Senin, 27 Juli 2015

Pusat-pusat pendidikan




BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Pusat-pusat pendidikan meliputi banyak macam. Dalam makalah ini terdapat isi maksud dari pusat-pusat pendidikan. Pusat-pusat pendidikan di Indonesia meliputi pendidikan pesantren yang maksudnya adalah Pondok pesantren yang menggunakan system pendidikan terpadu biayanya akan lebih mahal, tetapi kualitasnya semakin baik. Santri tidak hanya di didik agama islam, tetapi juga di didik ilmu-ilmu umum yang merupakan ilmu murni. Santri belajar berbicara dan berkomunikasi dengan dua bahasa, yaitu bahasa arab dan bahasa inggris. Santri di bekali juga dengan pendidikan tentang computer sehingga tidak ketinggalan informasi tentang kemajuan ilmu dan teknologi. Pesantren itu memiliki fasilitas pendidikan islam yang lebih sempurna dan modern. Asrama, ruang kelas, perpustakaan, aula, masjid, rumah-rumah para kiai atau ustadz, ruang computer laboratorium, dan lain sebagainya sudah di miliki pondok pesantren tersebut. Kemudian ada juga di pusat-pusat pendidikan itu yang di namakan system pendidikan masyarakat yang maksudnya yaitu Madrasah adalah nama lain dari sekolah. Kalau sekolah merupakan tempat belajar pengetahuan umum, madrasah tempat pembelajaran ilmu agama islam. Pengembangan system pendidikan madrasah di lakukan oleh pemerintah, di dasarkan pada undang-undang nomor 20 tahun 2003 pada pasal 13 yang menyebutkan bahwa, “jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan sebagaimana yang di maksud dalam ayat (1) di selenggarakan dengan system terbuka melalui tahap tatap muka dan/atau melalui jarak jauh.” Kemudian ada juga system pendidikan umum maksudnya Sistem pendidikan umum merupakan system pendidikan formal yang sangat maju dan paling di minati masyarakat. Pendidikan umum telah di mulai semenjak colonial belanda bercokol di bumi pertiwi Indonesia. System pendidikan di kelola secara formal dan berjenjang dengan penyelenggaraan yang di atur oleh peraturan yang di berlakukan oleh pemerintah. Kemudian institusi pendidikan maksudnya Lembaga pendidikan formal berupa sekolah, pondok pesantren yang telah sederajat dengan madrasah yang di akui, bahkan di akreditasi oleh Dinas Pendidikan Nasional. Lembaga pendidikan nonformal adalah keluarga dan lingkungan masyarakat. Dengan memanfaatkan berbagai fasilitas umum yang di miliki masyarakat, misalnya memanfaatkan majelis taklim, masjid, mushalla, balai musyawarah, rumah penduduk dan sebagai untuk melaksanakan pendidikan islam. Kemudian ada juga pengembangan pendidikan maksudnya Secara filosofis, hakikat pendidikan adalah penyerapan informasi pengetahuan yang sebanyak-banyaknya dan pengkajian yang mendalam serta uji coba dan penerapannya dalam kehidupan manusia sehari-hari.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang di maksud dengan pendidikan pesantren?
2.      Apa yang di maksud dengan system pendidikan madrasah?
3.      Apa yang di maksud dengan system pendidikan umum?
4.      Apa yang di maksud dengan institusi pendidikan?
5.      Apa yang di maksud dengan pengambangan pendidikan?
C.    TUJUAN
1.      Untuk mengetahui tentang pendidikan pesantren.
2.      Untuk mengetahui tentang system pendidikan madrasah.
3.      Untuk mengetahui tentang system pendidikan umum.
4.      Untuk mengetahui tentang institusi pendidikan.
5.      Untuk mengetahui tentang pengambangan pendidikan.
D.    MANFAAT
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai penambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta pertimbangan untuk penelitian lebih lanjut.

BAB II
PEMBAHASAN
1.      PENDIDIKAN PESANTREN
Di Indonesia, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang telah di kenal sejak zaman colonial. Usia pesantren sudah sangat tua dan tidak pernah lekang di terpa perubahan zaman. Semakin lama semakin modern dan jumlahnya pun semakin banyak.[1]
Pesantren adalah tempat para santri belajar ilmu agama islam. Pengertian ini di ambil dari asal kata pesantren, yaitu kata “santri”, artinya murid yang belajar ilmu agama islam. Kemudian, mendapat awalan pe- dan akhiran –an, menjadi pesantrian. Huruf I dan an mengalami perubahan menjadi e sehingga sebutan pesantrian menjadi pesantren.[2]
Di sebut pesantrian atau pesantren karena seluruh murid yang belajar atau thalibul’ilmi di pesantren tidak di sebut siswa atau murid, tetapi di sebut santri. Sebutan santri sudah merupakan konsep baku. Meskipun maknanya searti dengan siswa, murid, atau anak didik, sebutan santri memiliki perbedaan substansial dengan sebutan siswa atau murid. Santri hanya berlaku bagi siswa yang belajar di pesantren dan objek kajian yang di pelajarinya ilmu agama islam, sedangkan sebutan murid atau siswa berlaku umum untuk semua peserta didik, yang tidak secara khusus belajar ilmu agama islam.
Ada pula yang mengatakan bahwa kata “santri” berasal dari bahasa india, yakni shastri, artinya orang-orang yang mengetahui kitab-kitab suci agama hindu. Kata “santri” juga berasal darikata shastra yang berarti buku sucitentang ilmu pengetahuan. Menurut geertz, sebagaimana di kemukakan oleh ali imran, kata “santri” berasal dari bahasa sanskerta, yaitu shastri artinya ilmuwan hindu yang pandai menulis, yang telah di adaptasi menjadi kata santri dan dapat di gambarkan dalam makna yang sempit ataupun makna yang luas. Dalam arti sempit, santri bermakna, seorang pelajar sekolah agama yang bermukim di tempat yang di sebut pondok pesantren. Adapun dalam arti luas, kata santri mengacu pada identitas seseorang sebagai bagian dari varian komunitas penduduk jawa yang menganut islam secara konsekuen, yang melaksanakan sembahyang dan pergi ke masjid jika hari jumat, melaksanakan ibadah puasa, berzakat bagi yang mampu, dan menunaikan ibadah haji ke baitullah, dan sebagainya.
Perintis  pertama berdirinya pesantren di jawa adalah syekh maulana malik Ibrahim. Ia adalah ulama yang berasal dari Gujarat, india. Ali imran mengatakan, malik Ibrahim mengadaptasi bentuk lembaga pendidikan pra-islam yang sudah ada di jawa, yaitu lembaga pendidikan asrama atau padepokan yang merupakan system biara yang di pakai oleh para pendeta dan biksu menjalankan proses belajar dan mengajar. Dengan demikian, kemungkinan besar, kata pesantren di adaptasi dari bentuk persuasive-adaptatif oleh malik Ibrahim dari bentuk asrama dan biara yang terkesan sebagai mandala hindu-budha.
Biasanya pendidikan pesantren di lengkapi dengan pondok atau asrama yang menjadi tempat tinggal para santri sehingga sebutannya menjadi pondok pesantren. Setiap pondok pesantren memiliki kiai yang paling kharismatik dan popular, sehingga manakala di sebut nama salah satu pondok pesantren, nama kiai pengasuhnya akan terbayang. Cirri khasnya adalah adanya masjid sebagai tempat ibadah para santri.
Pada umumnya, pondok pesantren memilki tempat belajar yang saling berdekatan sehingga memudahkan para santri mencapai tempat yang di maksudkan. Tempat-tempat itu berupa madrasah sebagai tempat pembelajaran, asrama sebagai tempat tinggal santri yang mondok, masjid sebagai tempat ibadah para penghuni pesantren dan juga pusat belajar para santri, perpustakaan sebagai tempat peminjaman berbagai kitab dan buku-buku pelajaran, rumah tempat tinggsl para kiai, dapur umum, dan tempat pemandian para santri.[3]
Pada awalnya pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran agama islam yang pada umumnya di berikan dengan cara non-klasikal (system pesantren), yaitu seorang kiai mengajar santri-santri (siswa) berdasarkan kitab-kitab yang di tulis dalam bahasa arab oleh ulama-ulama besar dari abad pertengahan (abad ke-12 s/d abad ke-16). Para santri biasanya tinggal dalam pondok atau asrama dalam pesantren tersebut.
Pengertian pesantren tidak lagi bersifat tradisional, berkembang semakin modern dan menyesuaikan kebutuhan. Istilah pesantren di gunakan secara umum bukan hanya dalam arti tempat pendidikan ilmu agama islam. Pada zaman modern ini, semua di bolehkan mempergunakan istilah pesantren, umpamanya perbengkelan di namai pesantren perbengkelan, pesantren pertanian, pesantren lingkungan, pesantren politik, pesantren kebudayaan, pesantren seni rupa, pesantren kepemimpinan, pesantren bisnis dan perdagangan, dan masih banyak kegiatan yang menamakan dirinya dengan pesantren.
Secara umum, beberapa karakteristik pesantren adalah sebagai berikut :
1)      Tidak menggunakan batasan umur bagi santri-santri;
2)      Sentral peribadatan dan pendidikan islam;
3)      Pengajaran kitab-kitab islam klasik;
4)      Santri, sebagai peserta didik;
5)      Kiai, sebagai pemimpin dan pengajar di pesantren.
Ahmad tafsir mengatakan bahwa syarat-syarat pesantren ada lima, yaitu: (1) kiai pesantren; (2) pondok, tempat tinggal para santri; (3) santri, yang belajar ilmu agama di pesantren, baik santri pondok maupun santri kalong; (4) kitab kuning, kitab yang sering di sebut dengan istilah kitab gundul, karena tulisannya tidak bersyakal; (5) masjid yang juga di pakai tempat mengaji dan belajar membaca kitab kuning.
Elemen lainnya yang secara historis merupakan bagian dari pondok pesantren adalah tempat tinggal kiai yang mengasuh pondok pesantren. Kiai adalah pemimpin, Pembina, pengajar dan pemimpin pesantren, yang keberadaannya sangat di butuhkan oleh para santri. Kharismatikanya membuat para santri penuh hormat dan meminta barokah dari sang kiai atau tabarruk. Kepemimpinan kiai di pondok pesantren biasanya menentukan popularitas pondok pesantren itu sendiri.
Para santri yang menuntut ilmu di pondok pesantren terdiri atas beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:
1)      Santri pondok atau santri mukim, yaitu santri yang menuntut ilmu sambil tinggal di asrama yang di sediakan oleh pengelola pesantren.
2)      Santri kalong, adalah santri yang menuntut ilmu dengan cara didugdag, tidak tinggal di asrama karena tempat tinggalnya terbilang dekat. Santri kalong kebanyakan penduduk setempat. Misalnya di singaparna tasikmalaya terdapat pondok pesantren cipasung maka yang tinggal di pondok atau menjadi santri mukim mayoritas santri yang berasal dari luar kota dan luar provinsi. Ada yang dari karawang, subang, purwakarta, Jakarta, lampung, medan, dan sebagainya. Akan tetapi, santri yang tempat tinggalnya dekat pesantren cipasungsetiap hari pulang pergi dari rumah ke pesantren, mereka tidak tinggaldi pondok.
3)      Santri alumnus. Setelah para santri tamat mesantrennya, mereka banyak yang melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi, misalnya kuliah ke UIN, Unpad, ITB, UGM, IPB, UPI, dan lainnya. Itu semua dapat di tempuh karena kini pondok pesantren membuka jurusan-jurusan selain ilmu agama islam. Biasanya para alumni melaksanakan berbagai acara reuni di pesantren yang pernah di jadikan tempat menuntut ilmu.
4)      Santri luar. Pesantren bukan hanya tempat santri menuntut ilmu, melainkan juga di jadikan tempat kegiatan keagamaan lain untuk umum. Biasanya setiap seminggu sekali atau sebulan sekali di adakan pengajian rutin yang mustami’innya bukan hanya santri mukim dan santri kalong, melainkan juga masyarakat umum. Mereka di sebut juga sebagai santri, yakni santri luar.
Dewasa ini pondok pesantren telah banyak mengalami perubahan. Pondok pesantren merupakan tempat belajar para santri yang mewah, modern, mahal, dan kompetitif. Santri yang ingin menyekolahkan anaknya ke pondok pesantren harus menyiapkan dana yang cukup banyak, yaitu:
1)      Biaya pendaftaran;
2)      Biaya tes penempatan kelas;
3)      Biaya asrama bagi yang tinggal di pondok;
4)      Berbagai infak yang di bayar setiap bulan, yaitu infak praktik computer, bahasa inggris, latihan bela diri, infak perpustakaan, dan sebagainya;
5)      Biaya makan santri yang tinggal di pondok;
6)      Dana sumbangan pendidikan.
Pondok pesantren yang menggunakan system pendidikan terpadu biayanya akan lebih mahal, tetapi kualitasnya semakin baik. Santri tidak hanya di didik agama islam, tetapi juga di didik ilmu-ilmu umum yang merupakan ilmu murni. Santri belajar berbicara dan berkomunikasi dengan dua bahasa, yaitu bahasa arab dan bahasa inggris. Santri di bekali juga dengan pendidikan tentang computer sehingga tidak ketinggalan informasi tentang kemajuan ilmu dan teknologi.
Pesantren itu memiliki fasilitas pendidikan islam yang lebih sempurna dan modern. Asrama, ruang kelas, perpustakaan, aula, masjid, rumah-rumah para kiai atau ustadz, ruang computer laboratorium, dan lain sebagainya sudah di miliki pondok pesantren tersebut.
Pondok pesantren itu mengembangkan berbagai jurusan dalam pengembangan pendidikannya, yaitu bukan hanya jurusan ilmu agam, melainkan ada juga jurusan ilmu pengetahuan alam. Kemajuannya sangat pesat. Jika pada tahun 1980-an para pendidiknya mayoritas tamatan pondok pesantren setempat, belum sarjana, bahkan sarjana muda pun di anggap sudah sangat tinggi. Kini hamper semua pendidiknya adalah sarjana dan magister.
Sebagai lembaga pendidikan islam, pesantren mengajarkan materi pengajaran yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
1)      Aqidah, yaitu berisi ilmu tauhid, keyakinan kepada allah dengan mengesahkan-Nya. Dalam ilmu tauhid di kembangkan substansi materi yang berhubungan dengan rukun iman, yaitu iman kepada allah, para nabi, kitab allah, para malaikat, hari kiamat, dan qadha dan qadar-Nya;
2)      Syari’ah yang berhubungan dengan hokum islam atau fiqih, yaitu fiqih ibadah dan fiqih muamalah;
3)      Bahasa arab, yaitu ilmu nahwu, ilmu sharraf, ilmu bayan, ilmu balaghah, ilmu ma’ani;
4)      Ilmu-ilmu al-Qur’an (‘Ulumul-Qur’an);
5)      Ilmu musthalah al-hadits;
6)      Ilmu fiqih dan ushul fiqih;
7)      Ilmu mantiq atau logika;
8)      Etika islam dalam pergaulan sehari-hari atau bahrul-adab;
9)      Kerisalahan nabi Muhammad SAW;
10)  Tarikh tasyri’ islam;
11)  Bahasa inggris;
12)  Kimia, fisika, matematika;
13)  Ilmu waris islam;
14)  Ilmu falaq;
15)  Bahasa Indonesia;
16)  Pendidikan kewarganegaraan (pancasila);
17)  Keterampilan;
18)  Muthala’ah;
19)  Fiqih lima madzhab;
20)  Ilmu tafsir;
21)  Ilmu tajwiz;
22)  Bahtsul kutub, dan banyak lagi pengembangan mata pelajaran di pondok pesantren modern dewasa ini.
Metode pembelajaran yang di laksanakan di pondok pesantren adalah sebagai berikut:
1)      Metode wetonan, kiai membacakan suatu kitab di depan para santri yang juga memegang dan memperhatikan kitab yang sama. Santri yang mengikuti metode pembelajaran system wetonan adalah santri yang sifatnya campuran, yaitu santri mukim, santri kalong, santri umum, biasa ikut dalam wetonan. Santri hanya memperhatikan dan menyimak pembacaan dan pembahasan isi kitab yang di lakukan oleh kiai. Tidak ada absensi kehadiran, evaluasi, dan tidak ada pola klasikal. Dalam system wetonan di gunakan salah satu kitab yang akan di bahas sampai kitab itu selesai atau tamat, yang di sebut dengan khataman. Santri yang telah selesai mengikuti wetonan di anggap khatam, artinya telah sempurna. Dalam proses belajarnya, biasanya kiai di kelilingi oleh santri yang membentuk lingkaran, yang di sebut halaqah.
2)      Metode sorogan, adalah metode pembelajaran system privat yang di lakukan santri kepada seorang kiai. Dalam metode ini, santri mendatangi kiai dengan membawa kitab kuning atau kitab gundul, lali membacanya di depan kiai dan menerjemahkannya. Jika cara pembacaannya ada yang kurang tepat dari sisi sudut pandang ilmu nahwu dan ilmu sharraf, terjemahannya pun keliru. Lalu, kiai menanyakan alas an-alasan santri membacanya demikian, hingga akhirnya santri memahaminya dan mengulang pembacaannya sampai benar-benar sesuai menurut ilmu nahwu dan sharrafnya. Metode sorogan sangat penting untuk para santri, terutama santri yang bercita-cita menjadi kiai. Karena dengan metode sorogan, santri akan memperoleh ilmu yang meyakinkan dan lebih terfokus pada persyaratan utama menjadi kiai, yaitu memahami ilmu alat dalam ilmu-ilmu yang paling prinsipil di pondok pesantren.
3)      Metode muhawarah. Muhawarah adalah suatu kegiatan berlatih bercakap-cakap dengan bahasa arab yang di wajibkan oleh pesantren kepada para santri selama mereka tinggal di pondok. Di beberapa pesantren, latihan muhawarah atau muhadtsah tidak di wajibkan setiap hari, tetapi hanya satu kali atau dua kali dalam seminggu yang di gabungkan dengan latihan muhadharah atau khitabah. Tujuannya melatih keterampilan anak didik berpidato.[4]
4)      Metode mudzakarah. Mudzakarah merupakan suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik membahas masalah diniyah, seperti ibadah dan akidah serta masalah agama pada umumnya. Mudzakarah di bedakan atas dua tingkat kegiatan. Pertama, mudzakarah di selenggarakan oleh sesame santri untuk membahas suatu masalah dengan melatih mereka agar terlatih dalam memecahkan persoalan dengan mempergunakan kitab-kitab yang tersedia. Salah seorang santri mesti di tunjuk sebagai juru bicara untuk menyampaikan kesimpulan dari masalah yang di diskusikan. Kedua, mudzakarah yang di pimpin oleh kiai. Hasil mudzakarah para santri di ajukan untuk di bahas dan di  nilai seperti dalam suatu seminar. Biasanya lebih banyak berisi Tanya jawab dan hamper seluruhnya di selenggarakan dalam bahasa arab. Saat mudzakarah inilah para santri menguji keterampilannya, baik dalam bahasa arab maupun keterampilannya mengutip sumber argumentasi dalam kitab-kitab klasik islam. Mereka yang di nilai oleh kiai cukup matang untuk menggali sumber referensi, atau menyelesaikan problem menurut analisis jurisprudensi madzhab syafi’i, akan di tunjuk menjadi pengajar kitab-kitab yang di kuasainya.
5)      Metode bandungan (dalam bahasa sunda), berlaku di pesantren yang terdapat di jawa barat. Istilah bandungan, artinya perhatikan dengan saksama ketika kiai membaca dan membahas isi kitab. Santri hanya member kode-kode atau menggantikan kalimat yang di anggap sulit pada kitabnya. Setelah kiai selesai membahas isi kitab, santri di perkenankan mengajukan pertanyaan atau pendapatnya.
6)      Metode majelis taklim. Majelis taklim adalah media penyampaian ajaran islam yang bersifat umum dan terbuka. Para jamaah terdiri atas berbagai lapisan yang memiliki latar belakang pengetahuan bermacam-macam dan tidak di batasi oleh tinkatan usia ataupun perbedaan jenis kelamin. Pengajian semacam ini hanya di adakan pada waktu-waktu tertentu. Ada yang seminggu sekali dan ada yang dua minggu sekali atau sebulan sekali. Kadang-kadang, kiai mengadakan pengajian khusus wanita. Materi pelajaran yang di berikan bersifat umum berisi nasehatr-nasehat keagamaan yang bersifat amar ma’ruf nahi munkar. Ada kalanya materi di ambil dari kitab-kitab tertentu, seperti tafsir quran dan hadits.
Pengembangan metode pembelajaran di pondok pesantren yang di terapkan di pesantren tidak berbeda dengan pendidikan umum. Di pesantren di gunakan metode pembelajaran sebagai berikut:
1)      Ceramah;
2)      Tanya jawab;
3)      Diskusi;
4)      Penugasan;
5)      Praktik, yaitu praktik berceramah, praktik di laboratorium, dan praktik tata cara berdebat.[5]
Pondok pesantren memiliki ikatan satuan pendidikan yang kuat, yaitu lembaga pendidikan pesantren, kiai, santr, kurikulum, administrasi pendidikan, metode dan alat-alat pembelajaran, perpustakaan, laboratorium, karyawan sekolah, media pendidikan, dan lain-lain.
Pengembangan pendidikan pesantren di orientasikan pada pengembangan kemajuan kurikulum pesantren dan profesionalitas para kiai di pesantren, sehingga pelaksanaan kurikulum dengan kompetensi dan profesionalitas para kiai saling mendukung. Orientasi ini sebagai bagian pengembangan system pendidikan di pesantren yang di dasarkan pada prinsip bahwa mencari ilmu hukumnya wajibdan berlaku seumur hidup, karena ilmu allah tidak termatas dan mahaluas.
Pendidikan pesantren modern dalam menyusun program pembelajaran berprinsip pada hal-hal berikut:
1)      Mengorganisasikan materi untuk di pelajari santri secara unit-unit yang terpisah, jelas bidangnya, serta relative lebih kecil sehingga mudah di kelola;
2)      Interaksi antara santri dengan unit kecil pelajaran berlangsung secara bertahap;
3)      Umpan balik belajar santri dapat segera di ketahui untuk di komunikasikan dengan taraf penguasaan bahan pelajaran yang telah di sajikan kepada mereka.
4)      Memacu diri (self-pacing) secara bertahap dalam proses penguasaan bahan pelajaran;
5)      Diagram feedback (umpan balik) belajar berprograma.
Sistem pedidikan pesantren terus di kembangkan, sebagaimana telah di kemukakan sebelumnya, bhwa pondok pesantren dewasa ini tidak hanya mengajarkan pendidikan dengan pendekatan tradisional yang klasik atau salafiyah, tetapi juga telah mengembangkan diri menjadi pesantren modern yang di terima oleh tuntutan zaman.
Pengembangan pendidikan pondok pesantren adalah sebagai berikut:
1)      Pengembangan lembaga pendidikan dan semua akodasi, fasilitas, sarana dan prasarananya.
2)      Perubahan kurikulum, yaitu  perpaduan antara ilmu agama islam dengan semua alatnya, serta ilmu pengetahuan umum, yang semua di pandang sebagai ilmu barat.
3)      Pengembangan metode pembelajaran. Kiai jarang di gunakan metode wetonan ataupun sorogan. Metode pembelajaran di pesantren sama dengan di sekolah umum.
4)      Pengembangan kompetensi, profesionalitas, dan sertifikasi pendidik atau guru di pondok pesantren. Sekarang, tidak sedikit kiai yang mengajar di pondok pesantren berstatus Pegawai Negeri Sipil.
5)      Pengembangan literature pondok pesantren, yaitu pengembangan kepustakaan yang berasal dari timur tengah, seperti kitab kunung dan berbahasa arab, dan yang berasal dari bahasa arab yang berbahasa inggris.
6)      Pengembangan jenis pendidikan, mulai sekolah dasar, sekolah menengah, hingga perguruan tinggi.
7)      Pengembangan jurusan, yaitu pengembangan bidang kajian atau program studi yan di minati oleh santri, yakni jurusan ilmu pengetahuan islam (syariah), jurusan ilmu pengetahuan social, jurusan ilmu pengetahuan alam, jurusan matematika, biologi, dan jurusan bahasa.[6]
Pengembangan system pendidikan pesantren mengikuti pola pendidikan nasional. Dulu pesantren menyelenggarakan pendidikan ada administrasi yang jelas. Santri belajar tidak mengenal jenjang dan jenis, tidak berijazah, dan tidak bisa menjadi Pegawai Negeri Sipil, dan banyak lagi yang merupakan cirri pesantren tradisional. Kino, cirri itu musnah, untuk pesantren modern, santri mengikuti pendidikan secara klasikal, berjenjang, dan berjenis. Memiliki ijazah yang di samakan, di akreditasi, dan semua berhak melanjutkan ke pelbagai perguruan tinggi, bahkan tidak sedikit jebolan pesantren menjadi PNS, pejabat, politisi, seniman, menteri, juga ada yang menjadi presiden. 
Tujuan pengembangan system pendidikan pesantren tidak dapat di lepaskan dari keadaan situasi zaman yang terus berubah. Para santri tidak bisa bersembunyi dari berbagai pengaruh kuat globalisasi dan modernisasi, sehingga para santri termotivasi oleh keinginan untuk mengikuti arus zaman. Para kiai di pesantren menyadari kenyataan itu. Pondoknya ingin di kembangkan, dan tidak ada cara lain untuk mengembangkan pondok yang modern dan mengembangkan system pendidikan pesantren dengan menggabungkan antara tradisi pesantren dan system pendidikan modern. Tradisi warisan para wali tetap di pelihara, tetapi pengaruh kemajuan system pendidikan modern di adopsi dan di kompromisasikan, sehingga mucullah pesantren modern.[7]

2.      SISTEM PENDIDIKAN MADRASAH
Pengembangan system pendidikan madrasah berawal dari pengembangan system pendidikan pesantren. Karena setelah terjadi perkembangan system pendidikan pesantren, semua pesantren menggunakan system pembelajaran yang berjenjang atau berjenis. Pembelajaran di lakukan secara klasikal, tidak lagi system tradisional, seperti halaqoh atau sorogan. Meskipun masih tetap ada, tradisi itu di laksanakan di luar pelaksanaan system yang berlaku secara baku. Misalnya, setelah shalat maghrib dan shalat shubuh atau di laksanakan setiap malam tertentu dalam satu minggu.
Menurut at-thabari, sejarah perkembangan madrasah di Indonesia berhubungan secara langsung dengan lahirnya pondok pesantren. Madrasah sebagai lembaga pendidikan islam merupakan bagian dari salah satu bentuk perlawanan rakyat muslim terhadap kebodohan yang di akibatkan oleh colonial belanda. Perkembangan madrasah di pengaruhi oleh system pendidikan madrasah di haramain gubernmen.[8]
Kebanyakan madrasah yang berada dui jawa dan di sumatera di pengaruhi oleh system madrasah haramain, yaitu madrasah shaulatiyah, madrasah darul ulum al-diniyah di haramain, serta madrasah dar al-‘ulum di mesir. Madrasah tersebut merupakan lembaga pendidikan tradisional dengan menerapkan pola pendidikan klasikal (bukan halaqah) dan kurikulum standar, mengikuti standar pendidikan islam secara umum yang di selenggarakan di wilayah arab.
Madrasah-madrasah salafiyah adalah madrasah yang mendapat pengaruh haramain. Selain mengajarkan agama, madrasah mengajarkan pengetahuan umum, yang di selenggarakan pemerintah hindia belanda, seperti madrasah adabiyah di sumatera barat, dan madrasah yang di dirikan muhammadiyah, persatuan islam, NU, dan PUI di majalengka, madrasah yang mendapat pengaruh sekolah gubernmen.[9]
Madrasah yang mendapat pengaruh haramain termasuk salah satu lembaga pendidikan keagamaan yang berkontribusi dalam menanamkan keimanan bangsa Indonesia kepada allah SWT. Dalam hal oini, madrasah dalam wacana kehidupan masyarakat Indonesia merupakan fenomena budaya yang telah berusia satu abad lebih. Bahkan, bukan hal yang berlebihan, jika madrasah telah menjadi salah satu wujud etintas budaya Indonesia yang dengan sendirinya menjalani proses sosialisasi yang relative intensif. Indikasiny adalah kenyataan bahwa wujud entitas ini telah di akui dan di terima kehadirannya.
Madrasah adalah nama lain dari sekolah. Kalau sekolah merupakan tempat belajar pengetahuan umum, madrasah tempat pembelajaran ilmu agama islam. Pengembangan system pendidikan madrasah di lakukan oleh pemerintah, di dasarkan pada undang-undang nomor 20 tahun 2003 pada pasal 13 yang menyebutkan bahwa, “jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan sebagaimana yang di maksud dalam ayat (1) di selenggarakan dengan system terbuka melalui tahap tatap muka dan/atau melalui jarak jauh.”[10]
Pasal tersebut menjelsakan bahwa pendidikan madrasah pun di selenggarakan dengan system terbuka, baik melalui tahap tatap muka maupun jarak jauh. Untuk pengembangan, madrasah sebagai sekolah pendidikan ilmu agama islam juga mengajarkan ilmu-ilmu umum secara islami.
Dalam pasal 14 di nyatakan bahwa “jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.” Pasal 15 menjelaskan bahwa “jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.”
Pengembangan system pendidikan medrasah telah benar-benar melibatkan pemerintah, terbukti dengan banyaknya madrasah negeri, sedangkan dulu pendidikan medrasah di lakukan oleh mayoritas swasta. Dalam pasal 16 dinyatakan bahwa “jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dapat di wujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang di dirikan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.”
Dalam pasal 17 di nyatakan bahwa : (1) pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah; (2) pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat; (3) ketentuan mengenai pendidikan dasar sebagaimana di maksud dalam ayat (1) dan ayat (2) di atur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Dalam pasal 16 di nyatakan bahwa: (1) pendidikan menengah merupakan lanjutan dari pendidikan dasar; (2) pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan; (3) pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
Kesederajatan system pendidikan madrasah formal antara sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah, sekolah menengah pertama dan madrasah tsanawiyah, sekolah menengah atas dan madrasah aliyah, serta adanya perguruan tinggi agama islam, menunjukkan pengembangan system pendidikan agama yang sangat luar biasa. Kini, kedudukan madrasah sama dengan pendidikan formal lainnya, bahkan pendidikan madrasah lebih unggul daripada materi pelajaran yang di berikan kepada anak didiknya, yaitu penggabungan dua materi pelajaran yang sistematis, antara materi pelajaran agama dengan pelajaran nonagama atau umum. Pelajaran agama 60% dan pelajaran umumnya 40%.
Lulusan madrasah aliyah dapat melanjutkan ke semua perguruan tinggi di Indonesia, yang terpenting mereka dapat bersaing dengan lulusan sekolah formal lainnya. Bahkan, perguruan tinggi yang khusus mengkaji ilmu pengetahuan keagamaan atau keislaman semakin maju, misalnya IAIN, PTAIN, UIN, STAIN, dan sebagainya. Lulusannya memperoleh gelar sesuai bidangnya masing-masing.
Dahulu, di samping sekolah dasar, anak juga dapat mengikuti sekolah dasar. Jika sekolah dasar di laksanakan pagi sampai siang hari, sekolah madrasah ibtidaiyah di laksanakan siang sampai sore. Kini, anak yang sekolah madrasah ibtidaiyah, tidak perlu lagi sekolah dasar, karena kedua sekolah itu memiliki kesederajatan. Jika anak yang sekolah di madrasah ibtidaiyah membutuhkan ijazah negeri, di lakukan ujian persamaan, sehingga ia akan memiliki ijazah yang menjadi syarat dapat melanjutka ke sekolah negeri. Akan tetapi, untuk madrasah yang statusnya sudah di samakan, tidak ada ujian persamaan di sekolah lain, karena madrasah bersangkutan telah menyelenggarakan ujian sendiri.
Teori pengembangan system pendidikan madrasah yang telah di laksanakan adalah dengan pendekatan berikut:
1)      Pendekatan structural, yaitu sifat kejenjangan pendidikan yang linier di atur oleh pemerintah. Demikian pula, dengan pengembangan kelembagaan dan kurikulumnya.
2)      Pendekatan normative, system pendidikan madrasah di samakan dengan system pendidikan formal lainnya menurut undan-undang yang berlaku. Dengan demikian, status jenis pendidikan madrasah tidak di anaktirikan.
3)      Pendekatan metodis pedagogis, yaitu pengembangan dari segi metode pembelajaran dan tujuan yang hendak di capai secara kognitif, afektif, dan psikomotorik.
4)      Pendekatan intrinsic keagamaan, sebagai pengembangan pendalaman ilmu pendidikan islam dan ilmu pengetahuan islami yang bertujuan mewujudkan anak didik yang beriman dan bertaqwa, cerdas, terampil, mandiri, dan bertanggung jawab.
5)      Pendekatan administrative, sebagai pengembangan keterpaduan tata kerja dan penyelenggaraan system pendidikan madrasah dengan system pendidikan sekolah formal lainnya.

3.      SISTEM PENDIDIKAN UMUM
Sistem pendidikan umum merupakan system pendidikan formal yang sangat maju dan paling di minati masyarakat. Pendidikan umum telah di mulai semenjak colonial belanda bercokol di bumi pertiwi Indonesia. System pendidikan di kelola secara formal dan berjenjang dengan penyelenggaraan yang di atur oleh peraturan yang di berlakukan oleh pemerintah.
Pendidikan umum atau sekolah umum tumbuh sebagai bentuk pengejawantahan nilai-nilai barat dalam pendidikan. Semua system yang di gunakan di pengaruhi oleh system barat. Di antara sekolah umum yang telah lama dan di minati oleh Indonesia adalah sebagai berikut:
1)      Sekolah Dasar (SD), merupakan sekolah yang paling banyak jumlahnya di Indonesia. Pelaksanaan sekolah dasar di dasarkan pada peraturan yang berlaku, mulai system pendidikannya, kurikulum, dan jenjang waktu yang di tetapkan, yakni enam tahun. Kini, sekolah dasar terus berkembang pesat, di kembangkan dengan mengasimilasikan mata pelajaran tambahan dan memadukannya dengan berbagai model system pendidikan untuk anak usia dini. Misalnya, berdirinya Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT). Sekolah ini memadukan kurikulum sekolah umum dengan kurikulum madrasah ibtidaiyah, sehingga memerlukan waktu yang banyak atau full day.
2)      Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau Sekolah Menengah Pertama (SMP), merupakan lanjutan sekolah dasar. Kini, sekolah menengah pertama di padukan pula dengan kurikulum madrasah tsanawiyah, sehingga lahirlah Sekolah Menengah Pertama Islam (SMPI).
3)      Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau Sekolah Menengah Umum (SMU), merupakan kelanjutan sekolah menengah pertama.
4)      Sekolah Menengah K ejuruan (SMK), merupakan sekolah yang menyajikan system kejuruan, bertujuan melatih keterampilan, dan melahirkan keahlian bagi siswa, misalnya jurusan mesin, listrik, farmasi, dan lain-lain.
5)      Sekolah tekhnik, memiliki kesamaan dengan SMK, hanya kelahirannya lebih awal. Sekolah tekhnik menyajikan system pendidikan keterampilan dan keahlian dalam nidang tekhnik, misalnya tekhnik mesin, tekhnik bangunan, dan lain-lain.
6)      Sekolah pertanian, yaitu sekolah yang memberlakukan system pendidikan keterampilan dan keahlian di bidang pertanian.
Masih banyak pusat pendidikan yang terus di kembangkan di Indonesia, terutama untuk jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah umum. Nama-nama sekolahnya pun berbeda-beda, misalnya SMP Plus, SMA Plus, MAPK (Madrasah Aliyah Program Khusus), dan sebagainya. Hal itu menunjukkan bahwa system pendidikan formal yang berjenjang terus di rancang untuk menghasilkan lulusan yang terbaik dan dapat menjadi bekal hidup.
Setelah sekolah menengah umum atau madrasah aliyah di lalui oleh siswa, sekolah yang akan di tempuh adalah perguruan tinggi. Ada beberapa jenis perguruan tinggi, yaitu:
1)      Universitas, perguruan tinggi yang mengkaji semua program studi, terdiri atas berbagai fakultas dengan berbagai jurusan, misalnya  Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Padjajaran (UNPAD), Universitas Hasanuddin (UNHAS), dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
2)      Institut, perguruan tinggi yang menyajikan satu jenis kajian atau bidang ilmu tertentu. Misalnya, Instituy Teknologi Bandung (ITB) yang mengkaji bidang ilmu yang berhubungan dengan teknologi.
3)      Sekolah tinggi, perguruan tinggi yang sama dengan institute.

4.      INSTITUSI PENDIDIKAN
Institusi pendidikan adalah tempat berlangsungnya atau di laksanakannya kegiatan pendidikan yang fasilitasnya dapat berupa:
1)      Rumah;
2)      Madrasah;
3)      Masjid;
4)      Mushalla atau surau;
5)      Majelis taklim;
6)      Pondok pesantren;
7)      Balai musyawarah;
8)      Sekolah;
9)      Perkantoran; dan sebagainya.
Lembaga pendidikan formal berupa sekolah, pondok pesantren yang telah sederajat dengan madrasah yang di akui, bahkan di akreditasi oleh Dinas Pendidikan Nasional.
Lembaga pendidikan nonformal adalah keluarga dan lingkungan masyarakat. Dengan memanfaatkan berbagai fasilitas umum yang di miliki masyarakat, misalnya memanfaatkan majelis taklim, masjid, mushalla, balai musyawarah, rumah penduduk dan sebagai untuk melaksanakan pendidikan islam.
Lembaga-lembaga pendidikan formal yang ada di Indonesia jumlahnya sangat banyak, dengan tingkatan pendidikan yang terus berkembang. Lembaga pendidikan yang di rasakan manfaatnya adalah sebagai berikut:
1)      Taman kanak-kanak atau rhaudatul athfal dan taman kanak-kanak;
2)      Madrasah ibtidaiyah negeri atau swasta dan sekolah dasar;
3)      Madrasah tsanawiyah negeri atau swasta dan sekolah lanjutan pertama;
4)      Madrasah aliyah negeri atau swasta dan sekolah lanjutan atas;
5)      Perguruan tinggi;
6)      Pondok pesantren.

5.      PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
Secara filosofis, hakikat pendidikan adalah penyerapan informasi pengetahuan yang sebanyak-banyaknya dan pengkajian yang mendalam serta uji coba dan penerapannya dalam kehidupan manusia sehari-hari. Oleh karena itu, paradigma pendidikan perlu di kembangkan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
1)      Pengembangan jaringan informasi dan komunikasi yang berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan;
2)      Transformasi ilmu pengetahuan yang di berikan dan di terima oleh seluruh para pendidik untuk di ajarkan kepada seliruh anak didik;
3)      Pengembangan penelitian di bidang ilmu murni dan ilmu terapan yang akan mempercepat kecerdasan dan keterampilan anak didik berkaitan dengan kecakapan dan keahliannya yang dapat bermanfaat bagi kelanjutan hidupnya pada masa depan;
4)      Pencerdasan yang seimbang antara inteligensi anak didik dengan kecerdasan emosional dan spiritualnya agar kecakapan dan keterampilannya tidak di salahgunakan sehingga membawa dampak negative dan membahayakan bagi kehidupan dirinya dan orang lain.
Dengan pandangan tersebut, secara epistemologis pengembangan pendidikan berkaitan secara langsung dengan sumber ilmu pengetahuan dan metodologi pengembangannya. Modifikasi pengembangan pendidikan di terapkan dalam pelaksanaan pembelajaran dan pengembangan kurikulum, sebagaimana telah di laksanakan di berbagai lembaga pendidikan yang menggabungkan teori barat yang berasal dari budaya local. Modifikasi metodologis bertujuan memudahkan anak didik memahami bahan ajar yang di sampaikan oleh para pendidik.
Pendidikan harus di kembangkan kea rah penguasaan pengajaran yang berhubungan dengan fisika, kimia, biologi, astronomi, zoology, vulkanologi, tentang kelautan, ilmu bumi, agrobisnis, perbankan, dan sebagainya. Pendidikan yang berkaitan dengan semuanya itu di seimbangkan dengan pendidikan keagamaan, yaitu keimanan dan ketauhidan, ikhtiar dan tawakkal, silaturrahmi antar-sesama manusia atau public relation, komunikasi massa, perpajakan, infak, sedekah, hibah, kewarisan dalam islam, dan sebagainya.
Dengan keseimbangan pendidikan, sebagaimana tergambar di atas, pengembangan pendidikan dalam pencapaian tujuan utamanya harus tetap istiqamah, yaitu kebahagiaan duniawi dan ukhrawi, dunia dan akhirat. Pencapaian tujuan ini di mulai dari penetapan disiplin ilmu yang di kaji, sehingga pendidikan dalam konteks formal adalah upaya pengkajian ilmu yang sifatnya disipliner dan pembidangan ilmu yang jelas.[11]

BAB III
PENUTUP
1.      KESIMPULAN
·         Pondok pesantren yang menggunakan system pendidikan terpadu biayanya akan lebih mahal, tetapi kualitasnya semakin baik. Santri tidak hanya di didik agama islam, tetapi juga di didik ilmu-ilmu umum yang merupakan ilmu murni. Santri belajar berbicara dan berkomunikasi dengan dua bahasa, yaitu bahasa arab dan bahasa inggris. Santri di bekali juga dengan pendidikan tentang computer sehingga tidak ketinggalan informasi tentang kemajuan ilmu dan teknologi.
·         Madrasah adalah nama lain dari sekolah. Kalau sekolah merupakan tempat belajar pengetahuan umum, madrasah tempat pembelajaran ilmu agama islam. Pengembangan system pendidikan madrasah di lakukan oleh pemerintah, di dasarkan pada undang-undang nomor 20 tahun 2003 pada pasal 13 yang menyebutkan bahwa, “jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan sebagaimana yang di maksud dalam ayat (1) di selenggarakan dengan system terbuka melalui tahap tatap muka dan/atau melalui jarak jauh.”
·         Sistem pendidikan umum merupakan system pendidikan formal yang sangat maju dan paling di minati masyarakat. Pendidikan umum telah di mulai semenjak colonial belanda bercokol di bumi pertiwi Indonesia. System pendidikan di kelola secara formal dan berjenjang dengan penyelenggaraan yang di atur oleh peraturan yang di berlakukan oleh pemerintah.
·         Lembaga pendidikan formal berupa sekolah, pondok pesantren yang telah sederajat dengan madrasah yang di akui, bahkan di akreditasi oleh Dinas Pendidikan Nasional. Lembaga pendidikan nonformal adalah keluarga dan lingkungan masyarakat. Dengan memanfaatkan berbagai fasilitas umum yang di miliki masyarakat, misalnya memanfaatkan majelis taklim, masjid, mushalla, balai musyawarah, rumah penduduk dan sebagai untuk melaksanakan pendidikan islam.
·         pengembangan pendidikan berkaitan secara langsung dengan sumber ilmu pengetahuan dan metodologi pengembangannya. Modifikasi pengembangan pendidikan di terapkan dalam pelaksanaan pembelajaran dan pengembangan kurikulum, sebagaimana telah di laksanakan di berbagai lembaga pendidikan yang menggabungkan teori barat yang berasal dari budaya local. Modifikasi metodologis bertujuan memudahkan anak didik memahami bahan ajar yang di sampaikan oleh para pendidik

DAFTAR PUSTAKA

Drs. Tatang S.,m.Si. 2012.Ilmu Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia Bandung. Hal. 161.
Muhammad T.H. 1984. Kedudukan Ilmu dalam Islam. Surabaya: Al-ikhlas.
Hamzah Ya’qub. 1983. Etika Dagang dalam Islam. Bandung: Diponegoro. Hal. 08.
Imron arifin. 1993. Kepemimpinan Kiyai Kasus Pondok Pesantren Tebuireng. Malang: Kamimasahada Press. Hal. 39.
Imron arifin. 1993. Kepemimpinan Kiyai Kasus Pondok Pesantren Tebuireng. Malang: Kamimasahada Press. Hal 03.
Hasan basri. 2008. Filsafat pendidikan islam. Bandung: Personal Press. Hal. 67.
http://kafeilmu.com/2011/08/landasan-pengembangan-kurikulum-berbasis-kompetensi.html.
Mastuhu. 1999. Kajian Pendidikan Islam di IAIN. Mimbar studi Nomor 3 Tahun XXII. Mei. Hal. 80-81.
Badruddin Hsubky. 1995. Dilema Ulama dalam Perubahan Zaman. Jakarta: Gema Insani Press. Hal. 54.
____________. Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Drs. Tatang S.,m.Si. 2012.Ilmu Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia Bandung. Hal. 179.


[1] Drs. Tatang S.,m.Si. 2012.Ilmu Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia Bandung. Hal. 161.
[2] Muhammad T.H. 1984. Kedudukan Ilmu dalam Islam. Surabaya: Al-ikhlas.
[3] Hamzah Ya’qub. 1983. Etika Dagang dalam Islam. Bandung: Diponegoro. Hal. 08.
[4] Imron arifin. 1993. Kepemimpinan Kiyai Kasus Pondok Pesantren Tebuireng. Malang: Kamimasahada Press. Hal. 39.
[5] Imron arifin. 1993. Kepemimpinan Kiyai Kasus Pondok Pesantren Tebuireng. Malang: Kamimasahada Press. Hal 03.
[6] Hasan basri. 2008. Filsafat pendidikan islam. Bandung: Personal Press. Hal. 67.
[7] http://kafeilmu.com/2011/08/landasan-pengembangan-kurikulum-berbasis-kompetensi.html.
[8] Mastuhu. 1999. Kajian Pendidikan Islam di IAIN. Mimbar studi Nomor 3 Tahun XXII. Mei. Hal. 80-81.
[9] Badruddin Hsubky. 1995. Dilema Ulama dalam Perubahan Zaman. Jakarta: Gema Insani Press. Hal. 54.
[10] ____________. Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
[11] Drs. Tatang S.,m.Si. 2012.Ilmu Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia Bandung. Hal. 179.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar