Rabu, 29 Juli 2015

Hadits Nabi tentang hakikat ghibah dan bahayanya



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Penyakit hati merupakan salah satu penyakit yang amat sangat berbahaya. Diantara penyakit hati itu ialah ghibah. Ghibah merupakan penyakit hati yang serig kali dilakukan oleh manusia tak terkecuali umat muslim.
Zaman sekarang banyak orang yang mengaku muslim namun masih membeber-beberkan aib saudara muslimnya sendiri dengan kata lain menggunjingkannya.
Mungkin hal itu didasari dari kurangnya pengetahuan mengenai ghibah itu sendiri. Banyak sekali hadits yang menjelaskan makna dari ghibah dan bahaya yang ditimbulkan dari ghibah itu sendiri. Namun seringkali umat muslim mengabaikannya.
Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan sedikit menjelaskan dan mengingatkan tentang apa yang disebut ghibah dan bahayanya beserta dalil-dalil yang berhubungan dengannya.  

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana bunyi Hadits Nabi tentang hakikat ghibah dan bahayanya ?
2.      Bagaimana keterangan dari Hadits Nabi tentang hakikat ghibah dan bahayanya ?
3.      Bagaimana kandungan hadits Nabi tentang hakikat ghibah dan bahayanya ?
4.      Bagaimana relevansi Hadits tersebut dengan hadits yang lain?
5.      Bagaimana relevansi Hadits tersebut dengan Ayat Al-Qur’an ?
6.      Bagaimana Asbabul wurud dari Hadits tentang hakikat ghibah dan bahayanya ?
7.      Apakah Kata kunci yang bisa dipahami dari Hadits tersebut?
8.      Bagaimana pembahasan tentang Hadits Nabi tentang hakikat ghibah dan bahayanya ?
9.      Bagaimana makna pendidikan dalam Hadits Nabi tentang hakikat ghibah dan bahayanya ?
 
1.3  Tujuan
1.      Mengetahui bunyi Hadits Nabi tentang hakikat ghibah dan bahayanya.
2.      Mengetahui keterangan dari Hadits Nabi tentang hakikat ghibah dan bahayanya.
3.      Mengetahui kandungan hadits Nabi tentang hakikat ghibah dan bahayanya.
4.      Mengetahui relevansi Hadits tersebut dengan hadits yang lain.
5.      Mengetahui relevansi Hadits tersebut dengan Ayat Al-Qur’an.
6.      Mengetahui Asbabul wurud dari Hadits tentang hakikat ghibah dan bahayanya.
7.      Mengetahui kata kunci yang bisa dipahami dari Hadits tersebut.
8.      Mengetahui pembahasan tentang Hadits Nabi tentang hakikat ghibah dan bahayanya.
9.      Mengetahui makna pendidikan dalam Hadits Nabi tentang hakikat ghibah dan bahayanya.
 BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hadits dan Terjemah
عن أبى هريرة رضي الله عنه: أنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ؟ قَالُوْا: اَللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، قِيلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُوْلُ؟ قَالَ: إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ.(رواه مسلم)
Artinya: Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW. bersabda: Tahukah kamu apakah ghibah itu? Jawab sahabat: Allah dan Rasulullah yang lebih mengetahui. Nabi bersabda: Yaitu menyebut saudaramu dengan apa-apa yang ia tidak suka disebutnya. Beliau ditanya: Bagaimana pendapat Engkau kalau itu memang sebenarnya ada padanya? Jawab Nabi: Kalau memang sebenarnya begitu, itulah yang bernama ghibah. Tetapi jikalau menyebut apa-apa yang tidak sebenarnya, berarti kau telah menuduhnya dengan kebohongan. (H.R. Muslim)[1]
2.2 Keterangan Hadits
تدرى
Kamu mengetahui, memahami, mengerti
اغتب، الغيبة
Ghibah, gunjingan atau membicarakan orang lain
يكره
Tidak menyenangkan, mengesalkan
بهث
Menuduh dengan kebohongan

2.3 Kandungan Hadits
Berikut dapat disimpulkan beberapa poin tentang definisi ghibah :
1.   Membicarakan keburukan orang lain tanpa sepengetahuan yang dibicarakan, baik dengan ucapan, sindiran ataupun dengan isyarat.
2.   Membicarakan aib orang lain,walaupun yang dibicarakan adalah benar adanya pada diri yang dibicarakan.
3.   Jika yang dibicarakan mengetahui maka ia akan tidak suka aibnya dibicarakan pada orang lain.
4.   Hal yang dibicarakan meliputi, kehidupan pribadi, keluarga maupun spiritual seseorang.
5.   Karena membicarakan tanpa sepengetahuan yang dibicarakan, ini artinya perbuatan licik dan pasti perbuatan ini mengandung unsur keinginan untuk merusak harga diri, atau kemulyaan seseorang.
2.4 Relevansi Hadits dengan Hadits Lain
عنْ أَبِي بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلْ الْإِيمَانُ قَلْبَهُ لَا تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعُ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبِعْ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِه

                   Artinya : “ wahai sekalian yang beriman dilidahnya dan belum masuk kedalam hatinya, janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim dan janganlah kalian mencari-cari aib mereka karena siapa yang mencari-cari aib saudaranya, niscaya Allah akan mencari aibnya, niscaya Dia akan membuka kejelekannya meskipun berada dalam rumahnya”. (HR. Abu Daud, Ahmad dan Ibn Hibban).[2]
Ada dua pelanggaran yang dilakukan oleh yang suka membicarakan orang lain, yaitu pelanggaran terhadap hak Allah, karena ia melakukan apa yang dimurkainya, dan tebusannya adalah dengan taubat dan menyesali perbuatannya. Sedangkan yang kedua adalah pelanggaran terhadap kehormatan sesama. Jika ghibah telah di dengar oleh orangnya maka dia harus menemuinya dan meminta maaf atas perbuatannya dalam membicarakan aibnya. Dalam hal ini sangatlah berat karena dosanya tidak hilang selama orang tersebut tidak memaafkan. Dalam hal ini Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi saw, beliau bersabda:
 مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلِمَةٌ لِأَخِيهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ لِأَخِيهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيهِ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ
“ Siapa yang melakukan suatu kedzoliman terhadap saudaranya, harta atau kehormatannya, maka hendaklah ia menemuainya dan meminta maaf kepadanya dari dosa ghibah itu, sebelum dia dihukum, sementara dia tidak memepunyai dirham atau pun dinar. Jika dia memilki kebaikan, maka kebaikan-kebaikan itu akan diambil lalu diberikan pada saudarnya itu. Dan jika tidak, maka sebagian keburukan-keburukan saudaranya itu diambil dan diberikan padanya”. (HR. Bukhari)
2.5 Relevansi Hadits dengan Ayat Al-Qur’an
Adapun ayat Al-Qur’an yang mempunyai relevansi dengan hadits hakikat ghibah dan bahayanya terdapat pada QS Al-Hujurat : 12, yaitu :
وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Artinya: Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Allah membuat perumpamaan ini untuk ghibah karena memakan daging bangkai itu haram dan menjijikkan. Begitu juga ghibah itu haram dalam agama dan buruk dalam jiwa.
2.6 Asbabul Wurud
            Ketika Rasul SAW. dengan para sahabat sedang mengadakan suatu perjalanan. Di tengah perjalanan, para sahabat diperintahkan agar setiap dua orang yang mampu bersedia membantu seorang yang tak mampu (tentang makan dan minum). Salman diikutkan pada dua orang, tetapi ketika ia lupa tidak melayani keperluan keduanya, ia disuruh minta lauk-pauk kepada Nabi SAW. Setelah ia berangkat, keduanya berkata “Seandainya ia pergi ke sumur, pasti surutlah sumurnya.”  Ketika Salman menghadap, Nabi bersabda, “Sampaikan kepada keduanya bahwa kalian sudah makan lauk-pauknya.” Setelah ia menyampaikan hal itu kepada kedua orang tersebut, keduanya menghadap Nabi SAW. dan berkata “Kami tidak makan lauk-pauk.” Nabi bersabda, “Aku melihat merahnya daging pada mulut kalian berdua.” Jawab mereka, “Kami sekalian tidak makan lauk-pauk dan seharian kami tidak makan daging.” Kemudian bersabdalah Nabi SAW., “Kalian telah membicarakan saudaramu (Salman), maukah kalian memakan daging orang yang mati?” Jawab mereka “Tidak.” Kemudian sabda Nabi “Jika kalian tidak mau memakan daging orang mati, janganlah kalian mengatakan kejelekan orang lain (ghibah) sebab perbuatan tersebut sama dengan memakan daging saudaranya.
2.7 Kata Kunci
 ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ...
Menyebut saudaramu dengan apa-apa yang ia tidak suka disebutnya. Banyak orang yang beranggapan bahwa menceritakan kejelekan orang yang benar-benar dimilikinya bukanlah ghibah. Padahal itulah yang dinamakan ghibah, sebagaimana dijelaskan dalam hadits di atas.
Seseorang yang telah tergelincir lisannya dengan menceritakan kejelekan orang lain, sesungguhnya telah berbuat dosa, sedangkan kejelekan orang yang diceritakannyaakan berpindah kepadanya sementara kebaikannya akan pindah kepada orang yang diceritakannya. Selain itu, apabila orang yang diceritakan tersebut mendengar bahwa kejelekannya diceritakan, tentu saja ia akan marah dan hal ini menimbulkan permusuhan. Ada dua pelanggaran yang dilkukan oleh yang suka membicarakan orang lain, yaitu pelanggaran terhadap hak Allah, karena ia melakukan apa yang dimurkainya, dan tebusannya adalah dengan taubat dan menyesali perbuatannya. Sedangkan yang kedua adalah pelanggaran terhadap kehormatan sesama. Jika ghibah telah di dengar oleh orangnya maka dia harus menemuinya dan meminta maaf atas perbuatannya dalam membicarakan aibnya. Dalam hal ini sangatlah berat karena dosanya tidak hilang selama orang tersebut tidak memaafkan.
Oleh karena itu, setiap orang Islam harus berusaha untuk tidak menceritakan kejelekan orang lain atau lebih baik diam. Hal itu akan lebih menyelamatkannya, baik di dunia maupun di akhirat.[3]
2.8 Pembahasan Hadits
Dalam hadits nabi yang menyatakan tentang ghibah ada dua hal yang sangat urgen yaitu “menceritakan aib” dan “benci jika ia mengetahui” maka dari dua kalimat inti tersebut dapat kita simpulkan bahwa yang termasuk ghibah adalah yang membuka aib orang lain dan jika ia mngetahui maka ia tidak suka dan akibatnya akan mendatangkan permusuhan, kemarahan, dan bahkan bisa pembunuhan. Dalam kasus ini yang perlu kita cermati dalam relita social kita, infotaiment misalnya yang memberitakan seorang public figure dimana terkadang sanag public figure tersebut merasa diuntungkan dengan adanya pemberitaan mengenai dirinya, akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah khawatir akan adanya pergeseran pemahaman masyrakat tentang makna bahaya ghibah, dan itu akan dianggap sepele. Sedangkan hukuman bagi yang menggosip adalah tidak ringan seperti yang dijelaskan dalam surah al-Hujurat ayat 12, disana ghibah dianalogikan seperti seseorang yang memakan daging saudaranya yang sudah busuk.
Ulama mengambil kesimpulan bahwa hukum ghibah atau gosip itu terbagi tiga yaitu haram, wajib dan halal (boleh).

HARAM
Hukum asal gosip adalah haram. Gosip yang haram adalah ketika anda membicarakan aib sesama muslim yang dirahasiakan. Baik aib itu terkait dengan bentuk fisik atau perilaku; terkait dengan agama atau duniawi. Hukum haram ini tersurat secara tegas dalam Al-Quran, hadits seperti disebut di atas dan ijmak ulama sebagaimana disebutkan oleh Al-Qurtubi dalam Tafsir Al-Qurtubi 16/436. Yang menjadi perselisihan ulama hanyalah apakah gosip termasuk dosa besar atau kecil. Mayoritas ulama menganggapnya sebagai dosa besar. Menurut Ibnu Hajar Al-Haitami ghibah dan namimah (adu domba) termasuk dosa besar.  Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar berkata: Ghibah itu haram tidak hanya bagi pembawa gosip tapi juga bagi pendengar yang mendengar dan mengakui. Maka wajib bagi siapa saja yang mendengar orang memulai berghibah untuk berusaha menghentikannya apabila ia tidak kuatir pada potensi ancaman. Apabila takut maka ia wajib mengingkari dengan hatinya dan keluar dari majelis pertemuan kalau memungkinkan. Apabila mampu mengingkari dengan lisan atau dengan mengalihkan pembicaraan maka hal itu wajib dilakukan. Apabila tidak dilakukan, maka ia berdosa.
WAJIB
Ghibah atau membicarakan / menyebut aib orang lain adakalanya wajib. Hal itu terjadi dalam situasi di mana ia dapat menyelamatkan seseorang dari bencana atau potensi terjadinya sesuatu yang kurang baik. Misalnya, ada seorang pria atau wanita yang ingin menikah. Dia meminta nasihat tentang calon pasangannya. Maka, si pemberi nasihat wajib memberi tahu keburukan atau aib calon pasangannya sesuai dengan fakta yang diketahui pemberi nasihat. Atau seperti si A memberitahu pada si B bahwa si C berencana untuk mencuri hartanya atau membunuhnya atau mencelakakan istrinya, dlsb. Ini termasuk dalam kategori memberi nasihat. Dan hukumnya wajib seperti disebut dalam hadits di atas tentang 6 hak muslim atas muslim yang lain.
BOLEH
Dalil bolehnya Ghibah terdapat QS An Nisa : 148

لا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا

Artinya: Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Imam Nawawi dalam Riyadus Shalihin 2/182 membagi gosip atau ghibah yang dibolehkan menjadi enam sebagai berikut: Pertama, At-Tazhallum. Orang yang terzalimi boleh menyebutkan kezaliman seseorang terhadap dirinya. Tentunya hanya bersifat pengaduan kepada orang yang memiliki qudrah (kapasitas) untuk melenyapkan kezaliman.
Kedua, isti’ānah (meminta pertolongan) untuk merubah atau menghilangkan kemunkaran. Seperti mengatakan kepada orang yang diharapkan mampu menghilangkan kemungkaran: "Fulan telah berbuat begini (perbuatan buruk). Cegahlah dia." Ketiga, Al-Istifta' atau meminta fatwa dan nasihat seperti perkataan peminta nasihat kepada mufti (pemberi fatwa): "Saya dizalimi oleh ayah atau saudara, atau suami." Keempat, at-tahdzīr lil muslimīn (memperingatkan orang-orang Islam) dari perbuatan buruk dan memberi nasihat pada mereka. Kelima, orang yang menampakkan kefasikan dan perilaku maksiatnya. Seperti menampakkan diri saat minum miras (narkoba), berpacaran di depan umum, dll.
Keenam, memberi julukan tertentu pada seseorang. Apabila seseorang dikenal dengan julukan.
2.9 Makna Pendidikan dalam Hadits
a.       Dengan menghindari ghibah akan tercipta rasa kasih sayang antara pendidik dan peserta didik.
b.      Dengan menghindari ghibah akan menciptakan kekompakan anatara pendidik dan peserta didik.
c.       Dengan menghindari ghibah akan tercipta rasa saling menghargai dan menghormati antara pendidik dan peserta didik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.      Hadits tentang hakikat ghibah dan bahayanya:
عن أبى هريرة رضي الله عنه: أنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ؟ قَالُوْا: اَللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، قِيلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُوْلُ؟ قَالَ: إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ.(رواه مسلم)
Artinya: Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW. bersabda: Tahukah kamu apakah ghibah itu? Jawab sahabat: Allah dan Rasulullah yang lebih mengetahui. Nabi bersabda: Yaitu menyebut saudaramu dengan apa-apa yang ia tidak suka disebutnya. Beliau ditanya: Bagaimana pendapat Engkau kalau itu memang sebenarnya ada padanya? Jawab Nabi: Kalau memang sebenarnya begitu, itulah yang bernama ghibah. Tetapi jikalau menyebut apa-apa yang tidak sebenarnya, berarti kau telah menuduhnya dengan kebohongan. (H.R. Muslim)
2.      Keterangan Hadits
تدرى
Kamu mengetahui, memahami, mengerti
اغتب، الغيبة
Ghibah, gunjingan atau membicarakan orang lain
يكره
Tidak menyenangkan, mengesalkan
بهث
Menuduh dengan kebohongan

3.      Kandungan Hadits. Berikut dapat disimpulkan beberapa poin tentang definisi ghibah : Membicarakan keburukan orang lain tanpa sepengetahuan yang dibicarakan, baik dengan ucapan, sindiran ataupun dengan isyarat. Membicarakan aib orang lain,walaupun yang dibicarakan adalah benar adanya pada diri yang dibicarakan. Jika yang dibicarakan mengetahui maka ia akan tidak suka aibnya dibicarakan pada orang lain. Hal yang dibicarakan meliputi, kehidupan pribadi, keluarga maupun spiritual seseorang. Karena membicarakan tanpa sepengetahuan yang dibicarakan, ini artinya perbuatan licik dan pasti perbuatan ini mengandung unsur keinginan untuk merusak harga diri, atau kemulyaan seseorang.
4.      Relevansi Hadits dengan Hadits Lain
عنْ أَبِي بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلْ الْإِيمَانُ قَلْبَهُ لَا تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعُ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبِعْ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِه

            Artinya : “ wahai sekalian yang beriman dilidahnya dan belum masuk kedalam hatinya, janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim dan janganlah kalian mencari-cari aib mereka karena siapa yang mencari-cari aib saudaranya, niscaya Allah akan mencari aibnya, niscaya Dia akan membuka kejelekannya meskipun berada dalam rumahnya”. (HR. Abu Daud, Ahmad dan Ibn Hibban)
5.      Relevansi Hadits dengan Ayat Al-Qur’an
وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Artinya: Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (Al-Hujurat: 12)
6.      Asbabul Wurud: Ketika Rasul SAW. dengan para sahabat sedang mengadakan suatu perjalanan. Di tengah perjalanan, para sahabat diperintahkan agar setiap dua orang yang mampu bersedia membantu seorang yang tak mampu (tentang makan dan minum).
7.      Kata Kunci

ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ...

Menyebut saudaramu dengan apa-apa yang ia tidak suka disebutnya. Banyak orang yang beranggapan bahwa menceritakan kejelekan orang yang benar-benar dimilikinya bukanlah ghibah. Padahal itulah yang dinamakan ghibah, sebagaimana dijelaskan dalam hadits di atas.
8.      Pembahasan Hadits: Dalam hadits nabi yang menyatakan tentang ghibah ada dua hal yang sangat urgen yaitu “menceritakan aib” dan “benci jika ia mengetahui” maka dari dua kalimat inti tersebut dapat kita simpulkan bahwa yang termasuk ghibah adalah yang membuka aib orang lain dan jika ia mngetahui maka ia tidak suka dan akibatnya akan mendatangkan permusuhan.
9.      Makna Pendidikan dalam Hadits
a.       Dengan menghindari ghibah akan tercipta rasa kasih sayang antara pendidik dan peserta didik.
b.      Dengan menghindari ghibah akan menciptakan kekompakan anatara pendidik dan peserta didik.
c.       Dengan menghindari ghibah akan tercipta rasa saling menghargai dan menghormati antara pendidik dan peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA

Bahreisj Salim.1987. Tarjamah Riadhus Shalihin II. Bandung: PT. Alma’arif.

Syafe’i Rachmat. 2000.  Al-Hadis. Bandung: CV Pustaka Setia.




[1] Salim Bahreisj, Tarjamah Riadhus Shalihin II, (Bandung: PT. Alma’arif. 1987), hal 404.
[2] http://cchacunk.blogspot.com/2013/10/makalah-akhlak-tentang-ghibah.html
[3] Rachmat Syafe’i, Al-Hadis, (Bandung: CV Pustaka Setia. 2000), hal 191.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar