Selasa, 28 Juli 2015

Tawakal dan Zuhud



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Akhlak bukanlah sebuah perbuatan, melainkan gambaran bagi jiwa yang tersembunyi. Oleh karena itu, dapatlah diartikan bahwa akhlak adalah nafsiah atau mknawiyah. Dalam bentuk yang terlihat dinamakan pula muamalah atau perilaku. Jadi akhlak sumber , dan perilaku adalah terbentujnya.dapat dikatakan pula bahwa akhlak  adalah tabiat yakni keadaan jiwa yang telah melekat sifat- sifat yang melahirkan perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan angan-agnankan lagi.
Akhlak tersebut dibagi menjadi dua yaitu akhlak baik dan akhlak buruk . Disini kita membahas salah satu akhlaq baik yaitu tawakal dan zuhud yang harus dimilki oleh umat islam karena pada zaman sekarang banyak orang yang berputus asa dan mudah menyerah , tidak mau beriktiar dalam melakukan suatu perbuatan.
B.     Rumusan Masalah
a.       Apa yang dimaksud dengan tawakal dan fungsinya ?
b.      Apa yang dimaksud dengan zuhud dan tingkatannya?

C.    Tujuan
a.       Mengetahui dan memahami tawakal dan fungsinya.
b.      Mengetahui dan memahami zuhud dan tingkatannya.
 BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Zuhud dan tingkatannya
Zuhud secara bahasa artinya lawan dari cinta dan semangat terhadap dunia. Berkata Ibnul Qayyim, “Zuhud terhadap sesuatu di dalam bahasa Arab merupakan bahasa Islam mengandung arti berpaling darinya dengan meremehkan dan merendahkan keadaannya karena sudah merasa cukup dengan sesuatu yang lebih baik darinya.”
 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, ‘Zuhud adalah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat di akhirat, adapun wara’ adalah meninggalkan apa-apa yang ditakuti akan bahayanya di akhirat’.”
Berkata Sufyan Ats-Tsauriy, “Zuhud terhadap dunia adalah pendek angan-angan, dan bukanlah yang dimaksud zuhud itu dengan memakan makanan yang keras dan memakai karung.”
Kata Az-Zuhriy, “Zuhud adalah hendaklah seseorang tidaklah lemah dan mengurangi syukurnya terhadap rizki yang halal yang telah Allah berikan kepadanya dan janganlah dia mengurangi kesabarannya dalam meninggalkan yang haram.”
Kata Al-Hasan dan lainnya, “Tidaklah zuhud terhadap dunia itu dengan mengharamkan yang halal dan tidak pula dengan menyia-nyiakan dan membuang harta, akan tetapi hendaklah engkau lebih tsiqah (mempercayai) terhadap apa-apa yang ada di sisi Allah daripada apa-apa yang ada di sisimu, dan hendaklah engkau apabila ditimpa musibah- lebih mencintai pahala dari musibah tersebut daripada engkau tidak tertimpa musibah.”
Al-Imam Ahmad membagi zuhud menjadi tiga tingkatan diantaranya sebagai berikut:
a.       Meninggalkan yang haram, yang merupakan zuhudnya orang-orang ‘awwam, dan ini adalah fardhu ‘ain.
b.      Meninggalkan kelebihan-kelebihan dari yang halal, dan ini zuhudnya orang-orang yang khusus.
c.       Meninggalkan apa-apa yang dapat menyibukkannya dari (mengingat) Allah, dan ini adalah zuhudnya orang-orang yang mendalam pengetahuannya tentang Allah.
Ada beberapa hal yang akan menjadikan kita zuhud terhadap dunia, di antaranya:
  1. Kuatnya iman hamba dan menghadirkan diri seolah-olah menyaksikan apa-apa yang di sisi Allah, dan menyaksikan kedahsyatan hari kiamat, inilah yang akan menjadikan hilangnya kecintaan terhadap dunia dan kenikmatannya dari hati hamba, akhirnya dia pun berpaling dari kelezatannya dan kesenangannya serta mencukupkan diri dengan yang sedikit saja darinya.
  2.  Seorang hamba harus merasakan dan menyadari bahwasanya dunia itu akan menyibukkan hati dari terikat dengan Allah, dan akan menjadikan seseorang terlambat dari mencapai tingginya derajat di akhirat, dan bahwasanya seseorang kelak akan ditanya tentang kenikmatan yang ada padanya, Allah berfirman yang artinya : “Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (Q.S.At-Takaatsur:8).
  3. Dunia tidak akan didapat oleh seorang hamba sampai dia bersusah payah dan bersungguh-sungguh untuk mendapatkannya, dia mengerahkan segenap kemampuannya, tenaganya dan pikirannya, dan kadang-kadang dia pun mengalami kerendahan ataupun kegagalan dan harus siap bersaing dengan lainnya. Yang seharusnya dia kerahkan tenaga dan pikirannya tersebut untuk mencari ilmu agama, berdakwah, berjihad dan beribadah kepada Allah. Perasaan ini yang dirasakan oleh hamba yang cemerlang hatinya, akan menjadikan dia bosan terhadap dunia dan beralih kepada sesuatu yang lebih baik dan kekal yaitu akhirat.
  4. Al-Qur`an telah merendahkan dan menghinakan dunia dan kenikmatannya dan bahwasanya dunia itu sesuatu yang menipu, bathil, permainan dan sesuatu yang melalaikan. Dan Allah telah mencela orang yang lebih mengutamakan dunia di atas akhirat. Semua nash/dalil ini baik yang ada di dalam Al-Qur`an ataupun As-Sunnah, akan menjadikan seorang mukmin bosan terhadap dunia, dan dia hanya terikat dengan yang kekal yaitu akhirat.
 Di bawah ini disebutkan beberapa Faidah-faidah hadits yang perlu diketahui:
  1. Semangatnya para shahabat radhiyallaahu ‘anhum untuk bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap hal-hal yang akan memberikan manfaat kepada mereka.
  2. Bahwasanya manusia itu berdasarkan tabi’atnya senang kalau Allah mencintainya dan manusia pun mencintainya, dan dia tidak senang kalau Allah murka kepadanya dan manusia pun membencinya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadits ini menjelaskan tentang amalan yang menyebabkan adanya kecintaan Allah dan kecintaan manusia.
  3. Bahwasanya barangsiapa yang zuhud terhadap dunia niscaya Allah akan mencintainya, karena zuhud terhadap dunia mengharuskan adanya kecintaan terhadap akhirat, dan telah lewat penjelasan akan pengertian zuhud yaitu, “Meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat di akhirat”.
  4. Bahwasanya zuhud terhadap apa-apa yang dimiliki oleh manusia merupakan sebab untuk mendapatkan kecintaan manusia kepada kita.
  5. Sesungguhnya tamak terhadap dunia dan terikat dengannya adalah sebab yang akan mendatangkan kebencian Allah terhadap hamba sedangkan tamak terhadap apa-apa yang dimiliki manusia dan menanti-nantikannya (berharap agar diberi oleh manusia) adalah sebab yang akan mendatangkan kebencian manusia kepadanya. Maka zuhud terhadap apa-apa yang dimiliki oleh manusia adalah sebab terbesar yang akan mendatangkan kecintaan manusia kepadanya.
Dengan zuhud niscaya manusia mendapatkan ketenangan hidup di dunia dan di akhirat, birahmatillaah. Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang zuhud terhadap dunia dan zuhud terhadap apa-apa yang dimiliki manusia. Aamiin. Wallaahu A’lam.
Kesimpulannya bahwasanya hakikat zuhud yang ada di dalam hati adalah dengan mengeluarkan kecintaan dan semangat terhadap dunia dari hati seorang hamba, sehingga jadilah dunia itu hanya di tangannya sedangkan kecintaan Allah dan negeri akhirat ada di dalam hatinya.[1]
  1. Pengertian Tawakal  dan fungsinya
Tawakal (bahasa Arab :  توكُل) atau tawakkul berarti mewakilkan atau menyerahkan. Dalam agama Islam, tawakal berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan, atau menanti akibat dari suatu keadaan.
 Imam al-Ghazali merumuskan definisi tawakkal sebagai berikut, "Tawakkal ialah menyandarkan kepada Allah swt tatkala menghadapi suatu kepentingan, bersandar kepadaNya dalam waktu kesukaran, teguh hati tatkala ditimpa bencana disertai jiwa yang tenang dan hati yang tenteram.
 Abu Zakaria Ansari, tawakkal ialah "keteguhan hati dalam menyerahkan urusan kepada orang lain". Sifat yang demikian itu terjadi sesudah timbul rasa percaya kepada orang yang diserahi urusan tadi. Artinya, ia betul-betul mempunyai sifat amanah (tepercaya) terhadap apa yang diamanatkan dan ia dapat memberikan rasa aman terhadap orang yang memberikan amanat tersebut.
Tawakkal adalah suatu sikap mental seorang yang merupakan hasil dari keyakinannya yang bulat kepada Allah, karena di dalam tauhid ia diajari agar meyakini bahwa hanya Allah yang menciptakan segala-galanya, pengetahuanNya Maha Luas, Dia yang menguasai dan mengatur alam semesta ini. Keyakinan inilah yang mendorongnya untuk menyerahkan segala persoalannya kepada Allah. Hatinya tenang dan tenteram serta tidak ada rasa curiga, karena Allah Maha Tahu dan Maha Bijaksana.
Sementara orang, ada yang salah paham dalam melakukan tawakkal. Dia enggan berusaha dan bekerja, tetapi hanya menunggu. Orang semacam ini mempunyai pemikiran, tidak perlu belajar, jika Allah menghendaki pandai tentu menjadi orang pandai. Atau tidak perlu bekerja, jika Allah menghendaki menjadi orang kaya tentulah kaya, dan seterusnya.
Semua itu sama saja dengan seorang yang sedang lapar perutnya, seklipun ada berbagai makanan, tetapi ia berpikir bahwa jika Allah menghendaki ia kenyang, tentulah kenyang. Jika pendapat ini dpegang teguh pasti akan menyengsarakan diri sendiri.
Dalam ajaran Islam, tawakkal itu adalah tumpuan terakhir dalam suatu usaha atau perjuangan. Jadi arti tawakkal yang sebenarnya -- menurut ajaran Islam -- ialah menyerah diri kepada Allah swt setelah berusaha keras dalam berikhtiar dan bekerja sesuai dengan kemampuan dalam mengikuti sunnah Allah yang Dia tetapkan.
Misalnya, seseorang yang meletakkan sepeda di muka rumah, setelah dikunci rapat, barulah ia bertawakkal. Pada zaman Rasulullah saw ada seorang sahabat yang meninggalkan untanya tanpa diikat lebih dahulu. Ketika ditanya, mengapa tidak diikat, ia menjawab, "Saya telah benar-benar bertawakkal kepada Allah". Nabi saw yang tidak membenarkan jawaban tersebut berkata, "Ikatlah dan setelah itu bolehlah engkau bertawakkal."
Tawakal berasal dari kata wakala yang artinya mewakili atau menyerahkan.Secara umum dimaknai sebagai sikap menyerah kepada kehendak allah tanpa melakukan tindakan apapun.[2]Secara istilah tawakal berarti berpasrah atau berserah diri kepada allah SWT dalam menghadapi  pekerjaan atau situasi sesudah berusaha dengan daya dan upaya yang maksimal.[3]
Ada  pula yang mengatakan bahwa tawakal itu meninggalkan usaha dan ikhtiar dalam hal – hal yang tidak terjangkau oleh kekuatan manusia. Imam Qusyairi berkata tempatnya  tawakal itu dihati. Para ulama menyatakan bahwa prose terjadinya sebab dan musababnya pada hal – hal yang terjadi dalam alam adalah tidak termasuk hal yang harus ditawakali. Firman allah swt Q.S.Al Thalaq :2-3
Artinya :
 apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar.
dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
Berikut ini adalah Contoh dari perilaku tawakal, antara lain :
a.       Selalu mensyukuri nikmat allah.
b.      Tidak berkeluh kesah dan gelisah .
c.       Selalu berusaha dan berikhtiar sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
d.      Menerima segala ketenyuan allah dengan ridha.
e.       Berusaha memperoleh sesuatu yang dapat memberikan manfaat kepada orang lain.
f.       Tidak pernah merasa iri terhadap nikmat yang diperoleh orang lain.
Tawakkal juga memiliki beberapa fungsi untuk semua umat, diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       Tidak mudah putus asa jika gagal dalam usaha.
b.      Lebih tenang dalan menjalani kehidupan
c.       Terhindar dari rasa sedih yang berkepanjangan
d.      Jika berhasil dalam usaha tidak bergembira berlebihan
e.       Tidak menjadi orang yang takabbur.[4]
 BAB III
PENUTUP
ü  Kesimpulan
    1. Tawakkal adalah suatu sikap mental seorang yang merupakan hasil dari keyakinannya yang bulat kepada Allah, karena di dalam tauhid ia diajari agar meyakini bahwa hanya Allah yang menciptakan segala-galanya, pengetahuanNya Maha Luas, Dia yang menguasai dan mengatur alam semesta ini. Keyakinan inilah yang mendorongnya untuk menyerahkan segala persoalannya kepada Allah. Hatinya tenang dan tenteram serta tidak ada rasa curiga, karena Allah Maha Tahu dan Maha Bijaksana. Tawakkal juga memiliki beberapa fungsi untuk semua umat, antara lain : tidak mudah putus asa jika gagal dalam usaha, tebih tenang dalan menjalani kehidupan, terhindar dari rasa sedih yang berkepanjangan, jika berhasil dalam usaha tidak bergembira berlebihan, tidak menjadi orang yang takabbur.
    2. Zuhud secara bahasa artinya lawan dari cinta dan semangat terhadap dunia. Berkata Ibnul Qayyim, “Zuhud terhadap sesuatu di dalam bahasa Arab merupakan bahasa Islam mengandung arti berpaling darinya dengan meremehkan dan merendahkan keadaannya karena sudah merasa cukup dengan sesuatu yang lebih baik darinya.” Al-Imam Ahmad membagi zuhud menjadi tiga tingkatan diantaranya sebagai berikut: Meninggalkan yang haram, yang merupakan zuhudnya orang-orang ‘awwam, dan ini adalah fardhu ‘ain, meninggalkan kelebihan-kelebihan dari yang halal, dan ini zuhudnya orang-orang yang khusus, meninggalkan apa-apa yang dapat menyibukkannya dari (mengingat) Allah, dan ini adalah zuhudnya orang-orang yang mendalam pengetahuannya tentang Allah.
DAFTAR PUSTAKA
http://wordpress/pengertian-zuhud-beserta-fungsinya/.com
Abu Jafar Al-Qalami,AJaran Ma’rifat Syekh Siti Jenar,(Surabaya:Pustaka Media )hlm 221.
Ahmad Munir,Tafsir Tarbawi Mengungkap Pesan al-qur’an Tentang Pendidikan,(Yogyakarta:Teras 2008) hlm 200.
Hamka, Tasauf Modern,(Jakarta: Pustaka Panjimas 1990) hlm 232.


[1] http://wordpress/pengertian-zuhud-beserta-fungsinya/.com
[2] Abu Jafar Al-Qalami,AJaran Ma’rifat Syekh Siti Jenar,(Surabaya:Pustaka Media )hlm 221
[3] Ahmad Munir,Tafsir Tarbawi Mengungkap Pesan al-qur’an Tentang Pendidikan,(Yogyakarta:Teras 2008) hlm 200
[4] Hamka, Tasauf Modern,(Jakarta: Pustaka Panjimas 1990) hlm 232

Tidak ada komentar:

Posting Komentar