BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam suatu proses belajar mengajar, unsur yang sangat penting adalah metode mengajar dan strategi pembelajaran
berbahasa.
Kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu metode mengajar tertentu
akan mempengaruhi jenis strategi pembelajaran yang sesuai, meskipun masih ada
berbagai aspek lain yang harus diperhatikan dalam memilih strategipembelajaran,
antara lain tujuan pembelajaran, jenis tugas dan respons yang diharapkan siswa
dan karakteristik siswa. Meskipun demikian, dapat dikatakan bahwa salah satu
fungsi utama strategi pembelajaran adalah sebagai bantu mengajar yang turut
mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan
oleh guru.
Strategi dan
metode pembelajaran
dalam proses belajar mengajar membangkitkan minat dan keinginan yang baru,
membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa
pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan metode pembelajaran pada tahap orientasi pengajaran akan
sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi
pelajaran pada saat itu.
1.2 Rumusan masalah
A.
Apa yang dimaksud dengan strategi pembelajaran keterampilan
menyimak ?
B.
Apa yang dimaksud dengan strategi pembelajaran keterampilan
berbicara ?
C.
Apa yang dimaksud dengan strategi pembelajaran keterampilan
membaca ?
D.
Apa yang dimaksud dengan strategi pembelajaran keterampilan
menulis ?
1.
Tujuan Penulisan
A.
Mengetahui Apa yang dimaksud dengan dengan keterampilan menyimak.
B.
Mengetahui Apa yang dimaksud dengan dengan keterampilan berbicara.
C.
Mengetahui Apa yang dimaksud dengan dengan keterampilan membaca.
D.
Mengetahui Apa yang dimaksud dengan dengan keterampilan menulis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Strategi Pembelajaran Keterampilan Menyimak
Keterampilan menyimak adalah satu bentuk keterampilan berbahasa
yang bersifat reseptif. Pada waktu proses pembelajaran, keterampilan ini jelas
mendominasi aktivitas siswa atau mahasiswa dibanding dengan keterampilan
lainnya, termasuk keterampilan berbicara. Namun, keterampilan ini baru diakui
sebagai komponen utama dalam pembelajaran berbahasa pada tahun 1970-an yang
ditandai oleh munculnya teori Total Physical Response (TPS) dari James
Asher, The Natural Approach,dan Silent Periodnya. Ketiga teori
ini menyatakan bahwa menyimak bukanlah suatu kegiatan satu arah. Langkah
pertama dari kegiatan keterampilan menyimak ialah proses psikomotorik untuk
menerima gelombang suara melalui telinga dan mengirimkan implus-implus tersebut
ke otak. Namun, proses tadi hanyalah suatu permulaan dari suatu proses
interaktif ketika otak bereaksi terhadap implus-implus tadi untuk mengirimkan
sejumlah mekanisme kognitif dan afektif yang berbeda.
Menurut Brown (1995) terdapat delapan proses dalam kegiatan
menyimak, yakni:
1)
Pendengar memproses raw speech dan menyimpan image dari short
term memory. Image ini berisi frase, klausa, tanda-tanda baca, intonasi,
dan pola-pola tekanan kata dari suatu rangkaian pembicara yang ia dengar.
2)
Pendengar menentukan tipe dalam setiap peristiwa pembicaraan yang
sedang diproses. Pendengar, sebagai contoh harus menentukan kembali apakah pembicaraan
tadi berbentuk suatu dialog, pidato, siaran radio, dan lain-lain dan kemudian
ia menginterpretasikan pesan ia terima.
3)
Pendengar mencari maksud dan tujuan pembicara dengan
mempertimbangkan bentuk dan jenis pembicaraan, konteks, da nisi.
4)
Pendengar me-recall latar
belakang informasi (melaliui skema yang ia miliki) sesuai dengan konteks subjek
masalah yang ada. Pengalaman dan pengetahuan akan digunakan dalam membentuk
hubungan-hubungan kognitif untuk memberikan interpretasi yang tepat terhadap
pesan yang disampaikan. Pendengar mencari arti literal dari pesan yang ia
dengar. Proses ini melibatkan kegiatan interpretasi semantic;
5)
Pendengar menentukan arti yang dimaksud.
6)
Pendengar mempertimbangkan apakah informasi yang ia terima harus
disimpan di dalam memorinya atau ditunda.
7)
Pendengar menghapus bentuk pesan-pesan yang ia telah terima. Pada
dasarnya, 99% kata-kata dan frase, serta kalimat yang diterima akan menghilang
dan terlupakan.
Berkenaan dengan uraian di
atas, tujuan bahasa menurut Nunan (berpengaruh pada proses pembelajaran.
Berdasarkan tujuan bahsa, Nunan mengatakan bahwa menyimak dapat
dibagi atas dua kategori, yakni monolog dan dialog. Pada monolog, kita melihat
ada sesuatu sifat yang direncanakan (planned) dan yang tidak
direncanakan (unplanned). Sedangkan pada dialog muncul sifat
interpersonal dan transaksional yang terdiri atas subkategori familiar dan
nonfamiliar.
Keterampilan menyimak pada tahapan lebih tinggi mampu
menginformasikan kembali pemahamannya melalui keterampilan berbicara maupun
menulis. Pengetahuan menyimak dalam pengajaran bahasa asing terbagi atas
situasi langsung sebuah percakapan, pidato, lagu, dan sebagainya, dan situasi
tidak langsung seperti mendengarkan sebuah percakapan melalui kaset.
Evaluasi kemampuan menyimak masih terfokus pada dua jenis, yaitu
tes melalui rekaman dan tes dalam bentuk tanya jawab atau wawancara. Tes
melalui rekaman terutama dilakukan dalam pembelajaran bahasa kedua atau bahasa
asing. Untuk pengajaran bahasa Indonesia, tes kemampuan menyimak dilakukan
melalui wawancara, tanya jawab, menjawab isi dialog, menjawab pertanyaan yang
berkenaan dengan drama yang baru ditonton, dan bentuk tes lainnya.
Strategi pembelajaran keterampilan menyimak berkembang terutama
dalam pengajaran bahasa asing. Munculnya teknologi perekaman seperti kaset, CD,
video, dan lain-lain, meningkatkan kemajuan pemberian materi ajar menyimak.
Dalam pengajaran bahasa Indonesia, tampaknya strategi belajar menyimak masih
berkutat dengan pola lama, yaitu peserta didik mendengar dan berupaya menjawab
apa yang dijelaskan oleh pengajar. Ada kecenderungan bahwa keterampilan
menyimak dalam bahasa Indonesia kurang mendapat perhatian dalam keseluruhan
proses belajar bahasa Indonesia di semua jenjang pendidikan. Fenomena seperti
ini terjadi di hampir semua negara. Pelajaran menyimak bahasa Prancis kurang
mendapat tempat dikalangan peserta didik berkewarganegaraan Prancis, kasus
serupa ditemukan di Inggris, Rusia, dan lain-lain.
Unsur yang sangat penting dan fundamental dalam semua interaksi adalah
keterampilan untuk memahami apa yang dikatakan/diucapkan oleh orang
lain/pembicara. Dalam kehidupan berbahasa sehari-hari, sering kita jumpai
pendengar-pendengar yang kurang terampil, baik dalam bahasa ibu maupun bahasa
kedua; mungkin karena perhatian kurang terpusat, egosentrisme, ataupun karena
sifat kenangan lewat pendengaran yang singkat, padahal kebanyakan orang dewasa
diperkirakan telah menggunakan waktu dalam aktivitas komunikasi: 45% digunakan
untuk mendengarkan, 30% untuk berbicara, 16% untuk membaca, dan hanya 9% untuk
menulis.
Dalam situasi hidup sehari-hari banyak orang menjadi terampil, baik
dalam bahasa pertama maupun bahasa kedua, dalam memahami register-register
bahasa variasi dialek, dan kemajemukan struktur, tetapi mereka tidak dapat menghasilkannya
sendiri dalam wicara. Dalam hubungan inilah para peserta didik harus diberi
dorongan dan kesempatan untuk menerima pengalaman belajar dalam kehidupan
berbahasa yang nyata, dan menerima latihan-latihan yang sesuai bagi
masing-masing individu dengan materi yang efektif dan praktis serta
menyenangkan.
Sebenarnya mendengarkan memahami itu bukan merupakan suatu proses
yang pasif, melainkan suatu proses yang aktif dalam mengkonstruksikan suatu
pesan dari suatu arus bunyi yang diketahui orang sebagai potensi-potensi
fonologis, semantic dan sintaksis suatu bahasa.
Dalam proses tersebut dapat dibedakan dua aspek tujuan menyimak,
yaitu:
a)Persepsi, yakni ciri kognitif dari proses mendengarkan yang didasarkan pada
pemahaman pengetahuan tentang kaidah-kaidah kebahasaan.
b)
Resepsi,
yakni pemahaman pesan atau penafsiran pesan yang dikehendaki oleh pembicara.
Dalam KBM menyimak, pola KBM umum yang dikemukakan oleh Kemp (1977)
dapat diberlakukan pada aktivitas menyimak. Berikut ini beberapa tahapannya.
a)
Identifikasi.
Peserta didik mempersepsi bunyi-bunyi dan frase-frase dengan menidentifikasi
unsur-unsur ini secara langsung dan holistik terhadap artinya.
b)
Identifikasi dan seleksi tanpa retensi. Peserta didik mendengarkan untuk kesenangan memahami, menyarikan
sekuen, tanpa dituntutuntuk mendemonstrasikan pemahaman melalui penggunaan
bahasa secara aktif.
c)
Identifikasi dan seleksi terarah dengan retensi pendek/terbatas. Peserta didik diberi beberapa
indikator terlebih dahulu tentang hal-hal yang didengar atau disimak; mereka
mendemonstrasikan pemahamannya secara langsungdalam beberapa cara yang aktif.
d)
Identifikasi dan seleksi dengan retensi yang memerlukan waktu yang panjang.
Peserta didik mendemonstrasikan pemahamannya, atau menggunakan
bahan pelajaran yang telah dipahaminya setelah mengalami kegiatan mendengarkan
secara tuntas; atau, mereka dilibatkan dalam aktivitas yang meminta pengingatan
kembali (recall) tentang materi pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya.
Keempat model aktivitas menyimak tersebut dapat diterapkan pada
tingkat belajar permulaan, menengah, dan mahir atau lanjutan dengan metode dan
teknik yang disesuaikan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
pencapaian tujuan pengajaran.
KBM menyimak untuk ketiga tingkat belajar (permulaan, menengah,
mahir) dapat dipergunakan metode dan teknik:
a)
Menyimak murni.
b)
Wicara.
c)
Visual.
d)
Gerakan.
e)
Menulis.
Ketiga tingkat belajar bahasa tersebut perlu diberikan kepada para
peserta didik atau mahasiswa kependidikan, baik untuk kepentingan keterampilan bahasa
mereka sendiri (advanced tingkat) maupun untuk keperluan mereka sebagai bekal
mengajarkan keterampilan menyimak itu kepada peserta didik sekolah dasar dan
menengah sesuai dengan kurikulum sekolah.
Masing-masing tingkat belajar dapat mengambil keempat jenis
aktivitas mendengarkan-memahami. Semuanya dapat dikembalikan pada dua aspek
tujuan proses menyimak, yaitu: persepsi dan resepsi.
Pada prinsipnya, strategi pembelajaran menyimak dapat memilih salah
satu atau campuran dari ketiga pola KBM umum, sehingga bentukannya kurang lebih
sebagai berikut.
a)
Penerimaan informasi tertentu kepada peserta didik mengenai apa dan
bagaimana menyimak menurut jenis dan tahap aktivitas, kemudian diikuti
demontstrasi. Peserta didik mendengarkan informasi, dan melihat demonstrasi
peserta mencatat.
b)
Interaksi. Pengajar memberi contoh dan peserta didik menirukan,
diikuti pemantapan oleh pengajar dan peserta didik dengan cara menirukan lagi
atau mengulang secara lebih kreatif. Tanya jawab antara pengajar dengan peserta
didik atau berdiskusi antara sesama peserta didik tentang pelaksanaan suatu
jenistahap penyimakan.
c)
Secara independen tiap individu peserta didik bekerja sendiri
dengan melakukan kegiatan tertentu:
ü Menyimak
rekaman model;
ü Mengidentifikasi,
mengklasifikasi dan melakukan retensi tertentu sesuai dengan tingkat
keterampilan yang dipilih dari model yang di programkan atau dari suatu bentuk
percakapan yang nyata.
Sering terjadi, seseorang pengajar misalnya pengajar bahasa dan
sastra Indonesia, kurang melakukan pengamatan dengan sengaja, atau bahkan tak
pernah secara berencana, melakukan pengamatan dalam kelas pengajaran bahasa dan
sastra Indonesia dan mencoba untuk menerka dengan pasti siapa di antara para
peserta didik yang sungguh-sungguh mendengarkan dan menyimak. Namun, kita
berasumsi bahwa ada pengajar yang sedang mengobservasi peserta didik SMA dalam
kelas pengajaran bahasa, atau seorang dosen sedang memberikan kuliah singkat
untuk mempersiapkan para peserta didiknya guna mendiskusikan sebuah cerita
pendek.
Semua peserta didik yang telah dideskripsikan pengajar atau oleh
teman-teman mereka; sekurang-kurangnya barang kali mereka dapat mengatakan
bahwa seseorang sedang berbicara tentang suatu. Beberapa ahli mendefinisikan
mendengar dan menyimak sebagai suatu proses bahasa yang dimaknai ke dalam
pkiran. Jika demikian, mendengarkan atau menyimak bahasa adalah suatu jenis
mendengarkan dan menyimak yang pada umumnya bisa dikerjakan oleh peserta didik
di dalam suatu kelas belajar, yang meminta upaya kesadaran mental. Kegiatan ini
menghasilkan pemahaman dan memperluasnya ke dalam beberapa jenis kegiatan yang
berhubungan dengan pemahaman tersebut.
Berikut ini dua belas tahapan kegiatan menyimak:
1)
Mendengar
2)
Mengenangkan
3)
Memperhatikan
4)
Membentuk imajinasi
5)
Mencari simpanan masa lalu dalam gagasan
6)
Membandingkan
7)
Menguji isyarat-isyarat
8)
Mengodekan kembali
9)
Mendapatkan makna
10)
Memasukkan ke dalam pikiran di saat-saat mendengarkan atau menyimak
11)
Menginterpretasikan sesuatu yang disimak
12)
Menirukan dalam pikiran
Langkah atau tahapanan nomor 1 dan nomor 2 di identifikasikannya
sebagai aktivitas psikologis; langkah nomor 3 sampai dengan nomor 8 sebagai
aktivitas memperhatikan dan berkonsentrasi; langkah nomor 9 dan 10 sebagai
aktivitas intelektual yang sangat tinggi.
Pada umumnya kurikulum pengajaran bahasa di sekolah dan rancangan
pengajaran individual pengajar bahasa Indonesia memberikan sedikit saja
pengajaran keterampilan menyimak. Menurut para ahli pengajaran menyimak,
alasan-alasan yang menyebabkan kurangnya perhatian tersebut terletak pada tiga
hal tersebut:
a.
Menyimak dipandang sebagai suatu proses kematangan jiwa (a
naturation process) yang secara sangat alamiah akan menjadi lebih baik sewaktu
anak berkembang menjadi lebih dewasa.
b.
Ada beberapa penuntun, petunjuk, manual, atau program-program
tersrtuktur lainnya untuk kegiatan menyimak secara langsung.
c.
Perbaikan pengajaran menyimak dipandang sebagai kewajiban setiap
orang dan pada akhirnya tak seorangpun pernah mencobanya.
Berikut ini ada dua daftar yang mungkin sangat berguna bagi para
pengajar bahasa Indonesia yang berkesempatan untuk berusaha mengembangkan dan
menyempurnakan tujuan-tujuan program pengajaran menyimak.
a)
Menyimak umum
·
Mengingat rincian-rincian penting secara tepat mengenai ilmu
pengetahuan khusus
·
Mengingat urutan-urutan sederhana atau kata-kata dan gagasan
·
Mengikuti pengarahan-pengarahan lisan
·
Memparafrase suatu pesan lisan sebagai suatu pemahaman melalui
penerjemahan
·
Mengikuti suatu urutan dalam (1) pengembangan plot, (2)
pengembangan watak/pelaku cerita, dan (3) argumentasi pembicara
·
Memahami makna denotatif kata-kata
·
Memahami makna konotatif kata-kata
·
Memahami makna kata-kata melalui konteks percakapan (pemahaman
melalui penerjemahan dan penafsiran)
·
Mendengarkan untuk mencatat rincian-rincian penting
·
Mendengarkan untuk mencatatgagasan utama
·
Menjawab dan merumuskan pertanyaan-pertanyaan
·
Mengidentifikasi gagasan utama dan meringkas dalam pengertian
mengkombinasikan dan mensintesiskan tentang siapa, apa, kapan, dimana, dan
mengapa
·
Memahami hubungan antara gagasan dan organisasi yang cukup baik
untuk menentukan apa yang bisa terjadi berikutnya
·
Menghubungkan materi yang di ucapkan secara lisan dengan pengalaman
sebelumnya
·
Mendengarkan untuk alasan
kesenangan dan respons emosional
b)
Menyimak secara kritis
·
Membedakan fakta dari khayalan menurut kriteria tertentu
·
Menentukan validitas dan ketetapan gagasan utama, argument-argumen,
dan hipotesis
·
Membedakan pertanyaan-pertanyaan yang didukung dengan bukti-bukti
yang tepat dari opini dan penilaian, dan
mengevaluasinya
·
Membedakan pernyataan yang di dukung dengan bukti-bukti yang tepat
dari bukti-bukti tang tak relevan dan sekaligus mengevaluasinya
·
Memerikasa, membandingkan, dan mengkrontraskan gagasan dan
menyimpulkan pembicaraan, misalnya mengenai ketetapan dan kesesuaian suatu
deskripsi
·
Mengevaluasi kesalahan-kesalaha, seperti misalnya.
ü Generalisasi
yang tergesa-gesa
ü Analogi yang
salah, dan
ü Gagal dalam
menyajikan contoh
·
Mengenal dan menentukan pengaruh-pengaruh berbagai alat yang
mungkin dipakai oleh pembicara untuk mempengaruhi pendengar, misalnya:
ü Music
ü Kata-kata yang
tak penting
ü Intonasi suara
ü Permainan isu
emosional dan kontrovensial
ü Propaganda
·
Melacak dan mengevaluasi bias dan prasangka buruk dari pembicara
atau dari suatu sudut pandnag tertentu
·
Mengevaluasi kualifikasi pembicaraan.
·
Merencanakan evaluasi dan mencoba menerapkan suatu situasi yang
baru.
Dari daftar
tujuan tersebut, betapapun rincinya tujuan belumlah dapat menghasilkan suatu
program. Dalam kenyataannya, setiap program memerlukan strategi untuk membantu
peserta didik mencapai tujuan program. Dengan kata lain, suatu strategi yang
panjang rentangannya merupakan pertimbangan yang utama. Jadi, menyimak harus
diajarkan secara sistematis sepanjang proses belajar berlangsung.
2.2 Strategi Pembelajaran Keterampilan Berbicara
Menurut alitan komunikatif dan pragmatic, keterampilan berbicara
dan keterampilan menyimak berhubungan secara kuat. Interaksi lisan ditandai
oleh rutinitas informasi. Ciri lain adalah diperlukan seorang pembicara
mengasosilasikan makna, mengatur interaksi; siapa harus mentakan apa, kepada
siapa, kapam, dan tentang apa. Keterampilan berbicara mensyaratkan adanya
pemahaman minimal sari pembicaraan dalam membentuk sebuah kalimat. Sebuah
kalimat, batapapun kecilnya, memiliki struktur dasar yang saling bertemali
sehingga mampu menyajikan sebuah makna.
Keterampilan berbicara pada hakikatnya merupakan keterampilan
memproduksikan arus system bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak,
kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang lain. Dalam hal ini, kelengkapan
alat ucap seseorang merupakan persyaratan alamiah yang memungkinkannya untuk
memproduksi suatu ragam yang luas bunyi artikulasi, tekanan, nada, kesenyapan
dan lagu berbicara. Keterampilan ini juga didasari oleh kepercayaan diri untuk
berbicara secara wajar, jujur, benar, dan bertanggungjawab dengan menghilangkan masalah psikologis
seperti rasa malu, rendah hati, ketegangan , berat lidah, dan lain-lain.
Rancangan program pengajaran untuk mengembangkan keterampilan
berbicara dapat memberikan pemenuhan kebutuhan yang berbeda. Kegiatan-kegiatan
tersebut antara lain:
a.
Aktivitas mengembangkan keterampilan bicara secara umum
b.
Aktivitas mengembangkan bicara secara khusus untuk membentuk model
diksi dan ucapan, dan mengurangi penggunaan bahasa nonstandar
c.
Aktivitas menagatasi masalah yang meminta perhatian khusus:
·
Peserta didik yang penggunaan bahasa ibunya sangat dominan
·
Peserta didik yang mengalami problema kejiwaan, pemalu dan tertutup
·
Peserta didik yang menderita hambatan jasmani yang berhubungan
dengan alat-alat berbicaranya
Program pengajaran keterampilan berbicara harus mampu memberikan
kesempatan kepada setiap individu mencapai tujuan yang di cita-citakan. Tujuan
keterampilan berbicara akan mencakup pencapaian hal-hal berikut:
a.
Kemudahan Berbicara
Peserta didik
harus mendapat kesempatan yang besar untuk berlatih berbicara sampai mereka
mengembangkan keterampilan ini secara wajar, lancer, dan menyenangkan, baik di
dalam kelompok kecil maupun di hadapan pendengar umum yang lebih besar
jumlahnya. Para peserta didik perlu mengembangkan kepercayaan yang tumbuh
melalui latihan.
b.
Kejelasan
Dalam hal ini
peserta didik berbicara dengan tepat dan jelas, baik artikulasi maupun diksi
kalimat-kalimatnya. Gagasan yang di ucapkan harus tersusun dengan baik. Dengan
latihan berdiskusi yang mengatur cara berfikir yang logis dan jelas, kejelasan
berbicara tersebut dapat dicapai.
c.
Bertanggung Jawab
Latihan
berbicara yang bagus menekankan pembicara untuk bertanggungjawab agar berbicara
secara tepat, dan dipikirkan dengan sungguh-sungguh mengenai apa yang menjadi
topik pembicaraan, tujuan pembicaraan, sia[a yang diajak berbicara, dan
bagaimana situasi pembicara serta momentumnya. Latihan demikian akan
menghindarkan peserta didik dari berbicara yang tidak bertanggungjawab atau bersilat
lidah yang mengelabui kebenaran.
d.
Membentuk Pendengaran yang Kritis
Latihan berbicara yang baik sekaligus mengembangkan keterampilan
menyimak secara tepat dan kritis juga menjadi tujuan utama program ini. Di sini
peserta didik perlu belajar untuk dapat mengevaluasi kata-kata, niat, dan
tujuan pembicara yang secara emplisit mengajukan pertanyaan
·
Siapakah yang berkata:
·
Mengapa ia berkata demikian?
·
Apa tujuannya;
·
Apa kewenangnya ia berkata begitu?
e. membentuk
kebiasaan
kebiasaan berbicara tidak dapat di capai tanpa
kebiasaan berinteraksi dalam bahasa yang di pelajari atau bahkan dalam bahasa
ibu. Faktor ini demikian penting dalam membentuk kebiasaan berbicara dalam
perilaku seseorang.
Tujuan
keterampilan berbicara seperti yang di kemukakan di atas akan dapat di capai
jika program pengajaran di landasi prinsip-prinsip yang relevan, dan pola KBM
yang membuat para peserta didik secara aktif mengalami kegiatan berbicara.
Prinsip-prinsip tersebut adalah perintegrasian program latihan keterampilan
berbicara sebagian bagian dari penggunaan bahasa secara menyeluruh dengan
penekanan pada unit-unit khusus yang melibatkan aktivitas pengajar dan peserta
didik. Keterlibatan pengajar dapat mencakup antara lain:
a.
Diagnosis pengajar mengenai
kebutuhan, minat, dan selera peserta didik secara umum;
b.
Diagnosis pengajar mengenai perbedaan kondisi keterampilan individu
peserta didik;
c.
Keterampilan pengajar bekerja secara efektif daa efesien sesuai
dengan keadaan peserta didik, sumber, dan fasilitas.
Khusus dalam hal
diagnosis, pada umumnya kesulitan-kesulitan yang dihadapi pengajar dan peserta
didik adalah:
a.
Distori fonem sebagai masalah artikulasi.
b.
Masalah gagap yang lebih bersifat individual.
c.
Pengacuan artikulasi kata-kata karena terlalu cepat keluarnya.
d.
Kesulitan pendengaran yang bisa di sebabkan oleh suara terlalu
keras ataupun terlalu lembut.
e.
Masalah lain yang menyimpang dari garis formal kegiatan, misalnya
seorang peserta didik berbicara sendiri secara informal kepada pengajar atau
peserta didik lainnya dengan suara lirih ataupun dengan suara terlalu keras.
Kesulitan-kesulitan tersebut dapat diatasi peserta didik yang
bersangkutan dengan terapi psikis yang di rekomendasikan untuk mendasari sikap
dalam melakukan latihan teknik penyembuhan tiap aspek kesulitan.
Sebagaimana diketahui,
pemilihan strategi atau gabungan metode dan teknik pembelajaran terutama
didasrkan pada tujuan dan materi yang telah di tetapkan pada satuan-satuan
kegiatan belajar. Dalam hal tersebut keterlibatan intelektual-emosional peserta
didik dapat dilatihkan dalam kegiatan, antara lain:
·
Bermain peran
·
Berbagai bentuk diskusi;
·
Wawancara;
·
Bercerita (pengalaman diri: pengalaman hidup, pengalaman membaca,);
·
Pidato
·
Laporan lisan
·
Membaca nyaring;
·
Merekam bicara;
·
Bermain drama.
Dalam strategi pengajaran, pemakaian beberapa teknik di pandang
lebih menguntungkan dari pada hanya menggunakan satu teknik saja. Sedangkan
dalam hal pendekatan, digunakan secara bervariasi antara pendekatan terkontrol
dan pendekatan bebas. Kedua pendekatan ini dapat di berlakukan pada sejumlah
teknik yang di kehendaki, misalnya:
(1)
Bebicara terpimpin:
·
Frase dan kalimat.
·
Satuan paragraf.
·
Dialog.
·
Pembaca puisi.
(2)
Berbicara semi – terpimpin:
·
Reproduksi cerita.
·
Cerita berantai.
·
Menyusun kalimat dalam pembicaraan.
·
Melaporkan isi bacaan secara lisan.
(3)
Berbicara bebas:
·
Diskusi.
·
Drama.
·
Wawancara.
·
Berpidato.
·
Bermain peran.
2.3 strategi pembelajran keterampilan membaca
Keterampilan
membaca pada umumnya di peroleh dengan cara mempelajarinya di sekolah. Keterampilan
berbahasa ini merupakan satu ketrampilan yang sangat unik serta berperan
penting bagi pengembangan pengetahuan, dan sebagai alat komunikasi bagi
kehidupan manusia. Di katakan penting bagi pengembangan pengetahuan karena
persentase transfer ilmu pengetahuan terbanyak dilakukan melalui membaca. Fakta
di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat negara maju di tandai oleh telah
berkembangnya budaya baca.
Membaca merupakan
kegiatan untuk mendapatkan makna dari apa yang tertulis dalam teks. Dengan
demikian , kegiatan membaca bukanlah suatu kegiatan yang sederhana seperti apa
yang di perkirakan banyak pihak sekarang ini. Kegiatan membaca bukan hanya
kegiatan yang melibatkan prediksi, pengecekan skema, atau dekoding, akan tetapi
juga merupakan interaksi grafofonik, sintaktik, semantik, dan skematik. Di
samping itu, keterlibatan pembaca di dalam mencari arti dari teks yang ia baca
mempengaruhinya pula.
Pengajaran membaca
harus memperhatikan kebiasaan cara berfikir teratur dan baik. Hal ini di
sebabkan membaca sebagai proses yang sangat kompleks, dengan melibatkan semua
proses mental yang lebih tinggi, seperti ingatan pemikiran, daya khayal,
pengaturan, penerapan, dan pemecahan masalah.
Tes kemampuan
membaca adalah sebuah tes keterampilan berbahasa yang di lakukan dalam
pengajaran bahasa pertama maupun bahasa yang kedua (asing). Kemampuan membaca
merupakan salah satu dari keempat keterampilan berbahasa yang di ajarkan – dan
karenanya juga bersekuensi di teskan, kepada pembelajar bahasa.
Teknik yang paling
umum dipakai adalah format bentuk tes pilihan ganda. Namun demikian , format
tersebut sering dikritik karena jawaban benar dapat di peroleh lewat lebih dari
satu cara, misalnya dengan cara menebak.
Dengan
demikian,proses pemilihan jawaban yang benar belum tentu mencerminkan proses
yang terlibat sebagaimana dalam konteks membaca yang sebanarnya.
Untuk mengatasi
kritik tersebut, usaha pengukuran kemampuan berbahasa dapat ditempuh dengan
mempergunakan lebih dari satu teknik.
2.4 Strategi pembelajaran keterampilan menulis
Aktivitas menulis merupakan suatu
bentuk manifestasi kemampuan dan keterampilan berbahasa yang paling akhir
dikuasai oleh pembelajar bahasa setelah kemampuan mendengarkan, berbicara, dan
membaca. Dibandingkan dengan tiga kemampuan berbahasa yang lain, kemampuan
menulis lebih sulit dikuasai bahkan oleh penutur asli bahasa yang bersangkutan
sekalipun. Hal ini disebabkan kemampuan menulis menghendaki pengusaan berbagai
unsur kebahasaan dan unsur diluar bahasa itu sendiri yang akan menjadi isi
tulisan. Baik unsur bahasa maupun unsur isi haruslah terjalin sedemikian rupa
sehingga menghasilkan tulisan yang runtut dan padu.
Seperti halnya
kemampuan berbicara, kemampuan menulis mengandalkan kemampuan berbahasa yang
bersifat aktif dan produktif. Kedua keterampilan berbahasa ini merupakan usaha
untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan yang ada pada diri seorang pemakai
bahasa melalui bahasa. Perbedaannya terletak pada cara yang digunakan untuk
mengungkapkannya.
Dalam penggunaan
bahasa sehari-hari, berbicara dilakukan dalam jumlah dan frekuensi yang lebih
tinggi daripada menulis. Banyak hal yang terjadi dan dialami oleh seorang
pemakai bahasa yang perlu diungkapkan secara lisan kepada orang lain.
Hal yang berbeda
terjadi pada penggunaan bahasa secara tertulis. Dalam mengungkapkan perasaan
atau pikiran secara tertulis, seorang pemakai bahasa memiliki lebih banyak
kesempatan untuk mempersiapkan dan mengatur diri, baik dalam hal apa yang akan
di ungkapkan maupun bagaimana cara mengungkapkannya. Pesan yang perlu di
ungkapkan dapat dipilih dan diungkapkan secara cermat dan disusun secara
sistematis agar bila diungkapkan secara tertulis tulisantersebut mudah di
pahami dengan tepat. Dalam pemilihan kata dan penyusunannya pun dapat diseleksi
dengan cermat, sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa. Jelaslah bahwa dalam
menulis, unsur kebahasaan merupakan aspek penting yang perlu dicermati,
disamping pesan yang diungkapkan, yang merupakan inti dari hakikatnya dibagi
bentuk penggunaan bahasa yang aktif dan
produktif. Hal ini secara jelas merupakan titik berat dalam seluruh tahap
penyelenggaraan pengajaran, termasuk tes bahasanya.
Tes jenis karangan
merupakan jenis tes yang memiliki kriteria lompleks. Penilaian diberikan dengan
mempertimbangkan berbagai aspek yang ada dalam setiap karangan. Penilaian
terhadap sebuah karangan bebas mempunyai kelemahan pokok, yaitu rendahnya kadar
objektivitas. Bagaimanapun juga dan berapapun kadarnya, unsur subjektivitas
penilai pasti berpengaruh.
Nurgiyantoro
(2001) berpendapat bahwa penilaian yang dilakukan terhadap karangan siswa biasanya
bersifat holistis, impresif, dan selintas, maksudnya adalah penilaian yang
bersifat menyeluruh berdasarkan kesan yang di peroleh dari membaca karangan
secara selintas.
Dalam kaitan dengan penilaian karangan, berikut ini beberapa
kriterianya:
1.
Kualitas dan ruang lingkup isi;
2.
Organisasi dan penyajian isi;
3.
Komposisi
4.
Kohesi dan konherensi
5.
Gaya dan bentuk bahasa;
6.
Mekanik: tata bahasa, ejaan, dan tanda baca;
7.
Kerapian tulisan dan kebersihan; dan
8.
Respons efektif pengajar terhadap karya tulis.
Strategi pengajaran bahasa indonesia di tingkat SMA atau perguruan
tinggihendaknya bertujuan bukan semata-mata untuk menghasilkan bahasa saja,
melainkan bagaimana mengungkapkan gagasan dengan menggunakan sarana bahasa
tulis secara tepat. Dengan kata lain , kegiatan menulis haruslah yang mungkin
melibatkan unsur linguistik dan ekstra linguistik, memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk tidak saja berpikir bagaimana menggunakan bahasa secara
tepat, melainkan juga memikirkan gagasan-gagasan apa yang akan ditemukan. Tugas
tersebut berarti melatih peserta didik untuk mengkomunikasikan gagasannya.
Dibawah ini beberapa strategi pengajaran lisan yang dikemukakan
oleh sunendar (2005)
5. strategi pengajaran lisan bahasa indonesia tingkat pemula dan
menengah melalui gerakan tubuh ritmik.
Sejak beberapa
tahun terakhir pengajaran bahasa indonesia tingkat dasar menengah lebih banyak
menekankan pada aspek pengajaran lisan. Para peserta didik tingkat pemula
seperti di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama seringkali tidak merasa
siap. Alasan utamanya antara lain adalah karena malu mengungkapkan sesuatu
secara terbuka, kurang berlatih dan terlatih, serta berbagai alasan lainnya.
Secara umum,
terutama pada sebuah kelas tingkat dasar, situasi pertemuan awal sering agak kaku
dan kurang arah karena banyak diantara peserta didik yang belum saling
mengenal. Oleh karen aitu perlu sebuah suasana yang mampu mencairkan kekakuan
pada tahapan awal pertemuan.
Beberapa teknik
untuk membuat suasana kelas menjadi menyenangkan sekaligus mampu mencapai
sasaran yang diinginkan amat diperlukan. Berikut ini beberapa teknik yang
dimaksud.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Ø Menyimak sebagai salah satu aspek
keterampilan berbahasa sebenarnya merupakan aspek yang paling dominan didalam kegiatan
sehari-hari.
Ø Berbicara merupakan aspek keterampilan
bahasa bukan hanya mengajar, bukan hanya keluarnya bunyi bahasa dari alat
ucap,melainkan menyampaikan pikiran dan perasaan kepada orang lain melalui
lisan.
Ø Membaca
merupakan kegiatan untuk mendapatkan makna dari apa yang tertulis dalam teks.
Dengan demikian , kegiatan membaca bukanlah suatu kegiatan yang sederhana
seperti apa yang di perkirakan banyak pihak sekarang ini. Kegiatan membaca
bukan hanya kegiatan yang melibatkan prediksi, pengecekan skema, atau dekoding,
akan tetapi juga merupakan interaksi grafofonik, sintaktik, semantik, dan
skematik.
Ø Aktivitas
menulis merupakan suatu bentuk manifestasi kemampuan dan keterampilan berbahasa
yang paling akhir dikuasai oleh pembelajar bahasa setelah kemampuan
mendengarkan, berbicara, dan membaca. Dibandingkan dengan tiga kemampuan
berbahasa yang lain, kemampuan menulis lebih sulit dikuasai bahkan oleh penutur
asli bahasa yang bersangkutan sekalipun.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, M.
1990. Strategi Belajar Mengajar Keterampilan
Keterampilan Berbahasa dan Apresiasi sastra. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh Malang.
Sunendar
Dadang, wassidIskandar. 2013. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT REMAJA ROSDA KARYA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar