Selasa, 28 Juli 2015

Isra’illiyyat



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Isra’illiyyat yang dikemukakan al-Qaththan menegaskan bahwa berita tersebut diberitahukan oleh ahli kitab, pemeluk agama yahudi  dan nasrani, yang telah masuk islam. Akan tetapi di dalamnya tidak menegaskan keberadaan berita tersebut yakni pada tafsir al-Qur’an, tetapi dia tidak menegaskan keberadaan orang yahudi dan nasrani tersebut, oleh karena itu kedua engertian tersebut perlu digabungkan menjadi satu, sehingga terbentuk pengertian bulatmengenai issra’illiyyat, yaitu ‘’berita-berita yang diberitahukan oleh orang yahudi dan nasrani yang telah masuk islam dan kebudayaannya yang berpengaruh dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an’’.
B.     RUMUSAN MASALAH
a.       Apa yang di maksud dengan israilliyat?
b.      Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan israilliyat?
c.       Bagaimana sikap terhadap israilliyat?
d.      Bagaimana pengaruh cerita israilliyat dalam tafsir?
e.       Apa saja sumber-sumber israilliyat?
C.    TUJUAN
a.       Untuk mengetahui maksud israilliyat.
b.      Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan israilliyat.
c.       Untuk mengetahui sikap terhadap israilliyat.
d.      Untuk mengetahui pengaruh cerita israilliyat dalam tafsir.
e.       Untuk mengetahui sumber-sumber israilliyat.
D.    MANFAAT
Dengan di buatnya makalah ini, di harapkan agar kita bisa memahami maksud, pengertian, pertumbuhan, perkembangan, sikap, pengaruh cerita, dan sumber-sumber dari israilliyat.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN ISRO’ILIYYAT
1.      Menurut Manna’ al-Qaththan [1]
“Issra’illiyyat adalah berita-berita yang telah diceritakan oleh ahli kitab yang telah masuk agama islam”.
2.      Menurut al-Dzahabi
            “Issra’illiyyat adalah segala sesuatu yang mencakup perihal orang-orang yahudi dan nasrani serta kebudayaannya yang berpengaruh pada tafsir al-Qur’an”
            Pengertian Issa’illiyyat yang dikemukakan al-Qaththan menegaskan bahwa berita tersebut diberitahukan oleh ahli kitab, pemeluk agama yahudi  dan nasrani, yang telah masuk islam. Akan tetapi di dalamnya tidak menegaskan keberadaan berita tersebut yakni pada tafsir al-Qur’an, tetapi dia tidak menegaskan keberadaan orang yahudi dan nasrani tersebut, oleh karena itu kedua engertian tersebut perlu digabungkan menjadi satu, sehingga terbentuk pengertian bulatmengenai issra’illiyyat, yaitu ‘’berita-berita yang diberitahukan oleh orang yahudi dan nasrani yang telah masuk islam dan kebudayaannya yang berpengaruh dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an’’.
            Penyebutan issra’illiyyat pada mulanya hanya mengarah pada berita-beita yang berasal dari orang-orang yahudi, karena ia nerasal dari kata isra’il. Sedangkan isara’il merupakan nama lain dari nabi Ya’qub. Akan tetapi dalam membahas issra’illiyyat kata tersebut memasukkan juga orang-orang nasrani.debgan demikian pernyataan tersebut tergolong istilah taghlib, memenagkan penyabutan yahudi atas nasrani. Hal ini dapat dimaklumi, sebab orang-orang yahudi lebih dulu bergaul dengan orang islam, yakni sejak agama islam muncul di arab[2].
B.     PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ISSRA’ILLIYYAT
            Pergaulan orang-orang yahudi dan nasrani dengan orang islam sangat memberikan corak terhadap penafsiran ayat-ayat al-Qur’an. Hal ini terjadi sejak permulaan munculnya islam. Disamping itu, sebelum islam datang ditanah arab, mereka memeluk agama yahudi dan nasrani, kemudian setelah islam lahir mereka memeluk agama islam[3].
            Nabi Muhammad merupakan penafsir al-Qur’an sebab beliau bertugas untuk menyamaikan ayat-ayat kitab suci tersebut kepada umat, baik yang berkaitan dengan hukum maupun cerita-cerita umat-umat terdahulu seperti para nabi dan pengikutnya. Serta orang-orang yang menentang ajaknnya. Dalam hal ini para sahabat yang kurang memahami makna dari suatu ayat langsung bertanya kepada nabi, akibatnya pada masa itu cerita-cerita issra’illiyat belum digunakan sebagai sumber oleh mufassir[4].
            Setelah nabi wafat dan banyak dari orang-orang yahudi dan nasrani yang beragam islam, para sahabat sewaktu membaca cerita-cerita yang terdapat dalam al-Qur’an, sering menggunakan penjelasan dari kitab-kitab terdahulu (taurat dan injil). Akan tetapi, dalam menghadapi permasalahan tersebut mereka tidak mengambilnya sebagai dasar begitu saja, yakni tidak membenarkan dan tidak mendustakan jika tidak diketahui dengan pati keberadaannya. Sedangkan jika diketahui kebohongannaya mereka meninggalkannya[5]. Mereka tidak meriwayatkan cerita isra’iliyyat yang berkaitan dengan akidah dan hukum. Dengan demikian pada masa sahabat cerita isro’iliyyat sangat sedikit sekali.
            Pada masa tabi’in, orang yahudi dan nasrani lebih banyak lagi yang memeluk agama islam.Dalam hal ini banyak mempengaruhiperiwayatan cerita-cerita isro’iliyyat, karena mereka banyak bertanya pada ahli kitab jika mereka membutuhkan penjelasan tentang uumat terdaulu. Demikian pula mereka tidak memegangi persyaratan yang telah ditetapkan dalam menerima cerita isro;iliyyat.Akibatnya pada masa tabi’in ini, cerita isro’iliyyat semakin banyak.
         Dalam perkembangan berikutnya, cerita-cerita isro’iliyyat banyak terdapat dalam kitab-kitab tafsir dan ada juga tang membukukannya dalam satu kitab, seperti Abu Shaibah dalam kitabnya, Kitab Al- Isro’iliyyat[6]. Disamping itu ada juga pengarang yang tida menyebutkan nama perawi dan kwalitas ceritanya, seperti Ahmad bin Muhammad Al Tsa’labi dalam kitabnya Al Rais al-Mujalis. Bahkan, lebih dari itu  ada yang mencampuradukkan antara yang shohih dan dho’if, bahkan maudlu’. Akibatnya dalam perkembangan selanjutnya, cerita-cerita Isro’iliyyat ini ikut mewarnai kemerosotan nilai Tafsir bi al al-ma’tsur.
C.    SIKAP TERHADAP ISRA’ILIYYAT
            Jika dipahami secara cermat, maka cerita-cerita isro’iliyyat terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1)      Cerita isro’iliyyat yang diketahui keshahihannya. Artinya, ia tidak bertentangan dengan hadist yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW. secara shohih. Misalnya, penentuan nama seorang yang menjadi teman nabi Musa As.yaitu khidir As. Dalam hal ini nama tersebut telah dijelaskan oleh Nabi Muhammad sebagaimana termaktub dalam shohih Al-Bukhori. Juga dianggap shohih jika cerita isro’iliyyat yang model ini dianggap shahih dan dapat diterima (shahih maqbul).[7]
2)      Cerita isro’iliyyat yang diketahui kebohongannya. Artinya, ia berentangan dengan shara’ atau tidak dapat diterima oleh akal sehat. Cerita isro’iliyyat model ini tidak dapat diterima dan tidak boleh diriwayatkan. Artinya, jika diriwayatkan, maka harus ditunjukkan bahwa cerita tersebut bertentangan dengan syara’.[8]
3)      Cerita isro’liyyat yang tidak diketahui kebenaran dan kebohongannya.[9]
             Cerita isro’iliyyat yang termaktub dalam poin (tiga) merupakan cerita yang dimaukufkan. Artinya tidak diyakini kebenarannya dan tidak didustakannya. Akan tetapi, boleh diceritakannya sebagaimana hadist nabi “ sampaikan dariku walaupun satu ayat dan ceritakan tentang Bani israil, dan tiada dosa darinya. Pada bagian (3) ini pada umumnya termasuk sesuatu yang tidak memberikan kegunaan dalam urusan agama, bahkan para ulama’ Ahli kitab dalam bagian ini berbeda antara satu dengan lainya. Akibatnya, para ahli tafsir dalam menjelaskan tentang cerita-cerita isra’iliyyat berbeda pula.[10]
            Menyikapi cerita isra’iliyyat tersebut, sebaiknya seseorang ahli tafsir menjauhinya, terutama yang bertentangan dengan syara’ dan mencari yang sesuai dengan jiwa al-Qur’an, akal sehat, dan membiarkan yang global dalam al-Qur’antetap global sesuai dengan hadist Nabi Muhammad. Jika terpaksa meriwayatkannya, maka harus menunjukkan yang sebenarnya shahih atau tidak.[11]
D.    PENGARUH CERITA ISRA’ILIYYAT  DALAM TAFSIR
Cerita isra’iliyyat merupakan cerita yang diriwayatkan oleh orang yahudi atau nasrani, baik yang sudah masuk islam atau yang belum, yang selanjutnya yang diterima orang islam. Selanjutnya, cerita tersebut diriwayatkan kepada orang-orang sesudahnya atau ditulis dalam kitab tafsir. Dalam hal ini jika dilihat dari nilai perawinya, cerita isra’iliyyat itu sebagaimana hadist, yaitu ada yang shahih dan dho’if, bahkan ada yang maudlu’. Begitu juga, jika dilihat dari segi matanya maka ada yang bertentangan dengan syara’ ada yang tidak disinggung oleh syara’ dan ada yang sesuai dengan syara’.
               Berdasarkan atas hal tersebut, sangat disayangkan jika dalam periwayatan cerita isra’iliyyat tidak dijelaskan tentang sanad dan kualitasnya. Hal ini banyak dilakukan dalam penafsiran beberapa ayat al-Qur’an. Akibatnya, dapat melemahkan nilai dan kualitas tafsir bi al-riwayah sebagaimana dikemukakan al-Dzahabi dalam al-tafsir wa al-Mufassirun, bahwa kelemahan Tafsir bi al-Riwayah adalah disebabkan oleh tiga faktor, yaitu:
1)      Banyak memasukan hadist Maudu’  dalam tafsir.
2)      Masuknya beberapa Isra’iliyyat dalam tafsir, dan
3)      Pembuangan penyebutan sanad (Nama rentetan perawi hadist).[12]
Al-suyuti mengatakan bahwa penyebab kelemahan Tafsir bi al-Riwayah adalah:
1)      Penganut suatu aliran atau madhhab yang menambah cerita-cerita dengan kebatilan,
2)      Bercampur aduknya berita yang benar dan yang salah, dan
3)      Dipenuhi dengan cerita-cerita isra’iliyyat yang diantaranya jelas-jelas batal.[13]
Dengan penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa adanya cerita-cerita issra’illiyat, khususnya yang tidak menyebutkan perawi dan kualitas sanadnya, menyebabkan turunnya nilai tafsir bi al-riwayah. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam memahami cerita-cerita sra’illiyat yang banyak bertebaran dalam kitab tafsir al-Qur’an.
E.     SUMBER-SUMBER ISRA’ILLIYAT
Di antara tokoh-tokoh yang menjadi sumber isra’illiyat dan yang paling banyak meriwayatkannya adalah Abd Allah bin Salam, Ka’ab al-Akhbar dan Wahab bin Munabbih. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat dalam menilai kesahihannya.[14]
1.      Abd. Allah bin Salam
Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Abd Allah bin Salam bin al_harith al Israiliy al-ansari. Ia masuk islam sewaktu Nabi Muhammad datang di Madinah. Dia termasuk salah seorang sahabat yang di janjikan masuk surga yang wafat di Madinah pada tahun 43 Hijriyah.[15]
Dalam hal keilmuan, Abd Allah bin Salam termasuk orang yang paling pandai dikalangan orang yahudi. Artinya di mengerti betul kitab Taurat. Oleh karena itu setelah masuk islam, Abd Allah bin Salam menguasai ilmu Taurat dan al-Qur’an. Bahkan Ibn Jarir Al-Tabari banyak menukil darinya mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan al-Tarikhiyah al-Diniyah (sejarah yang berhubungan dengan masalah keagamaan).[16]
Menyikapi riwayat Abd Allah bin Salam, al-Dhahabi mengatakan bahwa kami tidak menolak apa yang di katakan olehnya dan tidak menerima apa yang di katakannya. Akan tetapi, kita wajib mengukur keabsahan apa yang di katakan dengan ukuran yang benar. Artinya riwayat yang shohih kami terima dan yang tidak shohih kami buang.[17]
2.      Ka’ab al-Akhbar
Nama lengkapnya adalah Abu Ishaq Ka’ab bin Nani al-Himairi dan selanjutnya di kenal dengan sebutan Ka’ab al-Akhbar, berasal dari keturunan Dzira’in. Dia berasal dari Yahudi Yamman dan termasuk orang yang menemui masa jahiliyah. Kaab al-Akhbar masuk islam pada masa Abu Bakr, dan wafat pada tahun ke 32 Hijriyah, di Himsya.[18]
Ka’ab al-Akhbar meriwayatkan termasuk orang yang pandai sehingga mendapat julukan Ka’ab al-Khibr atau al-Akhbar, yang bermakna tinta sebagai gambaran atas keagungan ilmunya , bahkan dalam tafsir banyak di temukan riwayat yang menegaskan bahwa Ka’ab al-Akhbar adalah orang yang pandai tentang kebudayaan yahudi dan isra’illiyat. Akan tetapi dia tidak mempunyai karya ilmiah sebagaimana Wahab bin Munabbah, yakni dia hanya menyampaikan ilmunya lewat percakapan (Syafawiyah).[19]
Setelah masuk islam Ka’ab tetap membaca kitab taurat sebagaiman di riwayatkan dalam suatu cerita bahwa seorang lelaki masuk ke masjid tiba-tiba dia bertemu Amir bin Abd Allah bin Qays yang sedng duduk dengan beberapa kitab, di antara kitab tersebut ada selembar Taurat. Sementara itu, Ka’ab bin al-Akhbar sedang membacanya.[20] Dengan demikian dapat di ketahui walaupun telah masuk islam , Ka’ab tetap memegangi Taurat dan ajaran-ajaran isra’illiyat.
Namun demikian jika ada orang yang mengatakan bahwa orang yang mengikuti Ka’ab adalah sesat (ghairu shalih), maka al-Dzahabi menjelaskan bahwa sesungguhnya apa yang di riwayatkan Ka’ab atau yang lainnya (dari ahli kitab) pada hakikatnya mereka tidak menyandarkan kepada rasulullah dan tidak mendustakannya kepada salah satu umat islam. Akan tetapai, mereka meriwayatkan bahwa ariwayat tersebut berasal dari cerita isra’illiyat yang termaktub dalam kitab mereka. Kita tidak di haruskan untuk membenarkan atau mendustakannya. Dengan demikian tuduhan tersebut harus di waspadai dengan cermat. Adapun pribadi Ka’ab sebagaimana di lukiskan al-Dzahabi maka ia adalah orang yang adil dan taat.[21]
3.      Wahab bin Munabbih
Nama lengkapanya adalah Abd Allah Wahab bin Munabbih bin sayj bin dzi kanaz. Dia tergolong tabi’in pilihan, di lahrkan pada tahun 34 hijriyah dan wafat pada tahun 110 hijriyah. Dia meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah, Abu Said al-Khudri, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan lainnya. Sedangkan orang yang meriwayatkan darinya adalah Abd Allah dan Abd al-Rahman (kedua putarnya), Umar bin Dinar dan lainnya.[22]
Wahab banyak menguasai kitab-kitab terdahulu akan tetapi, jika dia sudah mengetahui yang benar menurut islam, maka dia meninggalkannya. Namun demikian banyak orang yang menganggapnya sebagai pendusta, tadlis, dan merusak aqidah umat islam.[23]

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
“Issra’illiyyat adalah segala sesuatu yang mencakup perihal orang-orang yahudi dan nasrani serta kebudayaannya yang berpengaruh pada tafsir al-Qur’an”.
Cerita isro’iliyyat yang diketahui keshahihannya. Artinya, ia tidak bertentangan dengan hadist yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW. secara shohih. Misalnya, penentuan nama seorang yang menjadi teman nabi Musa As.yaitu khidir As. Dalam hal ini nama tersebut telah dijelaskan oleh Nabi Muhammad sebagaimana termaktub dalam shohih Al-Bukhori. Juga dianggap shohih jika cerita isro’iliyyat yang model ini dianggap shahih dan dapat diterima (shahih maqbul).
Cerita isro’iliyyat yang diketahui kebohongannya. Artinya, ia berentangan dengan shara’ atau tidak dapat diterima oleh akal sehat. Cerita isro’iliyyat model ini tidak dapat diterima dan tidak boleh diriwayatkan. Artinya, jika diriwayatkan, maka harus ditunjukkan bahwa cerita tersebut bertentangan dengan syara’.
Cerita isro’liyyat yang tidak diketahui kebenaran dan kebohongannya.

DAFTAR PUSTAKA
Al-shalih, Subhi. Mahabits Fi Ulum Al-Qur’an. Beirut: Dar Al-Qalam Fi Al-Malayyin, 1998.
Al-Dzahaby, Al-Tafsir wa Al-Mufassirun. Kairo : Maktabah Wahbah. 2000.
Al-Qathan Manna. Mahabbith fi Ulum Al-Quran. T.t : Manshurat al-asr al-hadith, t.t.
Mahmud Shahatah, Abd Allah Manhaj al-Imam Muhammad Abduh fi al-Tafsir al-Quran al-Karim. T.t:Nasr al-Rasa’I al-Ilmiyah,t.t,162.
Al-Namir, Abd al-mun’im, ‘Ilm al-Tafsir. T.t: Dar al-Kutub al-islamiyyah,1992.
Abu shahbah, Muhammad bin Muhammad, al-madkal li dirasat al-qur’an al-karim (Beirut : darl al-jil, 1992), 19_israilliyat.
Al-‘ak, khalid abd al-rahman. Ushul al-tafsir wa qawa’iduh. Beirut : dar al=ta’annuth,1986.
Ibn al-taimiyyah, muqaddimah fi ‘ilm al-tafsir. Kuwait : dar al-quran al-karim.
Al-suyuti, jalal al-din. Asrar tartib al-quran. Kairo : dar al-I’tisham, t.t.



[1] Manna’ al-Qaththan, mabahits fi ulum al-Qur’an (t.t.: Manshurat al-Asr al-Hadith, t.t),354
[2] Ibid
[3] Manna’ al-Qaththan, Mabahits,354
[4]Ibid

[5] Ibid
[6] Abd al-mun’im al-namir imlu attafsir (dar al kutub al islamiyyah, 1985)
[7] Ibid
[8] Khalid abd al-Rahman al-ak, ushul al tafsir wa qowa’iduhu
[9] Ibid
[10] Ibid
[11] Ibn Taymiyyah, Muqoddimah fi ilm al-tafsir (kuwait: Dar al-Qur;an al-karim)




[12] Al-Dzahabi , al-tafsir.

[13]Al-suyuti, al-dzur al-mantsur  fi al-tasrif bi al-ma’tsur (berikut: dar  al-kutub al ilmiyah,1990).13
[14] Abu shahbah, Isra’illiyat, 152.
[15] Al-Dzahabi, AL-tafsir, 133-135.
[16] Ibid, 135-140
[17] Ibid.
[18] Ibid, lihat juga Abu Shahbah, Isra’illiyat.
[19] Ibid.
[20] Ibid.
[21] Ibid.
[22] Abu shahbah, isra’illiyat.
[23] Al-Dzahabi, at-Tafsir, 141.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar