BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penyakit hati
merupakan salah satu penyakit yang amat sangat berbahaya. Diantara penyakit
hati itu ialah ghibah. Ghibah merupakan penyakit hati yang serig kali dilakukan
oleh manusia tak terkecuali umat muslim.
Zaman sekarang
banyak orang yang mengaku muslim namun masih membeber-beberkan aib saudara
muslimnya sendiri dengan kata lain menggunjingkannya.
Mungkin hal itu
didasari dari kurangnya pengetahuan mengenai ghibah itu sendiri. Banyak sekali
hadits yang menjelaskan makna dari ghibah dan bahaya yang ditimbulkan dari
ghibah itu sendiri. Namun seringkali umat muslim mengabaikannya.
Oleh karena
itu, dalam makalah ini penulis akan sedikit menjelaskan dan mengingatkan
tentang apa yang disebut ghibah dan bahayanya beserta dalil-dalil yang
berhubungan dengannya.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana bunyi Hadits Nabi tentang hakikat ghibah dan bahayanya ?
2.
Bagaimana keterangan dari Hadits Nabi tentang hakikat ghibah dan
bahayanya ?
3.
Bagaimana kandungan hadits Nabi tentang hakikat ghibah dan
bahayanya ?
4.
Bagaimana relevansi Hadits tersebut dengan hadits yang lain?
5.
Bagaimana relevansi Hadits tersebut dengan Ayat Al-Qur’an ?
6.
Bagaimana Asbabul wurud dari Hadits tentang hakikat ghibah dan
bahayanya ?
7.
Apakah Kata kunci yang bisa dipahami dari Hadits tersebut?
8.
Bagaimana pembahasan tentang Hadits Nabi tentang hakikat ghibah dan
bahayanya ?
9.
Bagaimana makna pendidikan dalam Hadits Nabi tentang hakikat ghibah
dan bahayanya ?
1.3
Tujuan
1.
Mengetahui bunyi Hadits Nabi tentang hakikat ghibah dan bahayanya.
2.
Mengetahui keterangan dari Hadits Nabi tentang hakikat ghibah dan
bahayanya.
3.
Mengetahui kandungan hadits Nabi tentang hakikat ghibah dan
bahayanya.
4.
Mengetahui relevansi Hadits tersebut dengan hadits yang lain.
5.
Mengetahui relevansi Hadits tersebut dengan Ayat Al-Qur’an.
6.
Mengetahui Asbabul wurud dari Hadits tentang hakikat ghibah dan
bahayanya.
7.
Mengetahui kata kunci yang bisa dipahami dari Hadits tersebut.
8.
Mengetahui pembahasan tentang Hadits Nabi tentang hakikat ghibah
dan bahayanya.
9.
Mengetahui makna pendidikan dalam Hadits Nabi tentang hakikat
ghibah dan bahayanya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hadits dan Terjemah
عن أبى هريرة
رضي الله عنه: أنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : أَتَدْرُونَ مَا
الْغِيبَةُ؟ قَالُوْا: اَللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ
بِمَا يَكْرَهُ، قِيلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُوْلُ؟ قَالَ:
إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ
فَقَدْ بَهَتَّهُ.(رواه مسلم)
Artinya: Abu
Hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW. bersabda: Tahukah kamu apakah ghibah
itu? Jawab sahabat: Allah dan Rasulullah yang lebih mengetahui. Nabi bersabda:
Yaitu menyebut saudaramu dengan apa-apa yang ia tidak suka disebutnya. Beliau
ditanya: Bagaimana pendapat Engkau kalau itu memang sebenarnya ada padanya?
Jawab Nabi: Kalau memang sebenarnya begitu, itulah yang bernama ghibah. Tetapi
jikalau menyebut apa-apa yang tidak sebenarnya, berarti kau telah menuduhnya
dengan kebohongan. (H.R. Muslim)[1]
2.2 Keterangan Hadits
تدرى
|
Kamu mengetahui, memahami,
mengerti
|
اغتب،
الغيبة
|
Ghibah, gunjingan atau
membicarakan orang lain
|
يكره
|
Tidak menyenangkan, mengesalkan
|
بهث
|
Menuduh dengan kebohongan
|
2.3 Kandungan Hadits
Berikut dapat disimpulkan beberapa
poin tentang definisi ghibah :
1. Membicarakan
keburukan orang lain tanpa sepengetahuan yang dibicarakan, baik dengan ucapan,
sindiran ataupun dengan isyarat.
2. Membicarakan
aib orang lain,walaupun yang dibicarakan adalah benar adanya pada diri yang
dibicarakan.
3. Jika yang
dibicarakan mengetahui maka ia akan tidak suka aibnya dibicarakan pada orang
lain.
4. Hal yang
dibicarakan meliputi, kehidupan pribadi, keluarga maupun spiritual seseorang.
5. Karena
membicarakan tanpa sepengetahuan yang dibicarakan, ini artinya perbuatan licik
dan pasti perbuatan ini mengandung unsur keinginan untuk merusak harga diri,
atau kemulyaan seseorang.
2.4 Relevansi Hadits dengan Hadits Lain
عنْ أَبِي
بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلْ الْإِيمَانُ
قَلْبَهُ لَا تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ
فَإِنَّهُ مَنْ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعُ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ
يَتَّبِعْ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِه
Artinya
: “ wahai sekalian yang beriman dilidahnya dan belum masuk kedalam hatinya,
janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim dan janganlah kalian
mencari-cari aib mereka karena siapa yang mencari-cari aib saudaranya, niscaya
Allah akan mencari aibnya, niscaya Dia akan membuka kejelekannya meskipun
berada dalam rumahnya”. (HR. Abu Daud, Ahmad dan Ibn Hibban).[2]
Ada dua pelanggaran yang dilakukan
oleh yang suka membicarakan orang lain, yaitu pelanggaran terhadap hak Allah,
karena ia melakukan apa yang dimurkainya, dan tebusannya adalah dengan taubat
dan menyesali perbuatannya. Sedangkan yang kedua adalah pelanggaran terhadap
kehormatan sesama. Jika ghibah telah di dengar oleh orangnya maka dia harus
menemuinya dan meminta maaf atas perbuatannya dalam membicarakan aibnya. Dalam
hal ini sangatlah berat karena dosanya tidak hilang selama orang tersebut tidak
memaafkan. Dalam hal ini Abu
Hurairah meriwayatkan dari Nabi saw, beliau bersabda:
مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ
مَظْلِمَةٌ لِأَخِيهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ
وَلَا دِرْهَمٌ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ لِأَخِيهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ لَمْ
يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيهِ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ
“ Siapa yang melakukan
suatu kedzoliman terhadap saudaranya, harta atau kehormatannya, maka hendaklah
ia menemuainya dan meminta maaf kepadanya dari dosa ghibah itu, sebelum dia
dihukum, sementara dia tidak memepunyai dirham atau pun dinar. Jika dia memilki
kebaikan, maka kebaikan-kebaikan itu akan diambil lalu diberikan pada saudarnya
itu. Dan jika tidak, maka sebagian keburukan-keburukan saudaranya itu diambil
dan diberikan padanya”. (HR. Bukhari)
2.5 Relevansi Hadits dengan Ayat Al-Qur’an
Adapun ayat Al-Qur’an yang mempunyai relevansi
dengan hadits hakikat ghibah dan bahayanya terdapat pada QS Al-Hujurat : 12, yaitu :
وَلا
يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ
مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Artinya: Dan
janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
Taubat lagi Maha Penyayang.
Allah
membuat perumpamaan ini untuk ghibah karena memakan daging bangkai itu haram
dan menjijikkan. Begitu juga ghibah itu haram dalam agama dan buruk dalam jiwa.
2.6 Asbabul
Wurud
Ketika Rasul
SAW. dengan para sahabat sedang mengadakan suatu perjalanan. Di tengah
perjalanan, para sahabat diperintahkan agar setiap dua orang yang mampu
bersedia membantu seorang yang tak mampu (tentang makan dan minum). Salman
diikutkan pada dua orang, tetapi ketika ia lupa tidak melayani keperluan
keduanya, ia disuruh minta lauk-pauk kepada Nabi SAW. Setelah ia berangkat,
keduanya berkata “Seandainya ia pergi ke sumur, pasti surutlah sumurnya.” Ketika Salman menghadap, Nabi bersabda, “Sampaikan
kepada keduanya bahwa kalian sudah makan lauk-pauknya.” Setelah ia
menyampaikan hal itu kepada kedua orang tersebut, keduanya menghadap Nabi SAW.
dan berkata “Kami tidak makan lauk-pauk.” Nabi bersabda, “Aku melihat
merahnya daging pada mulut kalian berdua.” Jawab mereka, “Kami sekalian
tidak makan lauk-pauk dan seharian kami tidak makan daging.” Kemudian
bersabdalah Nabi SAW., “Kalian telah membicarakan saudaramu (Salman), maukah
kalian memakan daging orang yang mati?” Jawab mereka “Tidak.” Kemudian
sabda Nabi “Jika kalian tidak mau memakan daging orang mati, janganlah kalian
mengatakan kejelekan orang lain (ghibah) sebab perbuatan tersebut sama dengan
memakan daging saudaranya.
2.7 Kata
Kunci
ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ...
Menyebut
saudaramu dengan apa-apa yang ia tidak suka disebutnya. Banyak orang yang
beranggapan bahwa menceritakan kejelekan orang yang benar-benar dimilikinya
bukanlah ghibah. Padahal itulah yang dinamakan ghibah, sebagaimana dijelaskan
dalam hadits di atas.
Seseorang yang telah tergelincir
lisannya dengan menceritakan kejelekan orang lain, sesungguhnya telah berbuat
dosa, sedangkan kejelekan orang yang diceritakannyaakan berpindah kepadanya
sementara kebaikannya akan pindah kepada orang yang diceritakannya. Selain itu,
apabila orang yang diceritakan tersebut mendengar bahwa kejelekannya
diceritakan, tentu saja ia akan marah dan hal ini menimbulkan permusuhan. Ada dua pelanggaran yang dilkukan oleh yang suka membicarakan orang lain,
yaitu pelanggaran terhadap hak Allah, karena ia melakukan apa yang dimurkainya,
dan tebusannya adalah dengan taubat dan menyesali perbuatannya. Sedangkan yang
kedua adalah pelanggaran terhadap kehormatan sesama. Jika ghibah telah di
dengar oleh orangnya maka dia harus menemuinya dan meminta maaf atas
perbuatannya dalam membicarakan aibnya. Dalam hal ini sangatlah berat karena
dosanya tidak hilang selama orang tersebut tidak memaafkan.
Oleh karena
itu, setiap orang Islam harus berusaha untuk tidak menceritakan kejelekan orang
lain atau lebih baik diam. Hal itu akan lebih menyelamatkannya, baik di dunia
maupun di akhirat.[3]
2.8
Pembahasan Hadits
Dalam hadits nabi yang menyatakan
tentang ghibah ada dua hal yang sangat urgen yaitu “menceritakan aib”
dan “benci jika ia mengetahui” maka dari dua kalimat inti tersebut dapat
kita simpulkan bahwa yang termasuk ghibah adalah yang membuka aib orang lain
dan jika ia mngetahui maka ia tidak suka dan akibatnya akan mendatangkan
permusuhan, kemarahan, dan bahkan bisa pembunuhan. Dalam kasus ini yang perlu
kita cermati dalam relita social kita, infotaiment misalnya yang memberitakan
seorang public figure dimana terkadang sanag public figure tersebut merasa
diuntungkan dengan adanya pemberitaan mengenai dirinya, akan tetapi yang
menjadi permasalahan adalah khawatir akan adanya pergeseran pemahaman masyrakat
tentang makna bahaya ghibah, dan itu akan dianggap sepele. Sedangkan hukuman
bagi yang menggosip adalah tidak ringan seperti yang dijelaskan dalam surah
al-Hujurat ayat 12, disana ghibah dianalogikan seperti seseorang yang memakan
daging saudaranya yang sudah busuk.
Ulama mengambil kesimpulan bahwa hukum ghibah atau
gosip itu terbagi tiga yaitu haram, wajib dan halal (boleh).
HARAM
Hukum asal gosip adalah haram. Gosip yang haram adalah
ketika anda membicarakan aib sesama muslim yang dirahasiakan. Baik aib itu terkait
dengan bentuk fisik atau perilaku; terkait dengan agama atau duniawi. Hukum
haram ini tersurat secara tegas dalam Al-Quran, hadits seperti disebut di atas
dan ijmak ulama sebagaimana disebutkan oleh Al-Qurtubi dalam Tafsir Al-Qurtubi
16/436. Yang menjadi perselisihan ulama hanyalah apakah gosip termasuk dosa
besar atau kecil. Mayoritas ulama menganggapnya sebagai dosa besar. Menurut
Ibnu Hajar Al-Haitami ghibah dan namimah (adu domba) termasuk dosa besar. Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar berkata: Ghibah
itu haram tidak hanya bagi pembawa gosip tapi juga bagi pendengar yang
mendengar dan mengakui. Maka wajib bagi siapa saja yang mendengar orang memulai
berghibah untuk berusaha menghentikannya apabila ia tidak kuatir pada potensi
ancaman. Apabila takut maka ia wajib mengingkari dengan hatinya dan keluar dari
majelis pertemuan kalau memungkinkan. Apabila mampu mengingkari dengan lisan
atau dengan mengalihkan pembicaraan maka hal itu wajib dilakukan. Apabila tidak
dilakukan, maka ia berdosa.
WAJIB
Ghibah atau membicarakan / menyebut aib orang lain
adakalanya wajib. Hal itu terjadi dalam situasi di mana ia dapat menyelamatkan
seseorang dari bencana atau potensi terjadinya sesuatu yang kurang baik.
Misalnya, ada seorang pria atau wanita yang ingin menikah. Dia meminta nasihat
tentang calon pasangannya. Maka, si pemberi nasihat wajib memberi tahu
keburukan atau aib calon pasangannya sesuai dengan fakta yang diketahui pemberi
nasihat. Atau seperti si A memberitahu pada si B bahwa si C berencana untuk mencuri
hartanya atau membunuhnya atau mencelakakan istrinya, dlsb. Ini termasuk dalam
kategori memberi nasihat. Dan hukumnya wajib seperti disebut dalam hadits di
atas tentang 6 hak muslim atas muslim yang lain.
BOLEH
Dalil
bolehnya Ghibah terdapat QS An Nisa : 148
لا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا
Artinya: Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang
diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Imam Nawawi dalam Riyadus Shalihin 2/182 membagi gosip
atau ghibah yang dibolehkan menjadi enam sebagai berikut: Pertama,
At-Tazhallum. Orang yang terzalimi boleh menyebutkan kezaliman seseorang
terhadap dirinya. Tentunya hanya bersifat pengaduan kepada orang yang memiliki
qudrah (kapasitas) untuk melenyapkan kezaliman.
Kedua, isti’ānah (meminta pertolongan) untuk merubah atau menghilangkan kemunkaran. Seperti mengatakan kepada orang yang diharapkan mampu menghilangkan kemungkaran: "Fulan telah berbuat begini (perbuatan buruk). Cegahlah dia." Ketiga, Al-Istifta' atau meminta fatwa dan nasihat seperti perkataan peminta nasihat kepada mufti (pemberi fatwa): "Saya dizalimi oleh ayah atau saudara, atau suami." Keempat, at-tahdzīr lil muslimīn (memperingatkan orang-orang Islam) dari perbuatan buruk dan memberi nasihat pada mereka. Kelima, orang yang menampakkan kefasikan dan perilaku maksiatnya. Seperti menampakkan diri saat minum miras (narkoba), berpacaran di depan umum, dll.
Keenam, memberi julukan tertentu pada seseorang. Apabila seseorang dikenal dengan julukan.
Kedua, isti’ānah (meminta pertolongan) untuk merubah atau menghilangkan kemunkaran. Seperti mengatakan kepada orang yang diharapkan mampu menghilangkan kemungkaran: "Fulan telah berbuat begini (perbuatan buruk). Cegahlah dia." Ketiga, Al-Istifta' atau meminta fatwa dan nasihat seperti perkataan peminta nasihat kepada mufti (pemberi fatwa): "Saya dizalimi oleh ayah atau saudara, atau suami." Keempat, at-tahdzīr lil muslimīn (memperingatkan orang-orang Islam) dari perbuatan buruk dan memberi nasihat pada mereka. Kelima, orang yang menampakkan kefasikan dan perilaku maksiatnya. Seperti menampakkan diri saat minum miras (narkoba), berpacaran di depan umum, dll.
Keenam, memberi julukan tertentu pada seseorang. Apabila seseorang dikenal dengan julukan.
2.9 Makna
Pendidikan dalam Hadits
a.
Dengan menghindari ghibah akan tercipta rasa kasih sayang antara
pendidik dan peserta didik.
b.
Dengan menghindari ghibah akan menciptakan kekompakan anatara
pendidik dan peserta didik.
c.
Dengan menghindari ghibah akan tercipta rasa saling menghargai dan
menghormati antara pendidik dan peserta didik.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1.
Hadits tentang hakikat ghibah dan bahayanya:
عن أبى هريرة
رضي الله عنه: أنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : أَتَدْرُونَ مَا
الْغِيبَةُ؟ قَالُوْا: اَللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ
بِمَا يَكْرَهُ، قِيلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُوْلُ؟ قَالَ:
إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ
فَقَدْ بَهَتَّهُ.(رواه مسلم)
Artinya: Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW.
bersabda: Tahukah kamu apakah ghibah itu? Jawab sahabat: Allah dan Rasulullah
yang lebih mengetahui. Nabi bersabda: Yaitu menyebut saudaramu dengan apa-apa
yang ia tidak suka disebutnya. Beliau ditanya: Bagaimana pendapat Engkau kalau
itu memang sebenarnya ada padanya? Jawab Nabi: Kalau memang sebenarnya begitu,
itulah yang bernama ghibah. Tetapi jikalau menyebut apa-apa yang tidak
sebenarnya, berarti kau telah menuduhnya dengan kebohongan. (H.R. Muslim)
2.
Keterangan Hadits
تدرى
|
Kamu mengetahui, memahami,
mengerti
|
اغتب،
الغيبة
|
Ghibah, gunjingan atau
membicarakan orang lain
|
يكره
|
Tidak menyenangkan, mengesalkan
|
بهث
|
Menuduh dengan kebohongan
|
3.
Kandungan Hadits. Berikut dapat disimpulkan beberapa
poin tentang definisi ghibah : Membicarakan keburukan orang lain tanpa
sepengetahuan yang dibicarakan, baik dengan ucapan, sindiran ataupun dengan
isyarat. Membicarakan aib orang lain,walaupun yang dibicarakan adalah benar
adanya pada diri yang dibicarakan. Jika yang dibicarakan mengetahui maka ia
akan tidak suka aibnya dibicarakan pada orang lain. Hal yang dibicarakan
meliputi, kehidupan pribadi, keluarga maupun spiritual seseorang. Karena membicarakan tanpa
sepengetahuan yang dibicarakan, ini artinya perbuatan licik dan pasti perbuatan
ini mengandung unsur keinginan untuk merusak harga diri, atau kemulyaan
seseorang.
4. Relevansi Hadits dengan Hadits Lain
عنْ أَبِي
بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلْ الْإِيمَانُ
قَلْبَهُ لَا تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ
فَإِنَّهُ مَنْ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعُ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ
يَتَّبِعْ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِه
Artinya : “ wahai sekalian yang
beriman dilidahnya dan belum masuk kedalam hatinya, janganlah kalian
menggunjing orang-orang muslim dan janganlah kalian mencari-cari aib mereka
karena siapa yang mencari-cari aib saudaranya, niscaya Allah akan mencari
aibnya, niscaya Dia akan membuka kejelekannya meskipun berada dalam rumahnya”.
(HR. Abu Daud, Ahmad dan Ibn Hibban)
5.
Relevansi Hadits dengan Ayat Al-Qur’an
وَلا
يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ
مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Artinya: Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.
Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (Al-Hujurat: 12)
6.
Asbabul
Wurud: Ketika Rasul SAW. dengan para sahabat sedang mengadakan suatu
perjalanan. Di tengah perjalanan, para sahabat diperintahkan agar setiap dua
orang yang mampu bersedia membantu seorang yang tak mampu (tentang makan dan
minum).
7.
Kata Kunci
ذِكْرُكَ
أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ...
Menyebut
saudaramu dengan apa-apa yang ia tidak suka disebutnya. Banyak orang yang
beranggapan bahwa menceritakan kejelekan orang yang benar-benar dimilikinya
bukanlah ghibah. Padahal itulah yang dinamakan ghibah, sebagaimana dijelaskan
dalam hadits di atas.
8.
Pembahasan
Hadits: Dalam hadits nabi yang menyatakan tentang ghibah ada dua hal yang
sangat urgen yaitu “menceritakan aib” dan “benci jika ia mengetahui”
maka dari dua kalimat inti tersebut dapat kita simpulkan bahwa yang termasuk
ghibah adalah yang membuka aib orang lain dan jika ia mngetahui maka ia tidak
suka dan akibatnya akan mendatangkan permusuhan.
9.
Makna
Pendidikan dalam Hadits
a.
Dengan menghindari ghibah akan tercipta rasa kasih sayang antara
pendidik dan peserta didik.
b.
Dengan menghindari ghibah akan menciptakan kekompakan anatara
pendidik dan peserta didik.
c.
Dengan menghindari ghibah akan tercipta rasa saling menghargai dan
menghormati antara pendidik dan peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Bahreisj Salim.1987. Tarjamah Riadhus Shalihin II. Bandung:
PT. Alma’arif.
Syafe’i Rachmat. 2000. Al-Hadis.
Bandung: CV Pustaka Setia.
http://cchacunk.blogspot.com/2013/10/makalah-akhlak-tentang-ghibah.html di akses pada 16 April 2015. Pukul 06:07 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar