BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dewasa ini,
media pembelajaran merupakan salah satu komponen pembelajaran yang mempunyai
peranan penting dalam kegiatan belajar mengajar. Pemanfaatan media seharusnya
merupakan bagian yang harus mendapat perhatian guru dalam setiap kegiatan
pembelajaran. Oleh karena itu guru perlu mempelajari bagaimana menetapkan media
pembelajaran agar dapat mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran dalam
proses belajar mengajar.
Pada
kenyataannya media pembelajaran masih sering terabaikan dengan berbagai alasan,
antara lain: terbatasnya waktu untuk membuat persiapan mengajar, sulit mencari
media yang tepat, tidak tersedianya biaya, dan lain-lain. Media pembelajaran
merupakan suatu alat atau perantara yang berguna untuk memudahkan proses
belajar mengajar, dalam rangka mengefektifkan komunikasi antara guru dan siswa.
Hal ini sangat membantu guru dalam mengajar dan memudahkan siswa menerima dan
memahami pelajaran. Proses ini membutuhkan guru yang mampu menyelaraskan antara
media pembelajaran dan metode pembelajaran.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa Pengertian
Media Pembelajaran ?
2. Bagaimana
Landasan Pemakaian Media Pembelajaran?
3. Bagaimana
Landasan Historis Media Pembelajaran?
4. Bagaimana
Landasan Psikologis Media Pembelajaran?
5. Bagaimana
Landasan Sosiologis Media pembelajaran?
6. Bagaimana
Landasan Teknologis Media Pembelajarn?
7. Bagaimana
Landasan Filosofis Media Pembelajaran?
8. Bagaimana
Landasan Religius Media Pembelajaran?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui
Pengertian Media Pembelajaran
2. Mengetahui
Landasan Teoritis Penggunaan Media Pembelajaran
3. Mengetahui
Landasan Historis Media Pembelajaran
4. Mengetahui
Landasan Psikologis Media Pembelajaran
5. Mengetahui
Landasan Sosiologis Media Pembelajaran
5. Mengetahui
Landasan Teknologi Media Pembelajaran
6. Mengetahui
Landasan Filosofis Media Pembelajaran
7. Mengetahui
Landasan Religius Media Pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Media Pembelajaran.
Kata media
berasal dari bahasa Latin Medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara,
atau pengantar. Tetapi secara lebih khusus, pengertian media dalam proses
pembelajaran diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau elektronis
untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.
Media juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk
menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa,
sehingga dapat terdorong terlibat dalam proses pembelajaran. Secara umum media
merupakan kata jamak dari “medium”, yang berarti perantara atau pengantar. Kata
media berlaku untuk berbagai kegiatan atau usaha, seperti media dalam
penyampaian pesan, media pengantar magnet atau panas dalam bidang teknik.
Istilah media digunakan juga dalam bidang pengajaran atau pendidikan sehingga
istilahnya menjadi media pendidikan atau media pembelajaran.[1]
2.2. Landasan
Penggunaan Media Pembelajaran
Kemajuan dan
perkembangan teknologi sudah demikian menonjol, sehingga penggunaan alat-alat
bantu dalam proses pembelajaran seperti alat audio, visual, komputer, serta
perlengkapan sekolah disesuaikan dengan perkembangan jaman tersebut. Seyogyanya
juga harus disesuaikan dengan tuntutan kurikulum sesuai denagn materi, metode,
dan tingkat kemampuan belajar pebelajar agar dapat mencapai tujuan pembelajaran
dengan baik disekolah.
Pemerolehan
pengetahuan dan keterampilan, perubahan-perubahan sikap dan perilaku dapat
terjadi karena adanya interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang
pernah dialami sebelumnya. Sesungguhnya, pengalaman konkret dan pengalaman
abstrak dialam oleh pebelajar secara silih berganti. Hasil belajar dari
pengalaman langsung mengubah dan memperluas jangkauan abstraksi mereka, dan
sebaliknya, kemampuan interpretasi lambang kata membantu pebelajar untuk
memahami pengalaman yang didalamnya ia terlibat langsung. Berikut ini akan
diuraikan landasan penggunaan media pembelajaran.[2]
Pemerolehan
pengetahuan dan keterampilan , perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi
karena interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang pernah dialami
sebelumnya . ada tiga tingkatan utama modus belajar, yaitu pengalaman langsung
, pengalaman pictorial / gambar dan pengalaman abstrak .[3]
Agar proses
belajar mengajar dapat berhasil dengan baik , sebaiknya siswa diajak untuk
memanfaatkan semua alat inderanya . guru berupaya untuk menampilkan rangsangan
(stimulus) yang dapat diproses dengan berbagai indera
2.3 Landasan
Historis Media Pembelajaran
Yang dimaksud
dengan landasan historis media pebelajaran ialah rasional penggunaan media
pembelajaran yang ditimjau dari sejarah konsep istilah media digunakan dalam
pembelajaran. Untuk megetahui latar belakang sejarah penggunaan konsep media
pembelajaran marilah kita ikuti penjelasan berikut ini.
Perkembangan
konsep media pembelajaran sebenarnya bermula dengan lahirnya konsepsi
pembelajaran visual sekitar tahun 1923. Yang dimaksud dengan alat bantu dalam
konsepsi pengajaran visual ini adalah setiap gambar, model, benda atau alat
yang dapat memberikan pengalaman visual yang nyata kepada pembelajar.
Kemudian konsep
penbelajaran visual ini berkembang menjadi “ audio visual instruction” atau
“ audio visual education” yaitu
sekitar tahun 1940. Sekitar tahun 1945 muncul beberapa variasi nama seperti “
audio visual material “ , audio visual method “ atau “ audio visual
devices”. Inti dari kosepsi ini adalah digunakannya berbagai alat dan bahan
oleh pembelajar untuk memindahkan gagasan dan pengalaman pembelajar melalui
mata dan telinga. Pemanfaatan konsepsi audio visual ini dapat dilihat dalam “
kerucut pengalaman “ Edgar Dale
Perkembangan
besar berikutnya adalah munculnya gerakan yang disebut “ audio visual
comunication “ pada tahun 1950-an. Dengan diterapkannya konsep komunikasi
dalam pembelajaran, penekanan tidak lagi diletakkan pada benda atau bahan yang
berupa bahan audio visual untuk pebelajaran, tetapi dipusatkan pada keseluruhan
proses komunikasi informasi atau pesan dari sumber ( pembelajar, materi atau
bahan ) kepada pemerima ( pembelajar ). Gerakan komunikasi audio visual memberikan
penekanan kepada proses komunikasi yang lengkap dengan menggunakan sistem
pembelajaran yang utuh. Jadi konsepsi audio visual berusaha mengaplikasikan
konsep komunikasi, sestem, desain sistem pembelajaran dan teori belajar dalam
kegiatan pembelajaran. Perkembangan berikutnya terjadi sekitar tahun 1952
dengan munculnya konsep ” instruktional materials “ yang secara
konsepional tidak banyak berbeda dengan konsepsi sebelumnya. Karena pada
intinya konsepsi ini ialah
mengaplikasikan proses aplikasi dan sistem dalam merencanakan dan mengembangkan
materi pembelajaran.
Beberapa
istilah yang merupakan variasi penggunaan konsepsi “ instructional material
“ adalah “ teaching/learning “ , ” learning resources”. Dalam tahun
1952 ini juga telah digunakan instilah “ educational media” dan “
instructional media”. yang sebenarnya secara konsepsional tidak mengalami
perubahan dari konsepsi sebelumnya, karena di sini dimaksudkan untuk
menunjukkan kegiatan komunikasi pendidikan yang ditimbulkan dengan penggunaan
media tersebut. Puncak perkembangan konsepsi ini terjadi sekirar tahun 1969-an.
Dengan mengaplikasikan pendekatan sistem, teori komunukasi, pengembangan sistem
pembelajaran, dan pengaruh pesikologi. Behviorisme, maka muncullah konsep “ educational
technologi “ atau “ instrucional
technologi “ dimana media pendidikan atau media pembelajara adalah bagian
daripadanya.
2.4 Landasan
Psikologis Pemakaian Media Pembelajaran
Landasan
psikologis pemakaian media pembelajaran ialah alasan atau rasional mengapa
media pembelajaran dipergunakan ditinjau dari kondisi pembelajar dan bagaimana
proses belajar itu terjadi. Perubahan perilaku itu dapat berupa bertambahnya
pengetahuan, diperolehnya ketrampilan atau kecekatan dan berubahnya sikap
seseorang yang telah belajar. Pengetahuan dan pengalaman itu diperoleh melalui
pintu gerbang alat indera pebelajar karena itu diperlukan rangsangan (menurut
teori behaviorisme) atau informasi (menurut teori kognitif), sehingga respons
terhadap rangsangan atau informasi yang telah diproses itulah hasil belajar
diperoleh.
Teori
behaviorisme berpendapat bahwa manusia adalah organisme yang pasif, yang
sepenuhnya dipengaruhi oleh stimulus-stimulus dari lingkungan. Tingkah laku
pada individu pada dasarnya adalah respons individu terhadap stimulus. Dengan
perkataan lain, tingkah laku individu adalah fungsi dari stimulus-respons.
Ada tiga teori
belajar aliran behaviorisme yang paling terkenal, yakni teori koneksionisme
dari Thorndike, teori kondisioning dari Pavlov, dan teori kondisioning operan
dari Skinner. Teori koneksionisme mengemukakan bahwa belajar adalah pembentukan
asosiasi atau koneksi antara kesan-kesan panca indera dengan kecenderungan
untuk bertindak. Menurut Thorndike hukum belajar ada tiga, yakni hukum
kesiapan, hukum pengulangan, dan hukum penguatan. Berdasarkan hukum kesiapan,
kegiatan belajar hanya akan terjadi apabila individu telah matang atau siap
menerima stimulus. Kesiapan ini bergantung pada perkembangan dan kebutuhannya.
Oleh sebab itu, teknologi pengajaran harus disesuaikan dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan pebelajar. Hukum pengulangan mengandung makna bahwa
belajar memerlukan latihan-latihan yang teratur. Asumsinya adalah semakin
sering diulang, semakin kuat hubungan antara stimulus dengan respons. Sedangkan
hukum penguatan adalah hubungan stimulus respons akan semakin kuat apabila
menghasilkan kesenangan dan kepuasan.
Teori
kondisioning klasikal berpendapat bahwa tingkah laku dibentuk melalui
pengaturan dan manipulasi stimulus dalam lingkungan. Proses pembentukan tingkah
laku tersebut disebut proses pengondisian. Dalam teori ini tekanan utamanya
terdapat pada pengaturan stimulus, sedangkan dalam teori koneksionisme tekana
utamanya ada pada pengaturan respons. Oleh sebab itu, teori kondisioning
klasikal disebut tipe stimulus (S-type theory) sedangkan teori
koneksionisme disebut (R-type theory). Maka teori kondisioning klasikal
ini, memberikan pancingan dorongan stimulus belajar merupakan faktor penting
agar dapat menimbulkan respons sehingga terjadi proses perubahan tingkah laku.
Teori
kondisioning operan dari Skinner mengemukakan bahwa pengajaran harus didasarkan
atas operant reinforcement yaitu memperkuat serangkaian perbuatan
pebelajar sehingga menambah kemungkinan pengulangannya pada masa datang.
Pembelajar sebagai arsitek tingkah laku harus menetapkan tujuan-tujuan khusus
belajar pebelajar dan merumuskan istilah-istilah tingkah laku yang
dikehendakinya. Lebih jauh lagi, pembelajar harus memakai alat-alat mekanis dan
elektris ntuk memperoleh kontrol belajar yang efisien. Pengajaran berprogama
atau teaching machine mampu mendorong pembelajar belajar secara aktif
karena mereka harus mengembangkan jawaban-jawaban sebelum kepadanya diberikan
penguatan atau dites.
Sedangkan
menurut teori belajar kognitif atau komprehensif bahwa manusia itu pada
hakikatnya adalah organisme yang aktif. Tingkah laku individu merupakan fungsi
dari organisme dan lingkungannya. Kesatuan antara kemampuan organisme dan
lingkunagn merupakan inti dari teori ini.
Teori belajar
yang digolongkan ke dalam aliran kognitif adalah teori Gestalt, teori medan,
dan teori belajar humanistik. Teori belajar Gestalt berpendapat bahwa tingkah
laku manusia dipandang sebagai suatu keseluruhan yang tidak dapat diuraikan ke
dalam elemen-elemen yang terpisah satu sama lain. Belajar lebih menitikberatkan
pemahaman, dan pemahaman tersebut sangat dipengaruhi oleh kematangan, perbedaan
individu, pengalaman masa lalu, pengaturan situasi, dan lain-lain.
Teori medan
dikembangkan oleh Kurt Lewin dengan mencoba mengembangkan lebih lanjut teori
Gestalt. Menurut Kurt Lewin, belajar adalah perubahan struktur kognitif,
pentingnya motivasi dan apresiasi tentang kesuksesan dan kegagalan yang
bersifat individual. Kesuksesan dan kegagalan merupakan sarana motivasi untuk
belajar lebih lanjut. Perasaan sukses perlu ditimbulkan agar lebih giat,
sebaliknya kegagalan harus dihindari agar tidak putus asa. Hadiah dan hukuman
perlu diberikan dalam dosis yang tepat agar mampu mendorong timbulnya motivasi.
Teori
humanistik dipelopori oleh Maslow dan Carl Rogers. Menurut Maslow, tingkah laku
manusia didorong oleh adanya kebutuhan yang menuntut pemuasan. Ia mengemukakan
bahwa ada sejumlah kebutuhan manusia secara hierarkis. Kebutuhan tersebut
adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial dan kasih
sayang, kebutuhan harga diri, kebutuhan untuk aktualisasi diri. Berdasarkan
kebutuhan tersebut di atas maka strategi belajar mengajar harus dipilih agar
memungkinkan terciptanya suasana sosioemosional para pebelajar sehingga
terdapat hubungan interpersonal antara pembelajar dengan pebelajar. Kajian
psikologi menunjukkan bahwa anak akan lebih mudah mempelajari hal yang konkret
daripada yang abstrak. Berikut disajikan beberapa pendapat ahli mengenai kajian
psikologi tersebut.
Edgar Dale,
membuat jenjang konkret abstrak- dari jenjang pebelajar yang berpartisipasi
dalam pengalaman nyata, kemudian menuju pebelajar sebagai pengamat kejadian
nyata, dilanjutkan ke pebelajar sebagai pengamat terhadap kejadian yang
disajikan dengan media, dan terakhir pebelajar sebagai pengamat kejadian yang
disajikan dengan simbol. Jenjang ini ditunjukkan dalam kerucut pengalaman (cone
of experience).
Perlu diingat bahwa dasar pengembangan kerucut bukan tingkat
kesulitan, melainkan tingkat keabstrakan juga jumlah jenis indra yang ikut
serta selama penerimaan isi pembelajaran . pengalaman langsung akan memberikan
kesan paling utuh dan paling bermakna terkait dengan informasi / gagasan dalam
pengalaman itu, karena melibatkan indera penglihatan , pendengaran , perasaan ,
penciuman dan peraba. Berikut ini adalah gambar kerucut pengalaman dale yang
dilengkapi dengan prosentase daya ingat pebelajar pada setiap tingkat
pengalamannya.
SYMBOLIC
|
ICONIC
|
ENACTIVE
|
Simbol visual
|
Radio, audio
|
Film
|
Televisi
|
Pameran
|
Karya
Wisata
|
Demonstrasi
|
Pengalaman
Dramatis
|
Pengalaman
Tiruan
|
Pengalaman
Langsung
|
Jerome bruner
(1966:10-11) menyebutkan ada tiga tingkat pengalaman belajar yaitu :
-
Enactive
(pengalaman langsung) : mengerjakan
-
Iconic
(pengalaman pictorial/gambar) : gambar, lukisan, foto, film
-
Symbolic
(abstrak) : membaca atau mendengar
People generally remember...
(learning activies)
|
Define, list, describe, explain
|
Demonstrate , apply , practice
|
Analyze, define, create, evaluate
|
10% of what they need
|
20% of what they hear
|
30% of what they see
|
50% of what they see and hear
|
70% of what they say and write
|
90% of what they do
|
read
|
Hear
|
View
image
|
Watch
Video
|
Attend
Exhibits
|
Watch
a demonstration
|
Participate
in hand on workshop
|
Design
Cobalorative lesson
|
Simulate,
Model or experience model
|
Design
Perform a presentation “do the real thing”
|
People are able to...
(learning outcomes)
|
edgar dale juga
mengemukakan hasil penelitiannya bahwa it said that people remember :
-
10% of what
they read
-
20% of what
they hear
-
30% of what
they see
-
50% of what
they see and hear
-
70% of what
they write and say
-
90% of what
they say as they do
2.5 Landasan sosiologis media pembelajaran
Landasan
sosiologis adalah suatu landasan yang mengaitkan kurikulum dengan kebutuhan dan
keberadaan masyarakat dengan penekanan utama pada kemampuan fungsi kurikulum
serta ikut memecahkan aneka problem yang dihadapi masyarakat, seperti maslah
ekonomi,social,kesehatan,pendidikan,pelestarian sumber daya alam,dll. Dengan
demikian,kurikulum harus ada relevansinya dengan kehidupan dan kebutuhan
masyarakat
Berkomunikasi
merupan kegiatan manusia, sesuai dengan nalurinya yang sering berhubungan satu
sama lain, saling intraksi dan membutuhkan. Keinginan untuk berhubungan di
antara sesamanya sesungguhnya merupakan naluri manusia yang ingin hidup
berkelompok atau nermasyarakat. Dengan adanya naluri tersebut, maka komunikasi
dapat dikatakan merupakan bagian haqiqi dari kehidupannya yang senantiasa hidup
bermasyarakat.dengan kata lain, manusia akan kehilangan hakikatnya senagai
manusia bila ia tidak melakukan kegiatan komunikasi dengan sesamanya.
Dengan demikian, proses belajar mengajar di
lihat dari sudut pandang komunikasi tidak lain adalah proses penyampaian pesan,
gagasan , fakta, makna, konsep dan data yang sengaja di rancang sehingga dapat
di terima oleh penerima pesan atau komunikan pembelajaran sebagai komunikator
menyampaikan pelajaran sebagai pesan kepada pembelejar
Wilbur schramm
menjabarkan pengertian umum komunukasi kedalam tiga kategori yaitu
1. encoder,
yaitu komunikator, pembelajar yang mempunyai informasi tertentu dan benar,
mampu mengirinkan informasi tersebut secara tepat pada kecepatan optimal, dan
sampai pada penerima informasi yaitu para pembelajarnya.
2. signal,
yaitu pesan , berita , atau pernyataan tertentu yang di tuduhkan kepada
seseorang atau kelompok orang penerima.
3.decoder yaitu
komunikan yang dalam konteks pendidikan adalah pembelajar yang menerima peswan
tertentu, mampu memahami isi pesan yang diterimanya.
Tujuan pokok berkomunkasi adalah
mengubah hubungan asli antara diri kita dengan lingkunagn di tempat kita berada
maka tujuna komunikasi yang utama adalah mempengaruhi orang lain atau
lingkunagn fisik kita dan menjadikan diri kita sebagai agen yang dapat
mempengaruhi.
Ada beberapa
prinsip yang memegang peran penting untuk menjadikan proses komunikasi lebih
efektif sehingga tujuan komikasi dapat dicapai yaitu:
A. Makna
didalam proses komunikasi, bukan merupakn sebuah arti yang terletak didalam
pesan, melainkan diluar pesan
B. Gangguan
hambatan didalam komunikasi merupakan salah satu unsur yang dapat menghambat
keefektifan komunikasi
-
Hambatan psikologis
-
Hambatan fisik
-
Hambatan
cultural
-
Hambtan
lingkungan
-
Peranan empati
dalam proses komunikasi
-
Konsep diri
dalam komunikasi
-
Umpan balik
dalam komunikasi.
2.6 Llandasan
Teknologis Media Pembelajaran
Teknologi
pembelajaran adalah teori dan praktek perancangan, pengembangan, penerapan,
pengelolaan, penilaian proses dan sumber belajar. Sasaran akhir dari teknologi
pembelajaran adalah memudahkan pebelajar
untuk belajar. Untuk mencapai sasaran akhir ini, teknolog- teknolog di
bidang pembelajaran mengembangkan berbagai sumber belajar untuk memenuhi
kebutuhan setiap pebelajar sesuai dengan karakteristiknya.
Dalam upaya
itu, teknolog bekerja mulai dari pengembangan dan pengujian teori- teori
tentang berbagai media pembelajaranmelalui penelitian ilmiyah, dilanjutkan
dengan pengembangan disainnya, produksi, evaluasi, dan memilih media yang telah
diproduksi, pembuatan katalog untuk memudahkan layanan penggunaannya,
mengembangkan prosedur penggunaanya, dan akhirnya menggunakan baik pada tingkat
kelas maupun pada tingkat yang lebih luas lagi (diseminasi)>
Semua kegiatan
ini dilakukan oleh para teknolog dengan berpijak pada prinsip bahwa suatu media
hanya memiliki keunggulan dari media lainnya bila digunakan oleh pebelajar yang
memiliki karakteristik sesuai dengan rangsangan yang ditimbulkan oleh media
pembelajaran itu. Dengan demikian, proses belajar setiap pebelajar akan amat
dimudahkan dengan hadirnya media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
belajarnya.
Media
pembelajaran sebagai bagian dari teknologi pembelajaran memiliki enam manfaat
potensial dalam memecahkan masalah pembelajaran, yaitu:
a. Meningkatkan
produktivitas pendidikan (more produktive education). Dengan media dapat
meningkatkan produktivitas pendidikan
antara lain dengan jalan mempercepat laju belajar, membantu pebelajar
untuk menggunakan waktunya secara lebih baik dan mengurangi beban pebelajar
dalam menyajikan informasi, sehingga pebelajar lebih banyak membina dan
mengembangkan kegairahan pebelajar- pebelajar.
b. Memberikan
kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual (more indiviudual
instruction). Pembelajaran lebih bersifat individual lain dalam variasi cara belajar siswa,
pengurangan kontrol guru dalam proses pembelajaran, dan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berkembang sesuai dengan kemampuan dan kesempatan
belajarnya.
c. Memberikan
dasar yang lebih ilmiyah terhadap pembelajaran (more scientific based
instruction). Artinya perencanaan program pembelajaran lebih sistematis,
pengembangan bahan pembelajaran dilandasi oleh penelitian tentang karakteristik
siswa, karakteristik bahan pembelajaran, analisis instruksional dan
pengembangan desain pembelajaran dilakukan dengan serangkaian uji coba yang
dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
d. Lebih
memantapkan pembelajaran (more powered instruction). Pembelajaran menjadi lebih
mantap dengan jalan meningkatkan kapabilitas manusia menyerap informasi dengan
melalui berbagai media komunikasi di mana iformasi dan data yang diterima lebih
banyak, lengkap dan akurat.
e.Dengan media
membuat proses pembelajaran menjadi lebih langsung/ seketika (more immediate
learning). Karena media mengatasi jurang pemisah antara pembelajar dan sumber
belajar, dan mengatasi keterbatasan manusia pada ruang dan waktu dalam
memperoleh informasi, dapat menyajikan “kekongkritan” meskipun tidak secara
langsung.
f. Memungkinkan
penyajian pembelajaran lebih merata dan meluas (more equal instruction access).
2.7 LandasanFilosofis
Media Pembelajaran
Ada suatu
pandangan bahwa dengan digunakannya berbaga ijenis media hasil teknologi baru
di dalam kelas, akan berakibat proses pembelajaran yang kurang manusiawi.
Dengan kata lain, penerapan teknologi dalam pembelajaran akan terjadi dehumanisasi.
Bukankah dengan
adanya berbagai media pembelajaran justru siswa dapat mempunyai banyak pilihan
untuk digunakan media yang sesuai dengan karakteristik pribadinya?Dengan kata
lain siswa dihargai harkat kemanusiaanya diberi kebebasan untuk menentukan
pilihan, baik cara maupun alat belajar sesuai dengan kemampuannya.
Dengan
demikian, penerapn teknologi tidak berarti dehumanisasi. Sebenarnya perbedaan
pendapat tersebut tidak perlu muncul, yang penting bagaimana pandangan
pembelajar terhadap siswa dalam proses pembelajaran. Jika pembelajar menganggap
siswa sebagai anak manusiawi yang memiliki kepribadian, harga diri, motivasi,
dan memiliki kemampuan pribadi yang berbeda dengan yang lain, maka baik
menggunakan media hasil teknologi baru atau tidak, proses pembelajaran yang
dilakukan akan tetap menggunakan pendekatan humanis.
2.8 Landasan Religius Media Pembelajaran
Dalam masalah penerapan media
pembelajaran agama, hendaknya memperhatikan jiwa keagamaan pebelajar. Oleh
karna faktor inilah yang justru menjadi
sasaran media pembelajaran agama yang sangat prinsipil. Dengan tanpa
memperhatikan serta memahami perkembangan jiwa anak atau tingkat daya
fikir pebelajar, pembelajar agama akan
sulit di harapkan untuk menjadi sukses.
Hikmah adalah
perkataan yang tegas dan benar yang
dapat membedakan antara yang haq dan yang batil. Bermacam-macam orang
mengartikan kata “Hikmah” dalam arti bijaksana. Adapula yang mengartikan hikmah
dengan cara tepat dan efektif.
Dapat
disimpulkan bahwa hikmah adalah cara yang bijksana, tepat dan efektif, dan
dapat di terima oleh akal. Oleh karena itu tugas pengamatan yang pertama harus
di lakukan oleh pembelajar agama sebagai pendidik ialah pengamatan langsung
kepada perkembangan keagamaan anak didik. Sebab perkembangan sikap keagamaan
anak sangat erat hubungannya dengan sikap percaya kepada tuhan, yang telah di berikan di lingkungan keluarga atau
masyarakat, yang selanjutnya dapat di jadikan bahan dasar pengertian dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan metode yang di pakai dalam proses belajar
mengajar (Mahfud Salahudin 1986 )
Dapat disarikan
bahwa yang dimaksud dengan landasan historis media pembelajaran ialah rasional
penggunaan media pembelajaran yang ditinjau dari sejarah konsep istilah media digunakan dalam pembelajaran.
Perkembangan konsep media pembelajaran
sebenarnya bermula dengan lahirnya
konsepsi pengajaran visual atau
alat bantu visual sekitar tahun 1923. Kemudian konsep pengajaran visual ini
berkembang menjadi “ audio visual instruction” atau “audio visual
education” yaitu sekitar tahun 1940.
Berdasarkan
landasan psikologis, belajar adalah proses yang kompleks dan unik. Kompleks
karena proses pembelajaranya mengikut sertakan seluruh aspek kepribadian,
jasmani maupun rohani.
Inti dari
landasan sosiologis yaitu komunikasi insani, karena berkomunikasi merupakan
kegiatan manusia, sesuai dengan nalurinya yang selalu ingin berhubungan satu
sama lain, saling interaksi dan saling membutuhkan. Selain itu, komunikasi pun
di pandang sebagai proses, yaitu proses pengoperan dan penerimaan
lambang-lambang yang mengandung makna. Pada kenyatannya komunikasi memegang
peranan yang sangat penting di dalam setiap aspek kehidupan manusia, misalnya
dalam memberikan perintah, mengajukan prmintaan, kegiatan belajar mengajar,
hubungan kebudayaan, ekonomi, dan politik.
Dalam landasan
filosofis ini, belajar di hargai harkat kemanusiaanya di beri kebebasan untuk
menentukan pilihan, baik cara maupun alat belajar sesuai dengan kemampuannya.
Dengan demikian, penerapan teknologi tidak berarti mengakibatkan dehumanisasi.
Landasan
teknologis media dalam pembelajaran adalah teori dan praktek perancangan,
pengembangan, penerapan, pengelolaan, dan penilaian proses dan sumber belajar.
Jadi, teknologi pembelajaran merupakan proses kompleks dan terpadu yang
melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis
masalah, mencari cara pemecahan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengelola
pemecahan masalah-masalah dalam situasi di mana kegiatan belajar itumempunyai
tujuan dan terkontrol. Dalam teknologi pembelajaran, pemecahan masalah di
lakukan dalam bentuk: kesatuan komponen-komponen sistem pembelajaran yang telah
di susun dalam fungsi desain atau seleksi, dan dalam pemanfaatan serta di
kombinasikan sehingga menjadi sistem pembelajaran yang lengkap.
Komponen-kompenen ini termasuk pesan, orang bahan, media, peralatan, teknik dan
latar.
Inti landasan
religius yaitu hikmah yang berarti cara yang bijaksana, tepat, efektif dan
dapat di terima dengan akal. Oleh krena itu tugas pengamatan yang [pertama
harus di lakukan oleh pembelajar agama sebagai pendidik ialah pengamatan
lansung kepada perkembangan kagamaan anak didik. Sebab perkembangan sikap
kagamaan anak sangat erat hubungannya dengan sikap percaya kepada tuhan, yang
telah di berikan di lingkungan keluarga atau masyarakat, yang selanjutnya dapat
di jadikan bahan dasar pengertian dalam melaksanakan tugas sesuai dengan metode
yang di pakai dalam proses belajar mengajar.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Kata media
berasal dari bahasa Latin Medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara,
atau pengantar.
2. Kemajuan dan
perkembangan teknologi sudah demikian menonjol, sehingga penggunaan alat-alat
bantu dalam proses pembelajaran seperti alat audio, visual, komputer, serta
perlengkapan sekolah disesuaikan dengan perkembangan jaman tersebut.
3. landasan
historis media pebelajaran ialah rasional penggunaan media pembelajaran yang
ditimjau dari sejarah konsep istilah media digunakan dalam pembelajaran.
4. Landasan
psikologis pemakaian media pembelajaran ialah alasan atau rasional mengapa
media pembelajaran dipergunakan ditinjau dari kondisi pembelajar dan bagaimana
proses belajar itu terjadi.
5. Landasan
sosiologis adalah suatu landasan yang mengaitkan kurikulum dengan kebutuhan dan
keberadaan masyarakat dengan penekanan utama pada kemampuan fungsi kurikulum
serta ikut memecahkan aneka problem yang dihadapi masyarakat.
6. Teknologi
pembelajaran adalah teori dan praktek perancangan, pengembangan, penerapan,
pengelolaan, penilaian proses dan sumber belajar. Sasaran akhir dari teknologi
pembelajaran adalah memudahkan pebelajar
untuk belajar.
7. Ada suatu
pandangan bahwa dengan digunakannya berbaga ijenis media hasil teknologi baru
di dalam kelas, akan berakibat proses pembelajaran yang kurang manusiawi.
Dengan kata lain, penerapan teknologi dalam pembelajaran akan terjadi dehumanisasi.
8. Dalam
masalah penerapan media pembelajaran agama, hendaknya memperhatikan jiwa
keagamaan pebelajar. Oleh karna faktor inilah yang justru menjadi sasaran media pembelajaran
agama yang sangat prinsipil. Dengan tanpa memperhatikan serta memahami
perkembangan jiwa anak atau tingkat daya fikir
pebelajar, pembelajar agama akan sulit di harapkan untuk menjadi
sukses.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad , Azhar . 2014 . Media Pembelajaran. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada
Puspitarini, Dwi. 2013. Media
Pembelajaran . Jember : STAIN Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar