Senin, 27 Juli 2015

Pilar-pilar pendidikan



BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan bagi suatu bangsa, bagaimanapun mesti diprioritaskan. Sebab kualitas pendidikan sangat penting artinya, karena hanya manusia yang berkualitas saja yang bisa bertahan hidup di masa depan. Manusia yang dapat bergumul dalam masa dimana dunia semakin sengit tingkat kompetensinya adalah manusia yang berkualitas. Manusia demikianlah yang diharapkan dapat bersama-sama manusia yang lain turut bepartisipasi dalam percaturan dunia yang senantiasa berubah dan penuh teka-teki (Isjoni, 2008:vii).
Sebagai mahasiswa jurusan tarbiyah sudah selayaknya kita mengetahui tentang pendidikan itu sendiri khususnya apa saja unsur-unsur pendidikan sampai dengan pilar-pilar pendidikan. Disini dirasakan perlu mengetahui apa saja pilar-pilar dari pendidikan itu sendiri agar senantiasa para penikmat pendidikan bisa berorientasi pada produk dan hasil belajar. kemudian agar kita sebagai mahasiswa yang sedang belajar untuk dapat menguatkan sistem pendidikan khususnya pendidikan di Indonesia serta bagaimana kita bisa mengkonstruksi dasar dari suatu pendidikan serta adanya oknum pendidikan yang belum bisa mengaplikasikan pilar-pilar pendidikan.
Sehingga disini diharapkan dalam pembahasan mengenai pilar-pilar pendidikan kita sebagai calon pendidik diharapkan bisa nantinya untuk mengaplikasikan pilar-pilar ini ketika turun ke lapangan serta mampu membangun kesadaran kepada peserta didik untuk mengembangkan tujuan pendidikan dari pilar-pilar pendidikan yang ada.
B. Rumusan Masalah
1.      Apa sajakah pilar-pilar pendidikan?
2.      Bagaimana peran dari pilar-pilar pendidikan?
C. Tujuan
1.      Untuk mengetahui pilar-pilar pendidikan yang ada.
2.      Untuk mengetahui peran dari masing-masing pilar-pilar pendidikan.
D. Manfaat
1.      Memberikan pengetahuan tentang pilar-pilar pendidikan yang ada.
2.      Memberikan pengetahuan tentang peran dari masing-masing pilar-pilar pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN

PILAR-PILAR PENDIDIKAN
Ada lima pilar pendidikan yang direkomendasikan UNESCO yang dapat digunakan sebagai prinsip pembelajaran yang bisa diterapkan di dunia pendidikan.
1.     Learning to know (belajar mengetahui)
                 Learning to know bukan sebatas proses belajar dimana pebelajar mengetahui dan memiliki materi informasi sebanyak-banyaknya, menyimpan dan mengingat, namun juga kemampuan untuk dapat memahami makna dibalik materi ajar yang telah diterimanya. Dengan Learning to know, kemampuan menangkap peluang untuk melakukan pendekatan ilmiah diharapkan bisa berkembang yang tidak hanya melalui logika empirisme semata, tetapi juga secara transendental, yaitu kemampuan mengaitkannya dengan nilai-nilai spiritual.
                 Belajar untuk mengetahui (learning to know) dalam prosesnya tidak sekedar mengetahui apa yang bermakna tetapi juga sekaligus mengetahui apa yang tidak bermanfaat bagi kehidupannya.[1]
                 Secara implisit, learning to know bermakna belajar sepanjang hayat (Life long education). Asas belajar sepanjang hayat bertitik tolak atas keyakinan bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik didalam maupun diluar sekolah. Sehubungan dengan asas pendidikan seumur hidup berlangsung seumur hidup, maka peranan subjek manusia untuk mendidik dan mengembangkan diri sendiri secara wajar merupakan kewajiban kodrati manusia.
                 Dengan kebijakan tanpa batas umur dan batas waktu untuk belajar, maka kita mendorong supaya tiap pribadi sebagai subjek yang bertanggung jawab atas pedidikan diri sendiri menyadari, bahwa:
1.      Proses dan waktu pendidikan berlangsung seumur hidup sejak dalam kandungan hingga manusia meninggal.
2.      Bahwa untuk belajar, tiada batas waktu. Artinya tidak ada kata terlambat atau terlalu dini untuk belajar.
3.      Belajar/ mendidik diri sendiri adalah proses alamiah sebagai bagian integral/ totalitas kehidupan (Burhannudin Salam, 1997:207).

            Menurut Isjoni (2008:47), guru adalah orang yang identik dengan pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab membentuk karakter generasi bangsa. Di tangan gurulah tunas-tunas bangsa ini terbentuk sikap dan moralitasnya, sehingga mampu memberikan yang terbaik untuk anak negeri ini di masa yang akan datang.
            Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan membuat perencanaan secara saksama dalam meningkatkan kemampuan belajar bagi siswanya, dan memperbaiki kualitas mengajarnya. Hal ini menuntut perubahan-perubahan dalam pengorganisasian kelas, penggunaan metode mengajar, strategi belajar-mengajar, maupun sikap dan karakteristik guru dalam mengelola proses belajar-mengajar.
            Guru bisa dikatakan unggul dan profesional bila mampu mengembangkan kompetensi individunya dan tidak banyak bergantung pada orang lain. Konsep learning to know ini menyiratkan makna bahwa pendidik harus mampu berperan sebagai berikut:
1.      Guru berperan sebagai sumber belajar. Peran ini berkaitan penting dengan penguasaan materi pembelajaran. Dikatakan guru yang baik apabila ia dapat menguasai materi pembelajaran dengan baik, sehingga benar-benar berperan sebagi sumber belajar bagi anak didiknya.
2.      Guru  sebagai Fasilitator. Guru berperan memberikan pelayanan memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran.
3.      Guru sebagai pengelola. Guru berperan menciptakan iklim blajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Prinsip-prinsip belajar yang harus diperhatikan guru dalam pengelolaan pembelajaran, yaitu: (a) sesuatu yang dipelajari siswa, maka siswa harus mempelajarinya sendiri, (b) setiap siswa yang belajar memiliki kecepatan masing-masing, (c) siswa akan belajar lebih banyak, apabila setiap selesai melaksanakan tahapan kegiatan diberikan reinforcement, (d) penguasaan secara penuh, dan (e) siswa yang diberi tanggung jawab, maka ia akan lebih termotivasi untuk belajar.
4.      Guru sebagai demonstrator. Guru berperan untuk menunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan.
5.      Guru sebagai pembimbing. Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu bisa dilihat dari adanya setiap perbedaan. Perbedaan inilah yang menuntut guru harus berperan sebagai pembimbing.
6.      Guru sebagai mediator. Guru selain dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang media pendidikan juga harus memiliki keterampilan memilih dan menggunakan media dengan baik. 
7.      Guru sebagai Evaluator. Yakni sebagai penilai hasil pembelajaran siswa. Dengan penilaian tersebut, guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan/ keefektifan metode mengajar (Fakhruddin, 2010:49-61).
Kiat-kiat Agar Menjadi Guru Favorit menurut Fakhruddin (2010:97) yaitu:
1.      Sabar
2.      Bisa menjadi sahabat
3.      Konsisten dan komitmen dalam bersikap
4.      Bisa menjadi pendengar dan penengah
5.      Visioner dan missioner
6.      Rendah hati
7.      Menyenangi kegiatan mengajar
8.      Memaknai mengajar sebagai pelayanan
9.      Bahasa cinta dan kasih sayang
10.  Menghargai proses
Contoh learning to know : Setiap pagi berangkat sekolah, disekolah menerima pelajaran-pelajaran yang baru yang membuat kita semakin mengetahui banyak hal.

2.     Learning to do
                 Learning to do merupakan konsekuensi dari learning to know. Kelemahan model pendidikan dan pengajaran yang selama ini berjalan adalah mengajarkan “omong” (baca:teori), dan kurang menuntun orang untuk “berbuat” (praktik). Learning to do bukanlah pembelajaran yang hanya menumbuhkembangkan kemampuan berbuat mekanis dan keterampilan tanpa pemikiran, tetapi mendorong peserta didik agar terus belajar bagaimana menumbuhkembangkan kerja, juga bagaimana mengembangkan teori atau konsep.[2]
                 Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat/ mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan. Sasaran dari pilar kedua ini adalah kemampuan kerja generasi muda untuk mendukung dan memasuki ekonomi industry (Soedijarto, 2010). Dalam masyarakat industri tuntutan tidak lagi cukup dengan penguasaan keterampilan motorik yang kaku melainkan kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan seperti “controlling, monitoring, designing, organizing”. Peserta didik diajarkan untuk melakukan sesuatu dalam situasi konkrit yang tidak hanya terbatas pada penguasaan ketrampilan yang mekanitis melainkan juga terampil dalam berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain, mengelola dan mengatasi suatu konflik. Melalui pilar kedua ini, dimungkinkan mampu mencetak generasi muda yang intelligent dalam bekerja dan mempunyai kemampuan untuk berinovasi.
                 Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar hendaknya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan ketrampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do” dapat terealisasi. Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Sedangkan minat adalah kecendrungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
                 Meskipun bakat dan minat anak dipengaruhi factor keturunan namun tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan . Lingkungan disini dibagi menjadi dua yaitu:
a.       Lingkungan social. Yang termasuk dalam lingkungan social siswa adalah masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut. Lingkungan social yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri.
b.      Lingkungan nonsosial. Factor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, dan keadaan cuaca. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa (Muhibbin Syah, 2004:138).
                 Sekolah juga berperan penting dalam menyadarkan peserta didik bahwa berbuat sesuatu begitu penting. Oleh karena itulah peserta didik mesti terlibat aktif dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Tujuannya adalah agar peserta didik terbiasa bertanggung jawab, sehingga pada akhirnya, peserta didik terlatih untuk memecahkan masalah.
Contoh  learning to do: Ketika kita bisa mengetahui bahwa semut akan mendekat ketika ada gula atau benda-benda yang manis. Kita bisa berkarya untuk menciptakan sesuatu agar semut tidak memasuki benda-benda yang manis tersebut. Pramuka juga mengajarkan Learning to do dalam pembelajarannya. Sehingga kegiatan pramuka akan lebih mengena dan langsung kepada pengaplikasian kegiatannya.
3.     Learning to be
                 Melengkapi learning to know dan  learning to do, Robinson Crussoe berpendapat bahwa manusia itu tidak bisa hidup sendiri tanpa kerja sama atau dengan kata lain manusia saling tergantung dengan manusia lain. Manusia di era sekarang ini bisa hanyut ditelan waktu jika tidak berpegag teguh pada jati dirinya. Learning to be akan menuntun peserta didik menjadi ilmuwan sehingga mampu menggali dan menentukan nilai kehidupannya sendiri dalam hidup bermasyarakat sebagai hasil belajarnya.[3]
                 Konsep learning to be perlu dihayati oleh praktisi pendidikan untuk melatih siswa agar memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Kepercayaan merupakan modal utama bagi siswa untuk hidup dalam masyarakat. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be) (Atika, 2010). Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapain aktualisasi diri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pendidikan menurut Djamal (2007:101) yaitu:
a.       Motivasi. Yaitu kondisi fisiologi dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorong untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan/ kebutuhan
b.      Sikap. Sikap yaitu suatu kesiapan mental atau emosional dalam berbagai jenis tindakan pada situasi yang tepat.
c.       Minat
d.      Kebiasaan belajar. Berbagai hasil penelitian menunjukkan, bahwa hasil belajar mempunyai kolerasi positif dengan kebiasaan atau study habit. Kebiasan merupakan cara bertindak yang diperoleh melalui belajar secara berulang-ulang, yang pada akhirnya menjadi menetap dan bersifat otomatis.
e.       Konsep diri. Konsep diri adalah pandangan seseorang tentang dirinya sendiri yang menyangkut perasaannya, serta bagaimana perilakunya tersebut berpengaruh terhadap orang lain.
4.     Learning to live together
                 Learning to live together ini mengajarkan seseorang untuk hidup bermasyarakat dan menjadi manusia berpendidikan yang bermanfaat baik bagi diri sendiri dan masyarakatnya maupun bagi seluruh umat manusia. Kesempatan berinteraksi dengan berbagai individu atau kelompok individu yang bervariasi akan membentuk kepribadian pebelajar untuk memahami kemajemukan dan melahirkan sikap-sikap positif dan toleran terhadap keanekaragaman dan perbedaan hidup.[4]
                 Kemajuan dunia dalam bidang IPTEK dan ekonomi yang mengubah dunia menjadi desa global ternyata tidak menghapus konflik antar manusia yang selalu mewarnai sejarah umat manusia. Di zaman yang semakin kompleks ini, berbagai konflik makin merebak seperti konflik nasionalis, ras dan konflik antar agama. Apapun penyebabnya, semua konflik itu didasari oleh ketidakmampuan beberapa individu atau kelompok untuk menerima suatu perbedaan. Pendidikan dituntut untuk tidak hanya membekali generasi muda untuk menguasai IPTEK dan kemampuan bekerja serta memecahkan masalah, melainkan kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain yang  berbeda dengan penuh toleransi, dan pengertian.
                 Dalam kaitan ini adalah tugas pendidikan untuk memberikan pengetahuan dan kesadaran bahwa hakekat manusia adalah beragam tetapi dalam keragaman tersebut terdapat persamaan. Itulah sebabnya Learning to live together menjadi pilar belajar yang penting untuk menanamkan jiwa perdamaian.
Contoh learning to live together : Sebagai seorang yang berpendidikan tentuh kita akan menghargai karya orang lain atau ketika kita bisa melakukan banyak hal kita tidak sungkan-sungkan untuk berbagi dengan orang lain.
5.     Learning how to learn
                 Proses belajar tidak boleh berhenti begitu saja meskipun seorang pembelajar telah menyelesaikan sekolahnya. Manusia hidup pada hakikatnya adalah berhadapan dengan masalah. Setiap manusia dituntut untuk menyelesaikan masalah. Satu masalah terjawab, seribu masalah menunggu untuk dijawab. Oleh karena itu, Learning how to learn akan membawa peserta didik pada kemampuan untuk dapat mengembangkan strategi dan kiat belajar yang lebih independen, kreatif inovatif, efektif dan efisien, dan penuh percaya diri, karena masyarakat adalah learning society atau knowledge society. Orang-orang yang mampu menduduki posisi sosial yang tinggi dan penting adalah mereka yang mampu belajar terus menerus.
                  Learning how to learn memerlukan model pembelajaran baru, yaitu pergeseran dari model belajar menghafal menjadi model belajar mencari/meneliti. Asumsi yang digunakan dalam model belajar “menghafal” adalah “pendidik tahu”, peserta didik tidak tahu. Oleh karena itu, pendidik memberi pelajaran, peserta didik menerima. Hal yang dipentingkan dalam model belajar “menghafal” ini adalah penerima pelajaran, menyimpan selama-lamanya, dan menggunakannya sesuai dengan aslinya serta menurut instruksi yang telah diberikan. Sebaliknya, pada proses belajar “mencari/meneliti”, peserta didik sendiri yang mencari dan menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dihadapinya, sedag pendidikan dituntut membimbing, memotivasi, memfasilitasi, memprovokasi, dan menelusuri. [5]
BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Ada lima pilar pendidikan menurut UNESCO :
1.      Learning to know
2.     Learning to do
3.     Learning to be
4.     Learning to live together
5.     Learning how to learn

B.     REKOMENDASI
Kelompok kami memberikan rekomendasi, bahwa ilmu pendidikan hendaknya dipelajari oleh Mahasiswa, agar belajar lebih mendalam karena ilmu pendidikan ini sangat penting dan berguna dalam kehidupan sehari-hari.
Kami menyadari bahwa tulisan kami ini, masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kritik dan saran dari pembaca kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini.







DAFTAR PUSTAKA
Kadir, abdul. 2012 . Dasar-Dasar Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada 
       Media Group
http://teknologi-pendidikan-013.blogspot.com/2013/03/empat-pilar-pendidikan-menurut-unesco.html


[1] Abdul Kadir, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2012), hal.143

[2]  Abdul Kadir, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2012), hal.144
[3] Abdul Kadir, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2012), hal.144


[4]Abdul Kadir, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2012), hal.144


[5]  Abdul Kadir, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2012), hal.144


Tidak ada komentar:

Posting Komentar