Rabu, 29 Juli 2015

Landasan Pemakaian Media Pembelajaran



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, media pembelajaran merupakan salah satu komponen pembelajaran yang mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar mengajar. Pemanfaatan media seharusnya merupakan bagian yang harus mendapat perhatian guru dalam setiap kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu guru perlu mempelajari bagaimana menetapkan media pembelajaran agar dapat mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran dalam proses belajar mengajar.
Pada kenyataannya media pembelajaran masih sering terabaikan dengan berbagai alasan, antara lain: terbatasnya waktu untuk membuat persiapan mengajar, sulit mencari media yang tepat, tidak tersedianya biaya, dan lain-lain. Media pembelajaran merupakan suatu alat atau perantara yang berguna untuk memudahkan proses belajar mengajar, dalam rangka mengefektifkan komunikasi antara guru dan siswa. Hal ini sangat membantu guru dalam mengajar dan memudahkan siswa menerima dan memahami pelajaran. Proses ini membutuhkan guru yang mampu menyelaraskan antara media pembelajaran dan metode pembelajaran.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Media Pembelajaran ?
2. Bagaimana Landasan Pemakaian Media Pembelajaran?
3. Bagaimana Landasan Historis Media Pembelajaran?
4. Bagaimana Landasan Psikologis Media Pembelajaran?
5. Bagaimana Landasan Sosiologis Media pembelajaran?
6. Bagaimana Landasan Teknologis Media Pembelajarn?
7. Bagaimana Landasan Filosofis Media Pembelajaran?
8. Bagaimana Landasan Religius Media Pembelajaran?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Media Pembelajaran
2. Mengetahui Landasan Teoritis Penggunaan Media Pembelajaran
3. Mengetahui Landasan Historis Media Pembelajaran
4. Mengetahui Landasan Psikologis Media Pembelajaran
5. Mengetahui Landasan Sosiologis Media Pembelajaran
5. Mengetahui Landasan Teknologi Media Pembelajaran
6. Mengetahui Landasan Filosofis Media Pembelajaran
7. Mengetahui Landasan Religius Media Pembelajaran
 BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Media Pembelajaran.
Kata media berasal dari bahasa Latin Medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Tetapi secara lebih khusus, pengertian media dalam proses pembelajaran diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Media juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa, sehingga dapat terdorong terlibat dalam proses pembelajaran. Secara umum media merupakan kata jamak dari “medium”, yang berarti perantara atau pengantar. Kata media berlaku untuk berbagai kegiatan atau usaha, seperti media dalam penyampaian pesan, media pengantar magnet atau panas dalam bidang teknik. Istilah media digunakan juga dalam bidang pengajaran atau pendidikan sehingga istilahnya menjadi media pendidikan atau media pembelajaran.[1]
2.2. Landasan Penggunaan Media Pembelajaran
Kemajuan dan perkembangan teknologi sudah demikian menonjol, sehingga penggunaan alat-alat bantu dalam proses pembelajaran seperti alat audio, visual, komputer, serta perlengkapan sekolah disesuaikan dengan perkembangan jaman tersebut. Seyogyanya juga harus disesuaikan dengan tuntutan kurikulum sesuai denagn materi, metode, dan tingkat kemampuan belajar pebelajar agar dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan baik disekolah.
Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan, perubahan-perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena adanya interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang pernah dialami sebelumnya. Sesungguhnya, pengalaman konkret dan pengalaman abstrak dialam oleh pebelajar secara silih berganti. Hasil belajar dari pengalaman langsung mengubah dan memperluas jangkauan abstraksi mereka, dan sebaliknya, kemampuan interpretasi lambang kata membantu pebelajar untuk memahami pengalaman yang didalamnya ia terlibat langsung. Berikut ini akan diuraikan landasan penggunaan media pembelajaran.[2]
Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan , perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang pernah dialami sebelumnya . ada tiga tingkatan utama modus belajar, yaitu pengalaman langsung , pengalaman pictorial / gambar dan pengalaman abstrak .[3]
Agar proses belajar mengajar dapat berhasil dengan baik , sebaiknya siswa diajak untuk memanfaatkan semua alat inderanya . guru berupaya untuk menampilkan rangsangan (stimulus) yang dapat diproses dengan berbagai indera
2.3 Landasan Historis Media Pembelajaran
Yang dimaksud dengan landasan historis media pebelajaran ialah rasional penggunaan media pembelajaran yang ditimjau dari sejarah konsep istilah media digunakan dalam pembelajaran. Untuk megetahui latar belakang sejarah penggunaan konsep media pembelajaran marilah kita ikuti penjelasan berikut ini.
Perkembangan konsep media pembelajaran sebenarnya bermula dengan lahirnya konsepsi pembelajaran visual sekitar tahun 1923. Yang dimaksud dengan alat bantu dalam konsepsi pengajaran visual ini adalah setiap gambar, model, benda atau alat yang dapat memberikan pengalaman visual yang nyata kepada pembelajar.
Kemudian konsep penbelajaran visual ini berkembang menjadi “ audio visual instruction” atau “ audio visual education”  yaitu sekitar tahun 1940. Sekitar tahun 1945 muncul beberapa variasi nama seperti “ audio visual material “ , audio visual method “ atau “ audio visual devices”. Inti dari kosepsi ini adalah digunakannya berbagai alat dan bahan oleh pembelajar untuk memindahkan gagasan dan pengalaman pembelajar melalui mata dan telinga. Pemanfaatan konsepsi audio visual ini dapat dilihat dalam “ kerucut pengalaman “ Edgar Dale
Perkembangan besar berikutnya adalah munculnya gerakan yang disebut “ audio visual comunication “ pada tahun 1950-an. Dengan diterapkannya konsep komunikasi dalam pembelajaran, penekanan tidak lagi diletakkan pada benda atau bahan yang berupa bahan audio visual untuk pebelajaran, tetapi dipusatkan pada keseluruhan proses komunikasi informasi atau pesan dari sumber ( pembelajar, materi atau bahan ) kepada pemerima ( pembelajar ). Gerakan komunikasi audio visual memberikan penekanan kepada proses komunikasi yang lengkap dengan menggunakan sistem pembelajaran yang utuh. Jadi konsepsi audio visual berusaha mengaplikasikan konsep komunikasi, sestem, desain sistem pembelajaran dan teori belajar dalam kegiatan pembelajaran. Perkembangan berikutnya terjadi sekitar tahun 1952 dengan munculnya konsep ” instruktional materials “ yang secara konsepional tidak banyak berbeda dengan konsepsi sebelumnya. Karena pada intinya konsepsi  ini ialah mengaplikasikan proses aplikasi dan sistem dalam merencanakan dan mengembangkan materi pembelajaran.
Beberapa istilah yang merupakan variasi penggunaan konsepsi “ instructional material “ adalah “ teaching/learning “ , ” learning resources”. Dalam tahun 1952 ini juga telah digunakan instilah “ educational media” dan “ instructional media”. yang sebenarnya secara konsepsional tidak mengalami perubahan dari konsepsi sebelumnya, karena di sini dimaksudkan untuk menunjukkan kegiatan komunikasi pendidikan yang ditimbulkan dengan penggunaan media tersebut. Puncak perkembangan konsepsi ini terjadi sekirar tahun 1969-an. Dengan mengaplikasikan pendekatan sistem, teori komunukasi, pengembangan sistem pembelajaran, dan pengaruh pesikologi. Behviorisme, maka muncullah konsep “ educational technologi “ atau “  instrucional technologi “ dimana media pendidikan atau media pembelajara adalah bagian daripadanya.
2.4 Landasan Psikologis Pemakaian Media Pembelajaran
Landasan psikologis pemakaian media pembelajaran ialah alasan atau rasional mengapa media pembelajaran dipergunakan ditinjau dari kondisi pembelajar dan bagaimana proses belajar itu terjadi. Perubahan perilaku itu dapat berupa bertambahnya pengetahuan, diperolehnya ketrampilan atau kecekatan dan berubahnya sikap seseorang yang telah belajar. Pengetahuan dan pengalaman itu diperoleh melalui pintu gerbang alat indera pebelajar karena itu diperlukan rangsangan (menurut teori behaviorisme) atau informasi (menurut teori kognitif), sehingga respons terhadap rangsangan atau informasi yang telah diproses itulah hasil belajar diperoleh.
Teori behaviorisme berpendapat bahwa manusia adalah organisme yang pasif, yang sepenuhnya dipengaruhi oleh stimulus-stimulus dari lingkungan. Tingkah laku pada individu pada dasarnya adalah respons individu terhadap stimulus. Dengan perkataan lain, tingkah laku individu adalah fungsi dari stimulus-respons.
Ada tiga teori belajar aliran behaviorisme yang paling terkenal, yakni teori koneksionisme dari Thorndike, teori kondisioning dari Pavlov, dan teori kondisioning operan dari Skinner. Teori koneksionisme mengemukakan bahwa belajar adalah pembentukan asosiasi atau koneksi antara kesan-kesan panca indera dengan kecenderungan untuk bertindak. Menurut Thorndike hukum belajar ada tiga, yakni hukum kesiapan, hukum pengulangan, dan hukum penguatan. Berdasarkan hukum kesiapan, kegiatan belajar hanya akan terjadi apabila individu telah matang atau siap menerima stimulus. Kesiapan ini bergantung pada perkembangan dan kebutuhannya. Oleh sebab itu, teknologi pengajaran harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan pebelajar. Hukum pengulangan mengandung makna bahwa belajar memerlukan latihan-latihan yang teratur. Asumsinya adalah semakin sering diulang, semakin kuat hubungan antara stimulus dengan respons. Sedangkan hukum penguatan adalah hubungan stimulus respons akan semakin kuat apabila menghasilkan kesenangan dan kepuasan.
Teori kondisioning klasikal berpendapat bahwa tingkah laku dibentuk melalui pengaturan dan manipulasi stimulus dalam lingkungan. Proses pembentukan tingkah laku tersebut disebut proses pengondisian. Dalam teori ini tekanan utamanya terdapat pada pengaturan stimulus, sedangkan dalam teori koneksionisme tekana utamanya ada pada pengaturan respons. Oleh sebab itu, teori kondisioning klasikal disebut tipe stimulus (S-type theory) sedangkan teori koneksionisme disebut (R-type theory). Maka teori kondisioning klasikal ini, memberikan pancingan dorongan stimulus belajar merupakan faktor penting agar dapat menimbulkan respons sehingga terjadi proses perubahan tingkah laku.
Teori kondisioning operan dari Skinner mengemukakan bahwa pengajaran harus didasarkan atas operant reinforcement yaitu memperkuat serangkaian perbuatan pebelajar sehingga menambah kemungkinan pengulangannya pada masa datang. Pembelajar sebagai arsitek tingkah laku harus menetapkan tujuan-tujuan khusus belajar pebelajar dan merumuskan istilah-istilah tingkah laku yang dikehendakinya. Lebih jauh lagi, pembelajar harus memakai alat-alat mekanis dan elektris ntuk memperoleh kontrol belajar yang efisien. Pengajaran berprogama atau teaching machine mampu mendorong pembelajar belajar secara aktif karena mereka harus mengembangkan jawaban-jawaban sebelum kepadanya diberikan penguatan atau dites.
Sedangkan menurut teori belajar kognitif atau komprehensif bahwa manusia itu pada hakikatnya adalah organisme yang aktif. Tingkah laku individu merupakan fungsi dari organisme dan lingkungannya. Kesatuan antara kemampuan organisme dan lingkunagn merupakan inti dari teori ini.
Teori belajar yang digolongkan ke dalam aliran kognitif adalah teori Gestalt, teori medan, dan teori belajar humanistik. Teori belajar Gestalt berpendapat bahwa tingkah laku manusia dipandang sebagai suatu keseluruhan yang tidak dapat diuraikan ke dalam elemen-elemen yang terpisah satu sama lain. Belajar lebih menitikberatkan pemahaman, dan pemahaman tersebut sangat dipengaruhi oleh kematangan, perbedaan individu, pengalaman masa lalu, pengaturan situasi, dan lain-lain.
Teori medan dikembangkan oleh Kurt Lewin dengan mencoba mengembangkan lebih lanjut teori Gestalt. Menurut Kurt Lewin, belajar adalah perubahan struktur kognitif, pentingnya motivasi dan apresiasi tentang kesuksesan dan kegagalan yang bersifat individual. Kesuksesan dan kegagalan merupakan sarana motivasi untuk belajar lebih lanjut. Perasaan sukses perlu ditimbulkan agar lebih giat, sebaliknya kegagalan harus dihindari agar tidak putus asa. Hadiah dan hukuman perlu diberikan dalam dosis yang tepat agar mampu mendorong timbulnya motivasi.
Teori humanistik dipelopori oleh Maslow dan Carl Rogers. Menurut Maslow, tingkah laku manusia didorong oleh adanya kebutuhan yang menuntut pemuasan. Ia mengemukakan bahwa ada sejumlah kebutuhan manusia secara hierarkis. Kebutuhan tersebut adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial dan kasih sayang, kebutuhan harga diri, kebutuhan untuk aktualisasi diri. Berdasarkan kebutuhan tersebut di atas maka strategi belajar mengajar harus dipilih agar memungkinkan terciptanya suasana sosioemosional para pebelajar sehingga terdapat hubungan interpersonal antara pembelajar dengan pebelajar. Kajian psikologi menunjukkan bahwa anak akan lebih mudah mempelajari hal yang konkret daripada yang abstrak. Berikut disajikan beberapa pendapat ahli mengenai kajian psikologi tersebut.
Edgar Dale, membuat jenjang konkret abstrak- dari jenjang pebelajar yang berpartisipasi dalam pengalaman nyata, kemudian menuju pebelajar sebagai pengamat kejadian nyata, dilanjutkan ke pebelajar sebagai pengamat terhadap kejadian yang disajikan dengan media, dan terakhir pebelajar sebagai pengamat kejadian yang disajikan dengan simbol. Jenjang ini ditunjukkan dalam kerucut pengalaman (cone of experience).
Perlu diingat bahwa dasar pengembangan kerucut bukan tingkat kesulitan, melainkan tingkat keabstrakan juga jumlah jenis indra yang ikut serta selama penerimaan isi pembelajaran . pengalaman langsung akan memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna terkait dengan informasi / gagasan dalam pengalaman itu, karena melibatkan indera penglihatan , pendengaran , perasaan , penciuman dan peraba. Berikut ini adalah gambar kerucut pengalaman dale yang dilengkapi dengan prosentase daya ingat pebelajar pada setiap tingkat pengalamannya.
SYMBOLIC
ICONIC
ENACTIVE
Simbol visual
Radio, audio
Film
Televisi
Pameran
Karya Wisata
Demonstrasi
Pengalaman Dramatis
Pengalaman Tiruan
Pengalaman Langsung
 












Jerome bruner (1966:10-11) menyebutkan ada tiga tingkat pengalaman belajar yaitu :
-          Enactive (pengalaman langsung) : mengerjakan
-          Iconic (pengalaman pictorial/gambar) : gambar, lukisan, foto, film
-          Symbolic (abstrak) : membaca atau mendengar


People generally remember...
(learning activies)
Define, list, describe, explain
Demonstrate , apply , practice
Analyze, define, create, evaluate
10% of what they need
20% of what they hear
30% of what they see
50% of what they see and hear
70% of what they say and write
90% of what they do
read
Hear
View image
Watch Video
Attend Exhibits
Watch a demonstration
Participate in hand on workshop
Design Cobalorative lesson
Simulate, Model or experience model
Design Perform a presentation “do the real thing”
People are able to...
(learning outcomes)
 
















edgar dale juga mengemukakan hasil penelitiannya bahwa it said that people remember :
-                      10% of what they read
-                      20% of what they hear
-                      30% of what they see
-                      50% of what they see and hear
-                      70% of what they write and say
-                      90% of what they say as they do

2.5 Landasan sosiologis media pembelajaran
Landasan sosiologis adalah suatu landasan yang mengaitkan kurikulum dengan kebutuhan dan keberadaan masyarakat dengan penekanan utama pada kemampuan fungsi kurikulum serta ikut memecahkan aneka problem yang dihadapi masyarakat, seperti maslah ekonomi,social,kesehatan,pendidikan,pelestarian sumber daya alam,dll. Dengan demikian,kurikulum harus ada relevansinya dengan kehidupan dan kebutuhan masyarakat
Berkomunikasi merupan kegiatan manusia, sesuai dengan nalurinya yang sering berhubungan satu sama lain, saling intraksi dan membutuhkan. Keinginan untuk berhubungan di antara sesamanya sesungguhnya merupakan naluri manusia yang ingin hidup berkelompok atau nermasyarakat. Dengan adanya naluri tersebut, maka komunikasi dapat dikatakan merupakan bagian haqiqi dari kehidupannya yang senantiasa hidup bermasyarakat.dengan kata lain, manusia akan kehilangan hakikatnya senagai manusia bila ia tidak melakukan kegiatan komunikasi dengan sesamanya.
 Dengan demikian, proses belajar mengajar di lihat dari sudut pandang komunikasi tidak lain adalah proses penyampaian pesan, gagasan , fakta, makna, konsep dan data yang sengaja di rancang sehingga dapat di terima oleh penerima pesan atau komunikan pembelajaran sebagai komunikator menyampaikan pelajaran sebagai pesan kepada pembelejar
Wilbur schramm menjabarkan pengertian umum komunukasi kedalam tiga kategori yaitu
1. encoder, yaitu komunikator, pembelajar yang mempunyai informasi tertentu dan benar, mampu mengirinkan informasi tersebut secara tepat pada kecepatan optimal, dan sampai pada penerima informasi yaitu para pembelajarnya.
2. signal, yaitu pesan , berita , atau pernyataan tertentu yang di tuduhkan kepada seseorang atau kelompok orang penerima.
3.decoder yaitu komunikan yang dalam konteks pendidikan adalah pembelajar yang menerima peswan tertentu, mampu memahami isi pesan yang diterimanya.
            Tujuan pokok berkomunkasi adalah mengubah hubungan asli antara diri kita dengan lingkunagn di tempat kita berada maka tujuna komunikasi yang utama adalah mempengaruhi orang lain atau lingkunagn fisik kita dan menjadikan diri kita sebagai agen yang dapat mempengaruhi.
Ada beberapa prinsip yang memegang peran penting untuk menjadikan proses komunikasi lebih efektif sehingga tujuan komikasi dapat dicapai yaitu:
A. Makna didalam proses komunikasi, bukan merupakn sebuah arti yang terletak didalam pesan, melainkan diluar pesan
B. Gangguan hambatan didalam komunikasi merupakan salah satu unsur yang dapat menghambat keefektifan komunikasi
-          Hambatan psikologis
-          Hambatan fisik
-          Hambatan cultural
-          Hambtan lingkungan
-          Peranan empati dalam proses komunikasi
-          Konsep diri dalam komunikasi
-          Umpan balik dalam komunikasi. 
2.6 Llandasan Teknologis Media Pembelajaran
Teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek perancangan, pengembangan, penerapan, pengelolaan, penilaian proses dan sumber belajar. Sasaran akhir dari teknologi pembelajaran adalah memudahkan pebelajar  untuk belajar. Untuk mencapai sasaran akhir ini, teknolog- teknolog di bidang pembelajaran mengembangkan berbagai sumber belajar untuk memenuhi kebutuhan setiap pebelajar sesuai dengan karakteristiknya.
Dalam upaya itu, teknolog bekerja mulai dari pengembangan dan pengujian teori- teori tentang berbagai media pembelajaranmelalui penelitian ilmiyah, dilanjutkan dengan pengembangan disainnya, produksi, evaluasi, dan memilih media yang telah diproduksi, pembuatan katalog untuk memudahkan layanan penggunaannya, mengembangkan prosedur penggunaanya, dan akhirnya menggunakan baik pada tingkat kelas maupun pada tingkat yang lebih luas lagi (diseminasi)>
Semua kegiatan ini dilakukan oleh para teknolog dengan berpijak pada prinsip bahwa suatu media hanya memiliki keunggulan dari media lainnya bila digunakan oleh pebelajar yang memiliki karakteristik sesuai dengan rangsangan yang ditimbulkan oleh media pembelajaran itu. Dengan demikian, proses belajar setiap pebelajar akan amat dimudahkan dengan hadirnya media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik belajarnya.
Media pembelajaran sebagai bagian dari teknologi pembelajaran memiliki enam manfaat potensial dalam memecahkan masalah pembelajaran, yaitu:
a. Meningkatkan produktivitas pendidikan (more produktive education). Dengan media dapat meningkatkan produktivitas pendidikan  antara lain dengan jalan mempercepat laju belajar, membantu pebelajar untuk menggunakan waktunya secara lebih baik dan mengurangi beban pebelajar dalam menyajikan informasi, sehingga pebelajar lebih banyak membina dan mengembangkan kegairahan pebelajar- pebelajar.
b. Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual (more indiviudual instruction). Pembelajaran lebih bersifat individual  lain dalam variasi cara belajar siswa, pengurangan kontrol guru dalam proses pembelajaran, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang sesuai dengan kemampuan dan kesempatan belajarnya.
c. Memberikan dasar yang lebih ilmiyah terhadap pembelajaran (more scientific based instruction). Artinya perencanaan program pembelajaran lebih sistematis, pengembangan bahan pembelajaran dilandasi oleh penelitian tentang karakteristik siswa, karakteristik bahan pembelajaran, analisis instruksional dan pengembangan desain pembelajaran dilakukan dengan serangkaian uji coba yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
d. Lebih memantapkan pembelajaran (more powered instruction). Pembelajaran menjadi lebih mantap dengan jalan meningkatkan kapabilitas manusia menyerap informasi dengan melalui berbagai media komunikasi di mana iformasi dan data yang diterima lebih banyak, lengkap dan akurat.
e.Dengan media membuat proses pembelajaran menjadi lebih langsung/ seketika (more immediate learning). Karena media mengatasi jurang pemisah antara pembelajar dan sumber belajar, dan mengatasi keterbatasan manusia pada ruang dan waktu dalam memperoleh informasi, dapat menyajikan “kekongkritan” meskipun tidak secara langsung.
f. Memungkinkan penyajian pembelajaran lebih merata dan meluas (more equal instruction access).
2.7 LandasanFilosofis Media Pembelajaran
Ada suatu pandangan bahwa dengan digunakannya berbaga ijenis media hasil teknologi baru di dalam kelas, akan berakibat proses pembelajaran yang kurang manusiawi. Dengan kata lain, penerapan teknologi dalam pembelajaran akan terjadi dehumanisasi.
Bukankah dengan adanya berbagai media pembelajaran justru siswa dapat mempunyai banyak pilihan untuk digunakan media yang sesuai dengan karakteristik pribadinya?Dengan kata lain siswa dihargai harkat kemanusiaanya diberi kebebasan untuk menentukan pilihan, baik cara maupun alat belajar sesuai dengan kemampuannya.
Dengan demikian, penerapn teknologi tidak berarti dehumanisasi. Sebenarnya perbedaan pendapat tersebut tidak perlu muncul, yang penting bagaimana pandangan pembelajar terhadap siswa dalam proses pembelajaran. Jika pembelajar menganggap siswa sebagai anak manusiawi yang memiliki kepribadian, harga diri, motivasi, dan memiliki kemampuan pribadi yang berbeda dengan yang lain, maka baik menggunakan media hasil teknologi baru atau tidak, proses pembelajaran yang dilakukan akan tetap menggunakan pendekatan humanis.
2.8  Landasan Religius Media Pembelajaran
            Dalam masalah penerapan media pembelajaran agama, hendaknya memperhatikan jiwa keagamaan pebelajar. Oleh karna faktor inilah yang  justru menjadi sasaran media pembelajaran agama yang sangat prinsipil. Dengan tanpa memperhatikan serta memahami perkembangan jiwa anak atau tingkat daya fikir  pebelajar, pembelajar agama akan sulit di harapkan untuk menjadi sukses. 
Hikmah adalah perkataan yang tegas dan benar yang  dapat membedakan antara yang haq dan yang batil. Bermacam-macam orang mengartikan kata “Hikmah” dalam arti bijaksana. Adapula yang mengartikan hikmah dengan cara tepat dan efektif.
Dapat disimpulkan bahwa hikmah adalah cara yang bijksana, tepat dan efektif, dan dapat di terima oleh akal. Oleh karena itu tugas pengamatan yang pertama harus di lakukan oleh pembelajar agama sebagai pendidik ialah pengamatan langsung kepada perkembangan keagamaan anak didik. Sebab perkembangan sikap keagamaan anak sangat erat hubungannya dengan sikap percaya kepada tuhan, yang telah  di berikan di lingkungan keluarga atau masyarakat, yang selanjutnya dapat di jadikan bahan dasar pengertian dalam melaksanakan tugas sesuai dengan metode yang di pakai dalam proses belajar mengajar (Mahfud Salahudin 1986 )
Dapat disarikan bahwa yang dimaksud dengan landasan historis media pembelajaran ialah rasional penggunaan media pembelajaran yang ditinjau dari  sejarah konsep  istilah media digunakan dalam pembelajaran. Perkembangan  konsep media pembelajaran sebenarnya bermula dengan lahirnya  konsepsi  pengajaran visual atau alat bantu visual sekitar tahun 1923. Kemudian konsep pengajaran visual ini berkembang menjadi “ audio visual instruction” atau “audio visual education” yaitu sekitar tahun 1940.
Berdasarkan landasan psikologis, belajar adalah proses yang kompleks dan unik. Kompleks karena proses pembelajaranya mengikut sertakan seluruh aspek kepribadian, jasmani maupun rohani.
Inti dari landasan sosiologis yaitu komunikasi insani, karena berkomunikasi merupakan kegiatan manusia, sesuai dengan nalurinya yang selalu ingin berhubungan satu sama lain, saling interaksi dan saling membutuhkan. Selain itu, komunikasi pun di pandang sebagai proses, yaitu proses pengoperan dan penerimaan lambang-lambang yang mengandung makna. Pada kenyatannya komunikasi memegang peranan yang sangat penting di dalam setiap aspek kehidupan manusia, misalnya dalam memberikan perintah, mengajukan prmintaan, kegiatan belajar mengajar, hubungan kebudayaan, ekonomi, dan politik.
Dalam landasan filosofis ini, belajar di hargai harkat kemanusiaanya di beri kebebasan untuk menentukan pilihan, baik cara maupun alat belajar sesuai dengan kemampuannya. Dengan demikian, penerapan teknologi tidak berarti mengakibatkan dehumanisasi.
Landasan teknologis media dalam pembelajaran adalah teori dan praktek perancangan, pengembangan, penerapan, pengelolaan, dan penilaian proses dan sumber belajar. Jadi, teknologi pembelajaran merupakan proses kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari cara pemecahan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengelola pemecahan masalah-masalah dalam situasi di mana kegiatan belajar itumempunyai tujuan dan terkontrol. Dalam teknologi pembelajaran, pemecahan masalah di lakukan dalam bentuk: kesatuan komponen-komponen sistem pembelajaran yang telah di susun dalam fungsi desain atau seleksi, dan dalam pemanfaatan serta di kombinasikan sehingga menjadi sistem pembelajaran yang lengkap. Komponen-kompenen ini termasuk pesan, orang bahan, media, peralatan, teknik dan latar.
Inti landasan religius yaitu hikmah yang berarti cara yang bijaksana, tepat, efektif dan dapat di terima dengan akal. Oleh krena itu tugas pengamatan yang [pertama harus di lakukan oleh pembelajar agama sebagai pendidik ialah pengamatan lansung kepada perkembangan kagamaan anak didik. Sebab perkembangan sikap kagamaan anak sangat erat hubungannya dengan sikap percaya kepada tuhan, yang telah di berikan di lingkungan keluarga atau masyarakat, yang selanjutnya dapat di jadikan bahan dasar pengertian dalam melaksanakan tugas sesuai dengan metode yang di pakai dalam proses belajar mengajar.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Kata media berasal dari bahasa Latin Medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar.
2. Kemajuan dan perkembangan teknologi sudah demikian menonjol, sehingga penggunaan alat-alat bantu dalam proses pembelajaran seperti alat audio, visual, komputer, serta perlengkapan sekolah disesuaikan dengan perkembangan jaman tersebut.
3. landasan historis media pebelajaran ialah rasional penggunaan media pembelajaran yang ditimjau dari sejarah konsep istilah media digunakan dalam pembelajaran.
4. Landasan psikologis pemakaian media pembelajaran ialah alasan atau rasional mengapa media pembelajaran dipergunakan ditinjau dari kondisi pembelajar dan bagaimana proses belajar itu terjadi.
5. Landasan sosiologis adalah suatu landasan yang mengaitkan kurikulum dengan kebutuhan dan keberadaan masyarakat dengan penekanan utama pada kemampuan fungsi kurikulum serta ikut memecahkan aneka problem yang dihadapi masyarakat.
6. Teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek perancangan, pengembangan, penerapan, pengelolaan, penilaian proses dan sumber belajar. Sasaran akhir dari teknologi pembelajaran adalah memudahkan pebelajar  untuk belajar.
7. Ada suatu pandangan bahwa dengan digunakannya berbaga ijenis media hasil teknologi baru di dalam kelas, akan berakibat proses pembelajaran yang kurang manusiawi. Dengan kata lain, penerapan teknologi dalam pembelajaran akan terjadi dehumanisasi.
8. Dalam masalah penerapan media pembelajaran agama, hendaknya memperhatikan jiwa keagamaan pebelajar. Oleh karna faktor inilah yang  justru menjadi sasaran media pembelajaran agama yang sangat prinsipil. Dengan tanpa memperhatikan serta memahami perkembangan jiwa anak atau tingkat daya fikir  pebelajar, pembelajar agama akan sulit di harapkan untuk menjadi sukses. 
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad , Azhar . 2014 .  Media Pembelajaran. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Puspitarini, Dwi. 2013. Media Pembelajaran . Jember : STAIN Press



[2]Puspitarini, Dwi, Media pembelajaran, (Jember: STAIN Jember Press, 2013), hal.19.
[3] Bruner, Jerome.s(Cambridge:Harvard University,1966), hal 10-11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar