Bakr bin ‘Abdirrahman
6. Kharijah bin Zaid
7. ‘Ubaidullah bin Abdillah bin ‘Utbah bin Mas’ud
Mereka adalah tujuh orang ulama kota
Madinah yang keluasan ilmunya tidak saja diakui oleh penduduk negeri tersebut
namun diakui pula oleh para ulama di seluruh penjuru negeri. Dikatakan oleh
seorang penyair:
إِذَا قِيْلَ مَنْ فِي الْعِلْمِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ
رِوَايَتهُمْ لَيْسَتْ عَنِ الْعِـلْمِ خَارِجَةْفَقُلْ هُمْ عُبَيْدُ اللهِ عُرْوَةٌ قَاسِـمٌ سَعِيْدٌ أَبُوْبَكْرٍ سُلَيْـمَانُ خَـارِجَةْ
Jika dikatakan siapa (yang keluasan) ilmunya (seperti) tujuh lautan
Riwayat mereka tidak keluar dari ilmu
Katakanlah mereka itu adalah ‘Ubaidullah, Urwah, Qasim
Sa’id, Abu Bakr, Sulaiman, dan
Kharijah.
C.Tokoh-tokoh
Ulama’ Fiqih dari Imam-imam Madzhab
Menurut
bahasa, mazhab berarti jalan atau tempat yang dilalui.Menurut istilah adalah
hasil ijtihad seorang imam mengenai hokum suatu masalah atau tentang
kaidah-kaidah istinbath.[2]
1.
Fiqih Abu Hanifah
Metode ushul yang di gunakan Abu Hanifah
banyak bersandar pada ra’yun,setelah pada kitabullah dan as-sunnah.kemudian ia
bersandarpada qiyas,yang ternyata banyak menimbulkan protes di kalangan para
ulama’ yang tingkat pemikirannya belum sejajar dengan abu hanifah.begitu juga
halnya dengan istihsan yang ia jadikan sebagai sandaran pemikiran
mazhabnya,mengundang reaksi kalangan ulama. [3]
Dalam
setiap fatwanya Abu Hanifah tidak pernah mendahulukan yang lain dari kitabullah
dan as-sunnah.suatu ketika ia membantah orang yang menyanggahnya dengan
mengatakan: “ demi ALLAH,dusta dan mengada-ada orang yang mengatakan bahwa saya
mengutamakan qiyas daripada kitabullah.” Lebih jauh ia mengatakan: “ saya tidak
memerlukan qiyas kecuali dalam keadaan darurat.bila saya tidak mendapatkan
dalil,barulah mengqiyas sambil mendiam-diamkannya.
Syaikh Muhammad Abu Zahrah
menambahkan: “ijtihad yang di lakukan Abu Hanifah dalam memahami hadits telah
mendorongnya untuk semakin banyak mengqiyas dengan segala cabang-cabangnya.dan
dengan keluasan pemikirannya,iya tidak hanya memikirkan kemaslahatan pada satu
masa tertentu,namun memikirkan kemanfaatannya untuk masa mendatang.
Abu Hanifah dengan mazhabnya
ternyata banyak memudahkan umat islam,bukan sebaliknya.ia selalu memudahkan
umat islam dalam hal peribadatan dan muamalat hingga sering mengundang
tanggapan.misalnya,dalam syariat di jelaskan bahwa cara menhilangkan najis yang
melekat di baju atau pakaian hendaknya dengan air yang suci,tapi menurut
pandangan Abu Hanifah,kasus seperti ini cukup di hilangkan dengan air bunga
atau air asin sekalipun.contoh lain apabila seseorang merasa kesulitan
mengetahui arah kiblat karena kegelapan dan sebagainya,maka ia cukup
mengarahkannya kemana saja menurut keyakinannya.kalaupun arah yang di tujunya
salah,menurut Abu Hanifah,shalatnya tetap sah.
2.
Fiqih Imam Malik
Imam malik dikenal dengan pengetahuanya tentang fiqih dan
hadits,beliau adalah sosok ahli fiqih dan ahli hadits kota madinah,segala
pemikirannya selalu diselaraskan dengan jalur kedua ilmu tadi.Imam Malik
mendasari fiqih atau katakanlah pemahaman mazhabnya yang pertama adalah
kitabullah(al-qur’an).kemudian yang kedua adalah sunnah nabawiyah
asy-syarifah.menurutnya,karena hadits adalah merupakan tafsir yang menjelaskan
dengan rinci akan hukum-hukum yang ada dalam al-qur’an.
Sumber yang ketiga yang mendasari fiqih mazhab imam malik adalah
ucapan dan amalan sahabat,menurutnya,merekalah orang yang paling dekat dengan
Rasulullah,merekalah yang paling mengetahui amalan dan ucapan
Rasul-NYA,mendengar sabda-sabdanya,melihat amalannya serta belajar darinya
secara langsung.[4]
Dasar keempat bagi mazhab imam malik adalah ijmak,baik kesepakatan
ahlul ‘ilmi ataupun ahlul fiqih sama saja baginya.
Sumber atau dasar kelima adalah amalan ahlul madinah.
Menurutnya,mereka adalah anak cucu para sahabat yang mendampingi Rasulullah
saw. Disamping itu, karena hukum-hukum yang berkenaan dengan kemaslahatan umum
telah di amalkan dikota itu beberapa generasi.
Apabila Imam Malik dari dari
kelima sumber tadi tidak mendapatkan hukum satu masalah tertentu, beliau masih
menambahkan atau mengambil dari qiyas,istihsan, ‘urf (adat) serta sadd
adz-dzaroi’(mencegah dampak negatif) dan juga masholihul mursalah maslahat yang
lepas (umum) menambahkan dengan persyaratan tertentu.
a.
Kemaslahatan
(dampak positif) itu tidak bertentangan dengan dalil-dalil akurat atau pokok
ajaran syari’at
b.
Hendaknya
kemaslahatan itu dapat diterima ulama’
c.
Hendaknyadengankemaslahatanitudapatmenghilangkankesusahandanrintangan,berdasarkanfirman-NYA;
“ Dia sekali-kali tida menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan.”
(al hajj:78)
3.
Fiqih Syafi’i
Syafi’i
telah menyatukan fiqih ahlur ra’yi dengan fiqih ahlul hadits,sebagian ulama’
berpendapat,syafi’i menempatkan kedua pendekatan itu secara seimbang,namun
sebagian ulama’ berpendapat bahwa syafi’i memiliki pendekatan sendiri,tidak
terpengaruh dan bukan merupakan bentukan dari pendekatan ahlur ra’yi maupun
ahlul hadits.pengetahuannya yang tinggi dalam masalah fiqih telah membentuk
fiqih yang khas,karena itu ia tidak segan-segan melancarkan kritik kepada imam
malik,gurunya dalam masalah fiqih.
Perlu di kemukakan bahwa kritikan Syafi’i
terhadap imam malik sangat gencar,sehingga ia menulis sebuah kitab khusus untuk
itu,buku khilaf malikijuga berisi kritikkan Syafi’i kepada para pengikut Imam Malik
di Andalusia yang mengkultuskan imam malik,misalnya dengan meminta barakah
kepada penutup kepala imam malik,bila imam malik menyebutkan sebuah hadits,dan
menyatakan,”qola Rasulullah….” Para pengikutnya segera menimpali dengan
ucapan,”qolamalik…”.menurut syafi’i,hal ini merusak kemurnian aqidah,karena telah menyejajarkan ucapan Imam
Malik dengan ucapan Rasulullah.ia menegaskan bahwa,”Malik adalah manusia
biasa,yang dapat benar dan dapat pula salah,sungguh telah keluar dari sunnah
agama ini jika menyejajarkan hadits Rasulullah dengan ucapan dan perbuatan
makhluk lain.
Dari
pembahasan tersebut,kita dapat memahami faktor-faktor yang mendorong Syafi’i
untuk mandiri dalam pandangan ijtihadnya,berapa kesimpulan di bawah ini akan
menjelaskan kemandirian Syafi’i.[5]
Pertama: mazaab
Syafi’i
didasari al-quran,as-sunnah,ijmak dan qiyas.itulah unsur-unsur dasar yang
saling terkait yang di sebutkannya dalam kitab yang ditulisnya.
Kedua: fiqih
Syafi’i
merupakan campuran antara fiqih ahlur ra’yi dengan fiqih ahlul hadits,kedua
metode tersebut memiliki cara tersendiri dalam ber-istinbath ahlur
ra’yi adalah para cendekiawan yang memilik ipandangan luas,tetapi kemampuan
mereka untuk menerima atsar dan sunnah-sunnah sangat terbatas.sementara
itu,ahlul hadits sangat gigih mengumpulkan hadits,atsar dan beberapa hal
lainnya yang berkaitan dengan perbuatan para sahabat,jadi ahli fiqih hendaknya
mampu menggunakan ra’yi sekaligus hadits.
Ketiga: dalam
pandangan Syafi’i,pendekatan ahli hadits lebih jelas dalam masalah ushul .karenanya,ia
menggunakan al-qur’an sebagai sumber hokum dan pokok-pokok syari’at.setelahituiamerujukpadahadits.
Keempat: fiqih Syafi’i mengukuhkan ijmak sebagai dasar penetapan hukum, Syafi’i menempatkan ijmak dalam urutan ketiga setelah
Al-qur’an dan As-sunnah
Kelima: Syafi’i juga mengukuhkan qiyas sebagai dasar mazhabnya, orang
pertama yang menguraikan masalah qiyas secara terinci.
4.
Fiqih Imam Ahmad Bin Hambal
Fiqih
imam Ahmad bersumber kepada ajaran islam yang asli dan jernih,Imam Ahmad tidak menerima
qiyas dan ra’yun kecuali bila telah dilakukan oleh imam dan salaf..sumber
fiqihnya yang tidak dapat diganggu gugat ada tiga yaitu kitabullah,as-sunnah
dan ijmak.[6]
Seperti
yang telah kita ketahui,Imam Ahmad adalah seorang ulama’ yang wara’,sikapnya
itulah yang menjadikan ia berhati-hati dalam setiap langkah pengambilan dan
penetapan sebuah hukum.ia tidak mengabaikan sedikit pun adanya
keraguan.keketatan ini kemudian menjadi cirri
khusus mazhab hambali,dalam masalah najis dan bersuci misalnya,mereka
berpendapat,najis yang disebabkan anjing,wajib dicuci delapan kali.padahal
menurut mazhab syafi’i hanya tujuh kali,dan menurut mazhab imam malik,anjing
tidaklah najis.
Namun
sekalipun Imam Ahmad bersikap tasyaddud atau ketat dalam menetapkan hukum,beliau
tetap memiliki pandangan yang dinamis,hal itu menunjukkan betapa ia sangat
memahami ilmu dan ajaran agama dan berharap terwujudnya kebaikan dan
kemaslahatan bagi umat islam.
D.
Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih dari
Pengikut-pengikut Imam Madzhab
Pengikut
Tokoh Ulama Fiqih dari Abu Hanifah
adalah:
Pertama, Ahmad Husain al-Baihaqi (458/1065). Ia menulis buku
yang terkenal di kalangan madzhab ini
yakni, Al-Yanabi Fi Al-Ushul.[7]
Kedua, Abdulah Umar Ad-Dabussi 9430/1038). Karya Ad-Dabussi di
bidang hokum adalah Al-Adillah Fi Ushul Al-Fiqh Dan Asror Al-Ushul Wa
Al-Furu’.
Ketiga, Ali Muhammad al-badzawi (482/1089). Yang menulis buku Kanz
Al-Wushul Ila Ma’rifah Al-Ushul Wa Al-Furu’.
Keempat,
Abu Bakar al-Sarakhi (490/1096).Dengan buku-bukunya ushul al-fiqh.
Hingga kini madzhab hanafi ini
menjadi salah satu madzhab yang masih hidup dan di ikuti oleh komunitas
masyarakat muslim. Setidaknya, untuk saat ini pengikut- pengikut madzhab ini
telah tersebar di berbagai Negara, utamanya di Turki, yordania ,
Afganistan, Cina, Pakistan, dan
Soviet(Rusia).
Pengikut
Tokoh Ulama Fiqih dari Imam
Maliki adalah:
Pertama, Abu Bakar
Muhammad al-Baqilani (403/1012).Menulis buku Kitab Al-Taqrib Min Ushul Dan
Al-Mughni Fi Ushul Al-Fiqh.[8]
Kedua, Abdul Wahab Ali
Baghdadi (421/1030). Mengarang buku dengan judul Al-Ifadhah Fi Ushul Al-Fiqh.
Ketiga, Ahmad Muhammad al Ma’rifi (429/1039) yang menuangkan
gagasanya dalam kitab Al-Wushul Ila Ma’rifati Al-Ushul.
Keempat, Ali Ibn Hazm (456/1063). Yang menulis karya di bidang
metodologi hukum islamAl-Hikam Fi Ushul Al-Ahkam.
Sampai kini, madzhab Maliki menjadi
salah satu madzhab yang masih eksis di dunia islam, di madinah, dan sekarang
telah banyak tersebar di berbagai daerah atau Negara, seperti Maroko, Al-Jazair,
Tunis,
Sudan, Kuwait, dan Bahrain.
Pengikut Tokoh Ulama Fiqih dari Madzhab Imam Syafi’i adalah:
Pertama, Ahmad Muhammad al-Isfarayani (406/1016) yang menulis
metode pembentukan
fiqh, kitab Ushul Al-Fiqh.[9]
Kedua, Ibrahimi Ali al-Firuzubadi
(476/1083) yang berhasil menuntaskan karyanya yang monumental Al-Luma Fi
Ushul Al-Fiqh Dan Al-Tabshiroh Fi Ushul Al-Fiqh.
Ketiga, imam Haramyn al-juwaini
9478/1085) dengan bukunya yang terkenal Al-Buhrani Ushul Fiqh Dan
Al-Waraqot.
Keempat, Abu Hamid al-Ghozali (505/1111) yang menulis kitab di bidang
hukum islamTahdzibAll-Ushul, Al-Mankhul Min Ilmi Al-Ushul Dan Al-Mustofa Min
Ilmu Ushul.
Sampai saat ini,keberadaan madzhab
ini banyak di temui di beberapa Negara muslim ataupun Negara berpenduduk
mayoritas muslim para pengikutnya tersebar di berbagai negar, yakni antara
lain: di Indonesia, Malaysia, Palestina,
Libanon, Mesir, Irak, SaudiArab, Yaman, Hadramaut, dan
Negara-negara lainnya.
Pengikut Tokoh Ulama’ Fiqih dari Madzab Imam Hambali adalah:
Pertama, al-Hasan bin Hamid
al-Baghdadi (403/1012) dengan hasil karyanya Ushul Al-Fiqh.[10]
Kedua, Abu Ya’la al-Fara (458/1065) yang menulis beberapa buku
misalnya: Al-Uddah Fi Ushil Al-Fiqh, Al-Umdah Fi Ushul Al Fiqh, Dan
Al-Kifayah Fi Ushul Al-Fiqh.
E.Tokoh-tokoh Ulama’ Fiqih
dari Zaman Modern
1.
Prof KH Ali
Yafie,
Beliau mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia
(MUI), seorang ulama ahli Fiqh (hukum Islam). Dia ulama yang berpenampilan
lembut, ramah dan bijak. Pengasuh Pondok Pesantren Darul Dakwah Al Irsyad,
Pare-Pare, Sulsel, ini juga terbilang tegas dan konsisten dalam memegang
hukum-hukum Islam.
2.
Mbah Ma’shum Lasem
Beliau adalah seorang ulama, salah
satu diantara para ulama yang mendirikan organisasi Islam besar di Indonesia (NU)
Beliau orangnya berperawakan tinggi, berjenggot tipis, Berdahi luas, berkulit
putih, Jika berjalan tenang dan berwibawa, rajin berdzikir dan bertahajjud,
selalu ber-amar ma’ruf nahi munkar, serta senang silaturrahmi.[11]
Beliau Pernah Dawuh, Bahwa Fiqh itu telah ada dalam dadanya. Jadi,
kalau beliau mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan fiqh, beliau sudah
merasa kesulitan untuk menyebutkan sumbernya karena terlalu banyak kitab Fiqh
yang beliau baca.
Kontekstualitas pemikiran Mbah
Ma‟shum ditinjau dari satu perspektif tertentu, pemikiran beliau tidak berbeda
dengan pemikiran para kiai pada umumnya: sangat teguh memegang syari‟at dan
secara spesifik fiqh syafi‟i. Beliau bisa saja mempraktikan fiqh Hanafi,
misalnya, karena beliau juga menguasainya. Akan tetapi, hal itu tidak dilakukan
dan lebih tertarik untuk mengembangkan fiqh Syafi‟i. Hal itu terjadi pada kasus
mahrommiyah, yang mana beliau sering menikahkan seseorang dengan kerabatnya
supaya menjadi mahrom dengan beliau. Gagasan ini muncul seiring kebiasaan atau
bertemunya laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom.Memperhatikan hal ini
beliau tidak menggunakan fiqh Hanafi yang membolehkanya.
Perubahan-perubahan
pandangan Fiqh.Dalam berdialog dengan fenomena- fenomena yang terjadi pada
masyarakat pun beliau mempunyai pandangan yang moderat (realistis).Beliau,
misalnya, hukum pemakaiandasi, hukum mendengarkan radio, dan pemakaian sepatu.
Kenapa Mbah
Ma‟shum sepertinyaterlalu mengubah pandangan fiqhnya? Disini kita bisa memahami
bahwa Mbah Ma‟shum selama itu menggunakan kaidah ushul al-fiqh yang menyatakan:
Bahwa hukum yang diputuskan senantiasa harus mengikuti alasan-alasan yang
mendasarinya.
3. Kiai Sahal
Mahfudh
Nama lengkapnya Muhammad Ahmad Sahal
bin Mahfudh. Beliau lahir di Kajen, Margoyoso,
Kabupaten Pati, Rembang.
Definisi fiqh
Kiai Sahal selalu menjelaskan secara detail untuk dijadikan entry point gagasan
fiqh sosialnya. Definisi ini mengandung tiga substansi dasar yang sangat krusial.Pertama,
ilmu fiqh adalah ilmu yang paling dinamis karena ia menjadi petunjuk moral bagi
dinamika sosial yang selalu berubahdan kompetitif. Kedua, ilmu fiqh sangat
rasional, mengingat ia adalah ilmu iktisabi.Ketiga, fiqh adalah ilmu yang
menekankan pada aktualisasi, real action, atau bisa dikatakan amaliyah,
bersifat praktis sehari-hari.
Kitab Karangan Kiai Sahal yang sudah
terbit 1. Nuansa Fiqh
Sosial. 2. Telaah
Fiqh 3. Wajah Baru
Fiqh Pesantren.
4. KH. A. Mustofa Bisri (Gus Mus)
Nama
lengkapnya Achmad Mustofa Bisri dilahirkan di Rembang pada 10 Agustus 1944. Gus Mus (panggilan populernya)
memperdalam ilmu di Pesantren Lirboyo Kediri dibawah asuhan KH.Marzuki dan KH.
Machrus Ali. Gus Mus juga suntuk di Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta
dibawah asuhan KH.Ali Maksum dan KH. Abdul Qodir. Puncaknya belajar di
Universitas Al Azhar, Kairo.Di Al Azhar itulah, untuk pertama kali Gus Mus
bertemu dan berkenalan dengan Gus Dur, yang kemudian menjadi Presiden Republik
Indonesia.Seperti pengakuannya sendiri, mereka kemudian tinggal di satu
kamar.Gus Dur banyak membantu Gus Mus selama di perguruan tinggi tersebut.
Bahkan sampai memperoleh beasiswa
Aktifitas & Perjuangan Gus Mus adalah
seorang kiai yang wawasannya luas dan serba bis. Di Indonesia jarang ditemukan kiai
serba bisa seperti halnya Gus Mus, apalagi jika dibatasi lagi dalam konteks kiai Nahdlatul Ulama Sebagai seorang intelektual dan cendekiawan,
beliau termasuk produktif melansir pemikiran dan menerbitkan buku.
Kontribusi KH. A. Mustofa Bisri tarhadap
pengembangan hukum islam. Sikapnya dalam berfatwa yang tidak terikat oleh suatu
madzhab
tertentu. Sikap ini
menjadi penting di tengah digalakkannya pengembangan pemikiran hukum Islam yang mensharatkan adanya kebebasan
berpikir dan tidak terikat pada suatu madzhab tertentu. Tentu saja kebebasan berpikir versi
KH.Mustofa Bisri adalah kebebasan yang terukur dan terbingkai dalam maqasid
as-shariah yang menjadi
tujuan diturunkannya shariah Islam.
5. Prof. DR.
KH. Said Aqiel Siradj
Beliau lahir di
Cirebon 3 Juli 1953. Panggilan akrab beliau adalah Kang Said. Pendidikanya
diawali ngaji dipesantren ayahnya, sambil Sekolah Rakyat. Kemudian melanjutkan
studi ke Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’in Lirboyo Kediri, sambil
menyelesaikan SMA & UI. Selepas itu beliau mengayunkah langkah ke kota gudeg Yogyakarta untuk menimba
ilmu dari KH. Ali Ma’shum (Al-maghfurlah) di PONPES Krapyak, sambil studi sarjana di Kulliyatul
Adab IAIN SUKA. Merasa belum puas di kota Yogyakarta beliau melanjutkan studi
lagi di Makkah selama lebih 14 tahun, hingga menyabet gelar doktor pada
universitas Ummul Qura pada tahun 1994 dengan predikat caumlaude. Dalam mengisi pengajian beliau
mampu menyebutkan 32 mata rantai keilmuwan para ulama yang terus menyambung sampai Nabi Muhammad SAW.
Salah satu fatwa Kang Said yaitu tentang Presiden Wanita. Menurut Kang
Said, wanita memiliki kesempatan yang sama dengan pria dalam menggapai hak
untuk dipilih sebagai presiden. Pemahaman yang menghalangi tampilnya kaum
hawa sebagai pemimpin (presiden), hanya didasarkan
pada pemahaman nash secara tekstual interpertatif. Jika nash yang dianggap sebagai
landasan larangan itu dipahami dengan memberikan interpretasi secara
kontekstual, akan diperolah hukum sebaliknya, jawaz (boleh).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam ilmu fiqh terdapat banyak
tokoh-tokoh ulama’ fiqh dari zaman sahabat, tabi’in, imam-imam madzhab, pengikut-pengikut
imam madzhab, dan zaman modern yang sangat berpengaruh dalam perkembangan ilmu
fiqh tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Al Andalusy, Malik, Alfiyah.
Muhammad, Mustofa. Islam
Tidak Bermadzhab, Jakarta: Gema Insani
Press, 1995.
Mujtaba, Saifudin, Ilmu Fiqh Sebuah Pengantar, Jember: STAIN Jember Press, 2010.
Sulayman, Abu Asy-Syafi’i, Tasyniful
Asma.
Suyatno, Ilmu Fiqh
dan Ushul Fiqh, Jogjakarta: Ar-Ruz Media,
2011.
[1] Malik al-andalusy, Alfiyah.
[2]
Suyatno, Dasar-dasar Ilmu Fiqh dan Ushul
Fiqh, (Jogja: Ar-ruz Media, 2011), hlm. 35.
[3]
Mustofa Muhammad Asy Syak’ah, Islam Tidak Bermadzhab, (Jakarta: Gema
Insani Press, 1995), hlm 333.
[4]
Mustofa Muhammad Asy Syak’ah, Islam Tidak Bermadzhab, (Jakarta: Gema
Insani Press, 1995), hlm 335
[5]
Mustofa Muhammad Asy Syak’ah, Islam Tidak Bermadzhab, (Jakarta: Gema
Insani Press, 1995), hlm 357.
[6]
Mustofa Muhammad Asy Syak’ah, Islam Tidak Bermadzhab, (Jakarta: Gema
Insani Press, 1995), hlm 362.
[7]
Saifudin Mujtaba, Ilmu Fiqih Sebuah Pengantar, (Jember: STAIN Jember
Press, 2010), hlm 141.
[8]
Saifudin Mujtaba, Ilmu Fiqih Sebuah Pengantar, (Jember: STAIN Jember
Press, 2010), hlm 142.
[9]
Saifudin Mujtaba, Ilmu Fiqih Sebuah Pengantar, (Jember: STAIN Jember
Press, 2010), hlm 144.
[10]
Saifudin Mujtaba, Ilmu Fiqih Sebuah Pengantar, (Jember: STAIN Jember
Press, 2010), hlm 146.
[11]
Abu Sulayman Asy-Syafi’I, Tasyniful Asma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar