Rabu, 29 Juli 2015

Karakteristik individu peserta didik



BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Dalam setiap proses pendidikan, peserta didik merupakan komponen masukan yang mempunyai kedudukan sentral. Tidak ada proses pendidikan yang berlangsung tanpa kehadiran peserta didik. Untuk melakukan tugasnya dengan baik, pengajar perlu memiliki pengetahuan mengenai siapa peserta didik tersebut dan bagaimana karakteristiknya.
Ketika memasuki proses pembelajaran di sekolah, peserta didik mempunyai latar belakang tertentu, yang menentukan keberhasilannya dalam mengikuti proses belajar. Tugas pengajar adalah mengakomodasi keragaman antarpeserta didik tersebut sehingga semua mencapai tujuan pengajaran.
Pembahasan tentang perbedaan individual antarpeserta didik ini dimaksudkan untuk memberikan wawasan dan kesadaran kepada pengajar tentang faktor yang selama ini kurang diperhatikan agar pengajar dapat memahami bagaimana sebenarnya karakteristik baik dari pribadi, lingkungan dan psikologis dari peserta didik tersebut.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja yang mempengaruhi karakteristik pribadi dan lingkungan peserta didik?
2.      Apa saja yang mempengaruhi karakteristik psikologis peserta didik?
3.      Bagaimanakah murid dan perkembangannya dijenjang pendidikan?
4.      Apa saja yang termasuk kedudukan dalam tahap-tahap perkembangan?
5.      Bagaimana ciri khas anak sekolah dasar?

C.     Tujuan penulisan
1.      Menjelaskan tentang karakteristik pribadi dan lingkungan peserta didik
2.      Menjelaskan tentang karakteristik psikologis peserta didik
3.      Menjelaskan tentang murid dan perkembangannya dijenjang pendidikan
4.      Menjelaskan tentang kedudukan dalam tahap-tahap perkembangan
5.      Menjelaskan tentang ciri khas anak sekolah dasar.

BAB II
PEMBAHASAN

1.       Karakteristik Pribadi dan Lingkungan
a.      Umur
Dalam belajar, umur merupakan faktor yang penting untuk ditimbangkan, karena berkaitan dengan tingkat perkembangan dan kematangan. Peserta didik(murid) SD adalah kelompok anak yang berada pada tingkat perkembangan awal. Meskipun kesiapan untuk belajar di SD bergantung pula pada pengalaman prasekolah, baik dari lingkungan keluarga maupun di Taman Kanak-kanak(TK), secara umum umur menentukan kesiapan peserta didik untuk belajar. Peserta didik yang umurnya lebih tua akan mempunyai kesiapan belajar yang lebih tinggi daripada peserta didik yang lebih muda. Di SD ada kecenderungan peserta didik semakin muda umurnya. Meskipun ketentuan wajib belajar dimulai pada umur 7 tahun, dalam kenyataannya sekarang banyak peserta didik yang telah memasuki SD pada umur kurang dari 7 tahun, yaitu 5-6 tahun. Faktor umur perlu mendapatkan perhatian pengajar terutama pada kelas-kelas awal.

b.      Jenis Kelamin
Murid laki-laki dan perempuan mempunyai karakteristik belajar yang relatif berbeda. Dari penelitian psikologi diketahui bahwa perempuan dan laki-laki mempunyai tempo dan ritme perkembangan yang relatif berbeda. Misalnya, anak perempuan lebih cepat memasuki tahap keremajaannya dibandingkan dengan laki-laki sehingga dalam kesan umum anak perempuan lebih cepat mengenal dan hidup lebih tertib daripada anak laki-laki. Dalam kesan umum, anak perempuan lebih mudah diatur dan lebih cepat mandiri. Contoh lain, pada usia SD sebagian anak perempuan sudah mengalami menstruasi yang menandai masa awal keremajaannya, sedangkan anak laki-laki menginjak aqil baligh pada usia sekitar 15 tahun. Jadi, datangnya masa keremajaan awal perempuan umumnya lebih cepat dari laki-laki.

c.       Pengalaman Prasekolah.
pengalaman prasekolah mempengaruhi kemampuan peserta didik dalam belajar di sekolah. Ada peserta didik yang sebelumnya melalui pendidikan prasekolah misalnya Taman Kanak-kanak(TK) atau bentuk pendidikan prasekolah lainnya seperti kelompok bermain atau Taman Pendidikan Al-Qur’an(TPA). Seperti diketahui, TK merupakan persiapan untuk memasuki SD sehingga mereka akan lebih siap belajar. Diseluruh Indonesia, semua peserta didik memasuki SD, sebanyak kurang lebih 15-20% diantaranya menempuh TK terlebih dahulu. Sementara itu, terdapat perbedaan antara daerah perkotaan dan pedesaan. Diperkotaan, jumlah peserta didik di kelas 1 SD yang melalui TK sekitar 40%, sedangakan dipedesaan hanya sekitar 7%. Sejauh ini memang sebagian besar TK berada di kota dan pada umumnya anak-anak dari tingkat sosial-ekonomi kelas menengah keatas yang mampu membayar biaya pendidikan. Padahal, yang lebih membutuhkan pendidikan prasekolah justru anak-anak desa dan anak-anak dari masyarakat kurang beruntung yang secara intelektual dan emosional kurang mendapatkan rangsangan yang cukup dari keluarganya.
      Dari penelitian yang dilakukan Sardja (1981) dan Supriyadi (1982) diketahui bahwa prestasi membaca, bahasa Indonesia, dan matematika (berhitung) peserta didik SD yang pernah menempuh TK lebih tinggi daripada yang tidak menempuh TK. Perbedaan tersebut terutama sanagat nyata di kelas-kelas awal, yaitu dikelas 1 sampai dengan kelas 3. Sementara itu, dikelas-kelas selanjutnya, perbedaan semakin mengecil. Meskipun demikian, faktor pengalaman prasekolah perlu mendapatkan perhatian dari pengajar mengingat masa-masa kritis belajar di sekolah adalah pada kelas-kelas awal.
      Dikaitkan dengan kemampuan sosial-ekonomi dan akses terhadap pendidikan prasekolah, kesenjangan prestasi peerta didikakan lebih jelas karena dalam kenyataannya peserta didik yang demikian mendapatkan dua keuntungan. Dalam keluarga mereka mendapatkan pendidikan prasekolah melalui TK. Bagi pengajar, implikasi dari pernyataan ini adalah disamping perhatian perlu diberikan secara merata kepada semua peserta didik di SD, pengajar perlu memperhatikan peserta didik secara perorangan, terutama mereka yang mempunyai pengalaman belajar yang kurang menguntungkan sebelumnya. Bagi anak-anak yang tidak pernah mengalami TK, belajar SD merupakan pengalaman pertama dimana mereka belajar secara kelompok dalam bentuk yang sistematis, sedangkan bagi anak-anak yang melaui TK atau TPA atau sejenisnya, belajar secara kelompok relatif sudah mereka miliki dan bukan merupakan kejutan.

d.      Kemampuan Sosial-Ekonomi Orang tua.
Indikator latar belakang sosial-ekonomi adalah pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua, dan tempat tinggal. Peserta didik yang orang tuanya berpendidikan lebih tinggi, biasanya pekerjaannya lebih baik dan penghasilannya lebih tinggi serta tinggal di tempat atau rumah yang relatif lebih baik. Latar belakang sosial-ekonomi keluarga peserta didik perlu dipertimbangkan dalam proses belajar dan mengajar. Karena hal itu akan mempengaruhi keberhasilan belajarnya di sekolah. Perhatian terutama diberikan kepada anak-anak yang berasal dari lingkungan keluarga yang kurang menguntungkan, misalnya karena keterlantaran, kemiskinan, dan keterpencilan.
      Banyak bukti mengungkapkan bahwa kemiskinan secara ekonomi mempunyai akibat yang luas terhadap kemiskinan, perkembangan fisik, intelektual, sosial, dan emosional. Secara fisik anak-anak miskin sering sakit-sakitan, kurang bersemanagat, dan sering mengantuk. Secara sosial mereka kurang bersahabat, agresif atau sebaliknya pemalu, malas, rendah diri. Secara emosional mereka labil dan kurang peka pada kepentingan orang lain. Secara kognitif mereka lemah, kemampuan belajarnya lambat, prakarsanya kurang dan sulit berkonsentrasi. Keadaan mereka berbeda dengan anak-anak dari strata sosial ekonomi menengah dan tinggi. Dalam keluarga mereka mendapatkan perlakuan yang baik, makanan bergizi, sejak bayi iklim keluarga yang hangat. Sejak umur mereka 4-5 tahun mereka masuk TK yang memungkinkan sosialisasi mereka lebih dini, sehingga ketika masuk SD mereka lebih siap. Kondisi diatas tentu saja tidak terjadi secara keseluruhan, namun hanya berdasarkan hasil observasi.
      Karena kondisi sosial-ekonomi orang tuanya, sebagian anak memerlukan perhatian ekstra dari pengajar. Perlakuan itu harus berupa tindakan nyata sehingga bukan hanya menyentuh kemampuan belajar, melainkan pemulihan harga diri, rasa diterima, rasa bahwa ada orang lain yang memperhatikan mereka, rasa diperlakukan secara adil dan layak. Sentuhan-sentuhan kemanusiaan semacam ini akan dapat mengkompensasi kekurangan yang dibawanya dari lingkungan sosial dan keluarganya.[1]


2.      Karakteristik Psikologis
a.      Tingkat Kecerdasan
Tingkat kecerdasan atau sering disebut dengan intelegensi merupakan kemampuan dasar yang dimiliki oleh setiap orang. Sebagian orang percaya bahwa taraf intelegensi sifatnya tetap, artinya tidak dapat diubah-ubah, ditambah atau dikurangi; tetapi sebagian orang menyatakan bahwa taraf intelegensi seseorang dapat berkembang melalui proses belajar. Setiap orang memiliki keceradasan yang sifatnya berbeda-beda. Ada orang yang memiliki kecerdasan yang tinggi atau superior, yang jika dinyatakan dalam hasil tes IQ(Intelligent Quality) mencapai 120 atau lebih, jumlahnya sekitar 10-20% dari suatu populasi. Ada orang yang mempunyai IQ rata-rata normal, yaitu sekitar 90-119 jumlahnya sekitar 60-70%, dan sisanya termasuk mempunyai IQ dibawah rata-rata.
      Dalam kegiatan belajar sehari-hari tingkat kecerdasan peserta didik dapat diamati dari kemampuan belajarnya, yaitu cepat, tepat, dan akurat. Ada peserta didik yang dalam sekejap dapat menyelesaikan soal dengan benar, ada yang dapat menyelesaikannya dengan susah payah. Ada peserta didik yang dengan mudah mengingat deretan angka, ada yang dapat mengingatnya dengan belajar berulang-ulang. Ada peserta didik yang mengerti materi pelajaran hanya dengan penjelasan sepintas, ada yang baru mnegerti setelah dijelaskan secara berulang-ulang yang disertai dengan contoh. Pada dasarnya perbedaan ini menunjukkan perbedaan tingkat kecerdasan.
      Adanya perbedaan tingkat kecerdasan peserta didik menuntut pengajar untuk memperhatikan kenyataan ini. Peserta didik yang kecepatan belajarnya lambat perlu diperhatikan agar tidak terlalu tertinggal oleh peserta didik yang lain, meskipun diakui bahwa pada akhirnya akan selalu terdapat perbedaan pada prestasi belajar peserta didik. Perhatian yang dimaksud antara lain melalui bantuan belajar, penjelasan yang berulang-ulang secara gamblang disertai dengan contoh-contoh yang kongkri, menempatkan peserta didik yang lambat belajar di bangku depan atau didampingkan dengan peserta didik yang cerdas. Peserta didik yang memiliki kemampuan belajar yang cepat memerlukan perhatian juga agar mereka tidaj merasa jenuh atau bosan karena kemampuannya kurang tersalurkan. Misalnya, dengan memberikan tugas tambahan atau mereka diminta untuk membantu temannya dikelas. Oleh karena itu, penempatan peserta didik di kelas sebaiknya tempat duduk memperhatikan faktor ini disamping faktor-faktor yang lain.

b.      Kreativitas
Kreativitas adalah kemampuan seseorang dalam menghasilkan sesuatu yang baru berdasarkan hal-hal yang sudah ada. Kreativitas seseorang ditandai oleh kemampuannya dalam mencetuskan gagasan-gagasan yang relatif baru, misalnya dalam cara pemecahan masalah, dapat menguraikan sesuatu secara lancar dengan bahasa dan istilah yang kaya serta bervariasi, dan kemampuan untuk beralih dari suatu persoalan ke persoalan yang lain secara luwes.
      Di sekolah, setiap anak mempunyai tingakat kreativitas yang berbeda-beda. Dalam belajar anak-anak yang kreatif biasanya tampak dari cara bekerja atau belajarnya yang seakan-akan tidak kehilangan akal. Jika ia mengalami kesulitan dalam memecahkan soal, ia akan tampil dengan gagasan barunya. Kadang-kadang dikelas , anak tersebut melontarkan pertanyaan yang kedengarannya aneh atau unik. Gagasan yang unik itu sepertinya dapat muncul pada setiap pelajaran, termasuk menggambar, mengarang, memecahkan soal matematika atau dalam pelajaran lainnya.
      Menghadapi pertanyaan atau gagasan seperti itu, pengajar seyogyanya bersikap bijaksana, tidak mematikan kreativitas peserta didik.. sebaiknya diberikan penjelasan sesuai dengan kemampuan peserta didik untuk memahaminya, atau paling tidak menghargai pertanyaan itu dengan memberikan jawaban yang cukup logis.
Kreativitas bisa dikembangkan dengan menciptakan proses pembelajaran yang memungkinkan pesrta didik dapat mengembangakan kreativitasnya. Berikut ini bebrapa saran untuk mengembangkan kreativitas peserta didik:
1)      Menilai, menghargai berfikir kreatif
2)      Membantu anak menjadi lebih peka terhadap rangsangan dari lingkungan
3)      Memberanikan anak untuk memanipulasi benda-benda(ojek) dan ide-ide
4)      Mengajar bagaimana menguji setiap gagasan secara sistematis
5)      Mengembangkan rasa toleransi terhadap gagasan baru.
6)      Berhati-hati dalam memaksakan suatu pola atau contoh tertentu
7)      Mengembangkan suasan kelas yang kreatif
8)      Mengajar anak menilai berpikir kreatifnya
9)      Menciptakan kondisi yang diperlukan untuk berpikir kreatif
10)  Menciptakan permainan yang membuat mereka menyadari adanya masalah dan kekurangan
11)  Menyediakan waktu untuk suatu keaktifan dan ketenangan
12)  Mendorong kebiasaan untuk menyusun implikasi ide-ide
13)  Mengembangkan keterampilan untuk memberikan kritik yang membangun
14)  Mendorong kemahiran pengetahuan berbagai lapangan
15)  Menjadi pengajar yang hangat dan bersemangat
16)  Dll.[2]

c.       Bakat dan Minat
Bakat adalah sebuah kondisi atau rangkaian karakteristik yang dianggap sebagai gejala kemampuan seorang individu untuk memperoleh melalui latihan sebagian pengetahuan, keterampilan, atau serangkaian respons seperti kemampuan berbahasa, kemampuan musik, dan lain-lain.[3] Sedangkan minat adalah sesuatu keadaan dimana seseorang menaruh perhatian pada sesuatu dan disertai keinginan untuk mengetahui, memiliki, mempelajari dan membuktikan.[4] Murid SD pun mempunyai bakat khusus yang beragam sebagaimana kelihatan dalam minat belajarnya meskipun bakatnya dan minat merupakan dua hal yang berlainan, dalam perwujudannya hampir sulit dibedakan. Ada peserta didik yang lebih berbakat dalam kemampuan berbahasa, ada juga yang lebih menunjukkan kegemaran dan kemampuan dalam berhitung atau menggambar. Ada juga peserta didik yang tampaknya memiliki bakat dan minat yang hampir merata pada semua mata pelajaran.
      Kenyataan diatas akan selalu ditemukan di sekolah. Tantangan bagi pengajar adalah bagaimana mengakomodasi perbedaan bakat dan minat peserta didik tersebut tanpa mengabaikan usaha untuk membimbing murid sehingga menguasai secara nerata materi mata pelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum.

d.      Pengetahuan Dasar dan Prestasi Terdahulu
Belajar pada dasarnya merupakan proses yang berkelanjutan, hasil belajar terdahulu mendasari proses belajar kemudian. Oleh sebab itu, pengajar perlu mengetahui dan mempertimbangkan apa yang telah dikuasai oleh peserta didik, sebelum mereka diberikan materi baru. Agar terjadi kesinambungan pengalaman belajar, perlu diusahakan adanya kesinambungan antara materi pelajaran yang satu dan yang lainnya. Kesinambungan dimaksud bukan hanya dari segi urutannya, melainkan juga tingkat  pencapaian peserta didik. Hal ini disebabkan karena dalam satu topik pelajaran, ada peserta didik yang menguasai sepenuhnya materi pelajaran, dan ada juga yang hanya menguasai sebagian.[5]



e.       Motivasi Belajar
Motivasi dapat dikatakan sebagai pengaruh dari energi dan arahan terhadap perilaku yang meliputi kebutuhan, minat, sikap, nilai, aspirasi dan perangsang. Kebutuhan dan dorongan untuk memuaskan kebutuhan tersebut merupakan sumber utama motivasi.[6]
Motivasi merupakan modal yang sangat penting untuk belajar. Tanpa ada motivasi, proses belajar akan kurang berhasil. Meskipun seorang peserta didik mempunyai kecakapan belajar yang tinggi, ia akan kurang berhasil dalam belajarnya.
Di sekolah, motivasi belajar peserta didik dapat diamati dari beberapa indikator. Pertama, ketekunan dalam belajar. Peserta didik yang tekun dan meluangkan waktu yang lama untuk belajar menandakan bahwa ia mempunyai motivasi yang tinggi. Kedua keseringan belajar, peserta didik yang sering belajar menandakan motivasinya kuat. Ketiga, komitmennya dalam memenuhi tugas-tugas sekolah peserta didik yang motivasinya kuat akan selalu mengerjakan apapun yang diberikan kepadanya. Keempat, frekuansi kehadirannya di sekolah, peserta didik yang mempunyai motivasi yang kuat akan tetap hadir walaupun agak sakit. Dipihak lain, ada peserta didik yang bolos sekolah hanya karena pensilnya hilang, bajunya kotor, atau kepalanya agak pusing. Beberapa indikator tersebut menunjukkan keberagaman motivasi peserta didik yang dapat ditemukan disemua jenjang pendidikan.
Salah satu tugas pengajar yang sangat penting adalah membangkitkan motivasi belajar peserta didik. Dalam proses pembelajaran, ada beberapa cara untuk memotivasi peserta didik.
Pertama, jangan segan-segan memberikan pujian kepada peserta didik yang melakukan sesuatu dengan baik meskipun hal itu tidak begitu berarti. Peserta didik yang menjawab pertanyaan dengan benar, mengajukan pertanyaan, atau mencapai prestasi yang baik perlu dipuji, tentu saja secara wajar. Pujian dapa diberikan secara lisan maupun tulisan.
Kedua, sebaliknya dengan yang pertama, kurangilah kecaman atau kritik yang dapat mematikan motivasi peserta didik. Pengajar perlu memberikan kritik atau hukuman yang pantas secara bijaksana, jika memang diperlukan, dan jangan mencari-cari kelemahan peserta didik.
Ketiga, menciptakan persaingan yang sehat diantara peserta didik, misalnya dalam mengerjakan soal. Suasan bersaing dapat diciptakan diantara setiap peserta didik baik di kelas maupun di luar kelas.
Keempat, menciptakan kerja sama antara peserta didik. Misalnya, dalam belajar kelompok peserta didik yang pandai disatukan dengan peserta didik yang kurang pandai, atau peserta didik yang lebih dulu mengerjakan tugas dengan benar disuruh ke depan kelas untuk mengisi soal-soal di papan tulis atau bahkan memberikan penjelasan kepada peserta didik yang lain. Yang paling penting dari cara seperti ini adalah tumbuhnya kebanggan peserta didik bahwa ia dipercaya oleh pengajar, diperhatikan, dan dihargai, bukan hanya tepat tidaknya hasil belajar.
Kelima, berikan umpan balik kepada peserta didik atas hasil pekerjaanya, atau dengan kata lain mengevaluasi setiap pekerjaan yang telah dikerjakannya.[7] Evaluasi adalah penilaian terhadap timgkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program.[8]
Jenis penguatan pengajar diatas menjadi salah satu tolak ukur kemampuan pengajar dalam mengelola kelas.

f.       Sikap Belajar
Sikap peserta didik terhadap sekolah, pengajar, peserta didik yang lain dan terhadap materi pelajaran dalam kurikulum akan menentukan keberhasilannya dalam belajar. Ada peserta didik yang merasa sekolah itu merupakan keharusan untuk masa depannya, ada juga yang memandang bahwa ia bersekolah karena disuruh oleh orang tuanya. Sebagian peserta didik bersikap positif terhadap pengajar dan peserta didik yang lain, dan sebagian lainnya mungkin sikapnya kurang positif. Begitu juga terhadap penilaian kurikulum yang berbeda. Semua ini akan memberikan warna terhadap proses belajar peserta didik, baik disadari maupun tidak disadari oleh peserta didik. Pengajar dituntut memahami dinamika perasaan dan sikap peserta didik tersebut dan berusaha melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengubah sikap negatif peserta didik menjadi positif serta memperkuat sikap yang sudah positif.

3.      Murid dan Perkembangannya
Murid SD adalah mereka sedang menjalani tahap perkembangan masa kanak-kanak dan memasuki masa remaja awal. Apabila mereka mengakhiri pendidikannya di SD, mereka berada pada tahap perkembangan memasuki remaja awal.
            Bagaimana kedudukan anak usia SD dalam rentangan perkembangan hidupnya? Tugas-tugas perkembangan apa yang harus diselesaikan? Pertanyaan ini sangat penting untuk dijawab agar kita dapat memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan dunia anak.
4.      Kedudukan dalam Tahap-tahap Perkembangan
Ditinjau dari sudut psikologi perkembangan anak dapat dibagi menjadi:
a)      Masa bayi, yaitu sejak lahir sampai tahun kedua.
b)      Masa anak awal atau masa kanak-kanak, yaitu dari permulaan tahun ketiga sampai usia enam tahun. Masa ini disebut masa prasekolah.
c)      Masa anak lanjut atau masa anak sekolah, yaitu dari usia 6 sampai 12-13 tahun. Masa ini disebut pula masa usia sekolah dasar karena pada usia ini biasanya ia duduk di sekolah dasar.
d)     Masa remaja, yaitu usia 13 sampai 18 tahun.

5.      Ciri Khas Anak Sekolah Dasar
Pada masa ini anak diharapkan memperoleh pengetahuan dasar yang dipandang sangat penting bagi persiapan dan penyesuaian diri terhadap kehidupan dimasa dewasa. Anak diharapkan mempelajari keterampilan-keterampilan tertentu.
            Keterampilan-keterampilan itu meliputi:
1)      Keterampilan membantu diri sendiri. Pada masa ini, anak-anak mampu untuk membantu dirinya sendiri untuk menyesuaikan terhadap lingkungannya. Dia mampu memecahkan masalahnya sendiri sehingga ia dapat berintegrasi dengan lingkungannya.
2)      Keterampilan sosial. Pada masa ini anak-anak mampu bersosialisasi baik dengan teman seumurnya maupun dengan orang yang lebih tua atau muada darinya.
3)      Keterampilan sekolah. Anak-anak pada masa ini mampu untuk bersekolah, mengikuti pelajaran, dan menyerap pelajaran.
4)      Keterampilan bermain. Pada usia anak sekolah dasar, anak-anak mampu bermain mainan untuk usia mereka.
Bagi anak usia ini peran kelompok sebaya sangat berarti. Ia sangat mendambakan penerimaan oleh kelompoknya. Baik dalam penampilan perilaku maupun dalam ungkapan diri, terutama bahasa, ia cenderung meniru kelompok yang sebaya.
Anak usia sekolah dasar ini pada umumnya lebih mudah diasuh dibandingkan dengan sebelumnya.
Masa usia sekolah dasar disebut juga masa intelektual, karena keterbukaan dan keinginan anak untuk mendapat pengetahuan dan pengalaman.
Beberapa sifat khas anak-anak pada usia ini adalah sebagai berikut:
·         Keadaan jasmani tumbuh sejalan dengan prestasi sekolah.
·         Sikap tunduk kepada peraturan permainan yang tradisional.
·         Ada kecenderungan suka memuji diri sendiri.
·         Suka membandingkan dirinya  dengan anak lain, kalau hal itu menguntungkan.
·         Kalau tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap penting.
·         Pada masa ini anak menghendaki nilai yang baik tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
·         Minat kepada kehidupan praktis sehari-hari.
·         Realistis dan ingin tahu.
·         Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal mata pelajaran khusus.
·         Sampai kira-kira umur 11 tahun, anak membutuhkan pengajar atau orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya.
·         Setelah umur 11 tahun umumnya anak-anak berusaha menyelesaikan tugasnya sendiri.[9]

BAB III
KESIMPULAN

A.    Karakteristik Pribadi & Lingkungan
·         Umur
·         Jenis kelamin
·         Pengalaman prasekolah
·         Kemampuan sosial-ekonomi orang tua
B.     Karakteristik Psikologis
·         Tingkat kecerdasan
·         KreativitasBakat dan minat
·         Pengetahuan dasar & prestasi terdahulu
·         Motivasi belajar
·         Sikap belajar
C.    Murid & Perkembangannya
Murid SD adalah mereka sedang menjalani tahap perkembangan masa kanak-kanak dan memasuki masa remaja awal. Apabila mereka mengakhiri pendidikannya di SD, mereka berada pada tahap perkembangan memasuki remaja awal.
D.    Kedudukan dalam Tahap-tahap Perkembangan
·         Masa bayi
·         Masa kanak-kanak
·         Masa anak lanjut / masa anak sekolah
·         Masa remaja
E.     Ciri Khas Anak Sekolah Dasar
·         Keterampilan membantu diri-sendiri
·         Keterampilan sosial
·         Keterampilan sekolah
·         Keterampilan bermain.

DAFTAR PUSTAKA         

Iskandarwassid, dan  Dadang Sunendar. 2013. Strategi Pembelajaran Bahasa. Cetakan    keempat. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI dan PT Remaja Rosdakarya.
Khodijah, Nyanyu. 2014. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Syah, Muhibbin. 2013. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja       Rosdakarya.
http://www.maribelajarbk.web.id/2014/12/pengertian-dan-mengenal-bakat-dan-minat.html            diakses pada tanggal 7 Maret 2015.











[1] Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2009), 131
[2] Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2009),  135
[3] Nyanyu Khodijah, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014),  167
[4] http://www.maribelajarbk.web.id/2014/12/pengertian-dan-mengenal-bakat-dan-minat.html
[5] Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2009), 136
[6] Nyanyu Khodijah, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014), 151.
[7] Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2009), 137
[8] Muhibbin syah , Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru(Bandung:Remaja Rosdakarya, 2013),  139
[9] Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2009) hal), 141

Tidak ada komentar:

Posting Komentar