BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Evaluasi pemgajaran dapat diartikan
sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari hasil
pengajaran atau dari sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan.dalam
kegiatan evaluasi setidaknya ada dua kegiatan,yaitu mengukur dan
menilai.evaluasi yang pertama merupakan yang bersifat kuantitatif,sedangkan
yang kedua merupakan kegiatan yang bersifat kualitatif.evaluasi kedua kegiatan
ini dilakukan melaluipendekatan yang berbeda. Untuk merealisasikan kegiatan
evaluasi diperlukan alat tertentu, diantaranya adalah tes.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa pengetian
evaluasi pembelajaran?
b. Apa saja ciri-ciri
evaluasi dalam pembelajaran?
c. Apa saja
prinsip-prinsip evaluasi pembelajaran?
1.3 Tujuan
a. Untuk
mengetahui pengertian evaluasi pembelajaran.
b. Untuk
mengetahui ciri-ciri evaluasi dalam pembelajaran.
c. Untuk
mengetahui prinsip-prinsip evaluasi pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Evaluasi Pembelajaran
Sebelum membicarakan evaluasi dalam
pembelajaran, sebaiknya kita menyamakan persepsi terlebih dahulu tentang konsep
dan pengertian yang akan digunakan. Pada saat membicarakan masalah evaluasi,
kita sering menggunakan beberapa istilah seperti tes, pengukuran, asesmen, dan
evaluasi sendiri yang seing digunakan secara tumpang tindih. Kita sering rancu
dalam menggunakan istilah-istilah tersebut karena keempat istilah itu terjadi
dalam satu kegiatan yaitu pada saat kita menilai hasil belajar.
Evaluasi
pembelajaran dapat diartikan, sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk
menentukan nilai dari hasil pengajaran atau dari sesuatu yang ada hubungannya
dengan dunia pendidikan. Dalam kegiatan evaluasi setidaknya ada dua kegiatan
yaitu mengukur dan menilai. Evaluasi yang pertama merupakan kegiatan yang
bersifat kuantitatif sedangjkan yang kedua merupakan kegiatan yang bersifat
kualitatif. Evaluasi kedua kegiatan ini dilakukan melalui kegiatan yang
berbeda. Untuk merealisasikan kegiatan evaluasi di perlukan alat tertentu,di
antaranya adalah tes selanjutnya penulis mencoba untuk membahas masalah teks
dan aspek-aspek uang terkait.
Menurut Oemar Hamalik (2008:210[1]),
evaluasi merupakan suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan
penafsiran informasi untuk menilai keputusan-keputusan yang dibuat dalam
rancang suatu sistem pengajaran. Rumusan ini memiliki tiga implikasi: pertama,
evaluasi ialah suatu proses yang terus-menerus, bukan hanya pada akhir
pengajaran tetapi dimulai sebelum dilaksanakannya pengajaran sampai dengan
berakhirnya pengajaran. Kedua, proses evaluasi senantiasa diarahkan ke tujuan
tertentu, yaitu untuk mendapatkan jawaban tentang bagaimana memperbaiki
pengajaran. Ketiga, evaluasi menuntut penggunaan alat-alat ukur yang akurat dan
bermakna untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan guna membuat keputusan.
Evaluasi juga merupakan kegiatan mengukur dan menilai (Arikunto,
1993). Mengukur ialah kegiatan
membandingkan sesuatu dengan satu ukuran, sedangkan menilai ialah mengambil
sebuah keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik/buruk.
Berikut disajikan beberapa pengertian dari istilah-istilah tes,
pengukuran, asesmen, dan evaluasi :
a. Tes
Tes[2]
dapat diartikan sebagai seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan
untuk memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan
atau psikologik yang setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai
jawaban atau ketentuan yang diaanggap benar.
Menurut
Arikunto (1984) tes adalah suatu alat atau prosedur yang sisitematis dan
objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan
tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan cepat dan tepat. Sedangkan
Pengertian
tes menurut definisi tesebut apabila dikaitkan dengan pelaksanaan proses
pembelajaran di kelas maka tes adalah suatu alat yang digunakan oleh pengajar
untuk memperoleh informasi tentang keberhasilan peserta didik dalam memahami
suatu materi yang telah diberikan oleh pengajar. Dalam hal ini pelajar akan
melaksanakan dua kegiatan, yaitu:
1.
Menguku
peserta didik.
2.
Mengukur
keberhasilan program-program pengajaran.
Menurut Harris (1968)
tujuan tes secarsa umum adalah sebagai berikut:
1.
untuk
menunjukkan kesiapan program pembelajaran. Pemberian
materi terhadap peserta didik hendaknya memperhatikan segi kesiapan yang
terdapat dalam diri peserta didik, sebab pemberian materi kepada peserta didik
yang belum siap menerimanya tidak akan memberikan hasil yang optimal.
2.
Untuk
mengklasifikasi atau menempatkan peserta didik pada kelas bahasa. Pengklasifikasian peserta didik dalam hal ini adalah
mengelompokkan peserta didik sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya ke dalam
kelompok yang sejenis. Misalnya, peserta didik yang kemampuan bahasanya pada
tingkat dasar, maka peserta didik tersebut dikelompokkan dengan kelompok dasar.
3.
Untuk
mendiagnosis kekurangan dan kelebihan yang ada pada peserta didik. Pendiagnosaan peserta didik dalam aspek ini bertujuan untuk
memperoleh informasi tentang potensi yang dimiliki oleh peserta didik.
Berdasarkan potensi tersebut dapat diarahkan kemmpuan peserta didik dalam
menempuh proses pembelajaran selanjutnya.
4.
Untuk
mengukur prestasi peserta didik.
Pengukuran prestasi ini bertujuan untuk mengetahui hasil yang telah dicapai
oleh peserta didik dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan dalam
kurun waktu tertentu. Apakah hasil yang diperolehnya telah sesuai dengan yang
diharapkan atau belum. Apabila belum, maka perlu dicari faktor penyebab hal
tersebut. Setelah itu dicari altenatif pemecahan masalahnya.
5.
Untuk
mengevaluasi efektivitas pembelajaran.
Pelaksanaan proses pembelajaran selalu diupayakan optimal. Untuk mencapainya
kita menggunakan metode yang terbaik
namun ada kalanya metode yang dipilih tersebut tidak memberikan hasil
yang optimal. Apabila hasil yang dicapai leh peserta didik sesuai dengan yang
diharapkan, maka pemilihan metode yang digunakan bisa dikatakan tepat.
Sebaliknya apabila hasil tes peserta
didik tidak sesuai dengan yang diharapkan bisa dikatakan pemilihan metode yang
dilaksanakan belum tepat.
Hampir dalam
setiap buku bacaan tentang testing bahasa (language testing) kategori
tes secara garis besar dibagi atas empat kelompok, yaitu: 1) proficiency; 2)
placement; 3) diagnosis; 4) achievement; (Brown, 1995).
a)
Proficiency
(kemampuan/keahlian)
Tes
profisiensi digunakan untuk mengukur kemampuan bahasa tanpa memperhatikan
pengetahuan yang telah diperoleh dari suatu pelatihan atau apapun. Tes profisiensi
digunakan untuk mengukur kompetensi umum bahasa kedua yang dimiliki oleh
seseoang tanpa mengikuti kurikulum khusus atau belajar secara formal. Apabila
kita menyimak definisi tersebut maka materi tes profisiensi tidak mengacu pada
tujuan kurikilum atau kursus bahasa tertentu, tetapi merujuk kepada spesifikasi
yang ditentukan oleh lembaga tertentu sehingga testee dianggap profisien
untuk mengikuti suatu program.
b)
Placement
(penempatan)
Tes
penempatan digunakan untuk menempatkan peserta didik pada tahap atau digunakan
untuk menempatkan paserta didik pada tahap atau tingkat tertentu dalam program
pengajaran sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Tes ini digunakan untuk
dapat menentukan dengan pasti dikelompok mana seorang peserta didik yang mempunyai
hasil penilaian yang sama, akan berada dalam kelompok yang sama dalam belajar.
c)
Diagnosis
Diagnosis
tes digunakan untuk mengetahui atau mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan
peserta didik sehingga pengajar bisa memberikan program pengajaran berikutnya.
Dengan cara ini pengajar akan mengetahui kelebihan dan kekurangan peserta
didiknya. Selanjutnya pengajar akan mengetahui pula penyabab kelemahan peserta
didiknya sehingga pengajar akan mencari solusi yang tepat untuk mengatasi
persoalan tersebut.
d)
Achievement
(pencapaian)
Tes
pencapaian digunakan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik memberi suatu
materi yang telah diberikan. Tes ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh
suatu program berhasil diserap oleh peserta didik.
b. Pengukuran
Semua
kegiatan didunia ini tidak akan bisa lepas dari masalah pengukuran.
Keberhasilan suatu program pendidikan hanya dapat diketahui setelah dilakukan
pengukuran. Pengukuran dapat diartikan sebagai pemberian angka kepada suatu
atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau objek
tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas.
c. Asesmen
Popham
(1995) mendefinisikan asesmen dalam konteks pendidikan sebagai sebuah usaha
secara formal untuk menentukan status peserta didik berkenaan dengan berbagai
kepentingan pendidikan.
d. Evaluasi
Evaluasi
merupakan penilaian keseluruhan program subtansi pendidikan termasuk kurikulum
dan penilaian (asesmen) seta pelasanaannya, pengadaan dan peningkatan kemampuan
pendidik, manajemen pendidikan,dan reformasi pendidikan secara keseluruhan.
2.2 Ciri-ciri evaluasi dalam pembelajaran
Arikunto (1992) menjelaskan bahwa
pada umumnya ciri-ciri panilaian dalam pembelajaran sebagai berikut:
a. Penilaian
dalam pendidikan itu dilakukan secara tidak langsung. Objek pengukuran dan
penilaian dalam pendidikan adalah peserta didik, tidak dilihat dari sosok
fisiknya, seperti berat dan tinggi badannya, cantik jeleknya, melainkan aspek
psikologinya, seperti sikap, minat, bakat, intelegensi dan hasil belajar. Aspek
aspek psikologi tersebut dapat diukur secara langsung. Sebagai contoh untuk
mengukur kepandaian peserta didik yang dapat dilakukan hanyalah mengukur hasil
belajar dengan jalan menjawab atau mengerjakan soal-soal tes.
Jawaban
terhadap soal tes tersebut yang dipakai untuk menggambarkan kapandaian peserta
didik. Dengan kata lain, yang diukur dan dicari adalah gejala atau fenomena
yang tampak atau memancar dari kepandaian yang dimiliki oleh para peserta didik
yang bersangkuta, atau indikator atau “hal-hal yang merupakan partanda” bahwa
seseorang dapat dikatakan sebagai orang yang pandai. Indikator-indikator
tersebut adalah 1) kemampuan untuk bekerja dengan angka-angka atau
bilangan-bilangan, 2) kemampuan untuk menggunakan bahasa dengan baik dan betul,
3) kemampuan untuk menangkap sesuatu yang baru, yaitu dengan secara cepat dapat
mengikuti pembicaraan orang lain, 4) kemampuan untuk mengingat-ingat sesuatu,
5) kemampuan untuk memahami hubungan antar gejala yang dengan gejala yang lain,
6) kemampuan untuk berfantasi atau berpikir secara abstrak.
b. Penggunaan ukuran
kuantitatif, atau menggunakan simbol-simbol angka, karena penilaian selalu
dimulai dari pengukuran, maka hasil pengukuran akan menggunakan satuan secara
kuantitatif. Penggunaan satuan kuantitatif ini untuk mendapatkan hasil
pengukuran yang objektif, dan pasti; setelah itu dapat diolah dan ditafsirkn
kedalam satuan kualitatif.
c. Penilaian
pendidikan itu menggunakan unit satuan yang tetap. Objek pengukuran
hendaknya menggunakan satuan yang tetap, akan berakibat hasil evaluasi tidak
memiliki nilai keajegan, prediksinya menjadi rendah. Unit satuan tetap IQ anak.
d. Penilaian
pendidikan bersifat relatif, artinya hasil penilaian itu kendatipun
sudah menggunakan satuan tetap, hasilnya tidak selalu sama dari waktu ke waktu.
Sebab hasil penilaian tidak semata-mata ditentukan oleh alat ukur yang valid,
namun juga dipengaruhi oleh keadaan objek yang selalu berkembang, serta keadaan
lingkungan yang mempengaruhi pelaksanaan pendidikan tersebut, apalagi dalam
evaluasi pendidikan tidak dapat dilaksanakan secara langsung sebagaimana
dejelaskan diatas. Kendatipun demikian, relatifitas hasil-hasil penilaian itu
harus tetap dalam batas-batas objektifitas.
e. Penilaian
pendidikan tidak mungkin terhindar dari kesalahan. Kesalahan tersebut
bisa diakibatkan alat ukur yang kurang valid (shahih), atau sikap subjektif
penilaian, maupun kesalahan dalam penghitungan, keadaan fisik dan psikis
peserta didik yang dinilai, serta situasi tempat pelaksanaan penilaian itu
dilakukan. Walaupun guru tidak mungkin terhindar dari kesalahan dalam melakukan
penilaian, namun tidak berarti guru tidak ada upaya untuk menghindari
kesalahan. Apalagi kesalahan yang disengaja.
2.3
Prinsip-prinsip Evaluasi pembelajaran
Prinsip
umum yang harus diperhatikan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran adalah:
1. Valid
Penilaian
harus mengukur apa yang seharusnya diukur dengan menggunakan alat tes
terpercaya atau shahih (valid). Artinya, adanya kesesuaian alat ukur dengan
fungsi pengukuran dan sasaran pengukuran. Apabila alat ukur tidak memiliki
kesahihan yang dapat dipertanggung jawabkan, maka informasi yang dikumpulkan
juga salah dan kesimpulan yang diambil juga menjadi salah. Dengan kata lain,
penilaian harus dapat memberikan informasi yang akurat tentang hasil belajar
peserta didik.
2. Mendidik
Penilaian
harus memberikan sumbangan positif terhadap pencapaian belajar peserta didik.
Hasil penilaian bagi peserta didik yang berhasil harus dinyatakan dan dapat
dirasakan sebagai penghargaan untuk memotivasi peserta didik yang berhasil, sedangkan
bagi yang kurang berhasil sebagai pemicu semangat belajar, sehingga
keberhasilan dan kegagalan peserta didik harus tetap diapresiasi dalam
penilaian.
3. Berorientasi
pada kompetensi
Penilaian
harus menilai pencapaian kompetensi peserta didik (sesuai tuntutan
kurikulum) yang meliputi sepeangkat pengetahuan, sikap,
keterampilan, dan nilai yang terrefleksikan
dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Dengan berpijak pada kompetensi
ini, maka ukuran keberhasilan akan dapat diketahui secara jelas dan terarah.
4. Adil dan
objektif
Penilaian
harus mempertimbangkan rasa keadilan dan objektivitas terhadap semua peserta
didik dan tidak membeda-bedakan jenis kelamin, latar belakang budaya, dan
berbagai hal yang memberi kontribusi pada pembelajaran. Sebab ketidak-adilan
dan ketidak-objektifan dalam penilaian akan menurunkn motivasi belajar peserta
didik.
5. Terbuka
Kriteria
penilaian dan dasar pengambilan keputusan harus jelas dan terbuka bagi semua
pihak, sehingga keputusan tentang keberhasilan peserta didik jelas bagi
pihak-pihak yang berkepentingan, tanpa ada rekayasa atau sembunyi-sembunyi yang
dapat merugikan semua pihak.
6. Berkesinmbungan
Penilaian
dilakukan secara berencana, bertahap dan terus-menerus dari waktu ke waktu,
untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang perkembangan belajar
peserta didik sebagai hasil kegiataan balejarnya, sehingga kegiatan dan untuk
kerja dapat dipantau melalui penilaian.
7. Menyeluruh
Penilaian
dapat dilakukan dengan berbagai teknik dan prosedur termasuk mengumpulkan berbagai
bukti hasil belajar peserta didik. Penilaian terhadap hasil belajar peserta
didik meliputi pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), sikap dan
nilai (efektif) yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.
8. Bermakna
Penilaian hendaknya
mempunyai makna yang signifikan dan berguna bagi semua pihak. Untuk itu,
evaluasi pembelajaran hendaknya mudah dipahami dan dapat ditindaklanjuti oleh
pihak-pihak yang berkepentingan. Hasil penilaian hendaknya mencerminkan
gambaran yang utuh tentang prestasi peserta didik yang mengandung informasi
keunggulan dan kelemahan, minat dan tingkat penguasaan peserta didik dalam
pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan.
2.4.Ciri-ciri Evaluasi Dalam Pembelajaran
Arikunto (1992) menjelaskan bahwa
pada umumnya ciri-ciri penilaian dalam pembelajaran sebagai berikut :
a.Penilaiain dalam
pendidikan itu dilakukan secara tidak langsung. Pengukuran dan penilaian dalam
pendidikan adalah peserta didik, tidak dilihat dari sosok fisiknya, seperti
berat dan tinggi badannya, cantik
jeleknya, melainkan aspek psikologinya, seperti sikap, minat, bakat,
intelejensia dan hasil belajar.Aspek-aspek psikologik tersebut tidak dapat di
ukur secara langsung.
b. penggunaan ukuran kuantitatif, atau menggunakan symbol-simbol
langka, karena penilaian selalu dimulai dengan pengukuran, maka hasil
pengukuran akan menggunakan satuan secara kuantitatif.penggunaan satuan
kualitatif ini untuk mendapatkan hasil pengukuran yang objektif, dan pasti:
setelah itu dapat diolah dan ditafsirkan kedalam satuan kualitatif.
c. penilaian pendidikan itu menggunakan satuan yang tetap.objek
pengukuran hendaknya menggunakan satuan yang tetap. Sebab apabila penggunaan
satuan pengukuran tidak tetap, akan berakibat hasil evaluasi tidak memiliki
nilai keajegan, prediksinya menjadi rendah.
d. penilaian pendidikan bersifat relative atrinya hasil penilaian
itu kendatipun sudah menggunakan satuan tetap hasilnya tidak selalu sama dari
waktu ke waktu.sebab hasil penilaian tidak semata-mata ditentukan oleh alat
ukur yang valid,namun juga dipengaruhi oleh keadaan objek yang selalu
berkembang, serta keadaan lingkungan yang mempengaruhi pelaksanaan pendidikan
tersebut,apalagi dalam evaluasi pendidikan tidak dapat dilaksanakan secara
langsung sebagaimna dijelaskan diatas.
e. penilaian pendidikan tidak mungkin terhindar dari
kesalahan.kesalahan tersebut tidak bisa diakibatkan oleh alat ukur yang kurang
valid,atau sikap subjektif penilai,maupun kesalahan dalam penhitungan, keadaan
fisik dan psikis peserta didik yang dinilai, sreta situasi tempat pelaksanaan
penilaian itu dilakukan.
2.5 Klasifikasi Tujuan pembelajaran
Kurikulum
tingkat satuan pendidikan dalam melakukan pembelajaran menerapkan pendekatan
pembelajaran tuntas, sedangkan dalam penilaian menerapkan system penilaian
berkelanjutan yang mencakup tiga aspek atau ranah yaitu kognitif, efektif, dan
psikomotorik.
Secara
eksplisit ketiga ranah tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain.setiap
mata pelajaran mengandung ketiga ranah tersebut, namun penekanannya selalu
berbeda tergantung dari karakteristik masing-masing mata pembelajaran. Mata
pelajaran praktek lebih menekankan pada ranah psikomotor, sedangkan mata
pelajaran pemahaman konsep lebih menekankan pada ranah kognitif. Namun kedua
ranah tersebut juga mengandung ranah efektif.
Secara
rinci klasifikasi tujuan pembelajaran (yang mengacu pada taksonomi bloom) dapat
dijelaskan sebagai berikut.
1.
Aspek
Kognitif
Aspek kopgnitif menitik beratkan
pada proses intelektual peserta didik. Dengan kata lain, aspek kognitif ini
mencakup semua tujuan yang bersangkut dengan proses intelektual peserta
didik.bloom mengemukakan jenjang-jenjang tujuan kognitif, mulai dari tingkatan
sederhana sampai ketingkatan yang paling kompleks sebagai berikut.tingkatan
pertama, pengetahuan (knowledge), merupakan tingkatan terendah, yakni
berhubungan dengan kemampuan untuk mengingat bahan-bahan yang telah dipelajari
sebelumnya, mulai dari fakta sampai ke teori yang menyangkut informasi yang
bermanfaat, seperti istilah umum, fakta-fakta khusus, metode dan prosedur,
konsep dan prinsip. Apa yang diketahui hanyalah sekedar informasi yang dapat di
ingat kembali dan sekedar menuntun hafalan.
Tingkatan kedua, pemahaman
(comprehension), yakni kemampuan untuk memahami arti suatu bahan pengetahuan
atau ide tanpa perlu melihat seluruh implikasinya, seperti menerjemahkan,
menafsirkan, merangkum, membaca grafik.
Tingkatan ketiga, penerapan
(application), yakni mencakup penggunaan abstraksi didalam situasi yang khusus
atau kongkrit. Dengan kata lain, kemampuan untuk menggunakan bahan yang telah
dipelajari kedalam situasi yang baru yang nyata. Misalnya menrapkan suatu
dalil, metode, konsep atau teori kesituasi praktis.
Tingkatan ke empat, analisis
(analysis), kemampuan menguraikan atau merinci bahan menjadi bagian-bagian
supaya struktur organisasinya mudah dipahami dan jelas, meliputi identifikasi
bagian-bagian, mengkaji hubungan antara bagian-bagian,mengenali prinsip-prinsip
organisasi.seperti bila seorang peserta didik membedakan fakta dari opini dalam
artikel.
Tingkatan ke lima sintesis
(synthesis), kemampuan untuk mengkombinasikan bagian-bagian untuk membentuk
suatu kesatuan yang baru dan asli, yang menitik beratkan pada tingkah laku
kreatifitas dengan cara memformulasikan pola danstruktur baru berdasarkan atas
berbagai informasi atau fakta .
Tingkat
keenam evaluasi,(evaluation),sebagai tingkatan tertinggi yang berhubungan
dengan kemampuan menguraikan perilaku dimana penilaian diadakn terhadap bahan
atau metode yang digunakan.kriteria dapat ditentukan oleh peserta didik sendiri atau orang
lain.misalnya menentukan mutu karangan
berdasarkam kriteria yang relah ditetapkan sebelumnya.
2.
Aspek
afektif
Berkaitan dengan sikap
,perasaan,emosi nilai-nilai,interest,aspirsi dan penyesesuaian perasaan social,krathworld mengembangkan
aspek ini secara herarki adalah sebagai berikut.
Tingkat pertama, penerimaan
(receiving),sebagai tingkatan paling rendah yang berhubungan dengan suatu
keadaan sadar,kemauan untuk menerima,perhatian terpilih.,contohnya kegiatan
belajar, membaca buku,menulis dan sejenisnya.
Tingkat kedua,merespon
(responding),berkaitan dengan penerimaan untuk menanggapi kepada peran serta
aktif dalam kegiatan tertenetu.misalnya menyelesaikan pekerjaan rumah, serta
mentaati peraturan,mengikuti diskusi kelas,tugas khusus atau membantu pekerjaan
orangtua.
Tingkatan ketiga menilai atau
menghargai (valving),berkaitan dengan penerimaan terhadap nilai
tertentu.misalnya kepercayaan terhadap sesuatu,sikap ilmiah atau kesungguhan
kerja untuk melakukan peningkatan kehidupan social,atau apresiasi terhadap
sesuatu.
Tingkatan keempat pengorganisasian
(organization),merupakan penerimaan indvidu terhadap bermacam-macam nilai yang
berbeda-beda dari suatu system nilai tertentu yang sifatnya lebh tinggi.
Misalnya menyadari tentang keselarasan antara hak dan kewajiban,memahami dan
menerima kelebihan dan kekuranagn diri sendiri,bertanggung jawab terhadap
perbuatan yang dialkukan an menyadari peranan perencanaan dan pemecahan
masalah.
Tingkatan kelima,pengakarterisasian
dari nilai atau kelompok nilai (characterization by valve complex),meruapakan
tingkatan domain efektif tertinggi,tingkatan ini meerupakan kemampuan individu
yang memiliki system nilai untuk menyelaraskan perilaku individu sesuai dengan
system nilai tertentu.seperti bersikap objektif.
3.
Aspek
psikomotor
Aspek ini berhubungan dengan
ketrampilan (skill) dalam melakukan sesuatu yang bersifat umum, manual dan
motoric, misalnya bermain biola, mengetik dan sejenisnya. Dengan kata lain,
kecakapan yang menunjuk pada gerakan-gerakan jasmaniah dan control jasmaniah.
Domain ini mempunyai tingkatan sebagai berikut.
Tingkatan pertama, persepsi
(perception), sebagai tingkatan terendah yang berhubungan dengan penggunaan
indra dalam melakukan suatu kegiatan tertentu. Seperti mendengarkan suara music
dengan tarian tertentu, mengenal kerusakan benda dihubungkan dengan suaranya.
Tingkatan kedua kesiapan (set),
berkaitan dengan kesiapan seorang untuk mengerjakan kegiatan tertentu. Kesiapan
ini meliputi mental, jasmani atau emosi dalam melakukan tindakan.
Tingkatan ketiga, mekanisme
(mechanism), respon fisik yang sudah dipelajari dan sudah menjadi kebiasaan.
Gerakan ini menunjukkan suatu kemahiran. Seperti menulis halus, kepandaian
menari melukis dan sejenisnya.
Tingkatan keempat, respon
terbimbang (guided response), berkaitan dengan peniruan seseorang dengan
kegiatan tertentu. Misalnya mengikuti, mengulangi, melakukan dan sejenisnya
terhadap perbuatan orang lain.
Tingkatan kelima, respon yang
kompleks (complex overt response), berhubungan dengan penampilan motoric dengan
ketrampilan penuh cepat dengan hasil baik. Seperti kemahiran menyetir mobil.
Tingkatan keenam, penyesuaian
(adaption), berkenaan dengan ketrampilan individu yang sudah berkembang sehingga
orang yang bersangkutan dapat merubah pola gerakannya dengan situasi baru
seperti orang yang bermain bulu tangkis, tenis dan sejenisnya.
Tingkatan ketujuh, penciptaan
(origination), sebagai tindakan tertinggi dalam aspek psikomotorik yang
menunjukkan penciptaan pada gerakan baru untuk disesuaikan dengan situasi atau
masalah tertentu. Misalnya menciptakan lagu, tari, penciptaan mode dan
sejenisnya.
BAB III
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Evaluasi
bahasa memiliki pola yang hampir sama dengan modal evaluasi dalam ilmu sosial
lainnya. Langkah-langkah kerja evaluasinya dilakukan mulai dari tahapan
persiapan sampai pengolahan hasil tes. Yang membedakan adalah pada penajaman
pernyataan tes yang disesuaikan dengan tujuan evaluasi.
Permasalahan
evaluasi bahasa terbilang cukup kompleks, karena melibatkan berbagai kriteria
evaluasi yang memiliki bobot beragam, namun sekaligus memiliki kedekatan skor
sehingga memerlukan kajian yang seksama dalam penyususnan kisi-kisinya.
Evaluasi
bahasa Indonesia tentu berada pada pola-pola diatas. Evaluasi kosa kata, gaya
bahasa, tata bahasa, dan lain-lain memerlukan pembobotan yang argumentatif.
dalam tes tulisan, kekomplekan penilaian tidak kalah dibandingkan jenis tes
lisan karena banyaknya factor yang perlu dinilai.
DAFTAR PUSTAKA
Moh
Sahlan .2013.Evaluasi Pembelajaran.Jember:Stain Press.
Arikunto,Suharsimi.1984.Evaluasi
Pendidikan.Yogyakarta:Bina Aksara
Iskandarwassid,Dadang
Sunendar.2013.Strategi Pembelajaran Bahasa.Bandung:PT Remaja Rosdakarya
Evaluasi Pembelajaran Dosen
BalasHapusEvaluasi Pembelajaran Dosen
BalasHapustrima kasih ustadz atas masukannya :)
BalasHapusTerimakasih ka, sangat membantu:)
BalasHapus