Selasa, 28 Juli 2015

Pengertian pendidikan



Bab I
Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
Bangsa ini sedang sakit. Sedang mengantarkan dirinya sendiri ke tepi jurang kehancuran. Perpecahan di mana-mana. Semagat persatuan dan kesatuan seakan hanya slogan yang sangat rapuh. Proses pendidikan yang selama ini diberikan dan dibekalkan kepada setiap warga negara, baik melalui bangku sekolah sampai perguruan tinggi maupun melalui penataran P4 sampai disimulasikan di pertemuan-pertemuan PKK di pelosok pedesaan, khotbah yang berlangsung di masjid, pengajian, gereja atau penerangan-penerangan yang disampaikan melalui radio dan televisi, seakan tidak membekas secuil pun bagi mereka. Nafsu amarah dan emosi yang berlebihan menjadi liar dan tak terkendalikan. Pertumpahan darah dan mayat bergelimpangan terdapat di mana-mana. Kalau gedung-gedung bioskop membatasi usia penontonnya untuk flim-flim yang mengandung adegan sadistis, kini anak-anak di daerah pergolakan bukan hanya dapat melihat melalui kaca televisinya, bahkan dalam pandangan mata secara langsung mereka menyaksikan kesadisan yang sedang berlangsung. Akal telah mati. Hati nurani telah berhenti menyuarakan sinyal-sinyal kebenaran. Yang ada hanya marah, dendam,dan pembalasan. Setiap detik kesempatan yang dipunyai, dimanfaatkannya untuk menebas siapa pun yang dianggap musuh. Tidak peduli lagi kamus istilah sebangsa, sebahasa, dan setanah air. Keberingasan telah mengantarkan kehidupan yang damai menjadi kertas yang tercabik. Tak ada tempat lagi untuk menuliskan kebenaran. Tak ada lagi bagian kebenaran yang masih dapat dibaca. Seluruhnya hancur luluh, lumat menjadi serpihan-serpihan yang tanpa makna.
Di dalam masyarakat luas pun tampaknya harus ada perubahan arah pendidikan berkewarganegaraan dan berpolitik harus ditanamkan kembali nilai-nilai estetika bermasyarakat. Harus dibangun kembali sendi-sendi berdemokrasi yang baik dan benar. Lebih dari itu, para pelaku politik pun harus memberikan andil yang kondusif dengan berbicara lebih santun, proporsional dan tidak merancuni rakyat dengan kebencian, permusuhan dan keegoan. Koran dan media massa lainnya juga mengembangkan pembentukan opini publik yang sehat. Bukan yang provokatif, tendensius, dan asal laku dijual. Semua pihak harus memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki kehidupan. Janganlah pihak pers berlindung pada hak pemberitaan ( yang terlalu bebas )dan bernaung di bawah silat lidah dengan mengatakan “masyarakat punya hak untuk membaca atau tidak membaca terhadap sebuah berita.” Di tengah-tengah masyarakat yang masih belum mempunyai kemampuan tinggi menyaring berita, adalah dosa besar bila berita dan opini yang diturunkan tidak melalui tahapan internal selection. Ukuran seleksinya bukan pada hak saja, tetapi juga kepentingan kehidupan bersama. Dapatkah yang demikian ini kita bangun bersama di atas semangat kesatuan dan kekeluargaan?
Pilar-pilar perekat persatuan dan kesatuan bangsa mesti berhitungan ulang tentang kontribusinya pada upaya mendinginkan suasana, menyejukkan batin dan menerunkan tensi amarah dan dendam. Penyiar agama menelurusi relung hati jamaahnya dan mencoba menemukan sesuatu yang dapat menyentakkan hati nurani mereka terhadap korban yang sudah tak terkirakan banyaknya, dan kemudian menyadari serta menyesali masa yang telah berlalu. Para pendidikan mempelajari kembali kaidah-kaidah didaktik dan metodik untuk mencari pola pendekatan yang paling efektif agar pendidikan berbangsa, berbahasa dan bersetanah air tidak gampang tererosi oleh isu, intrik, dan provokasi.

1.2 RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah yang dimaksud dengan pendidikan?
2.      Apa saja macam-macam perbedaan dalam pendidikan?
3.      Bagaimana mengatasi perbedaan dalam pendidikan?

 1.3  TUJUAN
1.      Menjelaskan pengertian pendidikan
2.      Menjelaskan macam-macam perbedaan dalam pendidikan
3.      Menjelaskan cara mengatasi perbedaan dalam pendidikan

1.4  MANFAAT
1.      Mengetahui pengertian pendidikan
2.      Mengetahui macam-macam perbedaan dalam pendidikan
3.      Mengetahui cara mengatasi perbedaan dalam pendidikan
 Bab II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian pendidikan
Istilah pendidikan menurut Carter V. good adalaha bisa berasal dari kata(1) pedagogi yang berarti (a)seni,praktek atau profesi sebagai pengajar(pengajara), (b)ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dan metode-metode mengajar,pengawasan dan bimbingan murid,dalam arti luas digantikan dengan istilah pendidikan,(2)education yang berarti (a)proses pengembangan pribadi,(b)proses sosial,(c)profesional courses,(d) seni untuk membuat dan memahami ilmu pengetahuan yang tersusun yang di warisi/dikembangkan masa lampau setiap generasi bangsa
            Pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiaanya sesuai dengan nilai-nilai didalam masyarakat dan kebudayaan.[1]dengan demikian,bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat,didalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan.karena itulah sering dinyatakan pendidikan telah ada sepanjang perdaban umat manusia.pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya(Noor Syam,1981)
            Pendidikan sering diterjemahkan orang dengan pedagogi.pada yunani kuno seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantar seorang pelayan,pelayan tersebut biasa disebut pedagogos atau penuntun anak.disebut demikian karena disamping mengantar dan menjemput juga berfungsi sebagai pengasuh anak tersebut dalam rumah tangga tuannya,sedangkan gurunya,yang mengajar,pada yunani kuno disebut governoor.governoor sebagai guru tidak mengajar secara klasikal seperti sekarang ini,melainkan secara individual(muhadjir,2000:20).
            Pendidikan adalah suatu usaha sadar yang teratu dan sistematis yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi anak agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan.pendidikan adalah bantuan yang diberikan dengan sengaja kepada anak dalam pertumbuhan jasmani maupun rohaninya untuk mencapai tingkat dewasa.sedangkan menurut pendapat M.J langeveld pendidikan adalah pemberian bimbingan dan bantuan rohani bagi yang masih memerlukan.jadi kalau sudah tidak membutuhkan lagi pertolongan atau bimbingan tidak lagi perlu dididik(Indra Kusuma:1973). 
2.2  Macam – macam perbedaan dalam pendidikan
   2.2.1Perbedaan Pendidikan Dulu dengan Sekarang
Dari cerita kecerita, pendidikan merupakan aktifitas yang tidak ada habisnya, dari dulu hingga sekarang, bahkan sampai yang akan datang pendidikan tetap dibutuhkan. Dan cerita pendidikan secara lisan maupun tulisan tetap menarik.
Cerita anak generasi tahun 70an. Ketika pertama kali masuk sekolah. Tahun ajaran baru masih dimulai pada bulan januari. Ragam sekolah tidak terlalu banyak, hanya ada SD Negeri, SD Impres, madrasah yang kurikulumnya pendidikan agama, dan Sekolah swasta yang tidak banyak jumlahnya. Dan pada saat itu, Sekolah Negeri yang menjadi incaran. Karena pertimbangan dari segi biaya tidaklah begitu mahal, kualitas guru dan sarana pendidikannya lebih baik.
Siswa pada saat itu tidak semua mendapatkan pendidikan di TK. Karena itu tidak semua siswa kelas 1 bisa baca, tulis dan berhitung. Guru SD-lah yang mengenalkan abjad dan angka pada mereka. Anak siapa saja bisa masuk SD Negeri. Latar belakang sosial ekonomi sangat beragam, juga tingkat pendidikan Orang tuanya. Oleh karena itu, pola asuh yang dikembangkan dikeluarga masing-masing siswa tentu berbeda. Di sekolah, Gurulah yang menyeragamkan aturan dan disiplin. Jika datang terlambat atau tidak mengerjakan PR akan dihukum. Siswa yang nakal biang ribut di kelas, suka mengganggu di kelas, akan dihukum berdiri dengan satu kaki dan tangan di telinga, duduk di bawah meja hingga pulang, bahkan bisa jadi baru boleh pulang belakangan.
Setiap hari senin, Guru Agama akan berkeliling memeriksa kerapian dan kebersihan penampilan. Jika ada siswa berambut gondrong, acak-acakan atau siswa yang kukunya panjang apalagi kotor, guru akan mengambil gunting kemudian memotong rambut dan kuku mereka. Mengapa ini menjadi tugas Guru Agama ? karena kebersihan sebagian dari iman dan itu merupakan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Tidak ada Orang tua murid yang tersinggung, marah apa lagi sampai melabrak Guru, hanya karena rambut atau kuku yang dipotong. Orang tua dengan “ legowo nrimo” karena bagi mereka di sekolah adalah ruang dimana otoritas adalah Guru. Maka segala aturan dan standar prilaku diserahkan pada Guru untuk menggariskan dan menegakknnya.
Dahulu , jika ingin anaknya bias sholat dan mengaji, biasanya kalau sore Orang tua menyuruh anaknya pergi mengaji. Bukan di TPA yang formal dan terstruktur seperti sekarang melainkan pada Guru ngaji informal yang dibayar seikhlasnya. Tempat mengajinya di musholla/langgar/ surau atau di rumah Guru ngaji. Dan Guru ngaji pada saat itu dikenal lebih galak disbanding dengan Guru di sekolah. Sambil memegang sebatang rotan yang digunakan untuk menunjuk rangkaian huruf hijaiyah dipapan tulis. Dan pada malam jumat dibiasakan membaca ulang yang telah diajarkan umtuk mempelancar biasanya disebut nderes.
Dari jaman ke jaman sudah pasti ada siswa siswi yang nakal, bandel, biang keladi semua keributan, semua itu wajar namanya juga anak dan remaja. Ada yang sifatnya cenderung melawan, suka membatah, tidak mau menurut, ada juga yang diam sekali. Semakin menginjak remaja, sikap perlawanan itu semakin menjadi, dan lagi-lagi tugas gurulah yang mengatasinya. Setiap Guru mempunyai cara-cara untuk mengatasi keunikan siswanya. Ada dengan cara halus dan juga kasar. Tapi tampaknya tidak ada Orang tua yang menggugat Guru, Orang tua pada saat itu sadar konsekwensi logis dari mereka, menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak-anak mereka kepada Guru. Anak pada saat itu tidak mendapatkan toleransi dan perlindungan bahkan dari orang tuanya sendiri ketika mereka melakukan kekerasan atau kesalahan.
Lalu bagaimana dengan sekarang ? Guru nampaknya berada pada posisi sulit, bisa jadi serba salah. Mereka tidak bisa lagi dengan mudah menjatuhkan hukuman pada siswanya. Bisa-bisa siswa yang dihukum mengadu pada Orang tuanya dan guru yang ganti diadukan kepolisi. Orang tua tahunya anak mereka baik-baik, Guru tidak mempunyai hak menghukumnya. Guru dan pihak sekolah tidak lagi bebas menegakkan hukum pada siswanya. Meski sejak awal mereka tidak menunjukkan penyesalan tidak menganggap apa yang mereka lakukan bukan salah saja tapi juga terlarang, Orang tua turun tangan membela, bila perlu sewakan pengacara bawakan LSM yang atas nama hak anak, mencarikan dalih-dalih bahwa mereka tidak boleh dihukum.
Lalu mengapa Orang tua jaman sekarang lebih permissive pada prilaku tidak terpuji anaknya ? apakah mungkin ini juga tindakan apologize karena selama ini Orang tua kerap lalai memberikan perhatian dan waktu pada anaknya. Berapa banyak Orang tua yang masih menyempatkan diri melepas anaknya berangkat sekolah sampai di pintu depan rumah, membiasakan anaknya mencium tangan Orang tua, lalu menepuk pundak anaknya atau mengelus kepala anaknya dan memberikan pesan kepada anaknya. Kalimat pesan yang terdengar simpel tetapi jika diucapkan setiap hari, akan tertanam pesan dibenak si anak, tentang pesan dan harapan Orang tuanya. Banyak Orang tua yang tidak terlalu mengenal watak dan karakter asli anaknya. Tidak cukup hanya perhatian daan kasih sayang dari seorang Guru, perhatian dan kasih sayang dari Orang tua yang justru sangat dibutuhkan.
Inilah problem didunia pendidikan jaman sekarang. Disatu sisi Orang tua seolah-olah menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak mereka kepada Guru-guru disekolah, tetapi disisi lain ketika ada masalah, anaknya barulah Orang tua tidak mau Guru mengambil tindakan. Orang tua turun tangan ketika sudah ada masalah itupun bukan untuk menegakkan disiplin dan hukuman sesuai aturan tetapi justru untuk menginterversi disiplin dan hukum, mengupayakan privilege bagi anak mereka. Akibatnya, sama sekali tidak ada pembelajaran pada diri siswa, tidak belajar dari keselahan.
Kalau benar orang tua menyerahkan pendidikan anaknya pada guru dan pihak sekolah, maka sebaiknya orang tua harus rela jika guru mengakkan aturan pada siswa tampa pandang bulu. Orang tua harus ikhlas jika anaknya menerima hukuman akibat perbuatannya, termasuk jika tidak disiplin dan tidak sopan pada guru atau orang yang lebih tua darinya. Jamgam ajari anak menginjak-injak hukum, kekacauan itu disebabkan lemahnya penegakkan hukum.
2.2.2 Perbedaan Lingkungan Pendidikan Satu Dengan Yang Lain
A.    Perbedaan Lingkungan Pendidikan
Mengacu pada pengertian  lingkungan pendidikan , maka lingkungan pendidikan dapat dibedakan atau dikategorikan menjadi 3 macam lingkungan [2]yaitu (1) lingkungan pendidikan keluarga; (2) lingkungan pendidikan sekolah ; (3) lingkungan pendidikan masyarakat atau biasa disebut tripusat  Oleh KI Hajar Dewantara lingkungan ketiga disebut sebagai perkumpulan pemuda.
       1.      Lingkungan Pendidikan Keluarga
Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang dengan baik. Pendidikan keluarga disebut pendidikan utama karena di dalam lingkungan ini segenap potensi yang dimiliki manusia terbentuk dan sebagian dikembangkan. Bahkan ada beberapa potensi yang telah berkembang dalam pendidikan keluarga. Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh danberkembang dengan baik.
Pendidikan keluarga berfungsi:
ü  Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak
ü  Menjamin kehidupan emosional anak
ü  Menanamkan dasar pendidikan moral
ü  Memberikan dasar pendidikan sosial
ü  Menanamkan dasar pendidikan moral
ü  Memberikan dasar pendidikan sosial
ü  Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak

Pendidikan keluarga dapat dibedakan menjadi dua yakni :
(a)    Pendidikan prenatal (pendidikan sebelum lahir)
Merupakan pendidikan yang berlangsung selama anak belum lahir atau masih dalam kandungan. Pendidikan prenatal lebih dipengaruhi kepada kebudayaan lingkungan setempat. Sebagai contoh dalam masyarakat jawa dikenal berbagai macam upacara adat selama anak masih ada dalam kandungan seperti neloni, mitoni. Selain upacara-upacara adat untuk menyelamati anak yang masih dalam kandungan dalam masyarakat jawa dikenal juga berbagai macam sirikan (hal-hal yang harus dihindari) selama anak masih dalam kandungan.
Dalam kehidupan yang lebih modern sekarang ini, terdapat pula model pendidikan prenatal. Seperti mendengarkan lagu-lagu klasik selama anak masih dalam kandungan, melakukan pemerikasaan rutin ke dokter kandungan atau mengkonsumsi nutrisi yang baik bagi si jabang bayi adalah contoh-contoh pendidikan prenatal dalam kehidupan modern.
Secara sederhana pendidikan prenatala dalam keluarga bertujuan untuk menjamin agar si jabang bayi sehat selama dalam kandungan hingga nanti pada akhirnya dapat terlahir dengan proses yang lancer dan selamat.
b)    Pendidikan postnatal (pendidikan setelah lahir)
Merupakan pendidikan manusia dalam lingkungan keluarga di mulai dari manusia lahir hingga akhir hayatnya. Segala macam ilmu kehidupan yang diperoleh dari keluarga merupakan hasil dari proses pendidikan keluarga postnatal. Dari manusia lahir sudah diajari bagaimana caranya tengkurap, minum, makan, berjalan hingga tentang ilmu agama.
Sama seperti pendidikan prenatal yang tujuan adalah menjamin manusia lahir ke dunia, pendidikan postnatal ditujukan sebagai jaminan agar manusia dapat menjadi manusia yang baik dan tidak mengalami kesulitan berarti selama proses manusia hidup.
Bagaimana manusia bersikap tentang segala macam lingkungannya di luar lingkungan keluarag sangat tergantung pada bagaimana proses pendidikan keluarga berlangsung. Dalam dunia modern seperti sekarang, bagaimana pendidikan keluarga berlangsung tidak sepenuhnya tergantung pada orang tua namun bisa juga dipengaruhi oleh orang lain yang notabene bukan bagian dari keluarga. Ini bisa terjadi karena kesibukan orangtua maka orangtua lebih cenderung untuk menyewa orang lain untuk merawat (mengasuh) anaknya.
1.    Lingkungan Pendidikan Sekolah
Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampilan. Oleh karena itu dikirimkan anak ke sekolah. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, sekolah telah mencapai posisi yang sangat sentral dan belantara pendidikan keluarga. Hal ini karena pendidikan telah berimbas pola pikir ekonomi yaitu efektivitas dan efesiensi dan hal ini telah menjadi semacam ideology dalam proses pendidikan di sekolah.
Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampilan. Oleh karena itu dikirimkan anak ke sekolah.
Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama mereka diserahkan kepadanya. Karena itu sebagai sumbangan sekolah sebagai lembaga terhadap pendidikan, diantaranya sebagai berikut;
·         Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta menanamkan budi pekerti yang baik.
·         Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan di rumah.
·         Sekolah melaqtih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca, menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu lain sifatnya mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan.
·         Di sekolah diberikan pelajaran etika, keagamaan, estetika, membenarkan benar atau salah, dan sebagainya.


2.      Lingkungan Pendidikan Masyarakat
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan lingkungan keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah. Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut tampaknya lebih luas.
Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertia-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan lingkungan keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah. Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut tampaknya lebih luas.
Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertia-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.

Setiap pusat pendidikan dapat berpeluang memberikan kontribusi yang besar dalam ketiga kegiatan pendidikan, yakni:
1.      pembimbingan dalam upaya pemantapan pribadi yang berbudaya
2.      pengajaran dalam upaya penguasaan pengetahuan
3.      pelatihan dalam upaya pemahiran keterampilan.

Secara umum fungsi lingkungan pendidikan ini membantu peserta didik dalam interaksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya, utamanya berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia, agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang optimal. Antara lingkungan yang satu dengan lingkungan yang lain tidak mungkin untuk berdiri sendiri. Terdapat hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi antar lingkungan pendidikan.
Lingkungan keluarga sebagai dasar pembentukan sikap dan sifat manusia. Lingkungan sekolah sebagai bekal skil dan ilmu pengetahuan, sedangkan lingkungan masayarakat merupakan tempat praktek dari bekal yang diperoleh di keluarga dan sekolah sekaligus sebagai tempat pengembangan kemampuan diri.
Melihat hal diatas maka sudah selayaknya terdapat koordinasi antar lingkungan sehingga terjadi keselarasan dan keserasian dalam menjadikan manusia yang berpendidikan dan berkepribadian unggul.

2.3  Cara mengatasi perbedaan dalam pendidikan
2.3.1  Pendidikan Multikultural
            Pendidikan multikultural merupakan respons terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah,sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap [3]kelompok.dalam dimensi lain,pendidikan multikultural merupakan pengembangan kurikulum dan aktivitas pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan,sejarah,perstasi dan perhatian terhadap orang-orang non Eropa (Hilliard, 1991-1992 ).sedangkan secara luas,pendidikan multikultural itu mencakup seluruh siswa tanpa membeda-bedakan kelompok-kelompoknya  seperti : gender ,etnic ,ras , budaya , strata sosial dan agama.
Mengenai fokus pendidikan multikultural, Tilaar mengungkapkan bahwa dalam program pendidikan multikultural, fokus tidak lagi diarahakan  semata-mata kepada kelompok rasial,agama dan kultural domain atau mainstream,fokus seperti ini pernah menjadi tekanan pada pendidikan interkultural yang menekankan peningkatan pemahaman dan toleransi individu-individu  yang berasal dari kelompok minoritas terhadap budaya mainstream yang dominan,yang pada akhirnya  menyebabkan orang-orang dari kelompok minoritas terintegrasi kedalam masyarakat mainstream.pendidikan multikultural sebenarnya merupakan sikap “peduli” dan mau mengerti (difference), atau politics of recognition( politik pengakuan terhadap orang-orang dari kelompok minoritas).
2.3.2 Bhineka tunggal ika
Bhinneka Tunggal Ika seperti kita pahami sebagai motto Negara, yang diangkat dari penggalan kakawin Sutasoma karya besar Mpu Tantular pada jaman Keprabonan Majapahit (abad 14) secara harfiah diartikan sebagai bercerai berai tetapi satu atau Although in pieces yet One. (Wikipedia). Motto ini digunakan sebagai ilustrasi dari jati diri bangsa Indonesia yang secara natural, dan sosial-kultural dibangun diatas keanekaragaman. (etnis, bahasa, budaya dll).
Jika dikaji secara akademis, bhinneka tunggal ika tersebut dapat dipahami dalam konteks konsep generik multiculturalism atau multikulturalisme.jika para siswa menerapkan makna dari bhineka tunggal ika tersebut maka perbedaan dalam pendidikan bukanlah suatu masalah,karena dapat menghargai satu sama lain.


2.3.3 Toleransi Pendidikan
            Sikap toleransi yang didalamnya mengandung nilai-nilai penghargaan,rasa hormat terhadap hak-hak dan perbedaan serta keberagaman orang lain merupakan bagian dari pendidikan umum[4],dalam pemahaman yang luas,pendidikan umum dapat dilaksanakan tiap kesempatan secara informal,nonformal dan formal.untuk ini maka pendekatan yang dapat di terapkan adalah meliputi pendekatan perorangan (personal approach), pendekatan kelompok (interpersonal approach) dan pendekatan klasikal (classical approach)
            Meskipun secara umum model-model pembelajaran untuk mengembangkan sikap toleransi sebagai bagian dari pendidikan umum demikian banyak dan luwes  namun terdapat beberapa model , diantaranya yakni :
Ø  Model investigasi kelompok (group investigation)
Model ini di rancang untuk membimbing para siswa mendefinisikan masalah,mengekplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah itu,mengumpulkan data yang relevan,dalam rangka itu seyogyanya guru mengorganisasikan proses belajar melalui kerja kelompok dan mengarahkannya,membantu para siswa menemukan informasi,dan mengelola terjadinya berbagai interaksi dan aktifitas belajar.
Ø  Model bermain peran (role playing)
Model ini di rancang untuk membantu siswa mempelajari nilai-nilai sosial dan moral dan pencerminannya dalam perilaku.dalam model ini siswa dibimbing untuk memecahkan berbagai konflik belajar mengambil peran orang lain dan mengamati perilaku sosial.
Ø  Model penelitian sosial (social sciance inquiry)
Model ini di rancang untuk menuntut para pelajar menguji dirinya sendiri,perilaku kelompok dan proses soaial dan etis yang lebih besar
 Bab III
PENUTUP

3.1  Simpulan
1.      pendidikan adalah bantuan yang diberikan dengan sengaja kepada anak dalam pertumbuhan jasmani maupun rohaninya untuk mencapai tingkat dewasa.
2.      Macam – macam perbedaan dalam pendidikan
v  Perbedaan pendidikan dulu dan sekarang
v  Perbedaan lingkungan pendidikan satu dengan yang lain
3.      Cara mengatasi perbedaan dalam pendidikan
·         Pendidikan multukultural
·         Bhineka tunggal ika
·         Toleransi pendidikan
 DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/search?q=model+perbedaan+dalam+pendidikan&oq=model+perbedaan+dalam+pendidikan&aqs=chrome..69i57.8009j0j4&sourceid=chrome&ie=UTF-8
Mahfud.khoirul,2006 pendidikan multikultural,yogyakarta,pustaka pelajar
Rodliyah.st,2013 pendidikan&ilmu pendidikan,jember,STAIN Jember Press
Suyanto dan Abbas,2001 wajah dan dinamika pendidikan anak bangsa,yogyakarta,Adicita karya nusa



[1] St rodliyah,pendidikan&ilmu pendidikan,STAIN Jember Press,jember,2013,hlm:25
[3] Choirul mahfud,pendidikan multikultural,pustaka pelajar,yogyakarta,hlm:177

Tidak ada komentar:

Posting Komentar