Bab I
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Bangsa ini
sedang sakit. Sedang mengantarkan dirinya sendiri ke tepi jurang kehancuran.
Perpecahan di mana-mana. Semagat persatuan dan kesatuan seakan hanya slogan
yang sangat rapuh. Proses pendidikan yang selama ini diberikan dan dibekalkan
kepada setiap warga negara, baik melalui bangku sekolah sampai perguruan tinggi
maupun melalui penataran P4 sampai disimulasikan di pertemuan-pertemuan PKK di
pelosok pedesaan, khotbah yang berlangsung di masjid, pengajian, gereja atau
penerangan-penerangan yang disampaikan melalui radio dan televisi, seakan tidak
membekas secuil pun bagi mereka. Nafsu amarah dan emosi yang berlebihan menjadi
liar dan tak terkendalikan. Pertumpahan darah dan mayat bergelimpangan terdapat
di mana-mana. Kalau gedung-gedung bioskop membatasi usia penontonnya untuk
flim-flim yang mengandung adegan sadistis, kini anak-anak di daerah pergolakan
bukan hanya dapat melihat melalui kaca televisinya, bahkan dalam pandangan mata
secara langsung mereka menyaksikan kesadisan yang sedang berlangsung. Akal
telah mati. Hati nurani telah berhenti menyuarakan sinyal-sinyal kebenaran.
Yang ada hanya marah, dendam,dan pembalasan. Setiap detik kesempatan yang
dipunyai, dimanfaatkannya untuk menebas siapa pun yang dianggap musuh. Tidak
peduli lagi kamus istilah sebangsa, sebahasa, dan setanah air. Keberingasan
telah mengantarkan kehidupan yang damai menjadi kertas yang tercabik. Tak ada
tempat lagi untuk menuliskan kebenaran. Tak ada lagi bagian kebenaran yang
masih dapat dibaca. Seluruhnya hancur luluh, lumat menjadi serpihan-serpihan
yang tanpa makna.
Di dalam
masyarakat luas pun tampaknya harus ada perubahan arah pendidikan
berkewarganegaraan dan berpolitik harus ditanamkan kembali nilai-nilai estetika
bermasyarakat. Harus dibangun kembali sendi-sendi berdemokrasi yang baik dan
benar. Lebih dari itu, para pelaku politik pun harus memberikan andil yang
kondusif dengan berbicara lebih santun, proporsional dan tidak merancuni rakyat
dengan kebencian, permusuhan dan keegoan. Koran dan media massa lainnya juga
mengembangkan pembentukan opini publik yang sehat. Bukan yang provokatif,
tendensius, dan asal laku dijual. Semua pihak harus memiliki tanggung jawab
untuk memperbaiki kehidupan. Janganlah pihak pers berlindung pada hak
pemberitaan ( yang terlalu bebas )dan bernaung di bawah silat lidah dengan
mengatakan “masyarakat punya hak untuk membaca atau tidak membaca terhadap
sebuah berita.” Di tengah-tengah masyarakat yang masih belum mempunyai
kemampuan tinggi menyaring berita, adalah dosa besar bila berita dan opini yang
diturunkan tidak melalui tahapan internal
selection. Ukuran seleksinya bukan pada hak saja, tetapi juga kepentingan
kehidupan bersama. Dapatkah yang demikian ini kita bangun bersama di atas
semangat kesatuan dan kekeluargaan?
Pilar-pilar
perekat persatuan dan kesatuan bangsa mesti berhitungan ulang tentang
kontribusinya pada upaya mendinginkan suasana, menyejukkan batin dan menerunkan
tensi amarah dan dendam. Penyiar agama menelurusi relung hati jamaahnya dan
mencoba menemukan sesuatu yang dapat menyentakkan hati nurani mereka terhadap
korban yang sudah tak terkirakan banyaknya, dan kemudian menyadari serta
menyesali masa yang telah berlalu. Para pendidikan mempelajari kembali
kaidah-kaidah didaktik dan metodik untuk mencari pola pendekatan yang paling
efektif agar pendidikan berbangsa, berbahasa dan bersetanah air tidak gampang
tererosi oleh isu, intrik, dan provokasi.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
1.
Apakah yang dimaksud dengan
pendidikan?
2.
Apa saja macam-macam perbedaan
dalam pendidikan?
3.
Bagaimana mengatasi perbedaan dalam
pendidikan?
1.3 TUJUAN
1.
Menjelaskan pengertian pendidikan
2.
Menjelaskan macam-macam perbedaan
dalam pendidikan
3.
Menjelaskan cara mengatasi
perbedaan dalam pendidikan
1.4 MANFAAT
1.
Mengetahui pengertian pendidikan
2.
Mengetahui macam-macam perbedaan
dalam pendidikan
3.
Mengetahui cara mengatasi perbedaan
dalam pendidikan
Bab II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
pendidikan
Istilah
pendidikan menurut Carter V. good adalaha bisa berasal dari kata(1) pedagogi
yang berarti (a)seni,praktek atau profesi sebagai pengajar(pengajara), (b)ilmu
yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dan
metode-metode mengajar,pengawasan dan bimbingan murid,dalam arti luas
digantikan dengan istilah pendidikan,(2)education yang berarti (a)proses
pengembangan pribadi,(b)proses sosial,(c)profesional courses,(d) seni untuk
membuat dan memahami ilmu pengetahuan yang tersusun yang di warisi/dikembangkan
masa lampau setiap generasi bangsa
Pendidikan secara sederhana dapat
diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiaanya sesuai dengan
nilai-nilai didalam masyarakat dan kebudayaan.[1]dengan
demikian,bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat,didalamnya
terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan.karena itulah sering
dinyatakan pendidikan telah ada sepanjang perdaban umat manusia.pendidikan pada
hakikatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya(Noor Syam,1981)
Pendidikan sering diterjemahkan
orang dengan pedagogi.pada yunani kuno seorang anak yang pergi dan pulang
sekolah diantar seorang pelayan,pelayan tersebut biasa disebut pedagogos atau
penuntun anak.disebut demikian karena disamping mengantar dan menjemput juga
berfungsi sebagai pengasuh anak tersebut dalam rumah tangga tuannya,sedangkan
gurunya,yang mengajar,pada yunani kuno disebut governoor.governoor sebagai guru
tidak mengajar secara klasikal seperti sekarang ini,melainkan secara
individual(muhadjir,2000:20).
Pendidikan adalah suatu usaha sadar
yang teratu dan sistematis yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi
tanggung jawab untuk mempengaruhi anak agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai
dengan cita-cita pendidikan.pendidikan adalah bantuan yang diberikan dengan
sengaja kepada anak dalam pertumbuhan jasmani maupun rohaninya untuk mencapai
tingkat dewasa.sedangkan menurut pendapat M.J langeveld pendidikan adalah
pemberian bimbingan dan bantuan rohani bagi yang masih memerlukan.jadi kalau
sudah tidak membutuhkan lagi pertolongan atau bimbingan tidak lagi perlu
dididik(Indra Kusuma:1973).
2.2 Macam – macam perbedaan dalam pendidikan
2.2.1Perbedaan Pendidikan Dulu dengan
Sekarang
Dari cerita kecerita, pendidikan
merupakan aktifitas yang tidak ada habisnya, dari dulu hingga sekarang, bahkan
sampai yang akan datang pendidikan tetap dibutuhkan. Dan cerita pendidikan
secara lisan maupun tulisan tetap menarik.
Cerita anak generasi tahun 70an.
Ketika pertama kali masuk sekolah. Tahun ajaran baru masih dimulai pada bulan
januari. Ragam sekolah tidak terlalu banyak, hanya ada SD Negeri, SD Impres,
madrasah yang kurikulumnya pendidikan agama, dan Sekolah swasta yang tidak
banyak jumlahnya. Dan pada saat itu, Sekolah Negeri yang menjadi incaran.
Karena pertimbangan dari segi biaya tidaklah begitu mahal, kualitas guru dan
sarana pendidikannya lebih baik.
Siswa pada saat itu tidak semua
mendapatkan pendidikan di TK. Karena itu tidak semua siswa kelas 1 bisa baca,
tulis dan berhitung. Guru SD-lah yang mengenalkan abjad dan angka pada mereka.
Anak siapa saja bisa masuk SD Negeri. Latar belakang sosial ekonomi sangat
beragam, juga tingkat pendidikan Orang tuanya. Oleh karena itu, pola asuh yang
dikembangkan dikeluarga masing-masing siswa tentu berbeda. Di sekolah, Gurulah
yang menyeragamkan aturan dan disiplin. Jika datang terlambat atau tidak
mengerjakan PR akan dihukum. Siswa yang nakal biang ribut di kelas, suka
mengganggu di kelas, akan dihukum berdiri dengan satu kaki dan tangan di
telinga, duduk di bawah meja hingga pulang, bahkan bisa jadi baru boleh pulang
belakangan.
Setiap hari senin, Guru Agama akan
berkeliling memeriksa kerapian dan kebersihan penampilan. Jika ada siswa
berambut gondrong, acak-acakan atau siswa yang kukunya panjang apalagi kotor,
guru akan mengambil gunting kemudian memotong rambut dan kuku mereka. Mengapa
ini menjadi tugas Guru Agama ? karena kebersihan sebagian dari iman dan itu
merupakan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Tidak ada Orang tua murid
yang tersinggung, marah apa lagi sampai melabrak Guru, hanya karena rambut atau
kuku yang dipotong. Orang tua dengan “ legowo nrimo” karena bagi mereka di
sekolah adalah ruang dimana otoritas adalah Guru. Maka segala aturan dan
standar prilaku diserahkan pada Guru untuk menggariskan dan menegakknnya.
Dahulu , jika ingin anaknya bias
sholat dan mengaji, biasanya kalau sore Orang tua menyuruh anaknya pergi
mengaji. Bukan di TPA yang formal dan terstruktur seperti sekarang melainkan
pada Guru ngaji informal yang dibayar seikhlasnya. Tempat mengajinya di
musholla/langgar/ surau atau di rumah Guru ngaji. Dan Guru ngaji pada saat itu
dikenal lebih galak disbanding dengan Guru di sekolah. Sambil memegang sebatang
rotan yang digunakan untuk menunjuk rangkaian huruf hijaiyah dipapan tulis. Dan
pada malam jumat dibiasakan membaca ulang yang telah diajarkan umtuk
mempelancar biasanya disebut nderes.
Dari jaman ke jaman sudah pasti ada
siswa siswi yang nakal, bandel, biang keladi semua keributan, semua itu wajar
namanya juga anak dan remaja. Ada yang sifatnya cenderung melawan, suka
membatah, tidak mau menurut, ada juga yang diam sekali. Semakin menginjak
remaja, sikap perlawanan itu semakin menjadi, dan lagi-lagi tugas gurulah yang
mengatasinya. Setiap Guru mempunyai cara-cara untuk mengatasi keunikan
siswanya. Ada dengan cara halus dan juga kasar. Tapi tampaknya tidak ada Orang
tua yang menggugat Guru, Orang tua pada saat itu sadar konsekwensi logis dari
mereka, menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak-anak mereka kepada Guru. Anak
pada saat itu tidak mendapatkan toleransi dan perlindungan bahkan dari orang
tuanya sendiri ketika mereka melakukan kekerasan atau kesalahan.
Lalu bagaimana dengan sekarang ?
Guru nampaknya berada pada posisi sulit, bisa jadi serba salah. Mereka
tidak bisa lagi dengan mudah menjatuhkan hukuman pada siswanya. Bisa-bisa siswa
yang dihukum mengadu pada Orang tuanya dan guru yang ganti diadukan kepolisi.
Orang tua tahunya anak mereka baik-baik, Guru tidak mempunyai hak menghukumnya.
Guru dan pihak sekolah tidak lagi bebas menegakkan hukum pada siswanya. Meski
sejak awal mereka tidak menunjukkan penyesalan tidak menganggap apa yang mereka
lakukan bukan salah saja tapi juga terlarang, Orang tua turun tangan membela,
bila perlu sewakan pengacara bawakan LSM yang atas nama hak anak, mencarikan
dalih-dalih bahwa mereka tidak boleh dihukum.
Lalu mengapa Orang tua jaman
sekarang lebih permissive pada prilaku tidak terpuji anaknya ? apakah mungkin
ini juga tindakan apologize karena selama ini Orang tua kerap lalai memberikan
perhatian dan waktu pada anaknya. Berapa banyak Orang tua yang masih
menyempatkan diri melepas anaknya berangkat sekolah sampai di pintu depan
rumah, membiasakan anaknya mencium tangan Orang tua, lalu menepuk pundak
anaknya atau mengelus kepala anaknya dan memberikan pesan kepada anaknya.
Kalimat pesan yang terdengar simpel tetapi jika diucapkan setiap hari, akan
tertanam pesan dibenak si anak, tentang pesan dan harapan Orang tuanya. Banyak
Orang tua yang tidak terlalu mengenal watak dan karakter asli anaknya. Tidak
cukup hanya perhatian daan kasih sayang dari seorang Guru, perhatian dan kasih
sayang dari Orang tua yang justru sangat dibutuhkan.
Inilah problem didunia pendidikan
jaman sekarang. Disatu sisi Orang tua seolah-olah menyerahkan sepenuhnya
pendidikan anak mereka kepada Guru-guru disekolah, tetapi disisi lain ketika
ada masalah, anaknya barulah Orang tua tidak mau Guru mengambil tindakan. Orang
tua turun tangan ketika sudah ada masalah itupun bukan untuk menegakkan disiplin
dan hukuman sesuai aturan tetapi justru untuk menginterversi disiplin dan
hukum, mengupayakan privilege bagi anak mereka. Akibatnya, sama sekali tidak
ada pembelajaran pada diri siswa, tidak belajar dari keselahan.
Kalau benar orang tua menyerahkan
pendidikan anaknya pada guru dan pihak sekolah, maka sebaiknya orang tua harus
rela jika guru mengakkan aturan pada siswa tampa pandang bulu. Orang tua harus
ikhlas jika anaknya menerima hukuman akibat perbuatannya, termasuk jika
tidak disiplin dan tidak sopan pada guru atau orang yang lebih tua darinya.
Jamgam ajari anak menginjak-injak hukum, kekacauan itu disebabkan lemahnya
penegakkan hukum.
2.2.2 Perbedaan Lingkungan Pendidikan Satu Dengan Yang Lain
A. Perbedaan Lingkungan Pendidikan
Mengacu pada
pengertian lingkungan pendidikan , maka lingkungan pendidikan dapat
dibedakan atau dikategorikan menjadi 3 macam lingkungan [2]yaitu
(1) lingkungan pendidikan keluarga; (2) lingkungan pendidikan sekolah ; (3)
lingkungan pendidikan masyarakat atau biasa disebut tripusat Oleh KI
Hajar Dewantara lingkungan ketiga disebut sebagai perkumpulan pemuda.
1. Lingkungan Pendidikan Keluarga
Keluarga merupakan
lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama dialamai
oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orang tua bertanggung
jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang
dengan baik. Pendidikan keluarga disebut pendidikan utama karena di dalam
lingkungan ini segenap potensi yang dimiliki manusia terbentuk dan sebagian
dikembangkan. Bahkan ada beberapa potensi yang telah berkembang dalam
pendidikan keluarga. Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua,
bersifat informal, yang pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga
pendidikan yang bersifat kodrati orang tua bertanggung jawab memelihara,
merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh danberkembang
dengan baik.
Pendidikan
keluarga berfungsi:
ü Sebagai pengalaman
pertama masa kanak-kanak
ü Menjamin kehidupan
emosional anak
ü Menanamkan dasar
pendidikan moral
ü Memberikan dasar
pendidikan sosial
ü Menanamkan dasar
pendidikan moral
ü Memberikan dasar
pendidikan sosial
ü Meletakkan dasar-dasar
pendidikan agama bagi anak-anak
Pendidikan keluarga dapat dibedakan menjadi
dua yakni :
(a) Pendidikan
prenatal (pendidikan sebelum lahir)
Merupakan
pendidikan yang berlangsung selama anak belum lahir atau masih dalam kandungan.
Pendidikan prenatal lebih dipengaruhi kepada kebudayaan lingkungan setempat.
Sebagai contoh dalam masyarakat jawa dikenal berbagai macam upacara adat selama
anak masih ada dalam kandungan seperti neloni, mitoni. Selain upacara-upacara
adat untuk menyelamati anak yang masih dalam kandungan dalam masyarakat jawa
dikenal juga berbagai macam sirikan (hal-hal yang harus dihindari) selama anak
masih dalam kandungan.
Dalam
kehidupan yang lebih modern sekarang ini, terdapat pula model pendidikan
prenatal. Seperti mendengarkan lagu-lagu klasik selama anak masih dalam
kandungan, melakukan pemerikasaan rutin ke dokter kandungan atau mengkonsumsi
nutrisi yang baik bagi si jabang bayi adalah contoh-contoh pendidikan prenatal
dalam kehidupan modern.
Secara
sederhana pendidikan prenatala dalam keluarga bertujuan untuk menjamin agar si
jabang bayi sehat selama dalam kandungan hingga nanti pada akhirnya dapat
terlahir dengan proses yang lancer dan selamat.
b) Pendidikan
postnatal (pendidikan setelah lahir)
Merupakan
pendidikan manusia dalam lingkungan keluarga di mulai dari manusia lahir hingga
akhir hayatnya. Segala macam ilmu kehidupan yang diperoleh dari keluarga
merupakan hasil dari proses pendidikan keluarga postnatal. Dari manusia lahir
sudah diajari bagaimana caranya tengkurap, minum, makan, berjalan hingga
tentang ilmu agama.
Sama seperti
pendidikan prenatal yang tujuan adalah menjamin manusia lahir ke dunia,
pendidikan postnatal ditujukan sebagai jaminan agar manusia dapat menjadi
manusia yang baik dan tidak mengalami kesulitan berarti selama proses manusia
hidup.
Bagaimana manusia
bersikap tentang segala macam lingkungannya di luar lingkungan keluarag sangat
tergantung pada bagaimana proses pendidikan keluarga berlangsung. Dalam dunia
modern seperti sekarang, bagaimana pendidikan keluarga berlangsung tidak
sepenuhnya tergantung pada orang tua namun bisa juga dipengaruhi oleh orang
lain yang notabene bukan bagian dari keluarga. Ini bisa terjadi karena
kesibukan orangtua maka orangtua lebih cenderung untuk menyewa orang lain untuk
merawat (mengasuh) anaknya.
1. Lingkungan
Pendidikan Sekolah
Tidak semua
tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama dalam
hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampilan. Oleh karena itu
dikirimkan anak ke sekolah. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, sekolah
telah mencapai posisi yang sangat sentral dan belantara pendidikan keluarga.
Hal ini karena pendidikan telah berimbas pola pikir ekonomi
yaitu efektivitas dan efesiensi dan hal ini telah menjadi semacam ideology
dalam proses pendidikan di sekolah.
Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam
keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampilan.
Oleh karena itu dikirimkan anak ke sekolah.
Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama mereka diserahkan
kepadanya. Karena itu sebagai sumbangan sekolah sebagai lembaga terhadap
pendidikan, diantaranya sebagai berikut;
·
Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta
menanamkan budi pekerti yang baik.
·
Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat yang
sukar atau tidak dapat diberikan di rumah.
·
Sekolah melaqtih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca,
menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu lain sifatnya mengembangkan
kecerdasan dan pengetahuan.
·
Di sekolah diberikan pelajaran etika, keagamaan, estetika, membenarkan
benar atau salah, dan sebagainya.
2. Lingkungan
Pendidikan Masyarakat
Dalam konteks
pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan lingkungan keluarga dan sekolah.
Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak
untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari
pendidikan sekolah. Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut
tampaknya lebih luas.
Corak dan
ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini
meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan
pengertia-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan
kesusilaan dan keagamaan.
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan lingkungan
keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai
ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan
berada di luar dari pendidikan sekolah. Dengan demikian, berarti pengaruh
pendidikan tersebut tampaknya lebih luas.
Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak
sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan,
pembentukan pengertia-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun
pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Setiap pusat
pendidikan dapat berpeluang memberikan kontribusi yang besar dalam ketiga
kegiatan pendidikan, yakni:
1. pembimbingan
dalam upaya pemantapan pribadi yang berbudaya
2. pengajaran
dalam upaya penguasaan pengetahuan
3. pelatihan
dalam upaya pemahiran keterampilan.
Secara umum
fungsi lingkungan pendidikan ini membantu
peserta didik dalam interaksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya, utamanya berbagai
sumber daya pendidikan yang tersedia, agar dapat mencapai tujuan pendidikan
yang optimal. Antara lingkungan yang satu dengan
lingkungan yang lain tidak mungkin
untuk berdiri sendiri. Terdapat hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi
antar lingkungan pendidikan.
Lingkungan
keluarga sebagai dasar pembentukan sikap dan sifat manusia. Lingkungan sekolah
sebagai bekal skil dan ilmu pengetahuan, sedangkan lingkungan masayarakat
merupakan tempat praktek dari bekal yang diperoleh di keluarga dan sekolah
sekaligus sebagai tempat pengembangan kemampuan diri.
Melihat hal diatas maka sudah selayaknya terdapat koordinasi antar
lingkungan sehingga terjadi keselarasan dan keserasian dalam menjadikan manusia
yang berpendidikan dan berkepribadian unggul.
2.3 Cara mengatasi perbedaan
dalam pendidikan
2.3.1 Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural merupakan respons terhadap perkembangan
keragaman populasi sekolah,sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap [3]kelompok.dalam
dimensi lain,pendidikan multikultural merupakan pengembangan kurikulum dan
aktivitas pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan,sejarah,perstasi dan
perhatian terhadap orang-orang non Eropa (Hilliard, 1991-1992 ).sedangkan
secara luas,pendidikan multikultural itu mencakup seluruh siswa tanpa
membeda-bedakan kelompok-kelompoknya seperti : gender ,etnic ,ras , budaya , strata
sosial dan agama.
Mengenai fokus pendidikan multikultural, Tilaar mengungkapkan bahwa
dalam program pendidikan multikultural, fokus tidak lagi diarahakan semata-mata kepada kelompok rasial,agama dan
kultural domain atau mainstream,fokus seperti ini pernah menjadi tekanan pada
pendidikan interkultural yang menekankan peningkatan pemahaman dan toleransi
individu-individu yang berasal dari
kelompok minoritas terhadap budaya mainstream yang dominan,yang pada
akhirnya menyebabkan orang-orang dari
kelompok minoritas terintegrasi kedalam masyarakat mainstream.pendidikan
multikultural sebenarnya merupakan sikap “peduli” dan mau mengerti (difference),
atau politics of recognition( politik pengakuan terhadap orang-orang dari
kelompok minoritas).
2.3.2 Bhineka tunggal ika
Bhinneka
Tunggal Ika seperti kita pahami sebagai motto Negara, yang diangkat dari
penggalan kakawin Sutasoma karya besar Mpu Tantular pada jaman Keprabonan
Majapahit (abad 14) secara harfiah diartikan sebagai bercerai berai tetapi satu
atau Although in pieces yet One. (Wikipedia). Motto ini digunakan sebagai
ilustrasi dari jati diri bangsa Indonesia yang secara natural, dan
sosial-kultural dibangun diatas keanekaragaman. (etnis, bahasa, budaya dll).
Jika dikaji
secara akademis, bhinneka tunggal ika tersebut dapat dipahami dalam konteks
konsep generik multiculturalism atau multikulturalisme.jika para siswa
menerapkan makna dari bhineka tunggal ika tersebut maka perbedaan dalam
pendidikan bukanlah suatu masalah,karena dapat menghargai satu sama lain.
2.3.3 Toleransi Pendidikan
Sikap toleransi yang didalamnya
mengandung nilai-nilai penghargaan,rasa hormat terhadap hak-hak dan perbedaan
serta keberagaman orang lain merupakan bagian dari pendidikan umum[4],dalam
pemahaman yang luas,pendidikan umum dapat dilaksanakan tiap kesempatan secara
informal,nonformal dan formal.untuk ini maka pendekatan yang dapat di terapkan
adalah meliputi pendekatan perorangan (personal approach), pendekatan kelompok (interpersonal
approach) dan pendekatan klasikal (classical approach)
Meskipun
secara umum model-model pembelajaran untuk mengembangkan sikap toleransi
sebagai bagian dari pendidikan umum demikian banyak dan luwes namun terdapat beberapa model , diantaranya
yakni :
Ø Model
investigasi kelompok (group investigation)
Model ini di
rancang untuk membimbing para siswa mendefinisikan masalah,mengekplorasi
berbagai cakrawala mengenai masalah itu,mengumpulkan data yang relevan,dalam
rangka itu seyogyanya guru mengorganisasikan proses belajar melalui kerja
kelompok dan mengarahkannya,membantu para siswa menemukan informasi,dan
mengelola terjadinya berbagai interaksi dan aktifitas belajar.
Ø Model bermain
peran (role playing)
Model ini di
rancang untuk membantu siswa mempelajari nilai-nilai sosial dan moral dan
pencerminannya dalam perilaku.dalam model ini siswa dibimbing untuk memecahkan
berbagai konflik belajar mengambil peran orang lain dan mengamati perilaku
sosial.
Ø Model
penelitian sosial (social sciance inquiry)
Model ini di
rancang untuk menuntut para pelajar menguji dirinya sendiri,perilaku kelompok
dan proses soaial dan etis yang lebih besar
Bab III
PENUTUP
3.1
Simpulan
1.
pendidikan adalah bantuan yang
diberikan dengan sengaja kepada anak dalam pertumbuhan jasmani maupun rohaninya
untuk mencapai tingkat dewasa.
2.
Macam – macam perbedaan dalam
pendidikan
v Perbedaan
pendidikan dulu dan sekarang
v Perbedaan
lingkungan pendidikan satu dengan yang lain
3.
Cara mengatasi perbedaan dalam
pendidikan
·
Pendidikan multukultural
·
Bhineka tunggal ika
·
Toleransi pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/search?q=model+perbedaan+dalam+pendidikan&oq=model+perbedaan+dalam+pendidikan&aqs=chrome..69i57.8009j0j4&sourceid=chrome&ie=UTF-8
Mahfud.khoirul,2006 pendidikan
multikultural,yogyakarta,pustaka pelajar
Rodliyah.st,2013 pendidikan&ilmu
pendidikan,jember,STAIN Jember Press
Suyanto dan
Abbas,2001 wajah dan dinamika pendidikan anak bangsa,yogyakarta,Adicita
karya nusa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar