BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pusat-pusat pendidikan
meliputi banyak macam. Dalam makalah ini terdapat isi maksud dari pusat-pusat
pendidikan. Pusat-pusat pendidikan di Indonesia meliputi pendidikan pesantren
yang maksudnya adalah Pondok
pesantren yang menggunakan system pendidikan terpadu biayanya akan lebih mahal,
tetapi kualitasnya semakin baik. Santri tidak hanya di didik agama islam,
tetapi juga di didik ilmu-ilmu umum yang merupakan ilmu murni. Santri belajar
berbicara dan berkomunikasi dengan dua bahasa, yaitu bahasa arab dan bahasa
inggris. Santri di bekali juga dengan pendidikan tentang computer sehingga
tidak ketinggalan informasi tentang kemajuan ilmu dan teknologi. Pesantren itu
memiliki fasilitas pendidikan islam yang lebih sempurna dan modern. Asrama,
ruang kelas, perpustakaan, aula, masjid, rumah-rumah para kiai atau ustadz,
ruang computer laboratorium, dan lain sebagainya sudah di miliki pondok
pesantren tersebut. Kemudian ada juga di pusat-pusat pendidikan itu yang di
namakan system pendidikan masyarakat yang maksudnya yaitu Madrasah adalah nama
lain dari sekolah. Kalau sekolah merupakan tempat belajar pengetahuan umum,
madrasah tempat pembelajaran ilmu agama islam. Pengembangan system pendidikan
madrasah di lakukan oleh pemerintah, di dasarkan pada undang-undang nomor 20 tahun
2003 pada pasal 13 yang menyebutkan bahwa, “jalur pendidikan terdiri atas
pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan
memperkaya. Pendidikan sebagaimana yang di maksud dalam ayat (1) di
selenggarakan dengan system terbuka melalui tahap tatap muka dan/atau melalui
jarak jauh.” Kemudian
ada juga system pendidikan umum maksudnya Sistem pendidikan umum merupakan
system pendidikan formal yang sangat maju dan paling di minati masyarakat.
Pendidikan umum telah di mulai semenjak colonial belanda bercokol di bumi
pertiwi Indonesia. System pendidikan di kelola secara formal dan berjenjang
dengan penyelenggaraan yang di atur oleh peraturan yang di berlakukan oleh
pemerintah. Kemudian institusi pendidikan maksudnya Lembaga pendidikan formal
berupa sekolah, pondok pesantren yang telah sederajat dengan madrasah yang di
akui, bahkan di akreditasi oleh Dinas Pendidikan Nasional. Lembaga pendidikan
nonformal adalah keluarga dan lingkungan masyarakat. Dengan memanfaatkan
berbagai fasilitas umum yang di miliki masyarakat, misalnya memanfaatkan
majelis taklim, masjid, mushalla, balai musyawarah, rumah penduduk dan sebagai
untuk melaksanakan pendidikan islam. Kemudian ada juga pengembangan pendidikan
maksudnya Secara filosofis, hakikat pendidikan adalah penyerapan informasi
pengetahuan yang sebanyak-banyaknya dan pengkajian yang mendalam serta uji coba
dan penerapannya dalam kehidupan manusia sehari-hari.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang di maksud dengan pendidikan pesantren?
2.
Apa yang di maksud dengan system pendidikan madrasah?
3.
Apa yang di maksud dengan system pendidikan umum?
4.
Apa yang di maksud dengan institusi pendidikan?
5.
Apa yang di maksud dengan pengambangan pendidikan?
C.
TUJUAN
1.
Untuk mengetahui tentang pendidikan pesantren.
2.
Untuk mengetahui tentang system pendidikan madrasah.
3.
Untuk mengetahui tentang system pendidikan umum.
4.
Untuk mengetahui tentang institusi pendidikan.
5.
Untuk mengetahui tentang pengambangan pendidikan.
D. MANFAAT
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai
penambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta pertimbangan untuk penelitian lebih
lanjut.
BAB
II
PEMBAHASAN
1. PENDIDIKAN PESANTREN
Di Indonesia, pesantren merupakan
lembaga pendidikan yang telah di kenal sejak zaman colonial. Usia pesantren
sudah sangat tua dan tidak pernah lekang di terpa perubahan zaman. Semakin lama
semakin modern dan jumlahnya pun semakin banyak.[1]
Pesantren adalah tempat para santri
belajar ilmu agama islam. Pengertian ini di ambil dari asal kata pesantren,
yaitu kata “santri”, artinya murid yang belajar ilmu agama islam. Kemudian,
mendapat awalan pe- dan akhiran –an, menjadi pesantrian. Huruf I dan an mengalami
perubahan menjadi e sehingga sebutan pesantrian menjadi pesantren.[2]
Di sebut pesantrian atau pesantren
karena seluruh murid yang belajar atau thalibul’ilmi di pesantren tidak di
sebut siswa atau murid, tetapi di sebut santri. Sebutan santri sudah merupakan
konsep baku. Meskipun maknanya searti dengan siswa, murid, atau anak didik,
sebutan santri memiliki perbedaan substansial dengan sebutan siswa atau murid.
Santri hanya berlaku bagi siswa yang belajar di pesantren dan objek kajian yang
di pelajarinya ilmu agama islam, sedangkan sebutan murid atau siswa berlaku
umum untuk semua peserta didik, yang tidak secara khusus belajar ilmu agama
islam.
Ada pula yang mengatakan bahwa kata
“santri” berasal dari bahasa india, yakni shastri, artinya orang-orang yang
mengetahui kitab-kitab suci agama hindu. Kata “santri” juga berasal darikata
shastra yang berarti buku sucitentang ilmu pengetahuan. Menurut geertz,
sebagaimana di kemukakan oleh ali imran, kata “santri” berasal dari bahasa
sanskerta, yaitu shastri artinya ilmuwan hindu yang pandai menulis, yang telah
di adaptasi menjadi kata santri dan dapat di gambarkan dalam makna yang sempit
ataupun makna yang luas. Dalam arti sempit, santri bermakna, seorang pelajar
sekolah agama yang bermukim di tempat yang di sebut pondok pesantren. Adapun
dalam arti luas, kata santri mengacu pada identitas seseorang sebagai bagian
dari varian komunitas penduduk jawa yang menganut islam secara konsekuen, yang
melaksanakan sembahyang dan pergi ke masjid jika hari jumat, melaksanakan
ibadah puasa, berzakat bagi yang mampu, dan menunaikan ibadah haji ke
baitullah, dan sebagainya.
Perintis pertama berdirinya pesantren di jawa adalah
syekh maulana malik Ibrahim. Ia adalah ulama yang berasal dari Gujarat, india.
Ali imran mengatakan, malik Ibrahim mengadaptasi bentuk lembaga pendidikan
pra-islam yang sudah ada di jawa, yaitu lembaga pendidikan asrama atau
padepokan yang merupakan system biara yang di pakai oleh para pendeta dan biksu
menjalankan proses belajar dan mengajar. Dengan demikian, kemungkinan besar,
kata pesantren di adaptasi dari bentuk persuasive-adaptatif oleh malik Ibrahim
dari bentuk asrama dan biara yang terkesan sebagai mandala hindu-budha.
Biasanya pendidikan pesantren di
lengkapi dengan pondok atau asrama yang menjadi tempat tinggal para santri
sehingga sebutannya menjadi pondok pesantren. Setiap pondok pesantren memiliki
kiai yang paling kharismatik dan popular, sehingga manakala di sebut nama salah
satu pondok pesantren, nama kiai pengasuhnya akan terbayang. Cirri khasnya
adalah adanya masjid sebagai tempat ibadah para santri.
Pada umumnya, pondok pesantren
memilki tempat belajar yang saling berdekatan sehingga memudahkan para santri
mencapai tempat yang di maksudkan. Tempat-tempat itu berupa madrasah sebagai
tempat pembelajaran, asrama sebagai tempat tinggal santri yang mondok, masjid
sebagai tempat ibadah para penghuni pesantren dan juga pusat belajar para
santri, perpustakaan sebagai tempat peminjaman berbagai kitab dan buku-buku
pelajaran, rumah tempat tinggsl para kiai, dapur umum, dan tempat pemandian
para santri.[3]
Pada awalnya pondok pesantren
merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran agama islam yang pada umumnya di
berikan dengan cara non-klasikal (system pesantren), yaitu seorang kiai
mengajar santri-santri (siswa) berdasarkan kitab-kitab yang di tulis dalam
bahasa arab oleh ulama-ulama besar dari abad pertengahan (abad ke-12 s/d abad
ke-16). Para santri biasanya tinggal dalam pondok atau asrama dalam pesantren
tersebut.
Pengertian pesantren tidak lagi
bersifat tradisional, berkembang semakin modern dan menyesuaikan kebutuhan.
Istilah pesantren di gunakan secara umum bukan hanya dalam arti tempat
pendidikan ilmu agama islam. Pada zaman modern ini, semua di bolehkan
mempergunakan istilah pesantren, umpamanya perbengkelan di namai pesantren
perbengkelan, pesantren pertanian, pesantren lingkungan, pesantren politik,
pesantren kebudayaan, pesantren seni rupa, pesantren kepemimpinan, pesantren
bisnis dan perdagangan, dan masih banyak kegiatan yang menamakan dirinya dengan
pesantren.
Secara umum, beberapa karakteristik
pesantren adalah sebagai berikut :
1)
Tidak
menggunakan batasan umur bagi santri-santri;
2)
Sentral
peribadatan dan pendidikan islam;
3)
Pengajaran
kitab-kitab islam klasik;
4)
Santri,
sebagai peserta didik;
5)
Kiai,
sebagai pemimpin dan pengajar di pesantren.
Ahmad tafsir mengatakan bahwa
syarat-syarat pesantren ada lima, yaitu: (1) kiai pesantren; (2) pondok, tempat
tinggal para santri; (3) santri, yang belajar ilmu agama di pesantren, baik
santri pondok maupun santri kalong; (4) kitab kuning, kitab yang sering di
sebut dengan istilah kitab gundul, karena tulisannya tidak bersyakal; (5)
masjid yang juga di pakai tempat mengaji dan belajar membaca kitab kuning.
Elemen lainnya yang secara historis
merupakan bagian dari pondok pesantren adalah tempat tinggal kiai yang mengasuh
pondok pesantren. Kiai adalah pemimpin, Pembina, pengajar dan pemimpin
pesantren, yang keberadaannya sangat di butuhkan oleh para santri.
Kharismatikanya membuat para santri penuh hormat dan meminta barokah dari sang
kiai atau tabarruk. Kepemimpinan kiai di pondok pesantren biasanya menentukan
popularitas pondok pesantren itu sendiri.
Para santri yang menuntut ilmu di
pondok pesantren terdiri atas beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:
1)
Santri
pondok atau santri mukim, yaitu santri yang menuntut ilmu sambil tinggal di
asrama yang di sediakan oleh pengelola pesantren.
2)
Santri
kalong, adalah santri yang menuntut ilmu dengan cara didugdag, tidak tinggal di
asrama karena tempat tinggalnya terbilang dekat. Santri kalong kebanyakan
penduduk setempat. Misalnya di singaparna tasikmalaya terdapat pondok pesantren
cipasung maka yang tinggal di pondok atau menjadi santri mukim mayoritas santri
yang berasal dari luar kota dan luar provinsi. Ada yang dari karawang, subang,
purwakarta, Jakarta, lampung, medan, dan sebagainya. Akan tetapi, santri yang
tempat tinggalnya dekat pesantren cipasungsetiap hari pulang pergi dari rumah
ke pesantren, mereka tidak tinggaldi pondok.
3)
Santri
alumnus. Setelah para santri tamat mesantrennya, mereka banyak yang melanjutkan
ke sekolah yang lebih tinggi, misalnya kuliah ke UIN, Unpad, ITB, UGM, IPB,
UPI, dan lainnya. Itu semua dapat di tempuh karena kini pondok pesantren
membuka jurusan-jurusan selain ilmu agama islam. Biasanya para alumni
melaksanakan berbagai acara reuni di pesantren yang pernah di jadikan tempat
menuntut ilmu.
4)
Santri
luar. Pesantren bukan hanya tempat santri menuntut ilmu, melainkan juga di
jadikan tempat kegiatan keagamaan lain untuk umum. Biasanya setiap seminggu
sekali atau sebulan sekali di adakan pengajian rutin yang mustami’innya bukan
hanya santri mukim dan santri kalong, melainkan juga masyarakat umum. Mereka di
sebut juga sebagai santri, yakni santri luar.
Dewasa ini pondok pesantren telah
banyak mengalami perubahan. Pondok pesantren merupakan tempat belajar para
santri yang mewah, modern, mahal, dan kompetitif. Santri yang ingin
menyekolahkan anaknya ke pondok pesantren harus menyiapkan dana yang cukup
banyak, yaitu:
1)
Biaya
pendaftaran;
2)
Biaya
tes penempatan kelas;
3)
Biaya
asrama bagi yang tinggal di pondok;
4)
Berbagai
infak yang di bayar setiap bulan, yaitu infak praktik computer, bahasa inggris,
latihan bela diri, infak perpustakaan, dan sebagainya;
5)
Biaya
makan santri yang tinggal di pondok;
6)
Dana
sumbangan pendidikan.
Pondok pesantren yang menggunakan
system pendidikan terpadu biayanya akan lebih mahal, tetapi kualitasnya semakin
baik. Santri tidak hanya di didik agama islam, tetapi juga di didik ilmu-ilmu
umum yang merupakan ilmu murni. Santri belajar berbicara dan berkomunikasi
dengan dua bahasa, yaitu bahasa arab dan bahasa inggris. Santri di bekali juga
dengan pendidikan tentang computer sehingga tidak ketinggalan informasi tentang
kemajuan ilmu dan teknologi.
Pesantren itu memiliki fasilitas
pendidikan islam yang lebih sempurna dan modern. Asrama, ruang kelas,
perpustakaan, aula, masjid, rumah-rumah para kiai atau ustadz, ruang computer
laboratorium, dan lain sebagainya sudah di miliki pondok pesantren tersebut.
Pondok pesantren itu mengembangkan
berbagai jurusan dalam pengembangan pendidikannya, yaitu bukan hanya jurusan
ilmu agam, melainkan ada juga jurusan ilmu pengetahuan alam. Kemajuannya sangat
pesat. Jika pada tahun 1980-an para pendidiknya mayoritas tamatan pondok
pesantren setempat, belum sarjana, bahkan sarjana muda pun di anggap sudah
sangat tinggi. Kini hamper semua pendidiknya adalah sarjana dan magister.
Sebagai lembaga pendidikan islam,
pesantren mengajarkan materi pengajaran yang berkaitan dengan hal-hal sebagai
berikut:
1)
Aqidah,
yaitu berisi ilmu tauhid, keyakinan kepada allah dengan mengesahkan-Nya. Dalam
ilmu tauhid di kembangkan substansi materi yang berhubungan dengan rukun iman,
yaitu iman kepada allah, para nabi, kitab allah, para malaikat, hari kiamat,
dan qadha dan qadar-Nya;
2)
Syari’ah
yang berhubungan dengan hokum islam atau fiqih, yaitu fiqih ibadah dan fiqih
muamalah;
3)
Bahasa
arab, yaitu ilmu nahwu, ilmu sharraf, ilmu bayan, ilmu balaghah, ilmu ma’ani;
4)
Ilmu-ilmu
al-Qur’an (‘Ulumul-Qur’an);
5)
Ilmu
musthalah al-hadits;
6)
Ilmu
fiqih dan ushul fiqih;
7)
Ilmu
mantiq atau logika;
8)
Etika
islam dalam pergaulan sehari-hari atau bahrul-adab;
9)
Kerisalahan
nabi Muhammad SAW;
10)
Tarikh
tasyri’ islam;
11)
Bahasa
inggris;
12)
Kimia,
fisika, matematika;
13)
Ilmu
waris islam;
14)
Ilmu
falaq;
15)
Bahasa
Indonesia;
16)
Pendidikan
kewarganegaraan (pancasila);
17)
Keterampilan;
18)
Muthala’ah;
19)
Fiqih
lima madzhab;
20)
Ilmu
tafsir;
21)
Ilmu
tajwiz;
22)
Bahtsul
kutub, dan banyak lagi pengembangan mata pelajaran di pondok pesantren modern
dewasa ini.
Metode pembelajaran yang di
laksanakan di pondok pesantren adalah sebagai berikut:
1)
Metode
wetonan, kiai membacakan suatu kitab di depan para santri yang juga memegang
dan memperhatikan kitab yang sama. Santri yang mengikuti metode pembelajaran
system wetonan adalah santri yang sifatnya campuran, yaitu santri mukim, santri
kalong, santri umum, biasa ikut dalam wetonan. Santri hanya memperhatikan dan
menyimak pembacaan dan pembahasan isi kitab yang di lakukan oleh kiai. Tidak
ada absensi kehadiran, evaluasi, dan tidak ada pola klasikal. Dalam system
wetonan di gunakan salah satu kitab yang akan di bahas sampai kitab itu selesai
atau tamat, yang di sebut dengan khataman. Santri yang telah selesai mengikuti
wetonan di anggap khatam, artinya telah sempurna. Dalam proses belajarnya,
biasanya kiai di kelilingi oleh santri yang membentuk lingkaran, yang di sebut
halaqah.
2)
Metode
sorogan, adalah metode pembelajaran system privat yang di lakukan santri kepada
seorang kiai. Dalam metode ini, santri mendatangi kiai dengan membawa kitab
kuning atau kitab gundul, lali membacanya di depan kiai dan menerjemahkannya.
Jika cara pembacaannya ada yang kurang tepat dari sisi sudut pandang ilmu nahwu
dan ilmu sharraf, terjemahannya pun keliru. Lalu, kiai menanyakan alas
an-alasan santri membacanya demikian, hingga akhirnya santri memahaminya dan
mengulang pembacaannya sampai benar-benar sesuai menurut ilmu nahwu dan
sharrafnya. Metode sorogan sangat penting untuk para santri, terutama santri
yang bercita-cita menjadi kiai. Karena dengan metode sorogan, santri akan
memperoleh ilmu yang meyakinkan dan lebih terfokus pada persyaratan utama
menjadi kiai, yaitu memahami ilmu alat dalam ilmu-ilmu yang paling prinsipil di
pondok pesantren.
3)
Metode
muhawarah. Muhawarah adalah suatu kegiatan berlatih bercakap-cakap dengan
bahasa arab yang di wajibkan oleh pesantren kepada para santri selama mereka
tinggal di pondok. Di beberapa pesantren, latihan muhawarah atau muhadtsah
tidak di wajibkan setiap hari, tetapi hanya satu kali atau dua kali dalam
seminggu yang di gabungkan dengan latihan muhadharah atau khitabah. Tujuannya
melatih keterampilan anak didik berpidato.[4]
4)
Metode
mudzakarah. Mudzakarah merupakan suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik
membahas masalah diniyah, seperti ibadah dan akidah serta masalah agama pada
umumnya. Mudzakarah di bedakan atas dua tingkat kegiatan. Pertama, mudzakarah
di selenggarakan oleh sesame santri untuk membahas suatu masalah dengan melatih
mereka agar terlatih dalam memecahkan persoalan dengan mempergunakan kitab-kitab
yang tersedia. Salah seorang santri mesti di tunjuk sebagai juru bicara untuk
menyampaikan kesimpulan dari masalah yang di diskusikan. Kedua, mudzakarah yang
di pimpin oleh kiai. Hasil mudzakarah para santri di ajukan untuk di bahas dan
di nilai seperti dalam suatu seminar.
Biasanya lebih banyak berisi Tanya jawab dan hamper seluruhnya di selenggarakan
dalam bahasa arab. Saat mudzakarah inilah para santri menguji keterampilannya,
baik dalam bahasa arab maupun keterampilannya mengutip sumber argumentasi dalam
kitab-kitab klasik islam. Mereka yang di nilai oleh kiai cukup matang untuk
menggali sumber referensi, atau menyelesaikan problem menurut analisis
jurisprudensi madzhab syafi’i, akan di tunjuk menjadi pengajar kitab-kitab yang
di kuasainya.
5)
Metode
bandungan (dalam bahasa sunda), berlaku di pesantren yang terdapat di jawa
barat. Istilah bandungan, artinya perhatikan dengan saksama ketika kiai membaca
dan membahas isi kitab. Santri hanya member kode-kode atau menggantikan kalimat
yang di anggap sulit pada kitabnya. Setelah kiai selesai membahas isi kitab,
santri di perkenankan mengajukan pertanyaan atau pendapatnya.
6)
Metode
majelis taklim. Majelis taklim adalah media penyampaian ajaran islam yang
bersifat umum dan terbuka. Para jamaah terdiri atas berbagai lapisan yang
memiliki latar belakang pengetahuan bermacam-macam dan tidak di batasi oleh
tinkatan usia ataupun perbedaan jenis kelamin. Pengajian semacam ini hanya di
adakan pada waktu-waktu tertentu. Ada yang seminggu sekali dan ada yang dua
minggu sekali atau sebulan sekali. Kadang-kadang, kiai mengadakan pengajian
khusus wanita. Materi pelajaran yang di berikan bersifat umum berisi
nasehatr-nasehat keagamaan yang bersifat amar ma’ruf nahi munkar. Ada kalanya
materi di ambil dari kitab-kitab tertentu, seperti tafsir quran dan hadits.
Pengembangan metode pembelajaran di
pondok pesantren yang di terapkan di pesantren tidak berbeda dengan pendidikan
umum. Di pesantren di gunakan metode pembelajaran sebagai berikut:
1)
Ceramah;
2)
Tanya
jawab;
3)
Diskusi;
4)
Penugasan;
5)
Praktik,
yaitu praktik berceramah, praktik di laboratorium, dan praktik tata cara
berdebat.[5]
Pondok pesantren memiliki ikatan
satuan pendidikan yang kuat, yaitu lembaga pendidikan pesantren, kiai, santr,
kurikulum, administrasi pendidikan, metode dan alat-alat pembelajaran,
perpustakaan, laboratorium, karyawan sekolah, media pendidikan, dan lain-lain.
Pengembangan pendidikan pesantren di
orientasikan pada pengembangan kemajuan kurikulum pesantren dan profesionalitas
para kiai di pesantren, sehingga pelaksanaan kurikulum dengan kompetensi dan
profesionalitas para kiai saling mendukung. Orientasi ini sebagai bagian
pengembangan system pendidikan di pesantren yang di dasarkan pada prinsip bahwa
mencari ilmu hukumnya wajibdan berlaku seumur hidup, karena ilmu allah tidak
termatas dan mahaluas.
Pendidikan pesantren modern dalam
menyusun program pembelajaran berprinsip pada hal-hal berikut:
1)
Mengorganisasikan
materi untuk di pelajari santri secara unit-unit yang terpisah, jelas
bidangnya, serta relative lebih kecil sehingga mudah di kelola;
2)
Interaksi
antara santri dengan unit kecil pelajaran berlangsung secara bertahap;
3)
Umpan
balik belajar santri dapat segera di ketahui untuk di komunikasikan dengan
taraf penguasaan bahan pelajaran yang telah di sajikan kepada mereka.
4)
Memacu
diri (self-pacing) secara bertahap dalam proses penguasaan bahan pelajaran;
5)
Diagram
feedback (umpan balik) belajar berprograma.
Sistem pedidikan pesantren terus di
kembangkan, sebagaimana telah di kemukakan sebelumnya, bhwa pondok pesantren
dewasa ini tidak hanya mengajarkan pendidikan dengan pendekatan tradisional
yang klasik atau salafiyah, tetapi juga telah mengembangkan diri menjadi
pesantren modern yang di terima oleh tuntutan zaman.
Pengembangan pendidikan pondok
pesantren adalah sebagai berikut:
1)
Pengembangan
lembaga pendidikan dan semua akodasi, fasilitas, sarana dan prasarananya.
2)
Perubahan
kurikulum, yaitu perpaduan antara ilmu
agama islam dengan semua alatnya, serta ilmu pengetahuan umum, yang semua di
pandang sebagai ilmu barat.
3)
Pengembangan
metode pembelajaran. Kiai jarang di gunakan metode wetonan ataupun sorogan.
Metode pembelajaran di pesantren sama dengan di sekolah umum.
4)
Pengembangan
kompetensi, profesionalitas, dan sertifikasi pendidik atau guru di pondok
pesantren. Sekarang, tidak sedikit kiai yang mengajar di pondok pesantren
berstatus Pegawai Negeri Sipil.
5)
Pengembangan
literature pondok pesantren, yaitu pengembangan kepustakaan yang berasal dari
timur tengah, seperti kitab kunung dan berbahasa arab, dan yang berasal dari
bahasa arab yang berbahasa inggris.
6)
Pengembangan
jenis pendidikan, mulai sekolah dasar, sekolah menengah, hingga perguruan
tinggi.
7)
Pengembangan
jurusan, yaitu pengembangan bidang kajian atau program studi yan di minati oleh
santri, yakni jurusan ilmu pengetahuan islam (syariah), jurusan ilmu
pengetahuan social, jurusan ilmu pengetahuan alam, jurusan matematika, biologi,
dan jurusan bahasa.[6]
Pengembangan system pendidikan
pesantren mengikuti pola pendidikan nasional. Dulu pesantren menyelenggarakan
pendidikan ada administrasi yang jelas. Santri belajar tidak mengenal jenjang
dan jenis, tidak berijazah, dan tidak bisa menjadi Pegawai Negeri Sipil, dan
banyak lagi yang merupakan cirri pesantren tradisional. Kino, cirri itu musnah,
untuk pesantren modern, santri mengikuti pendidikan secara klasikal,
berjenjang, dan berjenis. Memiliki ijazah yang di samakan, di akreditasi, dan
semua berhak melanjutkan ke pelbagai perguruan tinggi, bahkan tidak sedikit
jebolan pesantren menjadi PNS, pejabat, politisi, seniman, menteri, juga ada
yang menjadi presiden.
Tujuan pengembangan system
pendidikan pesantren tidak dapat di lepaskan dari keadaan situasi zaman yang
terus berubah. Para santri tidak bisa bersembunyi dari berbagai pengaruh kuat
globalisasi dan modernisasi, sehingga para santri termotivasi oleh keinginan
untuk mengikuti arus zaman. Para kiai di pesantren menyadari kenyataan itu.
Pondoknya ingin di kembangkan, dan tidak ada cara lain untuk mengembangkan
pondok yang modern dan mengembangkan system pendidikan pesantren dengan
menggabungkan antara tradisi pesantren dan system pendidikan modern. Tradisi
warisan para wali tetap di pelihara, tetapi pengaruh kemajuan system pendidikan
modern di adopsi dan di kompromisasikan, sehingga mucullah pesantren modern.[7]
2.
SISTEM PENDIDIKAN MADRASAH
Pengembangan system pendidikan
madrasah berawal dari pengembangan system pendidikan pesantren. Karena setelah
terjadi perkembangan system pendidikan pesantren, semua pesantren menggunakan
system pembelajaran yang berjenjang atau berjenis. Pembelajaran di lakukan
secara klasikal, tidak lagi system tradisional, seperti halaqoh atau sorogan.
Meskipun masih tetap ada, tradisi itu di laksanakan di luar pelaksanaan system
yang berlaku secara baku. Misalnya, setelah shalat maghrib dan shalat shubuh
atau di laksanakan setiap malam tertentu dalam satu minggu.
Menurut at-thabari, sejarah
perkembangan madrasah di Indonesia berhubungan secara langsung dengan lahirnya
pondok pesantren. Madrasah sebagai lembaga pendidikan islam merupakan bagian
dari salah satu bentuk perlawanan rakyat muslim terhadap kebodohan yang di
akibatkan oleh colonial belanda. Perkembangan madrasah di pengaruhi oleh system
pendidikan madrasah di haramain gubernmen.[8]
Kebanyakan madrasah yang berada dui
jawa dan di sumatera di pengaruhi oleh system madrasah haramain, yaitu madrasah
shaulatiyah, madrasah darul ulum al-diniyah di haramain, serta madrasah dar
al-‘ulum di mesir. Madrasah tersebut merupakan lembaga pendidikan tradisional
dengan menerapkan pola pendidikan klasikal (bukan halaqah) dan kurikulum
standar, mengikuti standar pendidikan islam secara umum yang di selenggarakan
di wilayah arab.
Madrasah-madrasah salafiyah adalah
madrasah yang mendapat pengaruh haramain. Selain mengajarkan agama, madrasah
mengajarkan pengetahuan umum, yang di selenggarakan pemerintah hindia belanda,
seperti madrasah adabiyah di sumatera barat, dan madrasah yang di dirikan
muhammadiyah, persatuan islam, NU, dan PUI di majalengka, madrasah yang
mendapat pengaruh sekolah gubernmen.[9]
Madrasah yang mendapat pengaruh
haramain termasuk salah satu lembaga pendidikan keagamaan yang berkontribusi
dalam menanamkan keimanan bangsa Indonesia kepada allah SWT. Dalam hal oini,
madrasah dalam wacana kehidupan masyarakat Indonesia merupakan fenomena budaya
yang telah berusia satu abad lebih. Bahkan, bukan hal yang berlebihan, jika
madrasah telah menjadi salah satu wujud etintas budaya Indonesia yang dengan
sendirinya menjalani proses sosialisasi yang relative intensif. Indikasiny
adalah kenyataan bahwa wujud entitas ini telah di akui dan di terima
kehadirannya.
Madrasah adalah nama lain dari
sekolah. Kalau sekolah merupakan tempat belajar pengetahuan umum, madrasah
tempat pembelajaran ilmu agama islam. Pengembangan system pendidikan madrasah
di lakukan oleh pemerintah, di dasarkan pada undang-undang nomor 20 tahun 2003
pada pasal 13 yang menyebutkan bahwa, “jalur pendidikan terdiri atas pendidikan
formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
Pendidikan sebagaimana yang di maksud dalam ayat (1) di selenggarakan dengan
system terbuka melalui tahap tatap muka dan/atau melalui jarak jauh.”[10]
Pasal tersebut menjelsakan bahwa
pendidikan madrasah pun di selenggarakan dengan system terbuka, baik melalui
tahap tatap muka maupun jarak jauh. Untuk pengembangan, madrasah sebagai
sekolah pendidikan ilmu agama islam juga mengajarkan ilmu-ilmu umum secara
islami.
Dalam pasal 14 di nyatakan bahwa
“jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi.” Pasal 15 menjelaskan bahwa “jenis pendidikan mencakup
pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.”
Pengembangan system pendidikan
medrasah telah benar-benar melibatkan pemerintah, terbukti dengan banyaknya
madrasah negeri, sedangkan dulu pendidikan medrasah di lakukan oleh mayoritas
swasta. Dalam pasal 16 dinyatakan bahwa “jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
dapat di wujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang di dirikan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.”
Dalam pasal 17 di nyatakan bahwa :
(1) pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah; (2) pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan
Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat;
(3) ketentuan mengenai pendidikan dasar sebagaimana di maksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) di atur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Dalam pasal 16 di nyatakan bahwa:
(1) pendidikan menengah merupakan lanjutan dari pendidikan dasar; (2)
pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan
menengah kejuruan; (3) pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas
(SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah
Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
Kesederajatan system pendidikan
madrasah formal antara sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah, sekolah menengah
pertama dan madrasah tsanawiyah, sekolah menengah atas dan madrasah aliyah,
serta adanya perguruan tinggi agama islam, menunjukkan pengembangan system
pendidikan agama yang sangat luar biasa. Kini, kedudukan madrasah sama dengan
pendidikan formal lainnya, bahkan pendidikan madrasah lebih unggul daripada
materi pelajaran yang di berikan kepada anak didiknya, yaitu penggabungan dua
materi pelajaran yang sistematis, antara materi pelajaran agama dengan
pelajaran nonagama atau umum. Pelajaran agama 60% dan pelajaran umumnya 40%.
Lulusan madrasah aliyah dapat
melanjutkan ke semua perguruan tinggi di Indonesia, yang terpenting mereka
dapat bersaing dengan lulusan sekolah formal lainnya. Bahkan, perguruan tinggi
yang khusus mengkaji ilmu pengetahuan keagamaan atau keislaman semakin maju,
misalnya IAIN, PTAIN, UIN, STAIN, dan sebagainya. Lulusannya memperoleh gelar
sesuai bidangnya masing-masing.
Dahulu, di samping sekolah dasar,
anak juga dapat mengikuti sekolah dasar. Jika sekolah dasar di laksanakan pagi
sampai siang hari, sekolah madrasah ibtidaiyah di laksanakan siang sampai sore.
Kini, anak yang sekolah madrasah ibtidaiyah, tidak perlu lagi sekolah dasar,
karena kedua sekolah itu memiliki kesederajatan. Jika anak yang sekolah di
madrasah ibtidaiyah membutuhkan ijazah negeri, di lakukan ujian persamaan,
sehingga ia akan memiliki ijazah yang menjadi syarat dapat melanjutka ke
sekolah negeri. Akan tetapi, untuk madrasah yang statusnya sudah di samakan,
tidak ada ujian persamaan di sekolah lain, karena madrasah bersangkutan telah
menyelenggarakan ujian sendiri.
Teori pengembangan system pendidikan
madrasah yang telah di laksanakan adalah dengan pendekatan berikut:
1)
Pendekatan
structural, yaitu sifat kejenjangan pendidikan yang linier di atur oleh
pemerintah. Demikian pula, dengan pengembangan kelembagaan dan kurikulumnya.
2)
Pendekatan
normative, system pendidikan madrasah di samakan dengan system pendidikan
formal lainnya menurut undan-undang yang berlaku. Dengan demikian, status jenis
pendidikan madrasah tidak di anaktirikan.
3)
Pendekatan
metodis pedagogis, yaitu pengembangan dari segi metode pembelajaran dan tujuan
yang hendak di capai secara kognitif, afektif, dan psikomotorik.
4)
Pendekatan
intrinsic keagamaan, sebagai pengembangan pendalaman ilmu pendidikan islam dan
ilmu pengetahuan islami yang bertujuan mewujudkan anak didik yang beriman dan
bertaqwa, cerdas, terampil, mandiri, dan bertanggung jawab.
5)
Pendekatan
administrative, sebagai pengembangan keterpaduan tata kerja dan penyelenggaraan
system pendidikan madrasah dengan system pendidikan sekolah formal lainnya.
3.
SISTEM PENDIDIKAN UMUM
Sistem pendidikan umum merupakan
system pendidikan formal yang sangat maju dan paling di minati masyarakat.
Pendidikan umum telah di mulai semenjak colonial belanda bercokol di bumi
pertiwi Indonesia. System pendidikan di kelola secara formal dan berjenjang
dengan penyelenggaraan yang di atur oleh peraturan yang di berlakukan oleh
pemerintah.
Pendidikan umum atau sekolah umum
tumbuh sebagai bentuk pengejawantahan nilai-nilai barat dalam pendidikan. Semua
system yang di gunakan di pengaruhi oleh system barat. Di antara sekolah umum
yang telah lama dan di minati oleh Indonesia adalah sebagai berikut:
1)
Sekolah
Dasar (SD), merupakan sekolah yang paling banyak jumlahnya di Indonesia.
Pelaksanaan sekolah dasar di dasarkan pada peraturan yang berlaku, mulai system
pendidikannya, kurikulum, dan jenjang waktu yang di tetapkan, yakni enam tahun.
Kini, sekolah dasar terus berkembang pesat, di kembangkan dengan
mengasimilasikan mata pelajaran tambahan dan memadukannya dengan berbagai model
system pendidikan untuk anak usia dini. Misalnya, berdirinya Sekolah Dasar
Islam Terpadu (SDIT). Sekolah ini memadukan kurikulum sekolah umum dengan
kurikulum madrasah ibtidaiyah, sehingga memerlukan waktu yang banyak atau full
day.
2)
Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau Sekolah Menengah Pertama (SMP), merupakan
lanjutan sekolah dasar. Kini, sekolah menengah pertama di padukan pula dengan
kurikulum madrasah tsanawiyah, sehingga lahirlah Sekolah Menengah Pertama Islam
(SMPI).
3)
Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau Sekolah Menengah Umum (SMU), merupakan
kelanjutan sekolah menengah pertama.
4)
Sekolah
Menengah K ejuruan (SMK), merupakan sekolah yang menyajikan system kejuruan,
bertujuan melatih keterampilan, dan melahirkan keahlian bagi siswa, misalnya
jurusan mesin, listrik, farmasi, dan lain-lain.
5)
Sekolah
tekhnik, memiliki kesamaan dengan SMK, hanya kelahirannya lebih awal. Sekolah
tekhnik menyajikan system pendidikan keterampilan dan keahlian dalam nidang
tekhnik, misalnya tekhnik mesin, tekhnik bangunan, dan lain-lain.
6)
Sekolah
pertanian, yaitu sekolah yang memberlakukan system pendidikan keterampilan dan
keahlian di bidang pertanian.
Masih banyak pusat pendidikan yang
terus di kembangkan di Indonesia, terutama untuk jenjang sekolah dasar hingga
sekolah menengah umum. Nama-nama sekolahnya pun berbeda-beda, misalnya SMP
Plus, SMA Plus, MAPK (Madrasah Aliyah Program Khusus), dan sebagainya. Hal itu
menunjukkan bahwa system pendidikan formal yang berjenjang terus di rancang
untuk menghasilkan lulusan yang terbaik dan dapat menjadi bekal hidup.
Setelah sekolah menengah umum atau
madrasah aliyah di lalui oleh siswa, sekolah yang akan di tempuh adalah
perguruan tinggi. Ada beberapa jenis perguruan tinggi, yaitu:
1)
Universitas,
perguruan tinggi yang mengkaji semua program studi, terdiri atas berbagai
fakultas dengan berbagai jurusan, misalnya
Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Padjajaran (UNPAD),
Universitas Hasanuddin (UNHAS), dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
2)
Institut,
perguruan tinggi yang menyajikan satu jenis kajian atau bidang ilmu tertentu.
Misalnya, Instituy Teknologi Bandung (ITB) yang mengkaji bidang ilmu yang
berhubungan dengan teknologi.
3)
Sekolah
tinggi, perguruan tinggi yang sama dengan institute.
4.
INSTITUSI PENDIDIKAN
Institusi pendidikan adalah tempat
berlangsungnya atau di laksanakannya kegiatan pendidikan yang fasilitasnya
dapat berupa:
1)
Rumah;
2)
Madrasah;
3)
Masjid;
4)
Mushalla
atau surau;
5)
Majelis
taklim;
6)
Pondok
pesantren;
7)
Balai
musyawarah;
8)
Sekolah;
9)
Perkantoran;
dan sebagainya.
Lembaga pendidikan formal berupa
sekolah, pondok pesantren yang telah sederajat dengan madrasah yang di akui,
bahkan di akreditasi oleh Dinas Pendidikan Nasional.
Lembaga pendidikan nonformal adalah keluarga
dan lingkungan masyarakat. Dengan memanfaatkan berbagai fasilitas umum yang di
miliki masyarakat, misalnya memanfaatkan majelis taklim, masjid, mushalla,
balai musyawarah, rumah penduduk dan sebagai untuk melaksanakan pendidikan
islam.
Lembaga-lembaga pendidikan formal
yang ada di Indonesia jumlahnya sangat banyak, dengan tingkatan pendidikan yang
terus berkembang. Lembaga pendidikan yang di rasakan manfaatnya adalah sebagai
berikut:
1)
Taman
kanak-kanak atau rhaudatul athfal dan taman kanak-kanak;
2)
Madrasah
ibtidaiyah negeri atau swasta dan sekolah dasar;
3)
Madrasah
tsanawiyah negeri atau swasta dan sekolah lanjutan pertama;
4)
Madrasah
aliyah negeri atau swasta dan sekolah lanjutan atas;
5)
Perguruan
tinggi;
6)
Pondok
pesantren.
5.
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
Secara filosofis, hakikat pendidikan
adalah penyerapan informasi pengetahuan yang sebanyak-banyaknya dan pengkajian
yang mendalam serta uji coba dan penerapannya dalam kehidupan manusia
sehari-hari. Oleh karena itu, paradigma pendidikan perlu di kembangkan dengan
mempertimbangkan hal-hal berikut:
1)
Pengembangan
jaringan informasi dan komunikasi yang berkaitan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan;
2)
Transformasi
ilmu pengetahuan yang di berikan dan di terima oleh seluruh para pendidik untuk
di ajarkan kepada seliruh anak didik;
3)
Pengembangan
penelitian di bidang ilmu murni dan ilmu terapan yang akan mempercepat kecerdasan
dan keterampilan anak didik berkaitan dengan kecakapan dan keahliannya yang
dapat bermanfaat bagi kelanjutan hidupnya pada masa depan;
4)
Pencerdasan
yang seimbang antara inteligensi anak didik dengan kecerdasan emosional dan
spiritualnya agar kecakapan dan keterampilannya tidak di salahgunakan sehingga
membawa dampak negative dan membahayakan bagi kehidupan dirinya dan orang lain.
Dengan pandangan tersebut, secara
epistemologis pengembangan pendidikan berkaitan secara langsung dengan sumber
ilmu pengetahuan dan metodologi pengembangannya. Modifikasi pengembangan
pendidikan di terapkan dalam pelaksanaan pembelajaran dan pengembangan
kurikulum, sebagaimana telah di laksanakan di berbagai lembaga pendidikan yang
menggabungkan teori barat yang berasal dari budaya local. Modifikasi
metodologis bertujuan memudahkan anak didik memahami bahan ajar yang di
sampaikan oleh para pendidik.
Pendidikan harus di kembangkan kea
rah penguasaan pengajaran yang berhubungan dengan fisika, kimia, biologi,
astronomi, zoology, vulkanologi, tentang kelautan, ilmu bumi, agrobisnis,
perbankan, dan sebagainya. Pendidikan yang berkaitan dengan semuanya itu di
seimbangkan dengan pendidikan keagamaan, yaitu keimanan dan ketauhidan, ikhtiar
dan tawakkal, silaturrahmi antar-sesama manusia atau public relation,
komunikasi massa, perpajakan, infak, sedekah, hibah, kewarisan dalam islam, dan
sebagainya.
Dengan keseimbangan pendidikan,
sebagaimana tergambar di atas, pengembangan pendidikan dalam pencapaian tujuan
utamanya harus tetap istiqamah, yaitu kebahagiaan duniawi dan ukhrawi, dunia
dan akhirat. Pencapaian tujuan ini di mulai dari penetapan disiplin ilmu yang
di kaji, sehingga pendidikan dalam konteks formal adalah upaya pengkajian ilmu
yang sifatnya disipliner dan pembidangan ilmu yang jelas.[11]
BAB
III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
·
Pondok
pesantren yang menggunakan system pendidikan terpadu biayanya akan lebih mahal,
tetapi kualitasnya semakin baik. Santri tidak hanya di didik agama islam,
tetapi juga di didik ilmu-ilmu umum yang merupakan ilmu murni. Santri belajar
berbicara dan berkomunikasi dengan dua bahasa, yaitu bahasa arab dan bahasa
inggris. Santri di bekali juga dengan pendidikan tentang computer sehingga
tidak ketinggalan informasi tentang kemajuan ilmu dan teknologi.
·
Madrasah
adalah nama lain dari sekolah. Kalau sekolah merupakan tempat belajar
pengetahuan umum, madrasah tempat pembelajaran ilmu agama islam. Pengembangan
system pendidikan madrasah di lakukan oleh pemerintah, di dasarkan pada
undang-undang nomor 20 tahun 2003 pada pasal 13 yang menyebutkan bahwa, “jalur
pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat
saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan sebagaimana yang di maksud dalam
ayat (1) di selenggarakan dengan system terbuka melalui tahap tatap muka
dan/atau melalui jarak jauh.”
·
Sistem
pendidikan umum merupakan system pendidikan formal yang sangat maju dan paling
di minati masyarakat. Pendidikan umum telah di mulai semenjak colonial belanda
bercokol di bumi pertiwi Indonesia. System pendidikan di kelola secara formal
dan berjenjang dengan penyelenggaraan yang di atur oleh peraturan yang di
berlakukan oleh pemerintah.
·
Lembaga
pendidikan formal berupa sekolah, pondok pesantren yang telah sederajat dengan
madrasah yang di akui, bahkan di akreditasi oleh Dinas Pendidikan Nasional. Lembaga
pendidikan nonformal adalah keluarga dan lingkungan masyarakat. Dengan
memanfaatkan berbagai fasilitas umum yang di miliki masyarakat, misalnya
memanfaatkan majelis taklim, masjid, mushalla, balai musyawarah, rumah penduduk
dan sebagai untuk melaksanakan pendidikan islam.
·
pengembangan
pendidikan berkaitan secara langsung dengan sumber ilmu pengetahuan dan
metodologi pengembangannya. Modifikasi pengembangan pendidikan di terapkan
dalam pelaksanaan pembelajaran dan pengembangan kurikulum, sebagaimana telah di
laksanakan di berbagai lembaga pendidikan yang menggabungkan teori barat yang
berasal dari budaya local. Modifikasi metodologis bertujuan memudahkan anak
didik memahami bahan ajar yang di sampaikan oleh para pendidik
DAFTAR
PUSTAKA
Drs. Tatang S.,m.Si. 2012.Ilmu
Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia Bandung. Hal. 161.
Muhammad T.H. 1984.
Kedudukan Ilmu dalam Islam. Surabaya: Al-ikhlas.
Hamzah Ya’qub. 1983. Etika
Dagang dalam Islam. Bandung: Diponegoro. Hal. 08.
Imron arifin. 1993. Kepemimpinan
Kiyai Kasus Pondok Pesantren Tebuireng. Malang: Kamimasahada Press. Hal.
39.
Imron arifin. 1993. Kepemimpinan
Kiyai Kasus Pondok Pesantren Tebuireng. Malang: Kamimasahada Press. Hal 03.
Hasan basri. 2008. Filsafat
pendidikan islam. Bandung: Personal Press. Hal. 67.
http://kafeilmu.com/2011/08/landasan-pengembangan-kurikulum-berbasis-kompetensi.html.
Mastuhu. 1999. Kajian
Pendidikan Islam di IAIN. Mimbar studi Nomor 3 Tahun XXII. Mei. Hal. 80-81.
Badruddin Hsubky. 1995.
Dilema Ulama dalam Perubahan Zaman. Jakarta: Gema Insani Press. Hal. 54.
____________. Undang-Undang No.
20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Drs. Tatang S.,m.Si. 2012.Ilmu
Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia Bandung. Hal. 179.
[1]
Drs. Tatang S.,m.Si. 2012.Ilmu Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia
Bandung. Hal. 161.
[2]
Muhammad T.H. 1984. Kedudukan Ilmu dalam Islam. Surabaya: Al-ikhlas.
[3]
Hamzah Ya’qub. 1983. Etika Dagang dalam Islam. Bandung: Diponegoro. Hal.
08.
[4]
Imron arifin. 1993. Kepemimpinan Kiyai Kasus Pondok Pesantren Tebuireng.
Malang: Kamimasahada Press. Hal. 39.
[5]
Imron arifin. 1993. Kepemimpinan Kiyai Kasus Pondok Pesantren Tebuireng.
Malang: Kamimasahada Press. Hal 03.
[6]
Hasan basri. 2008. Filsafat pendidikan islam. Bandung: Personal Press.
Hal. 67.
[7]
http://kafeilmu.com/2011/08/landasan-pengembangan-kurikulum-berbasis-kompetensi.html.
[8]
Mastuhu. 1999. Kajian Pendidikan Islam di IAIN. Mimbar studi Nomor 3
Tahun XXII. Mei. Hal. 80-81.
[9]
Badruddin Hsubky. 1995. Dilema Ulama dalam Perubahan Zaman. Jakarta:
Gema Insani Press. Hal. 54.
[10]
____________. Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
[11]
Drs. Tatang S.,m.Si. 2012.Ilmu Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia
Bandung. Hal. 179.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar