BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam setiap proses pendidikan, peserta didik merupakan komponen
masukan yang mempunyai kedudukan sentral. Tidak ada proses pendidikan yang
berlangsung tanpa kehadiran peserta didik. Untuk melakukan tugasnya dengan
baik, pengajar perlu memiliki pengetahuan mengenai siapa peserta didik tersebut
dan bagaimana karakteristiknya.
Ketika memasuki proses pembelajaran di sekolah, peserta didik
mempunyai latar belakang tertentu, yang menentukan keberhasilannya dalam
mengikuti proses belajar. Tugas pengajar adalah mengakomodasi keragaman
antarpeserta didik tersebut sehingga semua mencapai tujuan pengajaran.
Pembahasan tentang perbedaan individual antarpeserta didik ini
dimaksudkan untuk memberikan wawasan dan kesadaran kepada pengajar tentang
faktor yang selama ini kurang diperhatikan agar pengajar dapat memahami
bagaimana sebenarnya karakteristik baik dari pribadi, lingkungan dan psikologis
dari peserta didik tersebut.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa saja yang
mempengaruhi karakteristik pribadi dan lingkungan peserta didik?
2.
Apa saja yang
mempengaruhi karakteristik psikologis peserta didik?
3.
Bagaimanakah
murid dan perkembangannya dijenjang pendidikan?
4.
Apa saja yang
termasuk kedudukan dalam tahap-tahap perkembangan?
5.
Bagaimana ciri
khas anak sekolah dasar?
C.
Tujuan
penulisan
1.
Menjelaskan
tentang karakteristik pribadi dan lingkungan peserta didik
2.
Menjelaskan
tentang karakteristik psikologis peserta didik
3.
Menjelaskan
tentang murid dan perkembangannya dijenjang pendidikan
4.
Menjelaskan
tentang kedudukan dalam tahap-tahap perkembangan
5.
Menjelaskan
tentang ciri khas anak sekolah dasar.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Karakteristik
Pribadi dan Lingkungan
a.
Umur
Dalam belajar, umur merupakan faktor yang penting untuk
ditimbangkan, karena berkaitan dengan tingkat perkembangan dan kematangan.
Peserta didik(murid) SD adalah kelompok anak yang berada pada tingkat
perkembangan awal. Meskipun kesiapan untuk belajar di SD bergantung pula pada
pengalaman prasekolah, baik dari lingkungan keluarga maupun di Taman Kanak-kanak(TK),
secara umum umur menentukan kesiapan peserta didik untuk belajar. Peserta didik
yang umurnya lebih tua akan mempunyai kesiapan belajar yang lebih tinggi
daripada peserta didik yang lebih muda. Di SD ada kecenderungan peserta didik
semakin muda umurnya. Meskipun ketentuan wajib belajar dimulai pada umur 7
tahun, dalam kenyataannya sekarang banyak peserta didik yang telah memasuki SD
pada umur kurang dari 7 tahun, yaitu 5-6 tahun. Faktor umur perlu mendapatkan
perhatian pengajar terutama pada kelas-kelas awal.
b.
Jenis Kelamin
Murid laki-laki dan perempuan mempunyai karakteristik belajar yang
relatif berbeda. Dari penelitian psikologi diketahui bahwa perempuan dan
laki-laki mempunyai tempo dan ritme perkembangan yang relatif berbeda.
Misalnya, anak perempuan lebih cepat memasuki tahap keremajaannya dibandingkan
dengan laki-laki sehingga dalam kesan umum anak perempuan lebih cepat mengenal
dan hidup lebih tertib daripada anak laki-laki. Dalam kesan umum, anak
perempuan lebih mudah diatur dan lebih cepat mandiri. Contoh lain, pada usia SD
sebagian anak perempuan sudah mengalami menstruasi yang menandai masa awal
keremajaannya, sedangkan anak laki-laki menginjak aqil baligh pada usia sekitar
15 tahun. Jadi, datangnya masa keremajaan awal perempuan umumnya lebih cepat
dari laki-laki.
c.
Pengalaman Prasekolah.
pengalaman prasekolah mempengaruhi kemampuan peserta didik dalam
belajar di sekolah. Ada peserta didik yang sebelumnya melalui pendidikan
prasekolah misalnya Taman Kanak-kanak(TK) atau bentuk pendidikan prasekolah
lainnya seperti kelompok bermain atau Taman Pendidikan Al-Qur’an(TPA). Seperti
diketahui, TK merupakan persiapan untuk memasuki SD sehingga mereka akan lebih
siap belajar. Diseluruh Indonesia, semua peserta didik memasuki SD, sebanyak
kurang lebih 15-20% diantaranya menempuh TK terlebih dahulu. Sementara itu,
terdapat perbedaan antara daerah perkotaan dan pedesaan. Diperkotaan, jumlah
peserta didik di kelas 1 SD yang melalui TK sekitar 40%, sedangakan dipedesaan
hanya sekitar 7%. Sejauh ini memang sebagian besar TK berada di kota dan pada
umumnya anak-anak dari tingkat sosial-ekonomi kelas menengah keatas yang mampu
membayar biaya pendidikan. Padahal, yang lebih membutuhkan pendidikan
prasekolah justru anak-anak desa dan anak-anak dari masyarakat kurang beruntung
yang secara intelektual dan emosional kurang mendapatkan rangsangan yang cukup
dari keluarganya.
Dari penelitian yang dilakukan Sardja
(1981) dan Supriyadi (1982) diketahui bahwa prestasi membaca, bahasa Indonesia,
dan matematika (berhitung) peserta didik SD yang pernah menempuh TK lebih
tinggi daripada yang tidak menempuh TK. Perbedaan tersebut terutama sanagat
nyata di kelas-kelas awal, yaitu dikelas 1 sampai dengan kelas 3. Sementara
itu, dikelas-kelas selanjutnya, perbedaan semakin mengecil. Meskipun demikian,
faktor pengalaman prasekolah perlu mendapatkan perhatian dari pengajar
mengingat masa-masa kritis belajar di sekolah adalah pada kelas-kelas awal.
Dikaitkan dengan kemampuan sosial-ekonomi
dan akses terhadap pendidikan prasekolah, kesenjangan prestasi peerta didikakan
lebih jelas karena dalam kenyataannya peserta didik yang demikian mendapatkan
dua keuntungan. Dalam keluarga mereka mendapatkan pendidikan prasekolah melalui
TK. Bagi pengajar, implikasi dari pernyataan ini adalah disamping perhatian
perlu diberikan secara merata kepada semua peserta didik di SD, pengajar perlu
memperhatikan peserta didik secara perorangan, terutama mereka yang mempunyai
pengalaman belajar yang kurang menguntungkan sebelumnya. Bagi anak-anak yang
tidak pernah mengalami TK, belajar SD merupakan pengalaman pertama dimana
mereka belajar secara kelompok dalam bentuk yang sistematis, sedangkan bagi
anak-anak yang melaui TK atau TPA atau sejenisnya, belajar secara kelompok
relatif sudah mereka miliki dan bukan merupakan kejutan.
d.
Kemampuan Sosial-Ekonomi Orang tua.
Indikator latar belakang sosial-ekonomi adalah pendidikan orang
tua, pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua, dan tempat tinggal. Peserta
didik yang orang tuanya berpendidikan lebih tinggi, biasanya pekerjaannya lebih
baik dan penghasilannya lebih tinggi serta tinggal di tempat atau rumah yang
relatif lebih baik. Latar belakang sosial-ekonomi keluarga peserta didik perlu
dipertimbangkan dalam proses belajar dan mengajar. Karena hal itu akan
mempengaruhi keberhasilan belajarnya di sekolah. Perhatian terutama diberikan
kepada anak-anak yang berasal dari lingkungan keluarga yang kurang
menguntungkan, misalnya karena keterlantaran, kemiskinan, dan keterpencilan.
Banyak bukti mengungkapkan bahwa
kemiskinan secara ekonomi mempunyai akibat yang luas terhadap kemiskinan,
perkembangan fisik, intelektual, sosial, dan emosional. Secara fisik anak-anak
miskin sering sakit-sakitan, kurang bersemanagat, dan sering mengantuk. Secara
sosial mereka kurang bersahabat, agresif atau sebaliknya pemalu, malas, rendah
diri. Secara emosional mereka labil dan kurang peka pada kepentingan orang
lain. Secara kognitif mereka lemah, kemampuan belajarnya lambat, prakarsanya
kurang dan sulit berkonsentrasi. Keadaan mereka berbeda dengan anak-anak dari
strata sosial ekonomi menengah dan tinggi. Dalam keluarga mereka mendapatkan
perlakuan yang baik, makanan bergizi, sejak bayi iklim keluarga yang hangat.
Sejak umur mereka 4-5 tahun mereka masuk TK yang memungkinkan sosialisasi
mereka lebih dini, sehingga ketika masuk SD mereka lebih siap. Kondisi diatas
tentu saja tidak terjadi secara keseluruhan, namun hanya berdasarkan hasil
observasi.
Karena kondisi sosial-ekonomi orang
tuanya, sebagian anak memerlukan perhatian ekstra dari pengajar. Perlakuan itu
harus berupa tindakan nyata sehingga bukan hanya menyentuh kemampuan belajar,
melainkan pemulihan harga diri, rasa diterima, rasa bahwa ada orang lain yang
memperhatikan mereka, rasa diperlakukan secara adil dan layak. Sentuhan-sentuhan
kemanusiaan semacam ini akan dapat mengkompensasi kekurangan yang dibawanya
dari lingkungan sosial dan keluarganya.[1]
2.
Karakteristik Psikologis
a.
Tingkat Kecerdasan
Tingkat kecerdasan atau sering disebut dengan intelegensi merupakan
kemampuan dasar yang dimiliki oleh setiap orang. Sebagian orang percaya bahwa
taraf intelegensi sifatnya tetap, artinya tidak dapat diubah-ubah, ditambah
atau dikurangi; tetapi sebagian orang menyatakan bahwa taraf intelegensi
seseorang dapat berkembang melalui proses belajar. Setiap orang memiliki
keceradasan yang sifatnya berbeda-beda. Ada orang yang memiliki kecerdasan yang
tinggi atau superior, yang jika dinyatakan dalam hasil tes IQ(Intelligent
Quality) mencapai 120 atau lebih, jumlahnya sekitar 10-20% dari suatu
populasi. Ada orang yang mempunyai IQ rata-rata normal, yaitu sekitar 90-119
jumlahnya sekitar 60-70%, dan sisanya termasuk mempunyai IQ dibawah rata-rata.
Dalam kegiatan belajar sehari-hari tingkat
kecerdasan peserta didik dapat diamati dari kemampuan belajarnya, yaitu cepat,
tepat, dan akurat. Ada peserta didik yang dalam sekejap dapat menyelesaikan
soal dengan benar, ada yang dapat menyelesaikannya dengan susah payah. Ada
peserta didik yang dengan mudah mengingat deretan angka, ada yang dapat
mengingatnya dengan belajar berulang-ulang. Ada peserta didik yang mengerti
materi pelajaran hanya dengan penjelasan sepintas, ada yang baru mnegerti
setelah dijelaskan secara berulang-ulang yang disertai dengan contoh. Pada
dasarnya perbedaan ini menunjukkan perbedaan tingkat kecerdasan.
Adanya perbedaan tingkat kecerdasan
peserta didik menuntut pengajar untuk memperhatikan kenyataan ini. Peserta
didik yang kecepatan belajarnya lambat perlu diperhatikan agar tidak terlalu
tertinggal oleh peserta didik yang lain, meskipun diakui bahwa pada akhirnya
akan selalu terdapat perbedaan pada prestasi belajar peserta didik. Perhatian
yang dimaksud antara lain melalui bantuan belajar, penjelasan yang
berulang-ulang secara gamblang disertai dengan contoh-contoh yang kongkri, menempatkan
peserta didik yang lambat belajar di bangku depan atau didampingkan dengan
peserta didik yang cerdas. Peserta didik yang memiliki kemampuan belajar yang
cepat memerlukan perhatian juga agar mereka tidaj merasa jenuh atau bosan
karena kemampuannya kurang tersalurkan. Misalnya, dengan memberikan tugas
tambahan atau mereka diminta untuk membantu temannya dikelas. Oleh karena itu,
penempatan peserta didik di kelas sebaiknya tempat duduk memperhatikan faktor
ini disamping faktor-faktor yang lain.
b.
Kreativitas
Kreativitas adalah kemampuan seseorang dalam menghasilkan sesuatu
yang baru berdasarkan hal-hal yang sudah ada. Kreativitas seseorang ditandai
oleh kemampuannya dalam mencetuskan gagasan-gagasan yang relatif baru, misalnya
dalam cara pemecahan masalah, dapat menguraikan sesuatu secara lancar dengan
bahasa dan istilah yang kaya serta bervariasi, dan kemampuan untuk beralih dari
suatu persoalan ke persoalan yang lain secara luwes.
Di sekolah, setiap anak mempunyai tingakat
kreativitas yang berbeda-beda. Dalam belajar anak-anak yang kreatif biasanya
tampak dari cara bekerja atau belajarnya yang seakan-akan tidak kehilangan
akal. Jika ia mengalami kesulitan dalam memecahkan soal, ia akan tampil dengan
gagasan barunya. Kadang-kadang dikelas , anak tersebut melontarkan pertanyaan
yang kedengarannya aneh atau unik. Gagasan yang unik itu sepertinya dapat
muncul pada setiap pelajaran, termasuk menggambar, mengarang, memecahkan soal
matematika atau dalam pelajaran lainnya.
Menghadapi pertanyaan atau gagasan seperti
itu, pengajar seyogyanya bersikap bijaksana, tidak mematikan kreativitas
peserta didik.. sebaiknya diberikan penjelasan sesuai dengan kemampuan peserta
didik untuk memahaminya, atau paling tidak menghargai pertanyaan itu dengan
memberikan jawaban yang cukup logis.
Kreativitas bisa dikembangkan dengan menciptakan proses
pembelajaran yang memungkinkan pesrta didik dapat mengembangakan
kreativitasnya. Berikut ini bebrapa saran untuk mengembangkan kreativitas
peserta didik:
1)
Menilai, menghargai berfikir kreatif
2)
Membantu anak menjadi lebih peka terhadap rangsangan dari
lingkungan
3)
Memberanikan anak untuk memanipulasi benda-benda(ojek) dan ide-ide
4)
Mengajar bagaimana menguji setiap gagasan secara sistematis
5)
Mengembangkan rasa toleransi terhadap gagasan baru.
6)
Berhati-hati dalam memaksakan suatu pola atau contoh tertentu
7)
Mengembangkan suasan kelas yang kreatif
8)
Mengajar anak menilai berpikir kreatifnya
9)
Menciptakan kondisi yang diperlukan untuk berpikir kreatif
10)
Menciptakan permainan yang membuat mereka menyadari adanya masalah
dan kekurangan
11)
Menyediakan waktu untuk suatu keaktifan dan ketenangan
12)
Mendorong kebiasaan untuk menyusun implikasi ide-ide
13)
Mengembangkan keterampilan untuk memberikan kritik yang membangun
14)
Mendorong kemahiran pengetahuan berbagai lapangan
15)
Menjadi pengajar yang hangat dan bersemangat
16)
Dll.[2]
c.
Bakat dan Minat
Bakat adalah
sebuah kondisi atau rangkaian karakteristik yang dianggap sebagai gejala
kemampuan seorang individu untuk memperoleh melalui latihan sebagian
pengetahuan, keterampilan, atau serangkaian respons seperti kemampuan
berbahasa, kemampuan musik, dan lain-lain.[3] Sedangkan
minat adalah sesuatu keadaan dimana
seseorang menaruh perhatian pada sesuatu dan disertai keinginan untuk
mengetahui, memiliki, mempelajari dan membuktikan.[4] Murid SD pun mempunyai bakat khusus yang beragam sebagaimana
kelihatan dalam minat belajarnya meskipun bakatnya dan minat merupakan dua hal
yang berlainan, dalam perwujudannya hampir sulit dibedakan. Ada peserta didik
yang lebih berbakat dalam kemampuan berbahasa, ada juga yang lebih menunjukkan
kegemaran dan kemampuan dalam berhitung atau menggambar. Ada juga peserta didik
yang tampaknya memiliki bakat dan minat yang hampir merata pada semua mata
pelajaran.
Kenyataan diatas akan selalu ditemukan di
sekolah. Tantangan bagi pengajar adalah bagaimana mengakomodasi perbedaan bakat
dan minat peserta didik tersebut tanpa mengabaikan usaha untuk membimbing murid
sehingga menguasai secara nerata materi mata pelajaran sesuai dengan tuntutan
kurikulum.
d.
Pengetahuan Dasar dan Prestasi Terdahulu
Belajar pada dasarnya merupakan proses yang berkelanjutan, hasil
belajar terdahulu mendasari proses belajar kemudian. Oleh sebab itu, pengajar
perlu mengetahui dan mempertimbangkan apa yang telah dikuasai oleh peserta
didik, sebelum mereka diberikan materi baru. Agar terjadi kesinambungan
pengalaman belajar, perlu diusahakan adanya kesinambungan antara materi
pelajaran yang satu dan yang lainnya. Kesinambungan dimaksud bukan hanya dari
segi urutannya, melainkan juga tingkat
pencapaian peserta didik. Hal ini disebabkan karena dalam satu topik
pelajaran, ada peserta didik yang menguasai sepenuhnya materi pelajaran, dan ada
juga yang hanya menguasai sebagian.[5]
e.
Motivasi Belajar
Motivasi
dapat dikatakan sebagai pengaruh dari energi dan arahan terhadap perilaku yang
meliputi kebutuhan, minat, sikap, nilai, aspirasi dan perangsang. Kebutuhan dan
dorongan untuk memuaskan kebutuhan tersebut merupakan sumber utama motivasi.[6]
Motivasi merupakan modal yang sangat penting untuk belajar. Tanpa
ada motivasi, proses belajar akan kurang berhasil. Meskipun seorang peserta
didik mempunyai kecakapan belajar yang tinggi, ia akan kurang berhasil dalam
belajarnya.
Di sekolah, motivasi belajar peserta didik dapat diamati dari
beberapa indikator. Pertama, ketekunan dalam belajar. Peserta didik yang tekun
dan meluangkan waktu yang lama untuk belajar menandakan bahwa ia mempunyai
motivasi yang tinggi. Kedua keseringan belajar, peserta didik yang sering belajar
menandakan motivasinya kuat. Ketiga, komitmennya dalam memenuhi tugas-tugas
sekolah peserta didik yang motivasinya kuat akan selalu mengerjakan apapun yang
diberikan kepadanya. Keempat, frekuansi kehadirannya di sekolah, peserta didik
yang mempunyai motivasi yang kuat akan tetap hadir walaupun agak sakit. Dipihak
lain, ada peserta didik yang bolos sekolah hanya karena pensilnya hilang,
bajunya kotor, atau kepalanya agak pusing. Beberapa indikator tersebut
menunjukkan keberagaman motivasi peserta didik yang dapat ditemukan disemua
jenjang pendidikan.
Salah satu tugas pengajar yang sangat penting adalah membangkitkan
motivasi belajar peserta didik. Dalam proses pembelajaran, ada beberapa cara
untuk memotivasi peserta didik.
Pertama, jangan segan-segan memberikan pujian kepada peserta didik
yang melakukan sesuatu dengan baik meskipun hal itu tidak begitu berarti.
Peserta didik yang menjawab pertanyaan dengan benar, mengajukan pertanyaan,
atau mencapai prestasi yang baik perlu dipuji, tentu saja secara wajar. Pujian
dapa diberikan secara lisan maupun tulisan.
Kedua, sebaliknya dengan yang pertama, kurangilah kecaman atau
kritik yang dapat mematikan motivasi peserta didik. Pengajar perlu memberikan
kritik atau hukuman yang pantas secara bijaksana, jika memang diperlukan, dan
jangan mencari-cari kelemahan peserta didik.
Ketiga, menciptakan persaingan yang sehat diantara peserta didik,
misalnya dalam mengerjakan soal. Suasan bersaing dapat diciptakan diantara
setiap peserta didik baik di kelas maupun di luar kelas.
Keempat, menciptakan kerja sama antara peserta didik. Misalnya,
dalam belajar kelompok peserta didik yang pandai disatukan dengan peserta didik
yang kurang pandai, atau peserta didik yang lebih dulu mengerjakan tugas dengan
benar disuruh ke depan kelas untuk mengisi soal-soal di papan tulis atau bahkan
memberikan penjelasan kepada peserta didik yang lain. Yang paling penting dari
cara seperti ini adalah tumbuhnya kebanggan peserta didik bahwa ia dipercaya
oleh pengajar, diperhatikan, dan dihargai, bukan hanya tepat tidaknya hasil
belajar.
Kelima, berikan umpan balik kepada peserta didik atas hasil
pekerjaanya, atau dengan kata lain mengevaluasi setiap pekerjaan yang telah
dikerjakannya.[7]
Evaluasi adalah penilaian terhadap timgkat keberhasilan siswa mencapai tujuan
yang telah ditetapkan dalam sebuah program.[8]
Jenis penguatan pengajar diatas menjadi salah satu tolak ukur
kemampuan pengajar dalam mengelola kelas.
f.
Sikap Belajar
Sikap peserta didik terhadap sekolah, pengajar, peserta didik yang
lain dan terhadap materi pelajaran dalam kurikulum akan menentukan
keberhasilannya dalam belajar. Ada peserta didik yang merasa sekolah itu
merupakan keharusan untuk masa depannya, ada juga yang memandang bahwa ia
bersekolah karena disuruh oleh orang tuanya. Sebagian peserta didik bersikap
positif terhadap pengajar dan peserta didik yang lain, dan sebagian lainnya
mungkin sikapnya kurang positif. Begitu juga terhadap penilaian kurikulum yang
berbeda. Semua ini akan memberikan warna terhadap proses belajar peserta didik,
baik disadari maupun tidak disadari oleh peserta didik. Pengajar dituntut
memahami dinamika perasaan dan sikap peserta didik tersebut dan berusaha
melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengubah sikap negatif peserta didik
menjadi positif serta memperkuat sikap yang sudah positif.
3.
Murid dan Perkembangannya
Murid SD adalah
mereka sedang menjalani tahap perkembangan masa kanak-kanak dan memasuki masa
remaja awal. Apabila mereka mengakhiri pendidikannya di SD, mereka berada pada
tahap perkembangan memasuki remaja awal.
Bagaimana
kedudukan anak usia SD dalam rentangan perkembangan hidupnya? Tugas-tugas
perkembangan apa yang harus diselesaikan? Pertanyaan ini sangat penting untuk
dijawab agar kita dapat memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan
dunia anak.
4.
Kedudukan dalam Tahap-tahap Perkembangan
Ditinjau dari
sudut psikologi perkembangan anak dapat dibagi menjadi:
a)
Masa bayi, yaitu sejak lahir sampai tahun kedua.
b)
Masa anak awal atau masa kanak-kanak, yaitu dari permulaan tahun
ketiga sampai usia enam tahun. Masa ini disebut masa prasekolah.
c)
Masa anak lanjut atau masa anak sekolah, yaitu dari usia 6 sampai
12-13 tahun. Masa ini disebut pula masa usia sekolah dasar karena pada usia ini
biasanya ia duduk di sekolah dasar.
d)
Masa remaja, yaitu usia 13 sampai 18 tahun.
5.
Ciri Khas Anak Sekolah Dasar
Pada masa ini
anak diharapkan memperoleh pengetahuan dasar yang dipandang sangat penting bagi
persiapan dan penyesuaian diri terhadap kehidupan dimasa dewasa. Anak
diharapkan mempelajari keterampilan-keterampilan tertentu.
Keterampilan-keterampilan
itu meliputi:
1)
Keterampilan membantu diri sendiri. Pada masa ini, anak-anak mampu
untuk membantu dirinya sendiri untuk menyesuaikan terhadap lingkungannya. Dia
mampu memecahkan masalahnya sendiri sehingga ia dapat berintegrasi dengan
lingkungannya.
2)
Keterampilan sosial. Pada masa ini anak-anak mampu bersosialisasi
baik dengan teman seumurnya maupun dengan orang yang lebih tua atau muada darinya.
3)
Keterampilan sekolah. Anak-anak pada masa ini mampu untuk
bersekolah, mengikuti pelajaran, dan menyerap pelajaran.
4)
Keterampilan bermain. Pada usia anak sekolah dasar, anak-anak mampu
bermain mainan untuk usia mereka.
Bagi anak usia
ini peran kelompok sebaya sangat berarti. Ia sangat mendambakan penerimaan oleh
kelompoknya. Baik dalam penampilan perilaku maupun dalam ungkapan diri,
terutama bahasa, ia cenderung meniru kelompok yang sebaya.
Anak usia
sekolah dasar ini pada umumnya lebih mudah diasuh dibandingkan dengan
sebelumnya.
Masa usia
sekolah dasar disebut juga masa intelektual, karena keterbukaan dan keinginan
anak untuk mendapat pengetahuan dan pengalaman.
Beberapa sifat
khas anak-anak pada usia ini adalah sebagai berikut:
·
Keadaan jasmani tumbuh sejalan dengan prestasi sekolah.
·
Sikap tunduk kepada peraturan permainan yang tradisional.
·
Ada kecenderungan suka memuji diri sendiri.
·
Suka membandingkan dirinya
dengan anak lain, kalau hal itu menguntungkan.
·
Kalau tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap
penting.
·
Pada masa ini anak menghendaki nilai yang baik tanpa mengingat
apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
·
Minat kepada kehidupan praktis sehari-hari.
·
Realistis dan ingin tahu.
·
Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal mata
pelajaran khusus.
·
Sampai kira-kira umur 11 tahun, anak membutuhkan pengajar atau
orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya.
·
Setelah umur 11 tahun umumnya anak-anak berusaha menyelesaikan
tugasnya sendiri.[9]
BAB III
KESIMPULAN
A.
Karakteristik Pribadi & Lingkungan
·
Umur
·
Jenis kelamin
·
Pengalaman prasekolah
·
Kemampuan sosial-ekonomi orang tua
B.
Karakteristik Psikologis
·
Tingkat kecerdasan
·
KreativitasBakat dan minat
·
Pengetahuan dasar & prestasi terdahulu
·
Motivasi belajar
·
Sikap belajar
C.
Murid & Perkembangannya
Murid
SD adalah mereka sedang menjalani tahap perkembangan masa kanak-kanak dan
memasuki masa remaja awal. Apabila mereka mengakhiri pendidikannya di SD,
mereka berada pada tahap perkembangan memasuki remaja awal.
D.
Kedudukan dalam Tahap-tahap Perkembangan
·
Masa bayi
·
Masa kanak-kanak
·
Masa anak lanjut / masa anak sekolah
·
Masa remaja
E.
Ciri Khas Anak Sekolah Dasar
·
Keterampilan membantu diri-sendiri
·
Keterampilan sosial
·
Keterampilan sekolah
·
Keterampilan bermain.
DAFTAR PUSTAKA
Iskandarwassid,
dan Dadang Sunendar. 2013. Strategi Pembelajaran
Bahasa. Cetakan keempat. Bandung:
Sekolah Pascasarjana UPI dan PT Remaja Rosdakarya.
Khodijah,
Nyanyu. 2014. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Syah,
Muhibbin. 2013. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
http://www.maribelajarbk.web.id/2014/12/pengertian-dan-mengenal-bakat-dan-minat.html diakses pada
tanggal 7 Maret 2015.
[1] Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa (Bandung:PT
Remaja Rosdakarya, 2009), 131
[2] Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa (Bandung:PT
Remaja Rosdakarya, 2009), 135
[3] Nyanyu Khodijah, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2014), 167
[4]
http://www.maribelajarbk.web.id/2014/12/pengertian-dan-mengenal-bakat-dan-minat.html
[5] Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa (Bandung:PT
Remaja Rosdakarya, 2009), 136
[6] Nyanyu Khodijah, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2014), 151.
[7] Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa (Bandung:PT
Remaja Rosdakarya, 2009), 137
[8] Muhibbin syah , Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru(Bandung:Remaja
Rosdakarya, 2013), 139
[9] Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa (Bandung:PT
Remaja Rosdakarya, 2009) hal), 141
Tidak ada komentar:
Posting Komentar