Rabu, 29 Juli 2015

Pemerolehan bahasa



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Proses pemerolehan bahasa pertama dan kedua adalah berbeda pada usia tertentu. Perbedaan tersebut lebih disebabkan tata bahasa gramatika universal sudah tidak bisa diakses lagi pada usia tertentu. Beberapa peneliti mengatakan, terdapat proses kritis di mana seorang pelajar mampu menguasai bahasa kedua dengan cepat. Periode tersebut adalah antara 6 sampai 13 tahun. Lalu, beberapa peneiliti lainnya mengungkapkan tata bahasa universal sudah tak bisa lagi diakses pada usia remaja, namun bisa diakses lagi setelah menginjak usia dewasa. Sehingga, orang dewasa lebih mudah menguasai bahasa kedua. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami membahas tentang Proses Pemerolehan Bahasa dan Pembelajaran Bahasa Kedua.

1.2.Rumusan Masalah
1.2.1. Pengertian pemerolehan bahasa
1.2.2. Ragam pemerolehan bahasa
1.2.3. Peranan bahasa pertama dalam pemerolehan bahasa kedua.
1.2.4. Pengajaran bahasa kedua
1.2.5. Pengaruh lingkungan kelas terhadap hasil belajar Bahasa kedua.
1.2.6. Pengaruh lingkungan di luar kelas terhadap hasil belajar bahasa kedua.
1.2.7. Pengaruh umur terhadap keberhasilan belajar bahasa kedua.
1.2.8. Faktor sikap, minat, dan kebiasaan membaca dalam pembelajaran Bahasa.

1.3.Tujuan Penulisan
1.3.1.   Untuk menjelaskan pengertian pemerolehan bahasa
1.3.2.   Untuk menjelaskan ragam pemerolehan bahasa
1.3.3.   Untuk menjelaskan peranan bahasa pertama dalam pemerolehan bahasa kedua.
1.3.4.   Untuk menjelaskan pengajaran bahasa kedua
1.3.5.   Untuk menjelaskan pengaruh lingkungan kelas terhadap hasil belajar Bahasa kedua.
1.3.6.   Untuk menjelaskan pengaruh lingkungan di luar kelas terhadap hasil belajar bahasa kedua.
1.3.7.   Untuk menjelaskan pengaruh umur terhadap keberhasilan belajar bahasa kedua.
1.3.8.   Faktor sikap, minat, dan kebiasaan membaca dalam pembelajaran Bahasa
 BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa diartikan sebagai periode seorang individu memperoleh bahasa atau konstanta baru. Pemerolehan bahasa sangat banyak ditentukan oleh interaksi rumit antara aspek-aspek kematangan biologis, kognitif, dan sosial. Solbin (dalam tarigan, 1988) mengemukakan bahwa setiap pendekatan modern terhadap pemerolehan bahasa akan menghadapi kenyataan bahwa bahasa dibangun sejak semula oleh anak, memeafkan aneka kapasitas bawaan sejak lahir yang beraneka ragam dalam interaksinya dengan pengalaman-pengalaman dunia fisik dan sosial.
Pemerolehan bahasa mempunyai suatu permulaan yang tiba-tiba tanpa disadari. Kebebasan bahasa mulai sekitar usia satu tahun saat anak mulai menggunakan kata-kata lepas atau kata-kata terpisah dari sandi linguistik untuk mencapai aneka tujuan sosial mereka.
Berkaitan dengan pemerolehan bahasa, setidaknya anak-anak memperoleh dan mempelajari paling sedikit satu bahasa, kecuali anak-anak yang secara fisik mengalami gangguan atau cacat. Menurut para ahli, anak akan mencapai tingkat penguaasan bhasa orang dewasa dalam waktu 25 tahun. Selanjutnya anak selalu berusaha menyempurnakan pemerolehannya dengan menambah penguasaan kosakata, mempertajam pemahaman akan tatabahasa, dan lain-lain yang menyangkut seluk beluk bahasa ini.
Untuk mengetahui bagaimana perkembangan bahasa seseorang, dalam hal ini anak, berikut ini akan diketengahkan tahap-tahap perkembangan itu secara kronologis oleh Mackey (1965).
Umur 3 bulan
            Anak mulai mengenal suara manusia ingatan yang sederhana mungkin sudah ada, tetapi belum tampak. Segala sesuatu masih terkait dengan apa yang dilihatnya; koordinasi antara pengertian dan apa yang diucapkannya belum jelas. Anak mulai tersenyum dan mulai membuat suara-suara yang belum teratur.
Umur 6 bulan
            Anak sudah mulai bisa membedakan antara nada yang “halus” dan nada yang “kasar”. Dia mulai membuat vokal.
Umur 9 bulan
            Anak mulai bereaksi terhadap isyarat. Dia mulai mengucapkan bermacam-macam suara dan tidak jarang kita bisa mendengar kombinasi suara yang menurut orang dewasa suara yang aneh.
Umur 9 bulan
Anak mulai membuat reaksi terhadap perintah. Dia gemar mengeluarkan suara-suara dan bisa diamati, adanya beberapa kata tertentu yang diucapkannya untuk mendapatkan sesuatu.
Umur 18 bulan
            Anak mulai mengikuti petunjuk. Kosakatanya sudah mencapai sekitar dua puluhan. Dalam tahap ini komunikasi dengan menggunakan bahasa sudah mulai tampak. Kalimat dengan satu kata sudah digantinya dengan kalimat dengan dua kata.
Umur 2-3 tahun
            Anak sudah bisa memahami pertanyaan dan perintah sederhana. Kosakatanya (baik yang pasif maupun yang aktif) sudah mencapai beberapa ratus. Anak sudah bisa mengutarakan isi hatinya dengan kalimat sederhana.
Umur 4-5 tahun
            Pemahaman anak makin mantap, walaupun masih sering bingung dalam hal-hal yang menyangkut waktu (konsep waktu belum bisa dipahaminya dengan jelas). Kosakata aktif bisa mencapai dua ribuan, sedangkan yang pasif sudah makin banyak jumlahnya. Anak mulai berhitung dan kalimat-kalimat yang agak rumit mulai digunakannya.

Umur 6-8 tahun
            Tidak ada kesukaran untuk memahami kalimat yang biasa dipakai orang dewasa sehari-hari. Mulai belajar membaca dan aktivitas ini dengan sendirinya menambah perbendaharaan katanya. Mulai membiasakan diri dengan pola kalimat yang agak rumit dan B1 pada dasarnya sudah dikuasainya sebagai alat untuk berkomunikasi.

2.2.Ragam Pemerolehan Bahasa
Telah disebutkan di atas mengenai hakikat pemerolehan bahasa. Sekarang perlu diketahui ragam atau jenis-jenis pemerolehan bahasa. Taringan (1988) menjelaskan bahwa ragam pemerolehan bahasa dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang:
a.         Berdasarkan bentuk;
b.        Berdasarkan urutan;
c.         Berdasarkan jumlah;
d.        Berdasarkan media;
e.         Berdasarkan keaslian;
Pemerolehan bahasa jika ditinjau dari segi bentuk adalah:
a.         Pemerolehan bahasa pertama atau  first language acquisition;
b.        Pemerolehan bahasa kedua atau second language acquisition;
c.         Pemerolehan ulang atau re-acquisition.
Pemerolehan bahasa berdasarkan urutan:
a.    Pemerolehan bahasa pertama atau  first language acquisition;
b.    Pemerolehan bahasa kedua atau second language acquisition;
Pemerolehan bahasa ditinjau dari segi jumlah:
a.         Pemerolehan satu bahasa atau monolingual acquisition;
b.        Pemerolehan dua bahasa atau bilingual acquisition; 
Pemerolehan bahasa ditinjau dari segi media:
a.         Pemerolehan bahasa lisan atau oral language (speech) acquisition;
b.        Pemerolehan bahasa tulis atau written language acquisition.
Pemerolehan bahasa ditinjau dari segi keaslian atau keasingan:
a.         Pemerolehan bahasa asli atau native language acquisition;
b.        Pemerolehan bahasa asing atau foreign language acquisition.
Bila ditinjau dari segi keserentakan atau keberurrutan (khususnya bagi pemerolehan dua bahasa), pemerolehan bahasa terbagi menjadi berikut.
a.        Pemerolehan dua bahasan serentak atau simultaneous acquisition;
b.        Pemerolehan dua bahasa berurutan atau successive acquisition. 

2.3.Peranan Bahasa Pertama dalam Pemerolehan Bahasa kedua
Ada beberapa pandangan yang menyatakan bahwa bahasa adalah hasil perilaku stimulus-respons. Setiap perilaku di dalam bahasa adalah akibat adanya stimulus. Dengan demikian, apabila peserta didik ingin memproduksi ajaran, ia harus memperbanyak penerimaan stimulus. Rangsang yang berupa perilaku berbahasa orang lain adalah sumber penerima aktivitas berbahasa seorang peserta didik. Oleh karena itu, peran lingkungan sebagai sumber munculnya stimulus menjadi dominan dan sangat penting dalam membanmtu proses pemerolehan bahasa baik untuk pemerolehan bahasa pertama maupun bahasa kedua.

2.4.Pengajaran Bahasa Kedua
Di Indonesia pada umumnya bahasa Indonesia adalah bahasa kedua yang secara politis juga berstatus sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi kenegaraan. Namun ada juga bahasa resmi kedaerahan yaitu bahasa daerah yang diberi status sebagai bahasa daerah yang boleh digunakan dalam situasi-situasi resmi di daerah tertentu. Sedangkan bahasa asing adalah bahasa yang bukan asli milik penduduk suatu Negara, tetapi kehadirannya diperlukan dengan status tertentu.
Pengajaran bahasa kedua di Indonesia secara formal dimulai ketika anak memasuki pendidikan dasar dan ketika anak memasuki pendidikan menengah pada usia sekitar 13 tahun untuk bahasa asing atau didaerah perkotaan dimulai pada usia 6-8 tahun.
Para penganjar pendekatan linguistic kontrastif berpendirian bahwa penguasaan suatu bahasa tidak lain dari pembentukan kebiasaan-kebiasaan. Kebiasaan yang berasal dari proses peniruan dalam masyarakat bahasa itu sendiri. Oleh karena itu, untuk dapat menguasai bahasa kedua jalan yang paling tepat adalah dengan latihan terus menerus.

2.5.Pengaruh Lingkungan Kelas terhadap Hasil Belajar Bahasa Kedua
Lingkungan kelas sebagai salah satu lingkungan belajar bahasa disadari benar mempunyai sumbangan tertentu terhadap pemerolehan bahasa kedua, yaitu antara lain membuat peserta didik lebih dapat bervariasi dalam menggunakan bahasanya secara lebih akurat dilihat dari kebenaran kaidahnya, dan penyajian kaidah tata bahasa lebih dapat memuaskan keinginan peserta didik dewasa yang tertarik pada penguasaan kaidah atau aturan bahasa yang dipelajarinya.
Pengetahuan yang diperoleh dari lingkungan ini bersifat disadari. Jadi pengetahuan sadar akan kaidah-kaidah bahasa yang diberikan pengajar dikelas sementara dianggap memiliki peranan yang sangat samar terhadap pemerolehan bahasa kedua, terutama pada aspek urutan pemerolehannya.

2.6.Pengaruh diluar Lingkungan Kelas terhadap Hasil Belajar Bahasa Kedua
Lingkungan informal terjadi secara alami. Yang tergolomg lingkungan informal adalah bahasa yang dipakai teman sebaya, bahasa pengasuh atau orangtua, bahasa yang dipakai anggota kelompok penutur bahasa yang dipelajari, bahasa yang dipakai dimedia cetak atau elektronika dan bahasa yang dipakai pengajar dalam proses pembelajaran dikelas.
Sifat khas lingkungan diluar kelas yang berpengaruh terhadap kecepatan belajar dan kualitas hasil belajarnya dipengaruhi oleh empat faktor:
a.       Sifat kealamiahan bahasa sasaran
b.      Cara peserta didik dalam berkominaksi dalam bahasa kedua
c.       Ketersediaan model yang bisa dituru untuk berbahasa
d.       Adanya lingkungan berbahasa yang bisa mendukung komunikasi (ada banyak teman atau penutur yang memang sudah menguasai bahasa kedua).
Lingkungan diluar kelas mampu menjadi data masukan yang baik bagi peseta didik. Data masukan ini bila telah mengalami pengendapan akan menjadi pengetahuan linguistic yang berguna kelak sebagai alat komunikasi dalam bahasa kedua dan sebagai alat untuk monitor. Lingkungan informal yang terpahami merupakan lingkungan bahsa yang baik bagi peserta didik. Untuk itu maka pengajar hendaknya memperhatikan ujarannya karena ujaran yang dipakai merupakan model bagi siswa dalam belajar bahasa.

2.7.Pengaruh Umur terhadap Keberhasilan Belajar Bahasa Kedua
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi belajr bahasa kedua. Faktor-faktor yang datangnya dari individu dapat digolonkan menjadi dua kelompok, yaitu faktor dalam dan faktor luar. Yang termasuk faktor dalam antara lain umur, bakat, kemampuan intelektual, minat kepribadian, keaktifan, dan lain-lain. Yang tergolong faktor-faktor luar antara lain yang tercakup dalam situasi lingkungan kelas atau lingkungan formal, dan lingkungan bahasa atau penutur bahasa asli.
2.8.Faktor Sikap, Minat, dan Kebiasaan Membaca dalam Pembelajaran Bahasa
Faktor efektif sering diabaikan dalam pengukuran variabel tertentu, termasuk dalam kebiasaan pengajaran bahasa. Arah penelitian bahasa yang seringkali menunjuk faktor efektif sebagai salah satu faktor keberhasilan semakin kental dewasa ini. Disamping faktor efektif, kebiasaan membaca menjadi alasan lain keberhasilan pengajaran bahasa. Faktor kebiasaan ini secara tradisional telah diutarakan oleh berbagai ahli dan praktisi pengajaran bahasa di dunia, baik di dalam forum resmi pndiikan maupun dalam studi-studi informal. Tidak ada lagi yang mempertanyakan urgensi kebiasaan membaca dalam pencapaian sebuah tujuan, termasuk di dalamnya dalam konteks pengajaran bahasa.
a.       Konsep tentang sikap dalam pembelajaran bahasa
Secara historis, istilah sikap digunakan pertama kali oleh Herbert Spence pada tahun 1862 yang pada saat itu diartikan sebagai status mental seseorang. Pada tahun 1888, Lange menggunakan istilah sikap dalam bidang eksperimen mengenai respons untuk menggambarkan kesiapan subjek dalam menghadapi stimulus yang datang tiba-tiba (Allen, Guy & Edley dalam Azwar, 1995).
Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif, efktif, dan konatif. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Komponen efktif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan beerperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Middlebrook (1974) merumuskan ketiga komponen tersebut sbagai kepercayaan (belief), perasaan, dan prilaku dan tindakan.
b.      Konsep tentang minat dalam pembelajaran bahasa
Minat merupakan salah satu faktor yang cukup penting yang mempengaruhi kemampuan membaca. Minat adalah perpaduan antara keinginan dan kemauan yang dapat berkembang jika ada motivasi (Tampubolon, 1991). Sebagai contoh, seorang mungkin mempunyai minat untuk membaca sebuah buku bacaan sastra, tetapi karena harganya mahal maka ia tidak melaksanakannya.
Terdapat tiga batasan minat, yakni (1) suatu sikap yang dapat mengikat perhatian seseorang ke arah objek tertentu secara selektif, (2) suatu perasaan bahwa aktivitas dan kegemaran terhadap objek tertentu sangat berharga bagi insividu, dan (3) bagian dari motivasi atau kesiapan yang membawa tingkah laku ke suatu arah atau tujuan tertentu.
c.       Konsep tentang kebiasaan membaca dalam pembelajaran bahasa
Membaca adalah sebuah kegiatan fisik dan mental. Melalui membaca informasi dan pengetahuan yang berguna bagi kehidupan dapat diperoleh. Itulah motivasi pokok yang dapat memdorong tumbuhnya minat membaca. Apabila minat ini sudah tumbu dan berkembang, dalam arti bahwa orang yang bersangkutan sudah mulai suka membaca, maka kebiasaan membaca pun akan berkembang (Tampubolon, 1991). Hal ini sejalan pula dengan pendapat surya (1985) yang menyatakan bahwa minat merupakan dasar terbentuknya suatu kebiasaan.
Surya (1985) juga mengemukakan bahwa kebiasaan merupakan suatu cara individu bertindak yang sifatnya otomatis untuk masa tertentu. Tingkah laku yang telah menjadi kebiasaan merupakan pola berpikir yang cukup tinggi karena sifatnya yang relatif tetap.
Kebiasaan dapat dibentuk melalui dua cara, yakni (1) dilakukan melalui pengulangan terhadap suatu kegiatan dengan cara yang sama dan (2) dilakukan secara terencana dan lebih disengaja. Cara yang kedua ini menunjukkan bahwa individu dengan sengaja melakukan perbuatan melalui cara-cara tertentu sehingga terbentuk semacam pola sambutan yang bersifat otomatis.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik simpulan bahwa kebiasaan adalah perilaku individu yang dilakukan secara otomatis, yang ditandai oleh spontanitas, berulang-ulang, dan disertai dorongan atau minat.
Pasda hakikatnya kebiasaan bukan merupakan faktor bawaan tetapi lebih banyak dipengaruhi faktor luar. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebiasaan membaca, yaitu faktor budaya, kualitas pembelajaran, kesukaan berbicara, kehadiran media elektronik yang menarik, dan tersedianya buku-buku yang sesuai dengan kebutuhan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ø  Pengertian Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa diartikan sebagai periode seorang individu memperoleh bahasa atau konstanta baru. Pemerolehan bahasa sangat banyak ditentukan oleh interaksi rumit antara aspek-aspek kematangan biologis, kognitif, dan sosial. Solbin (dalam tarigan, 1988) mengemukakan bahwa setiap pendekatan modern terhadap pemerolehan bahasa akan menghadapi kenyataan bahwa bahasa dibangun sejak semula oleh anak, memeafkan aneka kapasitas bawaan sejak lahir yang beraneka ragam dalam interaksinya dengan pengalaman-pengalaman dunia fisik dan sosial.
Ø  Ragam Pemerolehan Bahasa
Telah disebutkan di atas mengenai hakikat pemerolehan bahasa. Sekarang perlu diketahui ragam atau jenis-jenis pemerolehan bahasa. Taringan (1988) menjelaskan bahwa ragam pemerolehan bahasa dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang:
·         Berdasarkan bentuk;
·         Berdasarkan bentuk;
·         Berdasarkan jumlah;
·         Berdasarkan media;
·         Berdasarkan keaslian;
Ø  Peranan Bahasa Pertama dalam Pemerolehan Bahasa kedua
Ada beberapa pandangan yang menyatakan bahwa bahasa adalah hasil perilaku stimulus-respons. Setiap perilaku di dalam bahasa adalah akibat adanya stimulus. Dengan demikian, apabila peserta didik ingin memproduksi ujaran, ia harus memperbanyak penerimaan stimulus. Rangsang yang berupa perilaku berbahasa orang lain adalah sumber penerima aktivitas berbahasa seorang peserta didik. Oleh karena itu, peran lingkungan sebagai sumber munculnya stimulus menjadi dominan dan sangat penting dalam membanmtu proses pemerolehan bahasa baik untuk pemerolehan bahasa pertama maupun bahasa kedua.
Ø  Pengajaran Bahasa Kedua
Di Indonesia pada umumnya bahasa Indonesia adalahbahasa kedua yang secara politis juga berstatus sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi kenegaraan. Namun ada juga bahasa resmi kedaerahan yaitu bahasa daerah yang diberi status sebagai bahasa daerah yang boleh digunakan dalam situasi-situasi resmi di daerah tertentu. Sedangkan bahasa asing adalah bahasa yang bukan asli milik penduduk suatu Negara, tetapi kehadirannya diperlukan dengan status tertentu.

Ø  Pengaruh Lingkungan Kelas terhadap Hasil Belajar Bahasa Kedua
Lingkungan kelas sebagai salah satu lingkungan belajar bahasa disadari benar mempunyai sumbangan tertentu terhadap pemerolehan bahasa kedua, yaitu antara lain membuat peserta didik lebih dapat bervariasi dalam menggunakan bahasanya secara lebih akurat dilihat dari kebenaran kaidahnya, dan penyajian kaidah tata bahasa lebih dapat memuaskan keinginan peserta didik dewasa yang tertarik pada penguasaan kaidah atau aturan bahasa yang dipelajarinya.
Ø  Pengaruh diluar Lingkungan Kelas terhadap Hasil Belajar Bahasa Kedua
Lingkungan informal terjadi secara alami. Yang tergolomg lingkungan informal adalah bahasa yang dipakai teman sebaya, bahasa pengasuh atau orangtua, bahasa yang dipakai anggota kelompok penutur bahasa yang dipelajari, bahasa yang dipakai dimedia cetak atau elektronika dan bahasa yang dipakai pengajar dalam proses pembelajaran dikelas.
Ø  Pengaruh Umur terhadap Keberhasilan Belajar Bahasa Kedua
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi belajr bahasa kedua. Faktor-faktor yang datangnya dari individu dapat digolonkan menjadi dua kelompok, yaitu fsktor dalam dan faktor luar. Yang termasuk faktor luar antara lain umur, bakat, kemampuan intelektual, minat kepribadian, keaktifan, dan lain-lain. Yang tergolong faktor-faktor luar antara lain yang tercakup dalam situasi lingkungan kelas atau lingkungan formal, dan lingkungan bahasa atau penutur bahasa asli.
Ø  Faktor Sikap, Minat, dan Kebiasaan Membaca dalam Pembelajaran Bahasa
Faktor efektif sering diabaikan dalam pengukuran variabel tertentu, termasuk dalam kebiasaan pengajaran bahasa. Arah penelitian bahasa yang seringkali menunjuk faktor efektif sebagai salah satu faktor keberhasilan semakin kental dewasa ini. Disamping faktor efektif, kebiasaan membaca menjadi alasan lain keberhasilan pengajaran bahasa. Faktor kebiasaan ini secara tradisional telah diutarakan oleh berbagai ahli dan praktisi pengajaran bahasa di dunia, baik di dalam forum resmi pndiikan maupun dalam studi-studi informal. Tidak ada lagi yang mempertanyakan urgensi kebiasaan membaca dalam pencapaian sebuah tujuan, termasuk di dalamnya dalam konteks pengajaran bahasa.
 DAFTAR PUSTAKA
Iskandarwasit; Sunendar, Dadang . 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar